Yusuf segera masuk ke dalam rumah sakit. Bajunya sedikit basah karena gerimis tiba-tiba turun saat ia masih mengemudikan motornya. Hari itu ia senang sekali , akhirnya Fitri, kekasihnya itu kondisinya sudah semakin membaik. Pulang kerja ia langsung menemuinya.
Segera ia langsung menuju ke kamar dimana kekasihnya itu berada. Dilihatnya sesosok wanita muda yang tampak lebih segar dibandingkan terakhir kali ia menemuinya itu menoleh kepadanya. Bibir Yusuf tersenyum melihat itu semua. Rasanya bahagia sekali. Mungkin rasanya seperti mendapatkan kado ulang tahun yang diinginkannya saat masih kecil dulu .
Rasanya sudah dua bulan Yusuf tak pernah tersenyum selebar dan semanis itu. Apalagi semenjak Fitri masuk rumah sakit. Sama sekali ia tak tersenyum dengan tulus. Kadang ia tersenyum sih, tetapi senyumannya hambar. seperti ada sesuatu yang mengganjalnya .
Segera ia duduk didekat Fitri. Melihat kekasihnya nampak senang sekali, wanita muda itu juga sepertinya terlihat senang.
"nampaknya sebentar lagi kau bisa keluar dari rumah sakit ini," Kata Yusuf setelah melihat Fitri lebih dekat lagi.
"Aku harap seperti itu. Tapi aku juga enggak tahu kedepannya. Bisa aja bakal lebih parah habis ini," Walaupun nampak lebih sehat, Fitri masih pesimis dengan kondisinya dirinya kedepannya. Segalanya bisa terjadi .
"jangan gitu. Aku percaya kok kedepannya pasti tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi. Jangan punya pikiran yang enggak-enggak. Hal seperti itu enggak bagus juga buat kesehatanmu. Pokoknya yang penting kau bisa sembuh dulu," Yusuf berusaha menghibur kekasihnya yang telah ia pacari 2 tahun yang lalu itu.
"aku juga percaya kok. Cuma ya namanya manusia. Tapi aku bakal berusaha sebisa yang ku mampu," Fitri berusaha menunjukkan rasa optimismenya. Walaupun sebenarnya di dalam hatinya masih tersimpan rasa takut yang besar.
" Gitu dong pacarku . Harus semangat."
"Iya iya. Pacarku satu ini memang paling pandai memotivasi orang," seakan tergoda Fitri menjawabnya dengan senyum tipis.
"Iyalah. Muridnya Mario Teguh gitu lho," Dua berkata sambil menyombongkan diri.
"Bosen enggak jadi pacarku? aku aja bosen..."
"ya enggak masalah kalau bosen. Kan masih banyak yang lain."
"maksudku enggak gitu lho. makanya dengerin dulu orang ngomong. Belum juga selesai dah main potong-potong aja," Mendengar Fitri berkata begitu, rasanya Yusuf tidak terima mendengar ucapan yang terlontar. Dengan segera ia berkata begitu.
"iya iya aku dengerin sampe selesai. Jangan gitu ih, nanti gantengnya hilang lho."
" aku bosen jadi pacarmu. Pingin secepatnya jadi suamimu."
"jadi suamiku ya......" nada suaranya Fitri seperti orang yang kaget. Tapi sepertinya Kurang senang. Tidak seperti kebanyakan wanita saat diajak menikah dengan kekasihnya.
" Kenapa rupanya? ada yang salah?"
"Suka kok. Tapi kayaknya terlalu cepat bukan sih?" Fitri berusaha mencari alasan.
"Bukannya makin baik ya?"
"iya sih. Tapi kan aku belum pulih. "
"ya kan bisa dibicarakan saat kau dah keluar rumah sakit. Enggak harus sekarang juga. Aneh kau ."
"Iya juga ya."
"Aku pulang dulu ya. Bentar kok. Habis ini aku kesini lagi. Aku janji."
"Hati-hati ya," sambil tersenyum Fitri berkata begitu.
"Itu sih udah pasti."
***
Begitu Yusuf keluar, Fitri langsung memikirkan perkataan Yusuf tadi. Rasanya senang sekali, tapi disisi lain ia sangat takut tak bisa memberikan kebahagiaan yang seharusnya didapat oleh suaminya. Bukan masalah keperawanan, tapi ini masalah yang lain. Ia takut penyakitnya akan membuatnya pergi terlebih dahulu.
