Hujan tengah mengguyur kota Jakarta dengan lebatnya. Seorang perempuan muda duduk termenung di meja makan sambil menatap makanan-makanan itu mulai dingin.
Jam dinding telah menunjuk angka 21.00 malam. Tapi masih belum ada tanda-tanda jika suaminya akan segera pulang, perempuan itu berpikir mungkin suaminya terjebak di kantor dan tidak bisa pulang karena hujan yang turun malam ini.
"Sampai kapan kau akan menunggu suamimu?! Sebaiknya buang saja makanan-makanan itu, tidak ada gunanya kau memasak jika Bima tidak mau menyentuhnya. Hanya membuang-buang uang saja!!"
Perempuan itu hanya menoleh sekilas dan menghiraukan ucapan kakak iparnya. Dia sudah terbiasa mendengar kata-kata tajam wanita yang 10 tahun lebih tua darinya itu.
"Ada apa, Sasa? Kenapa kau belum tidur?"
Tak lama kemudian seorang wanita setengah baya menghampiri wanita bernama Sasa tersebut. "Aku harus, Bu. Kenapa ibu sendiri belum tidur?"
"Apa adikmu belum pulang?"
"Ibu tanyakan saja pada istrinya, bukankah dia kerja banting tulang sampai tidak kenal waktu untuk memenuhi kebutuhan wanita itu, jadi padanya Ibu harusnya bertanya!!" jawab Sasa dan pergi begitu saja.
Mirah menghampiri menantunya itu lalu bertanya padanya. "Sherly, kenapa sampai jam segini Bima belum pulang?!" tanya Mirah dengan nada tak bersahabat.
"Aku sendiri tidak tahu, Bu. Aku sudah coba menghubungi ponselnya, tapi dia tidak mengangkatnya. Mungkin sinyalnya jelek, atau Kalau tidak dia sedang di perjalanan." Jawab Sherly.
"Dasar istri bodoh, tidak berguna!! Apa hanya ini yang bisa kau lakukan sebagai seorang istri, seharusnya kau lebih peduli pada suamimu. Bagaimanapun juga dia bekerja untuk menghidupi mu, jangan hanya enak-enakan lalu menerima uangnya!!" ujar Mirah dengan sinis.
Sherly bangkit dari duduknya dan menatap Ibu mertuanya itu dengan tajam. "Apa aku tidak salah dengar, Bu?! Bima hanya memberiku setengah dari gajinya, karena sisanya diberikan pada ibu, tapi kenapa ibu malah menyalahkan ku?!"
"Lancang kau ya!! Berani sekali kau berbicara seperti itu pada ibu mertuamu?! Apa kau tidak pernah diajari sopan santun oleh ibumu?!"
"Cukup, Bu!! Kau boleh menghinaku sesuka hatimu, tapi jangan bawa-bawa ibuku!! Karena dia wanita paling baik di dunia ini!!" tegas Sherly dan pergi begitu saja.
"Dasar menantu kurang ajar!! Mandul, tidak berguna, dan sekarang malah berani padaku. Lihat saja, aku pasti akan mengadukan mu pada Bima. Supaya kau diberi pelajaran!!" teriak Mirah namun dihiraukan oleh Sherly.
-
Sherly memijat pelipisnya yang terasa pening, dia ingin hidup tenang sekali saja, tapi kenapa Rasanya sangat sulit sekali. Ibu mertua dan kakak ipar nya selalu menempatkan dirinya dalam kesulitan, belum lagi Bima yang apa-apa menyalakan dirinya jika sudah mendapat aduan dari ibunya.
Deru suara motor yang memasuki halaman rumah menyita perhatian Sherly.
Wanita itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah jendela, Bima pulang dalam keadaan setengah basah. Kemudian wanita itu meninggalkan kamarnya dan menghampiri suaminya.
Sementara itu...
Bima yang baru saja tiba di rumahnya, kebingungan melihat ibunya yang menangis di meja makan. Bima juga melihat hidangan dan belum tersentuh sama sekali. Lalu pria itu menghampiri sang ibu.
"Ada apa ini, Bu?! Kenapa kau menangis? Kenapa makanan-makanan ini masih utuh?" tanya Bima.
