NovelToon NovelToon

Elvan

001

001

Perjanjian

Jangan menilai di awal perkenalan.

.....

"ELVAN!!"

Teriakan Pak Toma guru BP SMA Angkasa Raya itu menggema di koridor kelas 11. Elvan atau Adhitama Elvan Syahreza adalah cowok paling bandel di sekolah itu, bisa disebut The Most Wanted-nya Angkasa Raya, langganan banget sama yang namanya teriakan dari Pak Toma. Guru BP dengan kumis tebal dan rambut botaknya itu membuat kesan galak sekaligus lucu. Tinggi badan Pak Toma hanya setinggi telinga Elvan, jadi cowok itu sering sekali mengejek Pak Toma.

"Kenapa sih pak, kok teriak-teriak?" tanya Elvan tenang sambil berjalan mendekati Pak Toma. Guru itu hanya mampu geleng-geleng kepala melihat kelakuan Elvan yang bandelnya minta ampun.

"Bapak sudah pernah bilang jangan terlambat! Kamu tidak lihat ini jam berapa?" tanya Pak Toma dengan gaya galaknya sambil menunjuk pergelangan tangannya.

"Ck. Ck. Ck. Pak, bapak gak bisa lihat, ya? Itu gak ada jamnya, jadi gimana saya mau tahu jam berapa," sahutnya.

"Kurang ajar kamu, ya! Saya ini guru kamu, jadi saya yang benar di sini!" marah Pak Toma yang tidak terima di bilang tidak bisa melihat. Kurang ajar sekali Elvan itu.

Sedangkan yang dimarahi justru sibuk mengorek kupingnya sambil meniup permen karetnya menjadi gelembung besar.

"Elvan!" tegur Pak Toma sambil melotot galak, "saya sebenarnya sangat malas berurusan dengan kamu. Jadi sekarang lari keliling lapangan 20 kali!"

"Nah, dari tadi dong, pak!"

Sedetik kemudian cowok itu telah berlari di lapangan upacara yang luasnya tak terkira itu dengan semangat. Entahlah, cowok itu memang aneh bin ajaib. Di mana-mana kalau dihukum pasti akan menggerutu atau malas-malasan, tapi bagi Elvan hukuman adalah teman. Hukuman adalah kegiatan yang menyenangkan. Hitung-hitung sih buat olahraga katanya.

.....

Di sisi lain, seorang cewek dengan pakaian serba rapi berjalan tertatih dengan membawa setumpuk buku laporan kegiatan OSIS. Langkahnya pelan dan sangat berhati-hati. Cewek itu adalah Aleta. Aleta Quenby Elvina, ketua OSIS di SMA Angkasa Raya, peraih medali dan piala hampir setiap bulan.

Saat ia melewati koridor kelas 10, tak sengaja matanya melirik le arah lapangan, kemudian ia mendegus dengan kasar.

"Dasar cowok bandel. Tiap hari selalu aja kena hukuman. Sampe sakit mata gue lihatnya," katanya dengan nada malas lalu melanjutkan jalannya dengan santai.

Saat hampir berbelok dia tiba-tiba dihadang oleh sekumpulan cewek dengan dandanan tak kalah heboh dengan ondel-ondel. Tiga cewek itu melotot, memerlihatkan matanya yang dilapisi dengan softlens dan juga bulu mata penuh maskaranya.

"Minggir!" perintah Aleta. Dia malas sekali jika harus berhadapan dengan fans fanatik-nya si hama sekolah itu.

"Gak akan, sebelum lo minta maaf ke Elvan!" bantah seorang cewek yang berdiri di tengah tepat berhadapan dengan Aleta. Bed bertuliskan Anita Estu R.

Aleta menaikkan sebelah alisnya bingung. "Hey, gue salah apa? Perasaan nyentuh dia aja enggak. Ogah!"

"Lo salah karena lo udah ngehina Elvan!" Kini giliran cewek yang berdiri di sisi kanan, Zananda Rista.

"Hey! Gue ngomong sesuai fakta," kata Aleta tak terima lalu menjatuhkan berkasnya sembarangan. Kini dirinya dilanda emosi penuh.

"Fakta apa? Pokoknya lo harus. minta. maaf!" perintah Bela Arista U. dengan penuh penekanan.

"Gak akan!"

"Harus!"

"Gak akan! Lo semua budeg?!"

"Lo ya! Serang guys!" perintah Anita kepada kedua temannya agar memberi Aleta sedikit pelajaran.