Ia sangat takut sekali akan hal itu. Andai saja ia menyadari penyakitnya lebih awal, ia lebih memilih menolak ungkapan cinta 2 tahun yang lalu. Bahkan rasanya lebih baik ia tak mencintai siapapun juga. Tak ingin rasanya menyakiti orang lain.
Ada rasa menyesal telah menjalin hubungan dengan orang lain. Tapi disisi lain ia tak bisa berbuat apa-apa. Rasanya seperti memakan buah simalakama. Apapun yang dilakukan tetap membawa dampak.
Ia sebenarnya tidak tahu pasti apakah Yusuf tahu atau tidak mengenai penyakitnya. Ia sudah mengatakan kepada dokter untuk merahasiakannya. Tapi mungkin ada seseorang yang mengatakannya pada Yusuf.
***
Gerimis baru berhenti saat Yusuf hendak menaiki motornya. Setelah bersiap, ia segera melajukan kendaraannya itu dengan kencang. Ia ingin melupakan fakta yang baru ia dengar dari seorang sepupu nya Fitri.
Sebenarnya ia ingin mengamuk juga. Rasanya didalam hati terus bertanya. Apakah pantas bagi dirinya menjadi pendamping wanita yang dicintainya itu? atau mengapa ia baru tahu penyakit yang di derita pacarnya. Ya walaupun sisi lain ia senang, kekasih nya sudah baikan. Hanya berita ini yang membuatnya tersenyum senang.
Rasa sedih yang melanda ia bisa menahannya karena kondisi tubuh kekasihnya sudah baikan. Andai belum, mungkin rasanya ia ingin bunuh diri saja.
Ia bertekad akan menikahinya secepatnya apapun kondisinya. Sudah tak ingin menunggu lagi. Semoga itikad baiknya itu disambut dengan baik. Lagipula tujuan nya memang untuk menikah. Bukan untuk yang lain.
Ia tahu mengapa hal itu disembunyikan. Tapi rasanya tidak adil untuk bagi dirinya. Yusuf merasa jadi orang tak berguna.
Daripada terus memikirkan hal yang menyedihkan, Yusuf berusaha memikirkan hal-hal yang ia bisa untuk membuat Fitri tersenyum. Ia ingin sekali mengajak ia kencan setelah ia keluar dari rumah sakit. Sekalian ia ingin membicarakan perihal pernikahan dengannya.
Ia tahu yang terjadi kedepannya, tapi ia ingin sekali. Kalau sudah bulat, bagaimanapun tekad itu dihancurkan ia takkan hancur.
Kemungkinan itu pasti akan selalu ada dalam kondisi apapun walaupun itu kecil sekali tingkat keberhasilannya. Tapi kalau tidak dicoba siapa yang akan tahu. Itu yang dipikirkannya sekarang.
Pikirannya mengenang saat ia pertama bertemu dengan Fitri. Saat itu ia sedang patah hati karena ia diputuskan secara sepihak oleh orang yang dicintai. Sampai sekarang pun ia masih belum mengerti mengapa orang itu melakukan hal sedemikian rupa .
Ia hanya berdalih bahwa ia tak bahagia dengannya. Padahal selama ini Yusuf selalu memberikan hal yang pacarnya inginkan. Sejak saat itu ia bertekad untuk mencari orang yang bisa diajaknya menikah.
Ia bertemu Fitri karena dikenalkan oleh seorang temannya. Awalnya malu-malu, lama-lama mereka menjalin hubungan juga.
Yusuf berharap ini yang terakhir. Dia sudah capek mencari jodoh. Bosan dengan kecewa saat hubungannya berakhir. Ia sudah tak ingin lagi.
Yusuf ingat, dia menembak Fitri saat Valentine. Biar romantis katanya. Waktu itu hanya ada mereka berdua. Saat menembak, kata-kata yang dikeluarkan tidak begitu lancar. Dia masih terbata-bata walaupun sudah melakukannya beberapa kali.
Saat diterima sebenarnya pingin memeluk , tapi tidak jadi ia lakukan. Katanya saat sudah sah saja. Biar lebih puas. Yang halal lebih nikmat. Katanya sih.
***
Setelah Yusuf beberapa saat yang lalu,Fitri mengingat memori saat mereka berdua bersama. Salah satu kenangan manis yang ia punya adalah saat kencan di pasar malam. Naik kuda-kudaan adalah yang terbaik baginya. Selain saat mereka main lempar kaleng. Yusuf sudah sangat percaya diri bakal mendapatkan boneka. Tapi sasarannya meleset. Ia cuma mendapat deterjen.
sepanjang jalan mereka tertawa karena hal itu. Walau begitu, kesombongan Yusuf masih berlanjut. Dengan banyak alasan ia berkata bahwa ia sebenarnya bisa. Cuma malas saja di bilang sudah pro. Dia berkata tidak ingin menyombongkan diri dengan nada suara sombong.