Mirah menyeka air matanya dan menatap putranya itu dengan tatapan memelas. "Bima, sebenarnya apa salah Ibu pada Sherly?! Kenapa semakin hari sikapnya semakin kurang ajar dan semakin keterlaluan saja. Dia berani pada ibu, dia membentak ibu, dan mengatakan jika Ibu sangat cerewet." Adu Mirah pada sang Putra.
Lima memicingkan matanya. "Sherly melakukan itu pada, Ibu?! Rasanya tidak mungkin, Bu. Aku mengenal Sherly dengan sangat baik, dia adalah wanita yang lembut yang selama ini sangat menyayangi ibu."
"Itu ketika kau ada di rumah, tapi setelah kau pergi. Istrimu selalu berulah, dia membentak ibu dan meminta ibu menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga. Termasuk memasak, mengepel, dan mencuci pakaiannya. Sedangkan dia enak-enakan, kadang-kadang dia juga pergi hang out bersama teman-temannya." Sahut Sasa menambahkan.
"Apa?! Jadi selama ini Sherly seperti itu!! Dia benar-benar keterlaluan, aku akan memberi pelajaran padanya!!"
"Memang itu yang harus kau lakukan, sebagai Suami kau harus tegas pada istrimu yang tidak tahu diri itu!!" jawab Sasa.
Mirah menyeringai. Dia mengacungkan jempol pada Sasa, putrinya itu memang sangat membantu. Apalagi di saat seperti ini.
Bima menatap marah pada istrinya yang baru saja tiba. Dengan kasar dia menarik lengan Sherly lalu menamparnya. "Jadi begini kelakuanmu selama ini saat aku tidak ada, kau memperlakukan ibuku dengan sangat buruk layaknya seorang pembantu?!" bentar Bima penuh emosi.
Sherly memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Bima. Dengan berani dia balas mengantar Bima tak kalah keras, dan apa yang Sherly lakukan tentu saja mengejutkan 3 orang tersebut.
"Sherly, kau!!" bentak Mirah setelah melihat Apa yang dilakukan pada putranya.
"Cukup kalian semua!! Sudah cukup perlakuan buruk kalian padaku selama ini. Dan kau, Bima!! Bukankah kau yang paling mengenalku selama ini, apa pernah aku bersikap kasar dan kurang ajar pada ibumu?! Bukankah di rumah ini ada CCTV, kau bisa memeriksanya aku atau mereka yang bersalah. Jadi pria jangan terlalu bodoh, apalagi mudah diperalat oleh ibumu sendiri!!"
"Sherly, kau~" Bima menahan tangannya, dan urung menampakkan Sherly. Dengan emosi, Bima pergi begitu saja.
Sherly juga meninggalkan ruang tengah dan kembali ke kamarnya, sedangkan Bima pergi ke kamar tamu. Mirah dan Sasa sama-sama tersenyum puas melihat pertengkaran suami istri tersebut. Ya, tujuan utama mereka adalah memisahkan mereka berdua.
-
Ponsel Sherly berdering, nama Ibunya menghiasi layar ponselnya yang menyala adalah. Penasaran kenapa ibunya menghubunginya selarut ini, sherly pun menerima panggilan itu.
"Halo, Ma. Tumben sekali Mama menghubungiku malam-malam begini, tidak biasanya. Apa ada hal penting, yang ingin mama sampaikan padaku?" tanya Sherly.
"Sherly, kenapa suaramu agak lemas. Apa kau baik-baik saja, Nak?" tanya Nyonya Ivanka di seberang sana.
"Ya, Ma. Aku baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan. Hari ini rumah kedatangan tamu lumayan banyak, teman Mas Bima datang berkunjung. Jadi aku harus melayani mereka, seperti menyiapkan makanan dan minuman." Dustanya.
Tidak mungkin Sherly mengatakan yang sebenarnya. Jika dia ada masalah dengan keluarga suaminya, ibunya bisa cemas, sherly tidak ingin hal itu terjadi.
"Sherly, Mama dan Papa berencana pulang bulan ini. Mama ingin, kau datang bersama Bima ke rumah karena sejak menikah kau tidak pernah mengenalkan dia pada kami. Bahkan kau menyewa orang untuk jadi orang tua palsumu."
