Benda bundar yang tergantung di dinding sudah menunjukan pukul 06.00. Dengan tergesa Febry menghabiskan nasi goreng yang masih sedikit mengepulkan asap dengan terburu. Pagi ini adalah hari yang sudah lama ia nantikan. Setelah beberapa bulan menganggur akhir nya hari ini ia mulai masuk kerja di sebuah perusahaann yang bergerak di bidang ekspor seafood beku yang cukup besar di kotanya.
Berulang kali ia memutar tubuhnya di depan cermin. Membenarkan kemeja dan rambut yang diikat kuncir kuda. Setelah semua dirasa pas, ia lantas menyambar tas di atas nakas lalu bergegas menuju sepeda motor yang sudah terparkir di halaman.
***
"Febry Khairunisa?" Suara bariton pria menyapa. Dengan cepat Febri menoleh ke arah suara. Seorang pria yang ia tafsir berumur 30an dengan kemeja merah maron yang dan rambut yang tersisir rapi. Kulit putih dan mata cekung khas keturunan tionghoa tapi lebih mirip opa korea versi indo kini tepat berdiri di depannya. Sesaat Febri terpana, namun segera tersadar saat si lelaki mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Dengan sedikit kaku Febry lantas menyambut uluran tangan itu.
"Ardi kusuma," ucap si lelaki, lalu melepaskan jabatan tangannya dan menarik kursi untuk duduk.
"Sudah siap untuk bekerja?"
"Siap, Pak!" sahut Febry yakin.
Setelah pengenalan diri serta pembekalan tugas, lelaki bernama Ardi tersebut mengajak Febri untuk berkeliling dan berkenalan dengan staf lain yang akan berhubungan dengannya nanti. Febry bekerja sebagai admin produksi dan Pak Ardi adalah Dept Head produksi yang artinya Febri berada dibawah kepemimpinan Pak Ardi.
Ruangan kantor terbuat dari kaca yang semua menghadap ke arah ruang produksi. Sehingga dari lobby pun bisa melihat ribuan karyawan yang tengah bekerja dengan cekatan.
"Ini ruangan Admin. Di sini ada Hesti dan Ryo. Kalian satu tim, kalau ada masalah atau kurang paham kamu bisa langsung bertaya dengan saya," terang Pak Ardi dan hanya dibalas anggukan oleh Febry.
"Hesti, tolong kamu ajarin Febry. Saya mau ke ruang Pak Bayu sebentar, setelah itu kamu ikut ke ruang produksi." Pak Ardi lantas berlalu tanpa mendengar jawaban persetujuan dari Hesti.
Hesti sangat ramah, perempuan berhijab itu dengan sabar menerangkan tugas-tugas yang nanti akan dikerjakan oleh Febry.
"Feb, semoga kamu kuat ya kerja di sini."
"Kuat kenapa emang?" Ucapan Hesti membuat Febry penasaran.
"Kuat ngadepin Bos yang sok kecakepan." Kali ini Hesti terkekeh pelan diikuti Febry yang tersenyum geli mendengar jawaban Hesti. Tetapi jika boleh jujur Febry sendiri mengakui jika Pak Ardi memang tampan, terlebih saat ia tersenyum.
****
Setelah jam makan siang usai, Pak Ardi mengajak Febry dan Hesti untuk turun ke lapangan. Sebelum memasuki area produksi mereka bertiga menuju ruang ganti khusus staf yang berada di samping ruang Administrasi. Deretan pakaian jas lab berwarna putih tergantung rapi di dalam lemari.
"Feb, nanti sebelum masuk ruang produksi jangan lupa baca Bismillah ya," ucap Hesti mengingatkan.
Febry hanya mengangguk, matanya justru sibuk menatap ke arah Pak Ardi yang kini sudah menggunakan jas lab lengkap dengan topi dan masker. Keren, batinnya.
Pak Ardi menggerakkan kepalanya seolah memberi isyarat untuk segera masuk ke area produksi. Dengan cepat Hesti dan Febry mengekor di belakangnya.
Dengan mengucap Bismillah di dalam hati Febry melangkahkan kakinya memasuki area produksi. Hawa dingin mulai terasa saat memasuki ruangan besar yang di penuhi meja panjang yang berjajar rapi dan ribuan pekerja yang sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Mayoritas pekerja disini adalah perempuan, sedang lelaki lebih dominan untuk melakukan pekerjaan berat seperti mengangkat barang yang sudah disortir untuk dibekukan.
