NovelToon NovelToon

Ketika Musim Berganti

anak nelayan dan pria angkuh

Ombak setia mencumbu bibir pantai, setia menghapus jejak insan yang berhamparan di dipasir putih yang berkilau diterpa sinar matahari. Binatang-binantang laut merangkak tanpa meninggalkan jejak. Pohon kepala berayun-ayun, daunnya serupa rambut dara yang kena hempasan angin.

Cekikikan tawa menggema dari arah timur pantai berpasir putih itu. Segerombolan perempuan pemanen rumput laut baru keluar dari laut dengan pakaian basah. Sepertinya mereka bahagia dengan apa yang barusan mereka kerjakan.

Ditepi pantai ada beberapa buah mobil angkut untuk mengangkut hasil panen barusan. Ada beberapa hektar pembudidayaan rumput laut dengan petani berbeda. Setiap hari para pemanen itu berpindah tempat sesuai permintaan dan kebanyakan pemanan tersebut adalah para wanita yang bekerja sampingan ketika suami mereka pergi melaut.

Ada juga beberapa gadis remaja bekerja disana membantu ibu mereka mencari uang tambahan. Masing-masing membawa botol air minum berjalan berlainan arah menuju pulang.

"Apa kamu langsung pulang Kavi?"

Seorang gadis berkulit coklat bertanya pada temannya yang bernama Kavi yang juga berkulit kecoklatan dan berambut agak pirang karena sinar matahari. Usia mereka sebaya dan sama-sama anak nelayan dan juga pemanen rumput laut. Mereka berjalan berdua dengan arah yang berbeda dari yang lainnya. Feya dan Kavi berjalan tanpa alas kaki menyusuri pantai menuju perumahan nelayan yang terletak beberapa puluh meter dari sana.

"Tidak Feya, aku ada janji dengan Cines membantunya mengumpulkan jemuran ikan asin" balas Kavi pada temannya.

"Ikan asin Cines pasti sudah kering, panas sangat terik" Feya mengibaskan rambutnya yang juga kepirangan. Rambutnya tadi basah dan sekarang sudah hampir kering. Meskipun sudah mulai sore matahari masih menghujam kulit.

Dari kejauhan kapal nelayan sudah mulai menepi kedermaga. kebanyakan dari nelayan itu adalah nelayan harian, pergi dini hari dan pulang sore hari. Hanya beberapa sebagian dari nelayan dikampung itu yang memiliki kapal agak besar dan berlayar selama seminggu.

Feya melongok kearah lautan dan meletakkan telapak tangannya diatas matanya untuk meneduhkan penglihatannya yang buram karena sinar matahari yang terik.

"Tomi masih belum kembali" gumam Feya. Kavi tersenyum, Feya menyukai seorang pria yang bernama Tomi, temannya. Tapi Feya tidak pernah berani mengungkapkan secara langsung. Didepan Tomi, Feya bersikap biasa layaknya teman tapi dibalik itu ia menyimpan rasa yang cukup besar. Salah satu alasan Feya tidak kemana-mana sehabis bekerja adalah karena Tomi. Setiap sore Feya akan stanby didermaga dengan alasan menunggu bapak dan adiknya.

Dulu, Kavi juga sering kesana menunggu bapaknya pulang melaut. Tapi semenjak kapal bapaknya karam dan jasad bapaknya tidak ditemukan, sejak itu Kavi jarang ke dermaga.

"Ungkapkan saja apa yang kamu rasakan ke Tomi"

Feya terdiam, mana mungkin dia berkata untuk merusak perjalanan panjang kisah pertemanan mereka antara dia, Kavi dan Tomi.

"Tidak semudah itu Vi, perlu mental yang cukup" balas Feya. Ia takut kalau Tomi menjauhinya setelah ini.

"Sampai kapan Fey? sebaiknya ungkapkan saja"

"Gak usah, mencinta itu tak harus memiliki" Feya tertawa ringan seolah hal itu adalah biasa tapi nada suaranya mengandung beban.

Feya selalu bilang begitu, Kavi tidak tau sebesar apa rasa suka Feya pada Tomi. Ia sendiri tidak pernah merasakan hal yang dinamakan cinta. Ia terlalu asyik untuk bertahan hidup. Kavi menganggap keputusan Feya adalah wajar. Demi teman Feya rela menyingkirkan rasa.