Sherly tersenyum. "Maaf, Ma. Aku melakukan itu semua bukan tanpa alasan. Aku hanya ingin suamiku menerimaku apa adanya, bukan ada apanya. Karena yang Bima tahu selama ini, aku hanyalah gadis desa dan dari keluarga sederhana."
"Setiap orang bisa bersikap baik padaku, tapi belum tentu mereka tulus. Mereka baik aku adalah Putri orang, itulah kenapa aku merahasiakan jati diriku dari semua orang, termasuk Bima dan keluarganya."
"Mama, mengerti Sherly. Ya sudah, sebaiknya kau segera istirahat. Ini sudah larut malam, Mama tutup dulu, see you."
Sherly mendesah berat. Perempuan itu meletakkan ponselnya di atas meja dan tersenyum sinis. Jika mereka tau dia bukan gadis kampung, mungkin perilakunya pada dirinya akan sangat berbeda.
-
Bersambung.
Bima membuka tudung saji dan mendapati meja dalam keadaan kosong. Tidak ada nasi ataupun lauk pauk yang terhidang di atas meja.
Mirah dan Sasa yang baru saja tiba, tampak kebingungan melihat tidak ada penahanan apapun yang bisa disantap untuk sarapan pagi ini. "Lho, kok mejanya kosong. Apa istrimu tidak memasak?" tanya Mirah pada Bima.
Bima menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu, Bu. Aku akan melihat Sherly dulu, mungkin saja dia belum bangun." Jawab Bima.
"Tidak perlu repot-repot melihatku!!" sahut seseorang dari arah belakang. Sontak ketiganya menoleh dan mendapati Sherly berjalan menghampiri mereka.
Sasa yang geram langsung menghampiri adik iparnya itu. "Apa-apaan kau ini, kenapa kau tidak memasak dan malah bersantai?! Apa kau sengaja ingin membuat kami kelaparan?!" bentak Sasa marah.
Sherly melipat kedua tangannya dan menatap kakak iparnya itu sinis. "Aku bukan pembantu di rumah ini, jadi untuk apa harus repot-repot melayani Kalian bertiga?! Jika kalian lapar, masak saja sendiri."
"Lagipula untuk apa repot-repot memasak di rumah ini. Ini rumahku aku adalah nyonya di rumah ini, dan kalian berdua yang menumpang di sini. Jadi seharusnya yang menjadi pelayan disini bukan aku, tapi kalian berdua!!"
"SHERLY, CUKUP!! KAU BENAR-BENAR KETERLALUAN!! BAGAIMANA BISA KAU BERSIKAP KURANG AJAR PADA IBU DAN KAKAKKU?! KAU ADALAH ISTRIKU, SUDAH SEHARUSNYA KAU MELAYANI MEREKA!!" bentar Bima.
Sherly menggeleng. "Aku tidak mau, lalu kau mau apa?! Jangan karena kau kepala rumah tangga di sini, maka kau bisa bersikap seenaknya!! Kalian ibu dan anak sama saja, sama-sama memuakkan!!" sinis Sherly dan pergi begitu saja.
BRAK...
Bima yang marah langsung membanting gelas yang ada di atas meja. Menurutnya Sherly benar-benar sudah keterlaluan, sikapnya membuatnya muak.
"Bima, tidak ada gunanya kamu tetap mempertahankan pernikahanmu dengan perempuan itu. Dia mandul dan tidak bisa memberimu anak, ditambah lagi sikapnya yang sangat kasar. Ibu benar-benar sudah tidak tahan, sebaiknya segera Ceraikan dia dan cari istri baru."
Bima mendesah berat. "Aku tidak ingin memikirkan mahal itu, Bu. Perceraian bukanlah jalan keluar untuk masalahku dan, Sherly. Sudah siang, aku berangkat kerja dulu." setelah berpamitan pada ibunya, Bima pun meninggalkan rumah sederhana nya.
-
-
BRAK...
Sherly melepas earphone-nya karena dobrakan keras pada pintu kamarnya. Terlihat ibu mertua dan kakak iparnya berjalan menghampirinya. Sherly tidak tahu masalah apa lagi yang akan mereka ciptakan kali ini.