Baru beberapa menit di dalam ruangan yang suhunya sudah disetel sekian rupa Febry berkali kali menggosok kedua tangannya karena merasa kedinginan.
" Kak Nisa, ini febry admin baru saya." Pak Ardi melirik ke arah Febry. "Nanti kamu akan sering berurusan sama Kak Nisa, Feb."
Wanita yang di panggil Kak Nisa itu pun menyapa ramah.
"Feb, nanti kalo digodain Pak Ardi jangan mau ya, dia playboy, di gudang sini sudah banyak yang diPHP, sampai hantu aja di PHPin sama bos kamu itu." Goda Kak Nisa sambil melirik arah Pak Ardi yang terlihat salah tingkah.
"Jangan kebanyakan tingkah dan selalu baca doa, soalnya lumayan angker." Kali ini Hesti menimpali.
"Hussst, ngawur kamu, Hes. Jangan bikin Febry takut, baru juga masuk kerja sudah ditakutin." Tegur Pak Ardi, Hesti hanya cekikikan pelan.
Setelah cukup lama di ruang produksi, Hesti mengajak Febry kembali ke kantor karna ada berkas yang harus dikerjakan. Mereka pergi meninggalkan Pak Ardi dan Kak Nisa yang masih sibuk berbincang.
"Sering sering baca doa Feb, aku bukan nakutin, tapi karna kamu orang baru jadi harus bisa jaga sikap di sini!" Kali ini Hesti terlihat serius.
"Jangan nakutin aku ah, sumpah merinding nih!" Febry mengusap tengkuk yang terasa dingin.
"Lah ini beneran, apa lagi kamu jangan dekat dekat sama pak Ardi ntar ceweknya marah, dia bisa ganggu kamu!" Hesti mengalihkan pandangannya dari komputer, ia lantas menatap Febry yang masih bingung dengan ucapannya barusan.
"Lah tadi cerita horror kenapa jadi ke cewek Pak Ardi sih!"
"Aku gak bilang ceweknya manusia. Aku kasih tau ya, Pak Ardi itu ditaksir cewek penghuni disini maka nya sampe sekarang belum nikah, aku sudah pernah bilang ke Pak Ardi tapi dia gak percaya sama yang begituan jadi ya sudah!" Terang Hesti dengan suara pelan.
"Masa sih? Aku gak percaya ah sama kaya begituan, masa di zaman modern kaya gini masih ada hantu, sampe naksir manusia lagi!" Kilah Febry tidak percaya.
"Nah gak percaya, kamu kalo liat tadi pas di produksi ada sesuatu di dekat kamu, sudah pasti kamu pingsan Feb!" kali ini mimik wajah Hesti terlihat sedikit kesal karna ucapan Febry yang terdengar sedikit meremehkan.
"Kok kamu bisa tau? Apa jangan-jangan kamu indigo?" Febry mulai penasaran. Hesti tak mengiyakan, ia hanya mengangkat kedua alisnya.
"Terus tadi diproduksi ada apaan emang?" cecar Febry.
"Ah lupain aja, kamu gak bakal percaya kalau gak liat sendiri nanti." Hesti sedikit kesal dengan ucapan Febry sebelumnya, yang tak percaya jika dizaman yang modern ini, ada dunia lain yang tinggal bersebelahan dengan mereka.
"Apaan sih Hes, aku jadi penasaran ini. Jujur tadi aku merinding sih pas di ruang produksi tapi aku mikir mungkin karena hawanya terlalu dingin." Terang Febry yang merasa bersalah karena menyinggung perasaan Hesty.
"Sebenarnya tadi di dekat kamu ada perempuan rambutnya panjang."
"Masa?" Potong Febry.
"Heem, tapi gak ganggu kok, dia cuma penasaran sama kamu," terang Hesti.
Febry semakin penasaran, ia pun sebenarnya merasa jika dari awal memasuki area produksi hingga kembali ke ruangan hawa dingin yang tak biasa seolah berada di sekelilingnya.
"Perempuan rambut panjang aja?" selidik Febry penasaran
"Iya rambutnya panjang terus lidahnya melet sampai lantai."
Belum sempat Hesti melanjutkan ceritanya Febry sudah menarik kursi hingga tepat di sebalah Hesti sambil menutup wajah dengan kedua tangannya karena ketakutan.
"Cukup, Hes. Cukuppp."