Mata Kavi menangkap sebuah kotak merah diantara hamparan pasir putih didepannya. Ia membungkuk mengambil benda itu. Sebuah kotak perhiasan dari beludru berbentuk hati. Ia membuka kotak itu. Ada sebuah kalung emas putih berliontinkan batu putih seperti berlian.

"Cantik bangat" Feya juga melihat hal itu "lihat"

Kavi mengasihkan kalung itu pada Feya dan temannya itu menelitinya dengan penuh kekaguman.

"Mungkin punya wisatawan yang jatuh" ujar Kavi.

"Bisa jadi, sepertinya ini adalah berlian asli,..cantik" Feya mendekatkan kalung itu kelehernya.

Apa yang dibilang Feya sangat benar, kalung itu cantik sekali. Seumur-umur baru kali ini Kavi melihat kalung dengan berlian asli begitu nyata.

"Coba pakai Kav, kamu pasti cocok memakainya"

"Gak Fey, nanti orangnya liat..lebih baik simpan saja, kalau orangnya datang kasihkan"

"Sebentar saja kok, orangnya gak bakal lihat apalagi kalau yang punya orang kaya, kalung segini mah murah bagi mereka"

Kavi tidak menolak saat Feya memakaikan kalung itu kelehernya. Ini pertama kalinya Kavi mencoba pakai kalung. Ia penyuka aksesoris tapi tidak pernah mampu untuk membelinya karena ada yang jauh lebih penting dari itu meskipun dengan harga murah sekalipun.

"Kamu cantik memakainya Kav" puji Feya. Kavi melihat ke lehernya. Ia hanya melihat ujung kalung itu sedikit dan itupun susah. Sayang gak ada cermin disana.

"Sudah, ungkai lagi Fey" Kavi meminta Feya meungkai kalung itu kembali.

"Dirumah saja Kav, ada Tomi" bisik Feya. Seluruh atensi Feya terarah ke Tomi yang baru menginjakkan kaki didermaga bersama tiga orang temannya.

Tomi melambaikan tangan pada mereka. Feya semangat membalasnya.

"Kalian sudah pulang?"

"Ya baru saja" balas Feya.

"Kavii! hey! ayo kita minum dulu" Tomi menunjuk sebuah warung tempat melepas penat para nelayan tidak jauh dari dermaga.

"Tidak Tom! aku masih ada pekerjaan" balas Kavi.

"Sebentar saja"

Kavi menggeleng, ia berbelok dari arah dermaga memasuki perkebunan kelapa. Tidak lama kemudian ia tiba di tempat penjemuran lautan ikan asin. Seorang wanita paruh baya berbadan pendek dan gemuk memakai tudung dikepalanya menyambut kedatangan Kavi dengan senyuman.

"Aku kira kamu tidak bakal datang kavi, aku sudah sangat cemas kalau hujan turun tiba-tiba"

"Tidak bakal Cines, matahari sangat terik" kavi mengambil keranjang ikan asin dan dengan cekatan membantu wanita paruh baya itu membangkit ikan asin dari penjemuran lalu mengangkutnya kegudang. Sejenak Kavi lupa dengan kalung yang ia pakai. Setelah pekerjaannya selesai ia mendapatkan sedikit bayaran lalu ia pulang setelah.mngucapkan terima kasih pada Cines.

Ketika jalan pulang ia melewati jalan lepas pantai. Pantai mulai lengang dan matahari sudah mulai tenggelam meninggalkan bayang- bayang hampir redup.

Rambut ikal kemerahannya ditiup angin laut . Ia menyisiri pantai dan membiarkan kakinya di basuh lidah-lidah ombak.

Sebuah mobil jeep terparkir ditepi pantai dan seorang pria tampak bersandar ke kap mobil seperti orang ling lung. pria itu mungkin adalah wisatawan karena wajahnya terlihat oriental.

Begitu Kavi lewat, sorot mata pria itu berubah tajam. Kavi mendadak takut. Tidak ada seorangpun yang bisa minta tolong.

"Hey! berhenti!"