"Apa kalian sudah tidak memiliki sopan santun lagi?! Masuk kamar orang lain tidak mengetuk pintu terlebih dulu malah mendobraknya. Dan jika pintunya sampai rusak, apa kalian mau menggantinya?!" Sherly menatap keduanya dengan sinis.
"Ini adalah rumah Putraku, apa masih perlu aku harus bersikap sopan di rumah anakku sendiri?!"
"Tapi Ibu jangan lupa, karena setengah dari pembelian rumah ini adalah uangku. Itu artinya aku juga memiliki hak yang sama dengan Putramu, untuk itu jangan pernah memperlakukanku dengan sesuka hatimu!!"
"Meskipun rumah ini dibeli sebagian dengan uangmu, tapi apa kamu lupa jika rumah ini masih atas nama Bima!! Yang artinya, kau tidak memiliki hak milik sama sekali atas rumah ini!!" tegas Sasa tak mau kalah.
Sherly mendecih. "Berdebat dengan orang-orang bodoh, tidak ada gunanya sama sekali. Daripada terus di rumah dan membuat Kepalaku pusing, sebaiknya aku pergi keluar mencari angin segar." sherly meraih tasnya yang ada di atas meja dan pergi begitu saja. Bahkan dia mengabaikan teriakan ibu mertua dan kakak ipar nya.
-
-
Mahligai rumah tangga hancur tak melulu disebabkan oleh Pelakor atau Pebinor. Orang ketiga dalam rumah tangga bisa siapa saja.
Banyak rumah tangga yang tampak baik-baik saja justru hancur bukan karena penibor atau pelakor. Namun disebabkan oleh orang terdekat salah satu pasangan yang suka ikut campur urusan rumah tangga.
Orang terdekat bisa anggota keluarga. Kebanykaan adalah orangtua pasangan. Meskipun tak jarang pelakor dan pelabor bisa juga saudara sendiri. Dan hal itu pula yang saat ini menimpa rumah tangga Sherly dan Bima.
Rumah tangga mereka yang awalnya baik-baik saja menjadi berantakan semenjak Ibu mertua dan kakak iparnya ikut menumpang di rumah mereka. Sherly sudah membicarakannya dengan Bima, tapi yang ada mereka malah terlibat pertengkaran.
Dan Sherly sendiri tidak tau. Sampai kapan dia mampu bertahan dalam rumah tangga yang sudah tidak sehat.
-
-
"Aaahhh..."
Tubuh wanita itu nyaris saja terjatuh dan mendarat di lantai jika bima tidak menangkapnya dengan tepat waktu. Mereka bertabrakan secara tidak sengaja, karena sama-sama terburu-buru.
Dengan sigap Bima membantu wanita memunguti barang-barangnya yang berserakan di lantai. Seperti tas, ponsel, alat make up nya dan juga dokumen. Bima bangkit dari posisinya lalu mengembalikan barang-barang tersebut pada pemiliknya.
"Bima, kau Bima kan?!" ucap wanita itu memastikan.
Bima memicingkan matanya dan menatap wanita itu dengan sebelah alis terangkat. "Kau, apakah kamu Delima, teman kuliahku dulu?" ucap Bima memastikan.
Wanita bernama delima itu mengangguk membenarkan. "Ya, aku Delima. Tidak disangka kau masih mengingatku Bim." Ucap wanita itu sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Tentu saja aku mengingatmu, bagaimana mungkin aku bisa melupakan orang yang pernah menjadi bunga kampus. Setelah sekian lama tidak bertemu, kau semakin cantik saja." Ucap Bima memberi pujian.
Delima pun tersipu malu. "Kau terlalu memujiku, Bim. Aku tidaklah secantik itu. Oh ya, bagaimana kabar Kak Sasa dan ibu? Apa mereka baik-baik saja?"
"Ya, mereka baik-baik saja. Bagaimana kalau pulang kerja nanti kau mampir ke rumahku? Pasti mereka senang melihat kedatangan mu, kau tidak keberatan bukan?"
Delima menggeleng. "Tentu saja tidak, aku malah merasa senang dan tersanjung karena kau mau mengundangku datang ke rumahmu." Jawab Delima.
