NovelToon NovelToon

Skylar Dan Sang Dosen

01

Hiruk-pikuk Universitas Triadarma pada pukul satu siang memang tidak ada tandingannya.

Semua orang, baik mahasiswa maupun dosen berhamburan keluar sibuk mencari makan guna mengisi perut mereka yang sudah keroncongan tak terkecuali Wendelline Skylar, gadis cantik blasteran Hongkong yang merupakan mahasiswa brilian andalan Fakultas Kedokteran.

Siang itu Skylar nampak repot membawa baki makanan berbahan plastik berusaha melewati keramaian kantin kampusnya.

"Permisi! aduh, permisi!" pekik Skylar yang suaranya malah teredam oleh kebisingan orang-orang disekitarnya yang sibuk memesan dan mengambil makanan mereka.

Skylar menghela pendek, dengan tak sabaran dia lantas menerobos lautan manusia yang menghalangi jalannya.

Persetan dengan umpatan kasar mereka yang tubuhnya sedikit tersenggol, ia sudah tidak peduli sebab sudah terlalu lapar.

"Skylar, sini!" panggil Darrel, pacar Skylar yang memang sangat gesit dalam hal mencari bangku kosong di kantin.

Senyum Skylar mengembang, ia beringsut menuju tempat Darrel yang masih senantiasa melambaikan tangannya.

"Makasih ya," ucap Skylar.

"My pleasure, babe." balas Darrel sambil membukakan botol minuman dingin milik Skylar.

Wendelline Skylar dan Darrel Scott Sinclair adalah pasangan idola di kampus, bagaimana tidak? keduanya sama-sama berwajah rupawan layaknya manusia dari negeri dongeng dan merupakan mahasiswa top di fakultas mereka masing-masing.

Skylar yang berwajah cantik khas oriental Asia Timur selalu sukses menyita perhatian para kaum Adam dan membuat iri para kaum Hawa. Prestasinya di bidang akademik juga segudang, belum lagi prestasi non akademiknya. Sedangkan Darrel yang notabenenya merupakan mahasiswa fakultas Hukum juga digadang-gadang akan menjadi seorang pengacara sukses dimasa depan karena otaknya yang begitu brilian.

"Kamu gak mau tambah makanan? Habis ujian praktik gini biasanya kamu kelaparan," Darrel memandang heran mangkok milik Skylar yang hanya berisi beberapa potong batagor.

"Duhh, untung kamu bilang! aku emang mau makan siomay setelah ini," Skylar menyahut dengan mulut penuh dengan batagor.

Darrel terkekeh geli melihatnya, ia juga agak heran meskipun Skylar terbilang kalem namun ia juga terkadang suka melakukan hal lucu diluar dugaan seperti ini.

"Kamu kenapa ketawa?" tanya Skylar masih dengan mulut penuhnya.

Darrel masih terkekeh, "gapapa lucu aja."

Sambil menikmati nasi goreng miliknya Darrel masih betah memperhatikan setiap inchi wajah cantik Skylar yang seolah menjadi candu untuknya selama setahun belakangan.

Ia begitu bangga menjadi kekasih dari gadis idaman seluruh pria di kampusnya.

"Tunggu sebentar ya, aku mau beli siomay dulu," pamit Skylar tiba-tiba membuat Darrel tersentak kecil karena kaget.

"Ah, yaudah aku tunggu disini."

Skylar mengangguk kemudian membawa kembali baki dan mangkok kosongnya menuju stand paling ujung yang menjual siomay.

"Bu, siomaynya satu porsi ya!" seru Skylar dengan mata berbinar-binar tatkala mencium aroma khas bumbu kacang yang menggugah selera makannya.

Beruntung metabolisme tubuh Skylar tergolong cepat jadi ia tidak termasuk orang yang mudah gemuk.

Tanpa banyak membuang waktu Ibu pemilik stand siomay langsung meracik makanan kegemaran sejuta umat tersebut dengan cekatan lalu menyajikannya untuk Skylar dalam waktu singkat.