Dan jadilah perang ala cewek di lorong itu. Mulai dari jambak-jambakan sampai cubit - cubitan pipi, semuanya mereka lakukan. Perang ini lebih tepatnya pengeroyokan terhadap Ketua OSIS-nya Angkasa Raya.

Tanpa mereka sadari sekarang di sekitar mereka penuh dengan sekelompok siswa dan siswi yang sibuk menyoraki agar perang ala cewek mereka semakin dramatis. Entahlah mereka datang dari mana, karena seharusnya sekarang pelajaran pertama sudah dimulai.

Elvan yang sibuk berlari mendadak berhenti pada putaran kelimabelasnya. Ia lebih tertarik untuk menyaksikan peperangan itu. Dengan santai ia berlari ke pusat keramaian itu lalu menyusup agar mendapat tempat terdepan.

"Kalian ngapain sih?" tanya Elvan tanpa dosa sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Mendengar pertanyaan itu, peperangan ala cewek pun terpaksa terhenti dan mendapatkan sorak ramai dari para penonton.

"Eh ... Elvan!" sahut Bela sibuk merapikan penampilannya, begitu pula dengan kedua temannya. Sedangkan Aleta, cewek itu mendegus kesal dan berjalan mendekat ke arah Elvan.

"Lo!" tunjuk Aleta dengan melotot ke wajah Elvan, "gegara lo gue jadi kaya gini!

Elvan terpaksa melihat cewek di depannya ini dari atas hingga bawa. Buruk. Satu kata itu yang terlintas di otak gantengnya.

Bagaimana tidak? Rambut Aleta acak-acakan layaknya orang gila, baju yang keluar dari seragam dan penuh dengan lipatan. Dan apa itu? Kancing bajunya ada yang terbuka.

"Ck. Perbaiki penampilan lo. Kancing lo kebuka, dan sorry gak sengaja lihat dalemnya," bisikan Elvan santai di depan Aleta.

Mendengar bisikan setan itu Aleta langsung melotot dan memperbaiki kancing bajunya. Mukanya merah semerah tomat. Marah sekaligus malu pastinya. Padahal 'kan itu hanya kaos tanpa lengan.

"Lo berani banget, ya?!" teriak Aleta di depan Elvan.

Fans Elvan yang tak terima idolanya diteriaki seperti itu pun sudah siap untuk maju mengajar lagi. Namun, segera dicegah oleh Elvan dengan mengangkat satu tangannya.

"Gue kenapa?" tanya Elvan menaikkan satu alisnya.

"Kurang ajar!"

"Halah, semua cewek juga suka gue lihatin," kata Elvan santai lalu berjalan mendekati Aleta dengan seringai di bibirnya.

"Jangan deket-deket!" teriak Aleta galak saat mengetahui Elvan cowok genit yang kerap dipanggil pecinta banyak wanita itu hendak meraih tangannya. Tidak ada yang tidak tau jika Elvan adalah playboy unggul di SMA Angkasa Raya itu. Hampir separuh siswi penghuni SMA itu pernah ia jadikan pacar.

"Why? Semua cewek di sini pengen lho gue pengang tangannya," kata Elvan yang masih berusaha meraih tangan Aleta.

"Kecuali gue! Gue enggak sudi dipegang sama cowok playboy kaya lo," ucap Aleta mantap sambil trus berjalan mundur.

"Hari ini lo boleh nolak gue. Tapi lihat aja cepat atau lambat lo bakalan ngejar-ngejar gue!" Elvan berkata dengan nada meremehkan lalu terkekeh pelan, "camkan itu!" lanjutnya sambil mendorong pelan kening Aleta dengan jari telunjuknya.

"Gak akan!"

"Berani apa?"

"Gue bakalan tembak lo di depan lapangan upacara kalau sampe gue suka sama lo," kata Aleta penuh keyakinan dan disambut dengan sorakan heboh dari para penonton.

"Fine. Gue bakalan putusin semua cewek gue kalau sampai gue suka sama lo," ucap Elvan tak mau kalah dengan Aleta, cewek tengil yang berani menolaknya itu.

"Bubar! Semuanya bubar!" teriak Pak Toma dengan berkacak pinggang.

Sontak semua siswa dan siswi pun berhamburan memasuki kelas masing-masing. Ternyata tanpa mereka sadari, Pak Toma dan beberapa guru lainnya menyaksikan kejadian itu dari belakang siswa-siswinya.