Kavi gelagapan mendadak perasaannya tidak enak. Ia memang tidak kaya dan tidak ada yang bisa untuk dirampok tapi yang namanya kejahatan bisa terjadi karena apa saja.

Karena takut, Kavi tidak berhenti melainkan lari.

"Hey!!"

Baju Kavi tertarik ke belakang dan mendadak ia lari ditempat.

"Kau mau aku bilang pencuri ha?"

Pencuri? memang apanya pria itu yang ia curi? hatinya gitu? jangan ngaco!

"Anda siapa? saya tidak kenal anda! jangan macam-macam ! anda bisa dihukum massa"

Kavi membalikkan badan dan tidak mau kalah, ia menggertak pria tersebut.

"Buka!"

"Hey! jangan cabul! kau kira aku ini perempuan murahan?"

PLAK!

Tangan Kavi berhasil mendarat dipipi pria tersebut. Wajah pria itu memerah dan sorot matanya menyala karena amarah.

"Siapa yang bernafsu melihat kamu? kamu tidak pernah ngaca ya? lihat!" pria itu menunjuk Kavi dengan geli.

"Buka kalungnya! kau tidak cocok pakai itu!"

gadis tangguh

Perumahan nelayan terletak dilepas pantai menjorok kelaut. Ada sebuah jalan yang tidak begitu besar menuju kesana sepanjang beberapa meter. Kiri kanan jalan itu berdempetan rumah panggung terbuat dari susunan kayu bakau. Dari arah dapur rumah-rumah panggung itu menggulung asap keudara sebelum ditiup angin laut.

Dijalanan itu ada segerombolan anak-anak yang sedang berlarian. Kadang anak -anak tersebut sengaja pergi keujung jalan untuk berlari lalu mencebur kelaut. Kavi, Feya dan Tomi juga sering seperti itu waktu kecil. Mereka akan tertawa-tawa. Tapi sekarang, tawa itu jarang muncul dari hati terdalam karena himpitan beban kehidupan dan mereka asyik menjalani kehidupan yang entah kapan sampai finish menuju bahagia. Semakin dewasa, semakin terasa bahwa hidup itu sangatlah sulit.

Kavi menaiki lima buah anak tangga dan dorong pintu rumahnya yang suha mulai reyot. Rumahnya terletak di deretan paling ujung. Rumah kecil dengan peralatan seadanya itu kosong padahal hari hampir malam ibunya masih belum pulang dari jualan.

"Inka!! apakah ibu aku belum pulang dari tadi?" tanya Kavi pada Inka tetangga depan rumahnya. Inka, wanita dua puluhan itu menjulur kepalanya dijendela setengah terbuka.

"Belum! dari tadi aku belum ada melihat ibumu Kavi" balas Inka. Kavi bertanya pada Inka karena Inka beraa dirumah seharian. inka baru saja melahirkan.

kavi menutup pintunya kembali dan bergegas menyusul ibunya ketempat julanan. Ia kembali menyusuri jalanan kecil menuju perumahan. Ia berpapasan dengan Feya, Tomi, Rajes dan Boli. Feya berjalan disisi Tomi sambil bercengkrama.

"Kamu mau kemana kav?" tanya Tomi.

"Menyusul ibuku Tom, ibuku masih belum pulang"

"Hampir malam kau jalan sendirian nanti kau diculik hantu laut" ujar Rajes.

"Hantu tidak bakal kuat nyulik aku, aku banyak makan" balas Kavi tidak mau kalah.

"Apa perlu ditemani Kav?' tanya Feya.

"Tidak usah Fey, dekat kok"

Kavi menolak tawaran Feya untuk menemaninya tapi siapa sangka seorang hantu berbalik langkah diam-diam mengikutinya. Hantu itu adalah Tomi.

"Kau mau kemana Tom?"

"Jalan" jawab Tomi.

"Jalan kemana?'

"Menemani kamu"

"Gak usah" Kavi melihat kebelakang, feya terlihat kecewa dengan Tomi tapi masih menyempatkan diri untuk melambaikan tangan dengan senyuman.