"Ini pesanannya, Neng."

Skylar menyodorkan selembar uang, "makasih, Bu."

Kerumunan orang sudah berkurang sehingga langkah Skylar kembali menuju tempatnya dan Darrel duduk terasa lebih mudah.

Ia jadi kepikiran bagaimana kalau mahasiswa baru sudah mulai mengikuti kegiatan belajar mengajar? yang ada suasana pasti akan semakin runyam.

"Ehh liat deh cowok itu!"

"Wah, iya ganteng banget!"

"Mahasiswa jurusan teknik gak sih?"

"Tapi mana ada anak teknik kulitnya mulus banget kayak gitu!"

"Kalau mahasiswa baru mana mungkin."

Sayup-sayup Skylar mendengar para gadis dibelakangnya sibuk membicarakan seseorang yang mengusik rasa ingin tahunya.

Skylar lantas menoleh, mencari sumber bisik-bisik tetangga dibelakangnya itu.

Benar saja, dari arah jam dua belas Skylar mendapati sosok yang sangat berbeda dengan orang-orang di sekitarnya.

Seorang pria dengan kulit nyaris seputih susu murni tengah sibuk menyantap makan siangnya. Pria itu berwajah sangat mulus dengan rambut hitam lebat yang begitu mempesona, parasnya nampak oriental, agak serupa dengan Skylar.

Tetapi bukan Wendelline Skylar namanya kalau terlalu kepo dengan urusan orang lain, ia memilih untuk melanjutkan makannya yang sempat tertunda.

"Sayang, aku mau ke direktorat dulu ya ada yang harus aku kerjain disana sekarang juga," ucap Darrel sambil merapikan barang-barangnya.

"Oh yaudah hati-hati," jawab Skylar sekenanya tanpa memandang kearah Darrel.

"Saya boleh duduk disini?"

Suara yang terdengar begitu asing membuat Skylar langsung mendongak, mencari sumber suara yang sialnya malah sosok yang beberapa saat lalu sempat dia perhatikan.

"Maaf ya tapi itu tempat cowok gue," balas Skylar jutek lantas mengembalikan fokusnya kepada mangkok siomaynya.

Pria itu tertawa merendahkan, "laki-laki macam apa yang meninggalkan pacarnya sendirian dan membiarkannya menjadi bahan imajinasi laki-laki lain?"

Skylar kemudian menyelesaikan makannya, meneguk minuman miliknya hingga tandas.

Sepasang obsidian karamel miliknya nampak menajam, nampak merasa terganggu oleh lelaki di hadapannya.

"Lo siapa sih? ngapain ikut campur urusan gue?" tanya Skylar tak sabaran.

"Wendelline Skylar, mahasiswa otak encer fakultas kedokteran semester dua. kamu jangan menyesal karena sudah berkata tidak sopan seperti itu," kata pria itu masih dengan nada tenang sambil bersedekap.

Ia pun langsung duduk di depan Skylar tanpa menunggu persetujuan dari sang gadis.

Skylar tersenyum sarkas, "sopan? lo bahkan belum tentu lebih tua dari gue."

Pria itu tertawa renyah, "saya tidak heran kenapa kamu sampai seterkenal itu."

"Dasar orang gila," umpat Skylar yang langsung meninggalkan lelaki itu.

......°°°......

Tepat pukul enam sore Skylar tiba di rumahnya. Wajah cantiknya terlihat kusut bak baju belum disetrika karena hari ini dia membawa tugas kuliah segunung dengan deadline yang mepet semua.

"Assalamualaikum," ucapnya setelah membuka pintu utama rumah yang mewah bernuansa hitam putih yang sudah menjadi tempat tinggalnya sejak kecil tersebut.

"Waalaikumsalam, nak. Baru pulang?" sahut Lucas sang Papa dengan kepala menyembul dari pintu dapur.

Skylar mendekat, dia tahu Papanya pasti sedang memasak makanan enak khas China kalau ia sudah turun tangan sendiri ke dapur.