Aleta sendiri sibuk memungut berkas yang sempat ia jatuhkan tadi, sedangkan Elvan yang malas berurusan dengan Pak Toma berniat kabur. Namun, niatnya harus terkubur dalam akibat ancaman yang Pak Toma ucapkan.

"Jangan pergi dulu Elvan, Aleta. Ikut ke ruangan saya atau saya panggil orang tua kalian!"

.....

002

002

Hukuman

Setiap orang memiliki masalah yang orang lain tidak tahu.

.....

Di ruang BK Pak Toma duduk dengan galaknya. Matanya melotot tajam menatap dua murid di depannya yang berhasil membuat onar saat jam pelajaran.

Aleta yang baru pertama kali masuk ke ruang BK itu hanya menundukkan kepala. Sesekali melirik Pak Toma takut dan juga melirik Elvan yang terlihat santai sibuk mengupil dengan kaki duduk layaknya di angkringan.

"Ni cowok sehat gak sih? Di ruang horor kaya gini bisa santai gitu?" batin Aleta sambil meringis kecil.

"Jadi apa mau kalian?" tanya Pak Toma dengan menggebrak meja.

Aleta yang mendengar langsung kaget dan menatap Pak Toma dengan takut.

Elvan? Dirinya tetap santai, menyudahi aksi mengupilnya, menurunkan kakinya, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Pak Toma.

"Bapak tahu kenapa tadi ribut?"

Pak Toma hanya menggeleng polos lalu kembali menatap tajam. "Memang kalian kenapa?"

"Ba-bapak jangan galak-galak dong. Ta-tadi yang salah tuh rombongannya Bela!" Kini giliran Aleta yang sok galak, padahal berbicara saja dirinya masih terbata-bata.

Elvan terkekeh geli mendengar Aleta berbicara seperti itu dan berhasil mendapatkan pelototan tajam dari Aleta.

"Apaan ketawa kaya gitu? Jelek tauk!" bentaknya dengan galak tanpa nada terbata. Sedangkan yang dibentak justru menaikkan alis kirinya bingung.

"Sama gue galak banget, sih? Kalau sama Pak Toma kaya kelinci."

"Lo memang pantas digalakin! Cowok palyboy yang bisanya cuma jadi hama sekolah!"

"Weh ... mentang-mentang ketua OSIS, anak kesayangan guru, dan tukang bawa besi kuningan bertulisan gak penting itu setiap bulan terus lo ngatain gue sembarangan gitu?"

"Heh, itu piala! Bodoh banget sih, pantas aja gak naik kelas tahun kemarin!"

"Lo!"

Elvan berdiri dengan geram sudah siap mengeluarkan kata-kata yang mungkin tak enak untuk didengar, apalagi oleh Aleta. Namun, sayang seribu sayang, Pak Toma sudah lebih dulu kehabisan kesabaran melihat kedua muridnya itu berdebat.

"KALIAN INI! KELUAR DAN BERSIHKAN SELURUH SEKOLAH SELAMA SATU BULAN!"

Aleta dan Elvan langsung menoleh ke arah Pak Toma, lalu melotot dengan tajam.

"Bapak bisa diam gak?!" bentak keduanya yang merasa keberatan jika aksi debat keduanya harus terhenti.

"Oh ... berani kalian membentak bapak? Oke, saya akan panggilkan orang tua kalian!" ancaman Pak Toma tak terima. Dirinya langsung mengambil telepon sekolah, menempelkannya di telinga dengan tangan mulai mengetik sederet angka.

"Jangan, pak!" teriak Aleta kencang. Takut jika ayahnya tahu dirinya masuk ke ruangan terlarang.

Bagi ayahnya, dirinya tidak boleh sesenti pun menyentuh yang namanya masalah. Dulu saat dirinya masih kecil tepatnya saat SD, dirinya pernah sekali berkelahi dan berhasil mendapatkan surat panggilan orang tua. Aleta yang masih kecil itu berhasil mendapat tamparan dan juga pukulan kasar dari sang ayah, karena dirinya telah dianggap mempermalukan ayahnya di depan kepala sekolahnya itu.

"Saya akan tetap memanggail kedua orang tua kalian," ucap pak Toma mantap tanpa menghiraukan teriakan sendu dari Aleta.

"Saya mohon pak jangan panggil ayah saya," mohon Aleta dengan suara serak dan juga air mata yang mulai mengalir.