"Baiklah, pulang kerja nanti aku tunggu di parkiran. Kita berangkat sama-sama,"
"Oke,"
-
Meskipun sudah menikah dan bersuami, sesekali menyenangkan diri tidak ada salahnya.
Untuk mendinginkan kepalanya yang sedikit panas. Sherly memutuskan untuk mendatangi pusat perbelanjaan, tempat spa dan restoran mewah. Dia ingin bersenang-senang meskipun hanya satu hari saja.
Sejak menikah 2 tahun yang lalu, sherly tidak pernah memikirkan kesenangan untuk dirinya sendiri lagi. Dia selalu sibuk dengan urusan rumah tangganya, merawat suami serta kakak dan ibu mertuanya.
Selama ini dia hanya selalu menutup matanya, dan tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan padanya. Bukan karena Sherly bodoh, hanya saja dia malas berdebat dengan orang-orang tak beretika seperti mereka.
Tapi akhir-akhir ini, sikap mereka semakin hari semakin menjadi. Dan itu yang membuat Sherly menjadi sangat muak dengan mereka semua. Itulah kenapa dia memutuskan untuk melawan, dan tidak membiarkan semena-mena lagi padanya.
"Nona, silakan dilihat. Ini perhiasan yang Anda pilih tadi."
"Tidak perlu dilihat lagi, aku sudah puas. Langsung bungkus aja," pinta Sherly lalu menyerahkan sebuah platinum card pada pelayan toko.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, bagaimana Sherly bisa memiliki sebuah platinum card. Jawabannya, karena Sherly bukanlah perempuan yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Ayahnya adalah seorang pembisnis sukses yang menempati 10 besar sebagai orang terkaya se-asia.
Tapi sayangnya Sherly tidak pernah menunjukkan jati dirinya di depan suami dan keluarganya. Dan yang mereka tahu, Sherly hanyalah gadis desa yang tidak memiliki apa-apa. Semua itu Sherly lakukan semata-mata untuk mencegah orang lain memanfaatkan dirinya.
"Nona, ini perhiasan Anda. Terimakasih telah datang dan berbelanja di toko kami. Silahkan datang lagi lain waktu."
Setelah membeli perhiasan. Sherly memutuskan untuk singgah sebentar di cafe, dia lapar dan haus. Namun saat hendak memasuki cafe tersebut, tanpa sengaja dia bertemu dengan seseorang yang berasal dari masa lalunya. Mereka sama-sama terkejut dan saling memanggil nama masing-masing.
"Sherly?!"
"Rey?!"
-
-
Bersambung.
Keheningan menyelimuti kebersamaan Sherly dan Rey. Mereka berdua sama-sama diam dalam kebisuan. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Sherly maupun pria itu. Padahal sudah lebih dari 10 menit mereka berdua duduk bersama. Sampai salah satu dari mereka berdua membuka suaranya.
"Bagaimana kabarmu, Rey?"
Rey mengangkat wajahnya dan menatap perempuan di depannya yang juga menatapnya. "Seperti yang kau lihat, aku sangat baik. Lalu bagaimana denganmu?"
"Aku juga baik, mungkin. Kapan kau tiba di Jakarta? Aku pikir kau masih di China?"
"Beberapa hari yang lalu. Aku kembali ke sini karena ada proyek yang harus ku selesaikan di kota ini." Jelas Rey.
Rey sendiri adalah mantan kekasih Sherly saat masih kuliah dulu. Mereka berpisah secara baik-baik saat Rey memutuskan untuk kembali ke negara asalnya 'China' Sherly tidak bisa mencegah apalagi menahan laki-laki itu agar tidak pergi. Dan itulah yang membuat cinta mereka kandas.
Satu tahun setelah perpisahannya dengan Rey, Sherly bertemu dengan Bima. Mereka saling jatuh cinta dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Tapi sayangnya pernikahan mereka kini berada di ujung tanduk karena orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Maaf, Sherly. Saat kau menikah aku tidak bisa hadir. Aku ikut senang karena akhirnya kau menemukan pria yang tepat untukmu,"
Sherly hanya tersenyum masam mendengar apa yang Rey katakan. 'Menemukan orang yang tepat' rasanya itu hanya sebuah lelucon, karena suaminya bukan pria baik seperti yang Rey pikirkan.