Tanpa basa-basi Skylar langsung bergelayut manja di lengan kekar sang Papa dengan wajah kusut.

"Capek ya, hmm?" Lucas yang pengertian langsung membelai surai indah sang puteri penuh sayang.

Lelaki paruh baya asal Hongkong itu tahu betul puterinya tidak akan bertindak demikian jika tidak ada alasan.

Skylar mendecak sebal, "bukan cuma capek, Papa. Sky juga tadi ketemu cowok yang nyebelin banget!"

Lucas mengangguk pelan, ia sudah tidak heran anaknya menjadi pusat perhatian lawan jenis karena visualnya yang memang begitu memukau. Wajar, Lucas Wong sang Ayah yang dulunya adalah seorang top model dunia menikahi wanita asli Indonesia yang juga memiliki kecantikan tak kalah menawan.

"Dia sentuh-sentuh kamu gak?" sang Papa kembali bertanya.

"Gak sih, cuma Sky benci aja sama tingkahnya yang menjengkelkan!"

"Jangan terlalu membencinya, Darl. rasa benci berlebihan bisa berubah menjadi cinta loh," goda Lucas yang sukses membuat Skylar semakin cemberut.

......°°°......

02

Sang fajar sudah nampak menyingsing di ufuk timur perlahan namun pasti berhasil membuat Skylar terbangun dari tidurnya karena merasa silau.

"Kayaknya gue harus protes sama Papa soal jendela kamarku yang rentan kena panas ini," rutuk Skylar dengan mata masih setengah terpejam.

Kesadaran gadis itu masih belum sepenuhnya berada pada tempatnya, mata kecilnya menyerjap berkali-kali berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya agar tidak terasa terlalu menyilaukan.

Setelah merasa kesadarannya sudah berada di tempat yang benar Skylar lalu beringsut menuju kamar mandi dengan satu stel pakaian yang memang sudah dipersiapkan olehnya semalam.

Tak membutuhkan waktu lama, Skylar sudah berpakaian rapi dengan rambutnya yang masih setengah basah.

Dia lantas berbalik menuju meja rias cantik berwarna biru pastel yang seolah sudah menunggunya sejak tadi.

Dengan terampil serta cekatan, Skylar memoles wajahnya sedemikian rupa dengan riasan natural nan sederhana.

"Okay, i'm ready!" Skylar bermonolog menyemangati diri sendiri.

Usai merapikan rambutnya Skylar kemudian menyambar tas hitam kesayangannya dan sepasang sneakers converse abu-abu untuk melengkapi penampilannya hari ini.

"Papa!" panggil Skylar setengah berteriak mencari eksistensi sang Papa.

Gadis itu beranjak keluar dari kamarnya, celingak-celinguk mencari Papanya dari anak tangga namun masih juga tak menemukan tanda keberadaan lelaki bertubuh tinggi tersebut.

"Lucas Wong!" teriak Skylar usil dengan suara yang lebih keras lagi.

Biasanya, Lucas akan marah-marah jika Skylar mulai mengusilinya seperti itu.

"Lucas Wong, aku lapar!" lanjut Skylar sambil cekikikan.

"Kamu mau Papa kutuk jadi tempe, hah?" sergah Lucas dari dapur.

Meskipun tengah menggunakan celemek berwarna peach, Lucas Wong tetap saja tampak manly dan mempesona.

Ayah satu anak itu seolah tak pernah nampak tua meskipun usianya tidak bisa dibilang muda lagi.

"Celemek pilihanku bagus 'kan, Pa?" ledek Skylar setelah menyadari celemek bertema feminim yang sengaja dibelinya sebagai kado untuk sang Papa tengah dikenakan.

Lucas tergelak, merentangkan tangannya lalu meraih tubuh mungil anak semata wayangnya, "Ya Tuhan, apa salahku sampai bisa mendapatkan anak yang menjengkelkan seperti ini?"