Sudah hampir satu bulan Febry bekerja di lingkungan yang katanya horror dan banyak penghuninya. Tapi, semua berjalan normal. Tak ada penampakan atau gangguan yang ia terima. Justru tingkah Hesti lah yang kadang membuat Febri sedikit bingung karna sesekali seperti berbicara dengan sesuatu yang menurut Febry mungkin hanyalah imajinasi Hesti.
"Feb, ayo temanin aku ke produksi!" Hesti yang sudah siap dengan masker dan jas di tangannya berdiri di samping meja. Febri lantas mematikan komputer miliknya lalu bersiap pergi.
"Feb, hari ini hawanya kaya gak enak banget." Hesti berujar pelan. Matanya sibuk memperhatikan deretan karyawan yang tengah bekerja.
"Iy, gak enak karena sudah hampir jam makan siang jadi kamu bawaannya lapar." Hesti hanya melirik mendengar jawaban asal Febry.
"Kak, ada liat Pak Ardi gak? dari pagi sudah hilang, mau minta tanda tangannya susah banget." Hesti mendengus kesal, mengingat Bosnya yang selalu jarang berada di tempat.
"Ada tuh, tadi ngecek proyek ke gudang belakang, nanti juga kesini kata nya."
Baru beberapa menit Hesti dan Febry berada di area produksi, suasana berubah menjadi panik. Deretan karyawan yang tadinya sibuk bekerja di balik meja masing-masing nampak satu persatu terjatuh di iringi teriakan karyawan lainnya.
"Astagfirullah, kesurupan lagi!" Ka Nisa langsung berdiri dari duduknya dan segera memanggil para lelaki untuk membantu mengevakuasi karyawan yang jatuh untuk dibawa keluar ruangan.
Febry hanya bisa terdiam melihat pemandangan yang mengerikan di depan matanya. Baru kali ini Febry melihat kejadian kesurupan masal, dan aneh nya semua yang kesurupan adalah wanita.
"Kamu gak ikut kesurupan juga Feb? Biar nanti aku yang angkat." Febry menoleh asal suara. Pak Ardi yang sudah berada tepat disampingnya terlihat biasa saja melihat kejadian di depan mereka, ia justru memasang ekspresi wajah yang sok cool meski tertutup masker.
"Amit-amit, Pak. Jangan sampai, biar Lee min hoo yang ngangkat juga saya gak mau kesurupan," balas Febry kesal.
Pak Ardi terkekeh pelan, ia memperhatikan lamat-lamat raut wajah Febry yang terlihat ketakutan.
"Kembalio ke kantor, jangan lama-lama di sini. Hesti lho sudah balik."
Febry menatap area sekitarnya, mencari sosok Hesty yang memang sudah hilang. Tapi bukannya mendengar nasehat Pak Ardi, dia justru mendekat ke arah Ka Nisa yang tengah sibuk mengatur evakuasi karyawan.
Beberapa orang di depannya terlihat kesulitan mengangkat seorang wanita bertubuh tambun yang kesurupan. Berkali kali si wanita meronta hingga membut beberapa karyawan yang mengangkatnya tampak kesulitan. Tanpa menunggu perintah, Febry lantas membantu para karyawan tersebut mengangkat rekan mereka menuju mushola kecil yang berada di luar area produksi.
Semua karyawan yang pingsan dan kesurupan di kumpulkan di sekitar mushola pabrik. Beberapa Pak Ustad dari pesantren yang berada dekat pabrik didatangkan untuk menyadarkan karyawan. Dari banyak nya karyawan yang kerasukan perlahan satu persatu sudah kembali sadar tapi ada satu orang yang masih kerasukan, dan katanya dirasuki oleh Raja dari mahkluk halus yang tinggal di area pabrik dan sulit diminta keluar.
"Assalamualaikum, siapapun yang ada di dalam tubuh ini saya minta keluar," ucap seorang Ustaz sembari memegang kepala si wanita.
"Mati... Mati.. aku mau semua mati ghhrrghhh!" Sambil terus meronta.Febri yang ikut memegangi kakinya pun merasa heran, meski wanita yang kesurupan itu badannya terbilang cukup kurus dan kecil tapi tenaganya kuat. Bahkan untuk memegangi sebelah kaki nya saja perlu 4 orang dan itu pun masih kewalahan.
"Kamu mau apa? Kenapa jadi menggangu mereka? Cepat keluar sekarang!" Kali ini suara pak Ustad terdengar lebih nyaring dan tegas.