"Lalu bagaimana denganmu? Apa kau sudah menikah dan memiliki anak? Berapa anak yang kau miliki? Satu, dua, tiga atau mungkin empat."
Rey terkekeh geli. "Anakku masih satu, dan itu Bubu!!" Jawabnya dan membuat mimik wajah Sherly berubah seketika.
"Dasar kau ini!! Aku bertanya serius dan kau malah bercanda." Perempuan itu menekuk wajahnya.
"Aku juga serius. Aku belum menikah apalagi memiliki anak. Bagaimana jika aku mengatakan masih menunggumu?"
"Dasar konyol!!"
Keduanya pun sama-sama tertawa. Rey terus menatap Sherly dengan tatapan yang sulit di jelaskan. Semua kenangan bersama perempuan itu tiba-tiba berputar kembali di kepalanya. Dan Sherly tetaplah secantik seperti yang terlahir Rey ingat.
"Sherly, maaf aku harus pergi sekarang. Aku ada meeting 30 menit lagi. Bisa kita saling bertukar kontak?"
"Nomorku masih sama. Kau bisa menghubungiku di nomor itu. Em, itu juga jika kau masih menyimpannya."
"Aku masih menyimpannya." Rey menyahut cepat.
Sherly mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Rey, sampai ketemu lagi." Sherly bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja. Meninggalkan Rey yang masih belum beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri.
Rey tersenyum tipis, setelah membayar semua pesanannya dan Sherly, ia pun meninggalkan cafe tersebut.
-
-
"Dari mana saja kau? Pergi seharian, tidak menyiapkan makan siang, tidak bersih-bersih rumah. Lihat, semua pakaianku dan Sasa juga belum di cuci. Dasar menantu tidak berguna!!"
Sherly menghentikan langkahnya dan menatap sinis pada Ibu mertua serta kakak iparnya. Perempuan itu melihat kedua tangannya sambil menatap keduanya bergantian.
"Kalian bukan orang yang cacat, sehingga semua pekerjaan rumah harus aku yang mengerjakannya. Jika kalian ingin dilayani seperti seorang ratu, maka cari saja pembantu!!"
PLAKK...
Sherly menahan tangan Mirah yang hendak menamparnya. "Jaga tanganmu baik-baik, Ibu mertua, jika kau tidak ingin aku sampai mematahkannya!!" Ucap Sherly memperingatkan.
"Kau...!!!" Geram Mirah tertahan.
Ting...
Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sherly. Bima mengiriminya pesan, dalam pesan singkat itu dia memintanya untuk memasak karena Bima mengatakan akan ada tamu malam ini. Tapi Sherly tidak peduli, itu adalah tamu Bima, bukan tamunya, jadi kenapa harus dirinya yang repot-repot memasak?!
Sherly terkejut saat papar bag yang ia pegang di tangan kirinya tiba-tiba di rebut oleh Sasa. Kedua mata Sasa membelalak melihat apa saja yang ada di dalam paper bag tersebut.
"Dari mana kau mendapatkan uang sebanyak ini untuk membeli perhiasan dan pakaian-pakaian mewah ini?"
Sherly merebut kembali barang-barang miliknya itu dari tangan kakak iparnya. "Bukan urusanmu!! Dari pada kau sibuk mengurusi dari mana aku mendapatkan uang-uang itu, sebaiknya siapkan saja makan malam. Karena adik tercintamu akan segera pulang dengan membawa tamu yang special!!"
"Sherly!!" Teriak Sasa emosi. "Bu, kau lihat perempuan itu. Semakin hari tingkahnya semakin menyebalkan saja. Kenapa orang bodoh dan polos seperti dia bisa berubah menjadi begitu mengerikan?!"
"Jangan-jangan itu memang sifat aslinya. Kita harus melapor pada Bima jika istrinya suka berfoya-foya dan kerjaannya hanya menghabiskan uang saja."
"Ibu benar. Dan sebaiknya Ibu segera hubungi Bima, tanyakan padanya siapa tamu yang akan datang ke rumah kita malam ini. Jika itu memang tamu yang penting, kita harus menyiapkan perjamuan terbaik."