Skylar hanya menanggapi ucapan Papanya dengan tawa geli. Ya mau bagaimana lagi, Lucas Wong mau diapakan saja tetap terlihat tampan tanpa celah.

"Kira-kira dulu Nenek ngidam apa ya pas hamil Papa?" tanya Skylar yang mendadak kepo setelah mengamati keindahan fisik sang Papa yang menurutnya sangat tidak masuk akal.

Wajar jika para pria mengatakan Tuhan tidak adil saat menciptakan seorang Lucas Wong.

Bagaimana tidak? Lucas terlahir tampan paripurna dengan tinggi badan menjulang hingga 183 sentimeter, anak dari seorang politikus hebat di Hongkong dan kaya raya karena kesuksesannya di dunia modeling.

"Entahlah mungkin rujak beling," balas Papa Lucas ngawur.

Tawa Skylar meledak, "Emangnya di Hongkong ada rujak? rujak beling pula ya mana ada yang mau makan dong, Pa!"

Begitulah kehangatan keluarga Wong, meskipun sang Mama sudah tidak ada namun sepasangan Papa dan anak tersebut selalu bisa saling menyayangi serta menguatkan satu sama lain.

"Ya 'kan Papa gak tahu orang Papa saja belum lahir," Papa Lucas berujar gemas kemudian mencubit pelan kedua belah pipi Skylar,

"bercandanya udah dulu ya sekarang ayo bantu Papa menghabiskan sandwich tuna yang super duper enak ini," imbuhnya.

Skylar mengangguk, dengan sigap ia meraih piring besar lantas memindahkan sandwich-sandwich hangat buatan sang Papa kedalamnya. Dibawanya tumpukan sandwich itu ke atas meja makan kemudian menyiapkan susu segar ke dalam pitcher.

Keduanya lalu menikmati sarapan mereka sambil bercengkrama hangat.

...°°°...

Disisi lain, Teon Tirdianata, seorang dosen muda yang baru satu tahun belakangan memulai karirnya sebagai seorang tenaga pengajar sibuk menyusun bahan ajar untuk kelas barunya hari ini.

Diluar dugaan, dirinya malah mendapatkan jackpot untuk mengajar di fakultas kedokteran yang merupakan kesempatan bagus agar bisa segera naik jabatan.

Teon mengambil tumpukan buku sumber materinya yang tersusun rapi di dalam rak, membuat modul manual dan merangkumnya dengan rapi. Usia Teon masih terlalu muda untuk menyandang gelar pendidikan S2, namun hal itu sangat pantas untuk dirinya yang memang teramat cerdas.

Di usianya yang baru genap 24 tahun, dia berhasil meraih gelar magister juga menjadi lulusan terbaik.

"Teon, kamu belum berangkat, Nak?" tanya Riana, Bunda Teon sambil membuka sedikit pintu kamar Teon.

"Iya ini aku baru mau berangkat, Bun. Lagi siapin beberapa materi tambahan buat kuis."

Wanita paruh baya itu mengulum senyum lembut, "ya sudah kalau begitu nanti jangan lupa turun kebawah Bunda sudah siapkan sarapan kesukaan kamu."

"Terima kasih, Bun."

Ucapan Bunda mana pernah Teon berani melawannya. Pria itu dengan cekatan merapikan barang-barang yang hendak dibawa ke kampus untuk mengajar lalu berderap turun menuju dapur tempat Bunda dan adiknya menunggu.

Teon memang memiliki adik laki-laki bernama Jeno yang juga berwajah tampan serta tubuh atletis, tak heran Bunda mereka kerap kali diminta menjadi besan oleh para tetangga mereka yang memiliki anak perempuan.

"Pagi, Bang!" sapa Jeno tatkala melihat Teon mendekati meja makan.

"Pagi juga, Jeno. Gimana pendaftaran kuliah kamu apa sudah beres?"

"Masih ada satu berkas yang kurang, Bang. Tapi Jeno secepatnya bakalan urus kok," papar Jeno penuh semangat membuat Teon tersenyum puas. Syukurlah, adiknya nampak begitu antusias menyongsong kehidupan kuliahnya yang hanya tinggal menghitung bulan.