"Aku bisa sendiri"

'Iya, aku tau, kamu kan juga punya kaki"

Tomi berjalan disebelah Kavi. Penampilan Tomi begitu sederhana dengan sepatu butut dan celana robek bagian lutut. Yang Kavi tidak terima adalah tinggi Tomi yang menjulang disebelah Kavi padahal mereka seumuran.

"Kamu itu ketinggian! jauh -jauh sana" Kavi mendorong Tomi agar jauh darinya.

Tomi tertawa, Kavi sewot karena tubuhnya masih saja pendek. Ia meraih kepala Kavi dan menarik mendekatinya aku tinggi supaya bisa melindungi kamu, jangan iri"

"Aku tidak iri, kamunya saja yang merasa" Kavi tidak bisa lolos dari kungkungan Tomi yang merangkulnya sambil jalan. Kavi merasa hanya pada dialah Tomi yang begini, kalau dengan Feya, Tomi tidak pernah terlalu akrab. Mungkin karena Tomi dan Kavi terlalu akrab makanya begitu.

"Kamu ingat waktu kita habis mencuri gulali dipasar?" tanya Tomi tertawa. Bagaimana Kavi lupa tentang hal itu. Ia dan Tomi pernah mencuri waktu kecil karena tidak punya uang. Waktu itu mereka tidak jauh beda dari sekarang. Seperti anak gembel dan tidak punya uang. Karena panik, Ia dan Tomi mencebur kelaut dan tidak muncul selama berjam-jam. Orang-orang yang mengejar akhirnya mencemaskan mereka. Sampai semua orang kampung nelayan ikut panik.

"Karena kamu kita hampir saja out" balas Kavi.

"Itu sangat melekat dingatan aku Kav, hanya karena permen kita mengadu nyawa, ternyata hidup kita tidak semudah itu lalu menyusul peristiwa lainnya yang membuat kita berdarah-darah, akankah dimasa mendatang kita mempunyai kehidupan yang cerah?"

"Entahlah.."

"Tapi apapun kehidupan kita aku harap kita masih bersama untuk saling menguatkan"

Kavi setuju, pikirannya terlalu naif dengan ucapan Tomi. Ia tidak mengangkap ihwal apapun. Ia juga tidak menyadari betapa jantung Tomi sudah marathon jauh.

Mereka melewati jalanan tepi pantai dimana anak-anak kecil dan orang-orang biasa berkumpul sekedar menghilangkan jenuh. Tidak jauh dari mereka ada sebuah resort mewah yang tidak pernah sepi pengunjung. Orang-orang kelas atas selalu bersiliweran dengan mobil mereka. Tempat itu bagai bertemunya bumi dan langit. Orang perkampungan jarang kesana termasuk Kavi.

Seorang wanita paruh baya berjualan makanan dan aksesoris dari laut dibawah lampu jalanan. Ia dikelilingi oleh anak kecil yang sedang jajan. Kelelehan diwajah wanita iu berganti dengan sumringah. Mungkin karena baru sekaranglah jualannya agak laku sejak tadi pagi.

"Hey nak! kamu kesini?" sapa wanita itu pada Kavi.

"Iya ibu, ibu belum pulang"

"Sebentar lagi"

Kavi melihat ada banyak aksesoris dari kerang laut yang masih berjejeran di lapak ibunya. Ada bermacam cindera mata yang dibuat oleh kampung nelayan yang dititipkan untuk dijual. Ada kalung, gelang dan bermacam bentuk hewan.

Ia membantu ibunya melayani anak-anak yang belanja. Ia ikut meracik bumbu sedangkan Tomi menunggunya duduk diatas pagar pembatas yang biasa digunakan orang-orang untuk duduk.

Sebuah mobil mewah berhenti didepan mereka dan seorang wanita cantik turun dari sana. Wanita itu melihat aksesoris kerang dengan berbagai macam bentuk. Kavi meninggalkan pekerjaannya dan melayani perempuan tersebut dengan ramah.

"Silahkan dilihat nyonya, ada bermacam bentuk, silahkan nyonya pilih mana yang suka,..selain cantik juga tahan lama, nyonya bisa menghadiahkan untuk orang tersayang"

"Aku ingin yang berbentuk burung itu " wanita tersebut menunjuk sebuah kerajinan tangan berbentuk burung dengan ekor panjang berwarna kebiruan, berbulu putih dan bermahkota emas berdiri diatas rumput karang putih.