Elvan yang melihat kejadian itu menjadi bingung. Aleta ketua OSIS itu takut ayahnya dipanggil ke sekolah? Mungkinkah dia terobsesi menjadi kebanggaan kedua orang tuanya? Atau takut namanya tercoreng dari daftar siswa teladan 2019?

"Baik. Bapak tidak akan memanggil orang tua kamu. Sebagai gantinya, kalian harus membersihkan lingkungan sekolah setiap hari sepulang sekolah selama dua bulan," ucap pak Toma yang tak tega melihat Aleta menangis hingga sesegukan di depannya. Pria itu melirik tajam ke arah Elvan yang masih sibuk memandang Aleta.

"Untuk kamu Elvan, hukuman ditambah."

Tidak ada sedemikian Elvan menoleh mendengar kata 'tambah' pada hukumannya. "Maksud bapak apa?"

"Selama dua bulan ini kamu saya hukum tidak boleh terlambat sekolah. Jika ketahuan sekali saja terlambat, saya akan panggil ibu kamu!"

"Ck. Beraninya mengancam begitu, ya? Panggil saja, saya tidak takut hanya dengan orang itu," kata Elvan malas lalu berdiri dengan kasar hingga kursi yang didudukinya terjatuh.

"Kalau bapak ingin saya tidak terlambat. Bapak punya satu cara. Stop bawa-bawa wanita itu di dalam setiap masalah saya!" lanjutnya lalu keluar dari ruang BK dengan santai.

Aleta yang melihat itu hanya mengerutkan alis bingung. Ada apa Elvan dengan ibunya? Apa cowok itu ingin durhaka kepada ibunya sendiri?

......

Bel tanda sekolah telah usai berbunyi sekitar 30 menit yang lalu. Sekarang Aleta dan juga Elvan sudah siap tempur membersihkan lingkungan sekolahnya.

Cewek itu siap dengan sapu di tangan kanan dan juga ember di tangan kirinya. Sedangkan Elvan sudah siap dengan pel dan juga serok sampahnya. Tak lupa keduanya menggunakan serbet sebagai kalung di leher mereka.

Aleta yang ingin segera pulang pun langsung ngacir ke arah lorong kelas 10 tanpa pamit. Elvan yang menyaksikan itu segera menyusulnya dengan langkah lebar.

"Heh, cewek mesin! Mau kemana sih lo?"

Aleta langsung berhenti dan menatap ke arah belakang dengan tatapan membunuh saat mendenga teriakan Elvan yang mengejeknya itu.

"Maksud lo apa?"

"Ck. Gue cuma tanya lo mau kemana, kabur?" tanya Elvan lagi dengan santainya.

"Gue gak akan kabur! Gue mau bersihin kelas sepuluh dulu."

"Owh, ikut deh!"

"No! Lo bersihin koridor kelas 11 biar cepat selesai!" tolak Aleta kasar lalu berjalan ke arah kran terdekat, mengisi embernya dengan air dan menambahkan sedikit sabun di dalamnya.

Elvan hanya mengernyit bingung melihat tingkah cewek itu. Untuk apa air itu? Bukankah dia menggunakan sapu?

Aleta sendiri masih sibuk dengan kegiatannya, kini dirinya telah bersiap mengangkat ember berisi setengah air sabun itu ke lantai koridor depan kelas 10 IPS 2. Setelah ember itu terletak sempurna, cewek itu mulai berjalan mengambil sapunya dan mencelupkannya ke dalam air sabun itu.

"Mau ngapain lo?" tanya Elvan bingung. Mungkinkah cewek di depannya ini tidak pernah membersihkan rumah? Ada-ada saja sapu dicelupkan ke air sabun.

"Punya mata 'kan? Jelas gue mau ngepel!" jawab Aleta galak masih dengan mencelupkan sapunya.

"Katanya juara olimpiade, ketua OSIS, dan siswa teladan. Tapi otaknya gak ada, ya?" kata Elvan menghina Aleta.

Aleta hanya mampu melotot tajam dan dengan kasar mengangkat sapunya yang menimbulkan air sabun itu tumpah mengenai seragam mulus miliknya.

"Argh ..." jeritnya kencang dan menggema akibat koridor yang sepi.

"'Kan tambah lagi, lo bodoh banget!" kata Elvan geleng-geleng kepala dan kini berkacak pinggang dengan pel dan serok sampah yang masih setia digenggamannya.