"Kalau ada kesulitan jangan sungkan bilang sama Abang," imbuh Teon kemudian mulai memakan nasi goreng spesial buatan Bunda.

"Abang sama Bunda tenang saja pokoknya minggu depan semuanya sudah siap," seru Jeno dengan semangat 45.

"Anak Bunda semuanya hebat," kata Bunda tersenyum bangga, "semoga kelak kalian berdua dapat menjadi orang yang berguna untuk bangsa dan agama."

Selain terkenal tampan dan cerdas, Teon dan Jeno juga begitu tersohor karena ketaatan mereka pada agama. Tak jarang mereka juga mengikuti banyak kegiatan sosial yang bermanfaat bagi warga di sekitar tempat tinggal mereka.

Bunda mendidik keduanya dengan begitu luar biasa meskipun beliau adalah seorang single parent. Ia bahkan rela kehilangan aset bersejarah peninggalan mendiang suaminya demi dapat membiayai sekolah anak-anaknya.

"Tapi ada satu hal yang masih menjadi beban pikiran Bunda," sorot mata Bunda berubah menjadi serius, "Teon, kapan kamu mau menikah?"

Teon tersenyum masam mendengar ucapan Bunda. Jangankan menikah, pikirannya pun masih kacau balau karena ia masih dalam tahap menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

"Bunda, aku 'kan baru setahun bekerja tabunganku jelas belum cukup untuk meminang anak orang," balasnya berusaha memberi pengertian.

Setidaknya Teon masih bisa menggunakan alasan itu hingga dua tahun kedepan. Meskipun sebenarnya tabungan Teon sudah berjumlah lebih dari cukup, ia tentu belum memiliki pilihan hati yang tepat untuk diajak membina rumah tangga.

Entahlah, Teon merasa begitu miris melihat pergaulan para muda-mudi sekarang sehingga ia pun belum memiliki keinginan untuk menikah hingga detik ini.

......°°°......

03

Skylar berjalan santai di pekarangan kampusnya hendak menuju kelas sambil bersenandung kecil.

Cuaca hari ini begitu cerah membuat hati Skylar juga terasa menghangat meskipun jadwal mata kuliahnya kali ini sangat padat.

Matahari bersinar temaram, tidak terlalu terang sehingga panasnya tidak terlalu menyengat pun dengan angin yang berhembus pelan terlihat sibuk menyapa helaian surai indah milik Skylar yang tergerai.

"Yo, whats up, sis?" tegur Jeffrey penuh semangat ketika melihat batang hidung Skylar nampak.

Tak heran, Wendelline Skylar memang selalu terlihat mencolok meskipun ia tidak melakukan apapun karena kecantikannya.

"Gue masih napas pake hidung nih," canda Skylar membuat Jeffrey tergelak.

Walaupun tergolong kalem selera humor gadis itu boleh juga.

"Makin jago aja lo ngelawaknya," ejek Jeffrey masih dengan sisa tawa.

Skylar hanya meringis lucu menanggapi.

"Menurut lo gimana dosen anatomi kita yang baru?" tanya Jeffrey setelah teringat desas-desus mengenai dosen mata kuliah anatomi mereka yang baru.

Skylar mengedikan bahunya, "mana gue tahu orang ketemu aja belum pernah."

"Lo gak penasaran emangnya? gue denger dari anak-anak cewek katanya sih dosennya masih muda udah gitu ganteng," cerocos Jeffrey panjang lebar.

Skylar mendengus geli, "halah, palingan juga mereka ngelebih-lebihin doang."

Jeffrey sudah menduga jawaban Skylar pasti akan seperti itu. Mana ada laki-laki yang tampan dimata gadis itu selain Papanya dan Darrel.

"Lagian lo 'kan laki, Jeff, buat apa terlalu kepo begitu?"

Jeffrey terkekeh, "memangnya kalau mau kepo gue harus jadi perempuan dulu ya?"