"Mereka ... mereka mengganggu tempatku tanpa izin ghhrrhhh." Mendengar jawaban itu Pak Ustad langsung bertanya dengan Bu Mega bagian HRD yang berdiri tak jauh dari Pak Ustad.
"Mungkin gudang belakang yang mulai hari ini di rehap dan nanti akan di fungsikan Pak, gudang nya memang sudah lama kosong dan rusak."
Mendengar penjelasan Bu Mega Pak Ustad lantas mengambil posisi lebih dekat dengan karyawan yang kerasukan itu.
"Disini bukan rumahmu! Silahkan pergi dan jangan menggangu lagi!" Tegas Pak Ustaz, beliaupun kemudian membacakan Doa-doa untuk mengusir makhluk halus yang merasuki si wanita. Perlahan wanita yang kerasukan itu mulai lemas dan kembali sadar. Alhmdulillah ucap kami semua.
Karna kejadian hari ini, para karyawan diperbolehkan pulang lebih awal tapi hanya untuk karyawan produksi. Sedangkan para staf kantor tetap bekerja sampai jam kerja selesai.
Ruang kantor terlihat sepi karna memang sudah jam makan siang, hanya tampak pak Ardi yang masih duduk di depan Leptopnya sementara yang lain pergi ke kantin.
"Lah, gak makan siang pak?" Febry yang baru masuk sedikit terperangah menatap Pak Ardy yang masih berada di ruangan.
"Tadi sudah makan, pas rame orang kesurupan saya balik ke mes makan siang," sahut Pak Ardy santai sambil memainkan mousenya.
"Jadi, pas rame kesurupan Pak Ardi balik ke mes makan siang?"
"Iya lah, kecuali kamu yang kerasukan, baru kutungguin sampe selesai." Dialihkan nya tatapan kearah Febry dengan senyum tipis menggoda.
"Astaga dragon, Gak genah blas punya Bos," gerutu Febry sambil melengos dan mulai sibuk menginput data.
"Kamu gak makan Feb?"
"Gak, Pak. Saya puasa!"
"Oh, memang calon istri idaman kamu!" Pak Ardi lantas bangkit dan beranjak pergi keluar ruangan.
******
"Feb, data dari kak Nisa tadi kamu bawa gak?" Hesty berujar sembari membolak balik kertas yang tertumpuk di atas meja.
"Astaga. Kaya nya ketinggalan di ruang produksi!"
"Nah terus gimana, udah di minta HO nih laporan nya!" Hesti terlihat panik, karna memang sudah akhir bulan jadi dia harus mengirim laporan bulanan ke pusat.
"Y udah Feb, ambil gih ke ruang produksi." Pak Ardi menyahut dari balik leptop nya. Febry lantas melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul lima sore. Ia sedikit ragu jika harus masuk ke dalam ruang produksi seorang diri. Terlebih tadi siang habis kesurupan masal.
Setelah berfikir sebentar, Febri lantas bangkit dan berniat pergi ke ruang produksi. Jika semakin lama bimbang nanti akan semakin sore,fikirnya. Ia tak tega jika temannya besok akan kena marah oleh kantor pusat karena kesalahan yang ia lakukan.
"Yakin, Feb?" Hesti meyakinkan.
Febri hanya mengangguk pelan dan berjalan keluar ruangan. Ia tak menghiraukan Pak Ardi yang memanggil namanya.
Antara ruang produksi dan kantor ada pintu penghubung yang biasa nya di gunakan para staf jika ingin turun ke ruang produksi, tapi karena sudah sore pintu dikunci, dan terpaksa Febry harus berputar melewati pintu masuk belakang pabrik yang biasa digunakan karyawan produksi.
Suasana sangat sepi, karena memang sudah sore dan ditambah jam kerja yang sudah selesai.
Dengan terus meyakinkan diri ia melangkah menyusuri halaman samping pabrik, tepat di belakang mushola, ada deretan loker karyawan yang saling berhadapan sehingga membentuk lorong panjang. Pada saat jam kerja, banyak karyawan yang memilih beristirahat atau duduk-duduk di sekitar loker, hal itu membuat suasana tidak terlihat begitu menyeramkan.
Tetapi berbeda dengan saat ini, deretan loker itu terlihat begitu gelap dan kosong. Hanya terdengar suara binatang semacam burung. Karena memang loker berada didekat tembok pembatas antara pabrik dengan hutan.