"Oh ini nyonya, ini memang sangat cantik

Kavi mengasihkan burung itu pada siwanita tersebut.

"Berapa?"

"Sangat murah nyonya, 20 keping saja"

"Aku bisa minta bantuan? tolong bungkus ini dengan rapi lalu kasihkan pada seorang anak yang bernama Dera, ia berada diresort"

Kavi tidak menolak bantuan wanita tersebut apalagi tips yang dikasihnya melebihi harga kerajinan barusan. Setelah wanita tersebut pergi, Kavi melaksanakan permintaan wanita tersebut. Ia permisi pada ibunya tanpa memanggil Tomi karena resort sangat dekat dari sana tidak perlu ditemani.

Ia membungkus kerajinan tersebut dengan rapi disebuah warung sesuai permintaan pelanggan. Setelah itu ia menghampiri resort tersebut.

"Kamu ada keperluan apa nona?" tanya beberapa orang security dipintu masuk bertanya pada Kavi.

Kavi memperlihatkan pesanan pada mereka dan barulah mereka membukakan gerbang.

Meskipun Kavi sering berada dipantai tapi aura resort tersebut sangatlah berbeda. Perpaduan keindahan alam dan campur tangan manusia berseni tinggi bertemu disana. Kamar pengunjung terpisah berjauhan sepanjang pantai. Ada jalanan pesepeda yang sangat mulus dengan pohon palm dan rerumputan hijau sampai ke lapangan golf. Arah pantai berjejer payung-payung tempat duduk santai dan ada banyak olahraga laut didepannya. Dibelakang resort tersebut ada kolam renang menyatu dilautan.

Jadi orang kaya itu sangatlah enak, mereka menikmati kehidupan yang sesungguhnya. Mereka tidak akan pernah memikirkan apa yang akan mereka masak hari ini. Terbukti para pengunjung disana sangatlah berbeda dengan orang kampung nelayan. Tubuh pria mereka lebih tinggi dan bersih lalu para wanitanya cantik, kinclong dan harum serta memakai pakaian terbaik.

"Aku mencari seorang anak yang bernama Dera, ada titipan untuknya" ujar Kavi pada resepsionis yang cantik.

"Seorang anak? apa nona tidak salah?"

"Tidak,...seorang wanita meminta aku untuk mengantar ini, mungkin saja wanita itu ibunya"

"Maaf, disini hanya ada seorang yang bernama Dera, dan dia berada dikamar 334"

"Oh begitu ya, saya akan mengantarkan pesanan ini, terima kasih nona" Kavi berjalan keluar dari ruangan tersebut dan mencari kamar resort tempat menginap bernomor 334 sepanjang pantai. Kamar resot bergaya tradisional. Tiap kamar resort terbuat dari kayu pilihan berwarna coklat tua dan dengan atap ijuk yang dirangkai cantik sedemikian rupa. Disetiap penginapan resort ada teras kecil menghadap kelaut.

Akhirnya Kavi menemukan tempat yang ia cari. Nomor 334 terpampang didepan kamar. Sejenak ia ragu untuk mengetuk pintu. Ini tempat wisata, banyak yang membawa pasangan kesana.

Baru saja Kavi mengangkat tangan hendak mengetuk pintu. Pintu terbuka dengan sendirinya. Seorang gadis cantik keluar dari dalam dengan wajah cemberut.

"Seina, tunggu!"

Gadis itu tidak menghiraukan panggilan dari dalam ia terus melenggang pergi. Meskipun marah gadis itu tetap anggun berjalan.

"Sania!! kau salah paham!!"

Seorang pria mengikuti gadis itu dan berteriak dari teras.

"Tunggu Sania!"

Pria itu menghembuskan nafas dan mengusai rambutnya dengan kesal sebelum ia menyadari ada orang asing disana.

"Kau?"

menjadi penyebab

Langkah Kavi tersurut karena berhadapan lagi dengan pria yang merenggut kalung dilehernya secara paksa sore tadi. Setampan apapun wajah pria kalau kasar maka akan menakutkan.