"Maksud lo apa, ya? Gue tuh pengen ini semua cepet kelar, hama!" ucap Aleta tajam yang ikut berkaca pinggang. Cewek itu melangkah maju mendekat ke arah Elvan dengan mata melotot tajam.

"Gak akan kelar kalau lo ngepel pake sapu! Yang ada bikin becek dan tambah kotor, beg*!"

Aleta langsung berhenti dan mengangkat tinggi-tinggi sapu yang masih meneteskan air sabut di tangan kanannya. Gadis itu meringis malu. Bagaimana mungkin ia sebodoh ini? Sial sekali dirinya, sudah basah malu pula.

"See, siapa yang bodoh sekarang?"

"Gue gak sadar!" bentaknya tak terima. Mata cantiknya itu mulai melirik kedua tangan Elvan, dilihatnya pel dan juga serok sampah itu secara bergantian.

"Kayanya gak cuma gue yang bodohnya, lo juga," kata Aleta sinis, menatap wajah Elvan yang nampak tetap putih berseri walaupun kini hari telah berganti sore.

"Mana mungkin. Jelas gue lebih pinter dibanding lo!"

"Hey!" bentak Aleta tak terima, "lo gak lihat apa yang ada ditangan lo? Alat kita ketuker!"

Refleks Elvan mengangkat kedua benda di tangannya, melihatnya dengan tatapan datar. Ah, lebih tepatnya menahan malu. Dirinya ternyata sama saja dengan gadis tengil di depannya.

"Nih!" cuek Elvan menyerahkan serok sampah itu dan berjalan mendekati Aleta dengan santai.

"Ambil jaket gue di depan ruang piket. Baju lo basah, kelihatan tuh," kata Elvan datar dan melewati Aleta yang mematung.

Sedetik kemudian cewek itu langsung melihat keadaan seragam cantiknya itu. Benar saja! Bajunya 'kan putih, tentu jika basah akan ... Tanpa pikir panjang lagi Aleta segera berlari menuju ruang piket.

Elvan langsung tertawa terbahak-bahak setelah melihat Aleta yang sudah menghilang di ujung lorong itu.

....

"Dasar cowok kurang ajar! Dua kali dia lihat, kasih tahunya selalu telat! Cowok hama playboy!" gerutu Aleta setelah ia berhasil menggunakan jaket milik Elvan yang sedikit kebesaran di tubuhnya itu. Mulut manisnya tidak henti-hentinya memaki dan juga mengerutu seperti lebah.

Cewek itu kesal. Sangat. Karena cowok hama itu dirinya harus memasuki ruang BK. Harus terlihat acak-acakan dan dipermalukan, menerima hukuman selama dua bulan penuh bersama cowok hama itu, dan kini basah semua baju cantik nan rapinya itu.

"Udah?" tanya Elvan santai saat melihat Aleta yang berjalan tergesa-gesa menuju arahnya.

"Menurut lo?" kata Aleta balik bertanya. "Mana sini gue bantuin biar cepet kelar, udah jam setengah lima!"

"Koridor ini udah bersih. Pindah."

Elvan dengan santainya membawa ember berisi seperempat air sabun dan juga kain pel itu menuju koridor kelas 11. Aleta yang masih diam itu tidak percaya. Masa sih baru sebentar sudah selesai? Yang benar saja!

Karena benar tidak percaya, gadis itu melangkahkan kakinya menyusuri koridor kelas 10. Bersih, wangi, dan mengkilat tanpa air. Gadis itu mengernyit bingung. Bagaimana mungkin dalam waktu kurang dari 10 menit koridor ini bisa sebersih ini?

Cowok jakung itu sibuk cekikikan sendiri di balik tembok dekat koridor kelas 11. Membuat ke empat temannya yang sedang membantu dirinya membersihkan lingkungan sekolah itu bergidik ngeri.

"Kenapa cekikikan sendiri sih, bos?" tanya Gavin penasaran yang diikuti anggukan dari teman lainnya.

"Gak usah kepo! Sana lanjutin!" katanya lalu menatap cewek tengil itu dengan geli. Ternyata cewek itu masih bingung.

Aleta masih sibuk mengelus lantai keramik itu, lalu mengendusnya dengan pelan, bahkan kini gadis itu sedang berkaca dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mau tidak mau Elvan tertawa pelan.

Ternyata cewek itu tidak sepintar kelihatannya.