Skylar malah ngakak mendengar perkataan bodoh dari Jeffrey.

Menurutnya Jeffrey sejak dulu memang tidak berubah, selalu absurd tiada tanding.

Bagaimana bisa lelaki modelan seperti Jeffrey bisa masuk fakultas kedokteran dengan begitu mudah?

...°°°...

"Sky, ini ada titipan dari Darrel," Nindy, teman sekelas Darrel tiba-tiba menghampiri Skylar yang sedang asyik sendiri di sudut kelas sambil menyodorkan sebuah kotak bekal berukuran besar.

Skylar yang tengah asyik menonton live streaming dari boy group asal Tiongkok idolanya, WAYV, langsung terpecah fokusnya.

"Kok dikasih ke gue?" bingung Skylar dengan dahi berkerut.

"Aku cuma disuruh sampaikan saja," balas Nindy kemudian langsung melipir pergi.

Ia tidak mau berlama-lama berada di dekat Skylar maupun Darrel karena menurut Nindy tampang mereka sungguh bukan seperti manusia biasa membuatnya yang berpenampilan sangat biasa itu merasa bagaikan abu upik.

Skylar menggaruk kepalanya dengan telunjuk, dia sungguh bingung dengan sikap Darrel dua minggu belakangan ini. Bukankah Darrel tahu sejak awal Skylar tidak suka makan sushi tapi kenapa dia malah memberikan Skylar sushi sebanyak itu? sang gadis kemudian mengemasi barangnya ke dalam tas berniat mencari Liam, sahabatnya sejak kecil yang merupakan penggemar berat sushi.

"Ah, tapi 'kan fakultas teknik jauh banget dari sini nanti gue malah terlambat ke mata kuliah berikutnya," Skylar bermonolog bingung.

Lagi pula kalau dia harus berjalan kaki menuju fakultas teknik memang cukup memakan waktu mengingat posisi gedung fakultas teknik yang terletak di belakang dan itu tidaklah dekat.

"Ya sudah, nanti sajalah."

Kedua kaki jenjang Skylar lantas berderap keluar dari kelas yang memang penghuninya sudah pindah ke kelas mata kuliah berikutnya.

"Sepertinya gue memang harus ngobrol banyak sama Darrel nanti," lirihnya sambil memandang kotak makanan pemberian Darrel.

Tiba di depan kelas tujuannya, Skylar langsung mengucapkan salam dan berjalan masuk ke dalam.

"Wendelline Skylar, jangan mentang-mentang kamu pintar kamu jadi mau bertindak sesuka hati di kelas saya."

Mendengar suara yang dingin serta berat itu sontak Skylar mengarahkan pandangannya ke sumber suara.

Sial. Ia mendapati laki-laki menyebalkan yang sempat mengganggunya beberapa hari yang lalu tengah melemparkan senyum ejekan kepadanya.

Skylar mengumpat dalam hatinya, dengan berat hati ia akhirnya menyunggingkan seulas senyum kepada pria itu.

"Oh, maafkan saya, Pak Dosen yang terhormat. Tadi saya baru selesai dari toilet."

Seisi kelas memandang bingung interaksi yang sangat tidak biasa tersebut.

Bagaimana tidak? Skylar biasanya mana pernah mau memanggil dosen dengan kata-kata seperti itu apalagi yang berada di hadapannya saat itu hanyalah seorang dosen muda. Terlebih, hanya dosen itu yang berani mengkritik keterlambatan Skylar yang tidak sampai lima menit itu.

"Kamu duduk di bangku depan meja saya ini, sudah tidak ada lagi bangku kosong," seloroh sang dosen sambil mengedikan dagunya ke arah sebuah bangku kosong yang berada persis di depan meja dosen.

Skylar mendengus sebal, padahal dia tahu kalau di belakang masih ada tiga bangku kosong.

"Kamu belum tuli 'kan, Skylar?" pria itu kembali memandangi Skylar.

"Maaf, Pak, tapi saya ingin duduk di belakang saja," tolaknya.