"Ibu mengerti. Nanti Ibu akan tanyakan padanya. Sebaiknya segera pergi ke belakang dan cuci semua pakaian-pakaian kotor itu. Ibu mau tidur sebentar, kepala ibu rasanya mau pecah."
"Yak!! Kenapa malah aku yang harus mencuci semua pakaian kotor itu. Ibu, jangan pergi kau harus membantuku!!" Teriak Sasa namun dihiraukan oleh Mirah.
Sasa mengeram marah. Kenapa malah jadi dirinya yang harus mencuci pakaian yang menggunung itu?! Padahal dia baru saja mengecat kukunya. Seharusnya Sherly lah yang mengerjakan semuanya, bukan dirinya.
"Kalian semua menyebalkan. Sherly, awas kau!! Aku pasti akan membalasmu!!"
-
-
Bima menghampiri Delima yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Mereka baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Kebetulan hari ini tidak lembut, itulah kenapa mereka bisa pulang lebih awal.
Delima tersenyum pada Bima yang juga tersenyum padanya. "Sudah siap?" Delima mengangguk. "Ayo, Ibu dan Kak Sasa sudah menunggumu, mereka tidak sabar untuk segera bertemu denganmu."
"Tapi bagaimana dengan istrimu? Bagaimana jika dia marah melihat aku datang ke sana?"
"Kau tenang saja, biar aku yang bicara padanya. Ayo, takutnya kita malah terjebak hujan. Sepertinya langit agak mendung."
Delima mengangguk. Ia dan Bima kemudian berjalan beriringan meninggalkan kantor tempat mereka bekerja. Keduanya berjalan beriringan menuju parkiran. "Oya, Bim. Kita mampir dulu di toko roti ya. Aku ingin memberikan oleh-oleh untuk Ibu dan kakakmu."
"Kau tidak perlu repot-repot. Tidak usah membawa apa-apa, mereka senang kau datang."
"Tidak apa-apa. Hanya kue, bukan sesuatu yang mahal."
"Baiklah, terserah kau saja."
Setelah 45 menit berkendara, mereka tiba di rumah Bima. Kedatangan Delima langsung disambut oleh Ibu dan kakak Bima. Mereka begitu baik dan ramah pada Delima, sangat berbeda sikapnya pada Sherly.
Bima pergi ke meja makan dan mendapati beberapa hidangan di sana. Tapi dia tau itu bukan masakan Sherly, tapi makanan yang di beli dari luar. Bima pergi ke menemui istrinya itu dan mendapati Sherly tengah mencoba cincin barunya.
"Darimana kau mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli cincin berlian seperti ini?!"
Sherly bangkit dari duduknya dan merebut cincin itu dari Bima. "Tentu saja uang yang kau berikan padaku. Kenapa? Apakah ada larangan seorang istri memakai uang suaminya?"
"Kenapa kau boros sekali? Seharusnya kau bisa lebih berhemat. Dan aku memintamu untuk memasak, tapi kenapa yang ada di luar malah masakan restoran?!"
"Kenapa harus aku yang sibuk dan repot menyiapkan makanan untuk tamu mu?! Kenapa kau tidak meminta Ibu atau kakakmu saja yang menyiapkannya?! Aku bukan pembantu di rumah ini, Bima. Tapi kenapa kalian selalu memperlakukanku layaknya pembantu?!"
"Aku malas berdebat denganmu, sebaiknya segera siapkan minuman untuk tamu kita. Dan bersikaplah baik padanya, jangan membuat ulah!!"
Brakk ..
Sherly tersenyum sinis. Rasanya dia ingin sekali memenggal kepala Bima. Suaminya itu sudah semakin keterlaluan saja. Dan malam ini dia malah mengundang dan membawa pulang seorang wanita. Jika Bima bisa melakukannya, kenapa dia tidak?!
"Rey, datanglah ke rumahku malam ini juga. Aku mengundangmu makan malam. Aku akan segera kirimkan alamatnya padamu!!"
Sherly memutuskan sambungan telfonnya begitu saja. Sebuah seringai tercetak menghiasi wajah cantiknya. "Suamiku tercinta, permainan yang sesungguhnya baru saja dimulai!!"
-
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!