Tidak sengaja Kavi melihat kalung itu lagi tergeletak dilantai seperti dibuang. Sayang saja, benda sebagus itu dibuang apalagi belinya mahal. Kavi tidak bakal nolak kalau kalung itu dikasihkan padanya.

"Maaf! aku mencari seorang anak yang bernama Dera, ada titipian dari seorang wanita tapi mungkin saya salah kamar, disini tidak ada anak kecil kayaknya"

"Mana titipannya? sini!"

"Apa anda kenal dengan anak yang bernama Dera?"

Bukannya menjawab, pria itu malah marah "bisa tidak kamu jangan banyak tanya? saya ada urusan yang lebih penting, semua ini gara-gara kamu!"

Kavi tersentak karena pria itu menudingnya padahal ia tidak tau apa-apa. Setelah itu si pria berwajah oriental itu berlari menyusul gadis cantik yang bernama Sania tadi. Sepertinya pria itu takut kehilangan dan seperti orang gila mengejar dan memanggil nama wanita itu. Pria itu berhasil menarik wanita itu kedalam pelukannya di jalanan resort, seperti roal film yang sering ditonton Kavi dirumah tetangganya.

Kata Feya itu romantis.

Tapi kata Kavi itu adalah orang kaya banyak drama

"Mana anak yang bernama Dera? tidak mungkin anak mereka kayaknya mereka belum nikah, tapi ya sudahlah...katanya dia kenal" Kavi menaruh kado ditangannya dekat pintu. Setelah dipikir bagaimana kalau benda itu hilang. Akhirnya ia berjingkat masuk kedalam. Ia mencari-cari seorang anak kalau saja ada disana.

Kamar nya sangat bersih dan rapi. Sepreinya berwarna putih dan disudut ruangan menyala lilin aromatheraphy. Kavi tidak bisa membayangkan bagaimana enaknya tidur dengan suasana senyaman ini. Tidur diatas tikar saja enak bangat apalagi tidur dikasur empuk bersuasana adem.

Ia meletakkan kado diatas nakas. Ia kaget ada benda berbungkus dengan kotak disana. Kok bisa pasangan sebelum menikah seperti ini? dimana letak kesakralan sebuah cinta kalau menabrak batas yang tidak seharusnya. Itu bukan romantis lagi tapi sudah nafsu.

Kavi surut, lagi-lagi ia kasihan melihat kalung cantik tempo hari tergeletak dilantai. Jiwa pemulung nya meronta ingin memungut benda itu dari sana tapi takutnya sipria itu menarik kembali dengan kasar.

BRAK!!!

Kavi kaget karena pintu tertutup dan sosok pria yang pemarah itu muncul sebelum ia keluar.

"Hey kau menutup pintunya? apa kau tidak lihat aku?"

"Apa peduli aku? bukan urusan aku! kalian para wanita hanya bikin ribet! suka semaunya! padahal aku sudah berusaha dengan keras menuruti apa yang diminta!!

BRAK!!

Pria itu membanting apa saja yang ada dikamar itu termasuk kado yang tadi ia bawa. Benda itu berhamburan. Kerang-kerang yang sudah dibentuk dicat berserakan dilantai. Kavi merasa pria ini gila. Hanya karena seorang wanita ia sebegitu emosinya.

Kavi menarik pintu, tidak bisa untuk dibuka. Wajahnya memucat. Tidak mungkin ia melihat pria temperamen ini disini.

"Hey buka pintunya!" teriak Kavi melengking seperti pakai toa.

Pria yang sedang marah itu membalikkan badan dan melihat Kavi dengan nanar. Dalam takutnya Kavi menghadapi pria itu.

"Kau pria gila! apa urusan aku dengan urusan kamu, kau hanya bermasalah dengan seorang wanita kenapa kau rambah seluruh wanita yang ada dibumi ini"

"Oh ya! kau merasa begitu?" pria itu mendekat dengan seringai. Kavi mundur kebelakang. Kali ini akan mampus berurusan dengan orang tidak waras.

"Aku hanya mengantarkan pesanan kesini, kau menuduh aku? atau jangan-jangan kau juga menuduh hidup kamu yang tidak waras ini juga karena orang lain" cibir Kavi padahal lututnya sudah gemetaran.