Ekspresi Yusuf saat kepedasan makan sate madura setelah pasar malam juga lucu. Setelah puas main di pasar malam mereka menyempatkan untuk memakan sate di pinggir jalan karena Fitri sedan ingin makan sate walaupun dia tidak sedang ngidam. Dia tidak terlalu biasa dengan makanan pedas, tapi ia kebanyakan menaruh sambal di piringnya. Sebenarnya cuma dua sendok teh saja. Tapi memang dasar cabe yang super pedas. Jadilah ia seperti itu. Waktu itu, Fitri hanya menertawakan tingkah kekasihnya itu.
"kamu jahat. Masa pacar sendiri kepedasan cuma diketawain?" protesnya sambil berusaha meminum air yang kebetulan gratis.
"mau diapain lagi?"
"ih enggak peka lho. Masa gitu aja masih nanya."
"anggap aja azab instan. "
"Enak juga mie instan. Apalagi yang rasa soto dinosaurus."
"Emang ada?"
"anggap aja ada."
"Garing banget dah."
"memang sih," Yusuf berkata kikuk.
"Itu deterjennya mau enggak kau?" lanjut Yusuf sambil menunjuk deterjen hadiah main lempar kaleng.
"Hmmm... enggak lah. Lumayan sih aslinya, tapi bingung juga nanti kalau ditanya."
"sebenarnya aku juga enggak mau ngasih deterjen. Tapi kan tadi aku dah bilang hadiahnya bakal untukmu. Itu kalau ada kesempatan lagi ...." Lanjut Yusuf.
"Dapet deterjen lagi?" sambil tersenyum Fitri memotong ucapnya.
"Enggaklah."
"terima nasib aja. Mungkin hokinya cuma segitu."
"iya deh iya. Pacarku emang paling bener ."
"Iyalah. Cewek gitu lho...." Fitri berkata dengan amat sangat percaya diri.
Seorang wanita bersama anak kecil mampir ke warung sate dimana mereka berdua makan. Melihat wajah wanita itu , Yusuf seketika langsung salah tingkah.
"Ada apa?" Fitri heran melihat tingkahnya yang aneh begitu.
"Hmmmm... enggak apa-apa kok. Oh ya kau dah dah selesai kan makannya?" Yusuf makin salah tingkah.
"kenapa rupanya?"
"pulang yuk. "
"Ya udah. "
"Kau yang bayar ya. Aku nunggu di motor aja," sambil menyerahkan uang dengan nominal seharga dua porsi sate ia langsung menuju ke tempat motor nya diparkir .
Fitri yang keheranan dengan tingkahnya yang tidak biasa langsung membayar ke penjual sate kemudian langsung menemui Yusuf.
"Kamu kenapa sih? kayak orang ngutang takut minta di tagih aja."
"Aku enggak pernah ngutang kok."
"Lah terus kenapa?"
"Hmmmm... gimana ya? aku bingung ngejelasinnya."
"kayak sama siapa aja. Masa sama aku aja bingung mau ngomong."
"Justru karena itu...."
"Ya udahlah aku ngambek."
"Jangan dong. Ya udah aku ngomong yang sejujurnya," Yusuf akhirnya mengalah juga.
"Wanita tadi itu mantanku. Sampai sekarang kalau bertemu dia rasanya masih agak gimana gitu. Di satu sisi pingin akrab, disatu sisi aku enggak pingin ketemu dia lagi."
"Kenapa?"
"Dia pernah selingkuh dulu saat kami masih pacaran. Padahal waktu itu aku lagi cinta-cintanya sama dia."
"Sampai sekarang masih cinta?"
"Enggaklah. Aku kan dah punya kamu. Ngapain juga aku masih cinta sama dia ,Aneh."
"Ya kali aja kan ."
"Terserahmu aja deh. Mau pulang enggak? dah malem nih."
Sepanjang jalan mereka hampir tak berkata apa-apa. Fitri akhirnya mengerti bagaimana rasanya bila bertemu dengan mantannya pacar. Walaupun mantan, tapi rasa cemburu itu tak hilang, malah semakin dan semakin besar. Dia dulu pernah merasa lucu saja jika ada pasangan yang bertengkar karena salah satunya bertemu mantan. Dan akhirnya dia sendiri yang merasakannya. Sekali saja. Ia tak ingin merasakannya lagi.