"Saya tidak terima penolakan," desis sang lelaki tak mau kalah.

Skylar mendecak sebal namun tak ada pilihan lain. Dengan terpaksa ia duduk di tempat yang diinginkan oleh sang dosen.

"Selamat siang semuanya, salam kenal, nama saya Teon Tirdianata yang akan menjadi dosen mata kuliah anatomi untuk anda semua."

...°°°...

"Sial!" umpat Skylar setelah semua orang di kelasnya keluar. Sungguh dia sangat sebal dengan kelakuan Teon yang terus saja menyombongkan dirinya dan apa lagi itu? Lelaki itu sangat narsis! Tapi dengan bodohnya para perempuan malah menggila setelah melihatnya secara langsung.

Dengan perasaan yang berapi-api karena kesal, Skylar langsung bertolak menuju kantin hendak mengatasi masalah kelaparan yang menderanya tak lupa tetap membawa kotak makan pemberian Darrel.

"Ciee yang pacarnya makin hari makin sibuk," ledek Kaisar, atau biasa disapa Kai, kakak tingkat yang merupakan mantan Skylar di jaman sekolah menengah atas.

Lelaki itu dengan tidak tahu dirinya malah menutupi jalan Skylar.

"Bukan urusan lo," ketus Skylar.

"Santai dong jangan galak-galak gitu nanti cantiknya digondol kucing loh."

Skylar memutar kedua bola matanya malas. Bagaimana mungkin hari ini dia harus berhadapan dengan manusia-manusia menjengkelkan seperti ini? Ia menghela panjang kemudian memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum.

"Sekarang gue lagi laper banget lo mau minggir atau lo yang gue sate?" ancam Skylar dengan pandangan menajam.

Tangan kanannya yang bebas sudah mengepal, siap melayangkan tinju kapan saja ke wajah Kai yang memang sudah sejak lama ingin Skylar ratakan.

"Kalau yang perempuan tidak mau ya jangan dipaksa begitu. Kamu ini jadi laki-laki kok pengecut." dari arah koridor barat, Teon nampak melihat keributan yang terjadi di antara Kai dan Skylar.

"Ini urusan rumah tangga gue sama cewek gue, lo gak usah ikut campur deh!" balas Kai sengit, memandang remeh Teon.

Teon tersenyum tipis, "kamu yakin dia pacar kamu? atau cuma kamu saja yang mau?"

Kai tanpa aba-aba langsung lari dengan kepalan tinju yang mengarah kepada Teon.

"Kebanyakan bacot lo!" desis Kai yang sudah terpancing emosinya.

Teon tersenyum penuh kemenangan karena inilah yang dia sukai, bertengkar tanpa harus memulai pertengkaran lebih dulu.

Tangan Kai dengan mudahnya ia tangkap lantas ia memukul Kai dengan tinju kirinya. Sebuah pukulan telak yang sukses membuat tubuh besar Kai jatuh tersungkur ke lantai.

Hidung dan bibir Kai nampak mengeluarkan darah segar membuat sang empunya mengerang kesakitan.

"Sepertinya kamu yang banyak bacot," Teon berjongkok menghampiri Kai, "lain kali jangan bersikap sembarangan begitu kepada seorang dosen."

mata Kai terbelalak, "Apa?"

"D-dia itu dosen mata kuliah anatomi," kata Skylar yang masih gemetaran setelah melihat aksi Teon yang sungguh diluar dugaannya.

Padahal badan Kai terlihat lebih besar dari Teon tapi bagaimana mungkin Teon bisa memiliki kekuatan sebesar itu?

"Well, beruntung kamu bukan mahasiswa fakultas kedokteran tapi sepertinya saya akan membuat perhitungan dengan kamu lain kali," tutup Teon.

Sepasang netra Teon lantas beralih memandang Skylar yang masih membeku ditempatnya, "ayo, Skylar, kamu harus traktir saya makan hari ini."

Skylar kontan mendelik, "apa?!"

...°°°...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!