"Kau benar-benar wanita tidak tau diri!" pria itu mencengkeram bahu Kavi keras dan Kavi meringis. Seumur-umur baru kali ini ia dikasari pria.

"Kalau bukan karena kamu memakai kalung itu kekasihku tidak akan marah dan mengatakan aku mengasih hadiah bekas, kau tau?! itu adalah hadiah untuk ulang tahun kekasih aku!"

"Kau kaya! kau bisa membelikan yang baru lagi"

"Kalau bisa dibikin dalam waktu singkat aku tidak akan sepanik ini, kau tau kalung itu hanya satu-satunya"

Kavi menelan ludah, pasti harga kalung itu tidaklah murah. Dirinya bisa mampus untuk mengganti kalung itu kembali.

"Aku tidak punya uang untuk mengganti"

"Aku tidak minta ganti rugi! kau bisa apa?kalaupun aku jadikan kau pembantu akan tujuh keturunan untuk mengganti kalung itu"

kavi makin ketakutan dan merasa bersalah. Menyesal ia memakai kalung itu jika ia ikut terseret kedalam masalah hubungan orang lain. Apalagi pria ini mungkin saja jauh-jauh sudah datang kesini untuk merayakan ulang tahun kekasihnya. Semua rangkaian acar mereka jadi gagal total termasuk,....menganggurnya benda yang tersimpan dalam kotak itu.

"Maaf, aku tidak tau! benar-benar tidak tau"

"Harusnya kamu tidak memakai apa yang bukan milik kamu! Uang aku terbuang percuma, kau lihat akibatnya? kalung itu menjadi sampah karena tubuh kotor kamu"

Kavi tidak terima tubuhnya dibilang kotor walaupun sampai saat ini belum mandi dan tubuhnye lengket karena air laut seharian apalagi bajunya belum diganti sama sekali tapi Ia balas menuding pria itu "setidaknya otak aku tidak kotor seperti kamu! kau adalah pria mesum! mengurung aku disini"

"Ccck, wanita tidak tau diri! lihatlah dirimu! apa ada pria yang sudi menyentuhmu?"

Dua kali Kavi bertemu pria ini selalu saja mengejeknya.

"Kalau begitu buka pintunya! untuk apa kamu mengurung aku disini?! kau pria menakutkan!"

"Kau punya tangan! aku bukan pelayanmu!

Kavi menarik pintu dibelakangnya, tidak bisa. Ia menggeser pintu tersebut dan barulah terbuka. Ternyata membuka pintunya semudah itu.

"Kau harus mengganti kado itu kembali, kalau tidak aku akan mengasih tau wanita itu kalau kamulah yang telah menghancurkannya"

"Pergi sana! untuk kamu ribet mengurusi hidup aku dan ibu aku! mau aku pecahkan atau aku buang terserah aku!"

Dasar pria temperamen apa salahnya dia bilang kalau dirinyalah yang bernama Dera dan Kavi tidak akan capek untuk curiga. Pantas saja kekasihnya pergi meninggalkannya. Bukannya dibujuk atau minta maaf malah marah-marah. Pria yang tidak kreatif sedikitpun.

Kavi melihat seorang gadis duduk melamun di pinggiran pantai menghadap kelaut. Gadis itu adalah gadis yang tadi. Dan Kavi kembali menghujat sipria tadi. Cinta hanya sebatas nama tanpa rasa. Atau cintanya hanyalah cinta egois dan tidak mau berusaha sedikitpun. Padahal kebanyakan wanita akan luluh dengan kata-kata dari pada dari sebuah hadiah.

Kavi akan menghampiri gadis itu untuk minta maaf. Tapi kemudian gadis itu pergi kearah resort. Dan Kavi berbelok dengan langkah gontai.

Begitu Kavi keluar, ia menemukan Tomi berdiri menunggunya di dekat pintu masuk. Senyuman Kavi mengembang, kurang baik apa lagi punya teman seperti Tomi. Tidak seperti pria aneh tadi.

"Lama sekali Kav" keluh Tomi.

"Memangnya kamu disini dari kapan?"

"Aku tadi mengikutimu"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!