***
tok tok tok
segera setelah suara ketukan pintu terdengar, Yusuf segera masuk ke dalam ruangan tepat dimana Fitri masih dirawat.
"Maaf ya agak lama. Aku tadi ngeliat ada yang jual sate pas aku lagi pingin juga. Aku beli dua soalnya kamu pasti suka sate," sambil membawa sekantung plastik berisi dua porsi sate, Yusuf berkata.
"oh ya. Aku jelas mau ," ingatan yang diputar otaknya tadi seketika langsung buyar. Untungnya ia masih bisa mendengarkan ucapan lawan bicaranya dengan baik.
"Mau pakai sendok atau pakai tangan aja?"
"Sendok siapa kau ambil?"
"Tadi aku mampir ke rumah saudaraku . Rumahnya deket-deket sini, jadi aku pinjam aja sendok nya. Santai aja , aku enggak nyolong sendok tukang satenya kok."
"ouh. Kayaknya mending pake sendok aja sih."
"Enggak mau disuapin?"
"Enggaklah. Kayak anak kecil aja . Kasihan juga sendok nya. Udah dipinjam masa mau enggak dipakai."
"Berarti mending aku pinjam satu aja ya biar bisa nyuapin kamu ."
"modus."
"Ya emang enggak boleh? sama pacar sendiri ini bukan sama pacar orang lain."
"Ya kalau mau sama pacar orang ya sana."
"males. sama kamu aja cukup kok."
"Gombal."
"Enggak gombal. Aku ngomong sesuai kenyataan sekarang."
"Iya deh. "
"Bisa duduk enggak?"
"bisa. Mana satenya?"
Segera Yusuf memberinya seporsi sate Madura yang dibelinya tadi saat hendak menuju ke rumah sakit .
"Kau inget enggak kita pernah makan sate Madura terus tiba-tiba mantanmu datang. Habis itu kita berantem gara-gara itu," sambil memakan sate Fitri berkata.
"Inget sih. Tapi aku beli sate bukan Karena itu. Lagian ngapain sih bahas mantan. Dah jadi masa lalu juga."
"Seru tahu."
"Seru dari mana?"
"Soalnya kan aku enggak punya mantan. "
"Iya kah?"
"Iyalah. Kamu kan pacarku yang pertama dan akan jadi yang terakhir."
"Gimana rasanya? Enak?"
"Lumayan. "
"Lumayan apa nih? Lumayan enak apa enggak?"
"Enak kok ."
"Mantanmu yang waktu itu dah punya anak. Umurnya berapa sih sekarang kira-kira?"
"Entah, lupa aku umurnya berapa. Kalau cewek sebenarnya wajar sih. Kan banyak juga kan cewek yang nikah muda sekarang. Enggak sekarang sih, dah dari zaman dulu malahan."
"oh ya , kalau udah keluar dari sini mau enggak ke pasar malam lagi? nanti kita naik kuda-kudaan lagi. Aku juga penasaran , sekarang aku bisa dapet boneka pas main lempar kaleng apa enggak," Yusuf berkata lagi.
"Kayaknya besok kau jangan main lempar kaleng lagi deh. Kayaknya memang keberuntunganmu bukan disitu."
"Jangan remeh. Kali aja kan kali ini bisa. Kan namanya kedepannya siapa yang tahu?" Yusuf tidak terima mendengar perkataan Fitri yang seperti meremehkan dirinya.
"Iya deh. kita buktikan aja besok," Fitri berkata setelah sate terakhir selesai ia kunyah.
"Makasih ya udah minjemin sendok," Yusuf mengembalikan sendok yang tadi dipinjamnya untuk makan sate.
Sebenarnya makan sate enggak lake sendok juga tidak masalah. Tapi sayang untuk melewatkan memakan kuah sate yang melimpah memanjakan lidah.
"Iya. Sama-sama," jawab orang yang dipinjami sendok.
"Tadi katanya mau nginep sekalian? enggak jadi?" tanya orang itu lagi .
"Ada orang tuanya . Rasanya agak gimana gitu juga kalau masih disana. Kalau udah sah sih enggak apa-apa. Lah ini?"
"Cepetan halalin dia . Kayak aku lho dah punya buntut dua . Masa mau jadi perjaka tua."
" Aku dah pingin sebenarnya. Mungkin nanti kalau dia udah sehat langsung ku lamar. Btw, gimana rasanya punya anak kecil gitu?"