Febry merasakan bulu kuduknya meremang. Berkali-kali ia mengusap lehernya yang terasa dingin. Ia lantas mempercepat langkahnya menuju pintu masuk ruang ganti.
Langkahnya berhenti di depan pintu, degup jantungnya kian terasa kencang. Terlebih saat netranya tanpa sengaja menatap bangunan gudang yang berada di belakang ruang produksi. Tampak tumpukan batu dan material halaman gudang. Tak ada satu pun pekerja yang terlihat, karena renovasi baru akan di mulai lagi minggu depan.
Jarak antara ruang produksi dan gudang sekitar 300meter. Gudang itu sudah belasan tahun kosong, dan rencana baru akan difungsikan kembali setelah di renovasi.
Ia kembali bergidik saat mengingat kejadian pagi tadi, saat puluhan karyawan kerasukan masal karena kemarahan penghuni gudang yang tak suka tempatnya akan digunakan kembali.
"Mimpi apa semalam? Ya sudahlah. Bismillah," gumamnya pelan sembari membuka pintu dan melangkah masuk.
Ruangan itu dipenuhi deretan lemari panjang berisikan sepatu boots karyawan yang terjejer rapi disetiap sisinya. Belum lagi Febri melangkah lebih jauh ia merasa dengkulnya sudah terasa lemas duluan.
Lorong sepatu begitu gelap, karena hanya satu lampu saja yang dihidupkan. Hal itu membuat ruangan terasa mencekam.
"Bismillah."
Febry memberanikan diri menyusuri lorong sepatu dengan kaki sedikit bergetar. Pelan kakinya melangkah menyusuri lorong sepatu. Menarik napas panjang saat langkahnya terhenti di ujung lorong. Tetapi ruangan itu bukan satu-satunya tempat yang harus ia lewati. Ia kembali harus melewati ruangan yang di dalamnya terdapat deretan apron yang tergantung.
Nyalinya kembali ciut saat menyadari ia berada di depan pintu kamar mandi wanita. Kamar mandi itu menjorok kebagian dalam, membuat lorong kamar mandi terlihat jelas dari tempat ia berdiri.
Suasana begitu senyap, tetesan air dari kamar mandi terdengar hingga keluar. Udara dingin dan lemabab semakin membuat bulu kuduk Febry meremang hebat.
"Crriinggg "
Suara kastok yang terbuat dari besi untuk menggantung apron membuat Febry terpenjat dan urung untuk melangkah. Ia berfikir, bagaimana mungkin ruangan yang kosong tak ada siapapun selain dia membuat kastok itu seakan ada yang menyentuh.
Belum terjawab rasa penasarannya, Febry kembali mencium aroma amis yang belum pernah ia hirup. Ditambah kaki yang mulai terasa berat. Kali ini ketakutannya benar-benar terasa menjalar hingga ujung kaki. Ia lantas segera membaca semua doa yang terlintas dipikirannya. Tetapi, karena ketakutan yang luar biasa ia kesulitan membedakan mana ayat kursi mana doa makan.
Berkali-kali ia menyentuh tengkuk yang tak berhenti meremang, berniat untuk kembali tetapi merasa sudah setengah jalan.
Dengan berat Febry berniat untuk melangkahkan kakinya. Baru akan kembali melangkah, samar-samar ia mendengar suara seseorang dari arah kamar mandi, semakin ia dengarkan suara nya seperti sebuah tangisan perempuan yang sangat memilukan.
"Ya Allah, suara apa itu?" Febry sudah mulai panik, karna suara tangisan dari dalam Wc karyawan. Ia masih mematung, keringat dingin membanjiri pelipisnya.
"Plakkkkk "
Febry menoleh ke arah suara, seperti ada sebuah benda yang terjatuh. Netranya menyusuri setiap sudut ruangan. Berharap menemukan jawaban yang masuk akal atas ketakutannya, amun nihil. Suara benda jatuh itu semakin membuat tubuhnya bergidik.
Aroma amis yang sedari tadi tercium kini semakin menyengat. Seperti berada begitu dekat dengannya. Tak mampu lagi rasanya untuk terus berjalan atau kembali memutar arah. Kakinya seakan kehilangan kekuatan untuk menompang tubuh untuk tetap berdiri.
Ia pasrah, terduduk lemas sembari menutup kedua mata dan terisak pelan. Kali ini ketakutan benar-benar menaklukan Febry.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!