"Gimana rasanya? maksudnya?"
"Dah, lupain aja. Aku langsung pulang , capek kali rasanya hari ini. Lain kali aku bakal lebih lama disini."
"Hati-hati ya."
***
Sampai dirumah Yusuf langsung ke kamar. Rebahan adalah aktifitas yang paling mantap dilakukannya. Siapapun juga bakal mengakui rasa nikmat yang ditimbulkan saat melakukan aktifitas ini.
Dia sebenarnya pingin lebih lama dirumah saudaranya itu, tapi mendadak jadi males saat disindir untuk segera nikah. Pacar sebenarnya ada, tapi kan masalahnya bukan soal ijab langsung beres. Ada hal lain yang harus dipikirkan matang-matang olehnya.
Memikirkan tentang nikah membuatnya malah jadi lapar lagi. Tapi pedagang yang paling dekat dari rumahnya adalah penjual sate Padang. Habis makan sate Madura kemudian memakan sate Padang rasanya ingin sekali memakan dua jenis sate ini menjadi satu. Dia memikirkan bagaimana rasanya jika benar-benar menjadi satu.
"Ini Yusuf kan? ingat enggak sama aku?" Saat sedang memakan sate itu, seorang pembeli datang langsung menanyainya.
"Iya.., Hmm....."
"Masa enggak kenal? Aku Indra ."
" Oh ya maaf. Penampilannya sekarang beda jauh . Aku sampai pangling melihatnya."
"iya sih. Dulu aku masih cupu banget. Masih dekil juga. Kalau sekarang udah ada yang ngurusin aku. Enggak rapi sedikit aja udah kena omel."
"Siapa yang ngomelin kau?"
"Istriku. Dia bilangnya malu kalau aku enggak rapi."
Yusuf terdiam. Ia sedikit mengingat mengenai orang yang mengajaknya bicara itu. Dia adalah teman SMA yang terkenal pendiam. Enggak pernah ada gosip dia punya pacar. Penampilannya juga biasa aja. Sekarang, dia dah punya istri, penampilannya lebih modis. Rasanya ingin menghilang saja. Dalam hati pingin ngeluh, kok rasanya enggak adil ya? tapi ya hidup. Adil enggak adil tetap harus dijalani.
"Kau kapan nikah?" tanya dia lagi .
"Pasangan sih udah ada. Rencana sih enggak lama lagi."
"Wah, jangan lupa undang aku ya,"
"Kalau inget."
"Ya udah ya aku duluan," sambil membayar sejumlah uang, ia pergi dengan sebungkus sate.
Rencananya sih Yusuf ingin menambah lagi. Ia ketagihan rupanya. Tapi akhirnya tidak jadi. Suasana hatinya benar-benar rusak malam itu.
***
"Aku harap kamu mencari gadis lain saja. Aku enggak ingin kamu bersedih nantinya."
Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala Yusuf membuat nya tak bisa tidur. Padahal ia seharusnya jam segitu sudah tertidur lelap.
"Fitri terkena penyakit yang aku sendiri lupa namanya. Yang jelas perlahan tapi pasti dia akan mengganas. Lebih baik cari yang lain."
Yang namanya cinta, bagaimanapun juga kondisinya akan terus diperjuangkan. Begitu juga dengan Yusuf, ia akan melakukan apapun selama kekasihnya bahagia bersama . Ia ingin menghapus kesedihannya. Dia ingin menjadi matahari bagi Fitri apapun itu kondisinya.
Kata-kata itu terlontar dari mulut Abangnya Fitri sendiri. Dia berkata begitu saat mereka berpapasan di koridor rumah sakit. Rasanya sebenarnya sakit juga saat ada yang berkata begitu, seolah dia lemah. Seakan langsung lari saat mengetahui keadaan pahit.
Memang , peluang untuk bersama selamanya jadi berkurang. Tapi bukan berarti dia tidak bisa melakukannya.
Dulu, Yusuf memang suka gonta-ganti cewek, terutama saat masih SMA dulu,maklum, dia adalah idola cewek-cewek banget. Banyak yang tergila-gila karena ketampanannya. Walaupun begitu, ia tak pernah dan takkan mau merusak satu pun cewek yang dekat dengannya . Tapi semakin bertambah umur, hasrat untuk hanya memiliki satu cewek saja semakin besar. Sudah cukup baginya bermain-main dengan sesuatu yang sia-sia diumurnya sekarang. Semua memang ada masanya. Dia baru menyadari masa untuk bermain-main dengan cewek sudah lewat.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!