.....

003

003

Tindakan Tak Terduga

Apa yang kamu lakukan untukku sungguh membuatku terkejut.

.....

Aleta berjalan dengan wajah galaknya. Kakinya melangkah lebar menyusuri koridor kelas 10. Dirinya benar-benar emosi karena tingkah Elvan tadi yang mempermalukan dirinya. Padahal ia kira Elvan benar-benar membersihkan semuanya sendiri sampai ia merasa seperti orang bodoh menatap lantai berkilat itu. Ternyata, ia meminta bantuan teman-temannya. Dan apa tadi? Aleta mendengar suara tawa Elvan yang tertahan saat dirinya sedang mengecek kebersihan keramik di koridor kelas 10.

"ELVAN, LO KURANG AJAR!" teriaknya melengking di sepanjang koridor.

Elvan yang berada di perbatasan koridor kelas 10 dan 11 itu langsung ngibrit lari menuju teman-temannya yang sedang sibuk membersihkan lantai.

"Kenapa sih, bos?" tanya Gavin heran melihat bosnya berlari sambil tertawa ngakak, sedangkan yang lain hanya geleng-geleng kepala.

"Nenek sihir bakalan lewat, gue hitung satu sampai sepuluh,

satu,

dua,

tiga,

empat,

lima,

enam,

tujuh,

delapan,

sembilan,

sepuluh!"

"Elvan, sini lo!" teriakan Aleta langsung menggelegar bersamaan dengan suara gesekan sepatunya dengan keramik.

Cewek itu berlari sekuat tenaga, sedangkan Elvan dan teman-temannya asik mengamatinya.

Elvan, cowok itu berdiri dengan tampang sok gantengnya, bahkan kini kedua tangannya telah sempurna masuk ke saku celananya.

"Lo cowok hama! Cowok playboy! Elvan sialan!!!" makinya sambil berlari.

"Aw-"

Bugh.

Ucapan Elvan terpotong karena Aleta telah lebih dulu terjatuh sebelum ia selesai mengingatkan.

"-was,"  lanjut Elvan dengan ringisan kecil membayangkan betapa sakitnya bokong Aleta yang menghantam keramik licin itu.

Aleta meringis dengan muka memerah. Bukan, bukan karena sakitnya terpeleset, tapi malunya itu lho. Malu. Dirinya benar-benar malu. Di sini hanya ada sepuluh 0cowok dan dirinya. Kini Aleta berhasil menjadi pusat perhatian semuanya dan berhasil membuat suasana menjadi hening.

"Whahahahaha," tawa berat milik Elvan memecah keheningan di antara mereka bersebelas yang diikuti suara tawa teman Elvan.

"Hahahaha."

Kini suara berat sepuluh cowok itu menggema. Uh, membuat Aleta semakin memerah karena malu, marah, dan sakit bercampur menjadi satu.

Cewek itu berusaha bangkit, namun sayang, kakinya terkilir dan bokong manisnya itu terasa begitu nyeri. Aleta gagal untuk berdiri, malah dirinya kembali jatuh.

Tawa mereka masih menggema bahkan ada yang tabok-tabokan karena ingin menahan tawa, tapi tidak bisa. Aleta hanya mampu meringis kecil, matanya mulai memerah berkaca-kaca. Tawa semuanya masih menggema di telinganya bahkan tawa Elvan terdengar paling keras.

Elvan sendiri sibuk tertawa terbahak-bahak. Ia tertawa sambil memerhatikan Aleta yang berusaha berdiri dengan mata yang berair. Dengan berangsur suara tawanya memelan dan dirinya melangkah pelan mendekati cewek itu.

Melihat bos mereka berhenti tertawa, terpaksa mereka juga menghentikan tawanya dan memerhatikan Elvan yang berjalan mendekati sang ketua OSIS SMA Angkasa Raya.

Elvan berjongkok tepat di depan Aleta yang masih sibuk berusaha berdiri menahan nyeri. Cowok itu dengan pelan, tapi pasti menahan kaki Aleta agar tidak bergerak.

"Jangan dipaksa, gue tahu kaki lo pasti sakit," ucapnya lembut sambil melepas sepatu milik Aleta.

Aleta dan juga teman-teman Elvan langsung terdiam memerhatikan tingkah Elvan yang tiba-tiba lembut kepada ketos kebanggaan guru itu.

"Terkilir. Tahan, ya?"

Aleta masih diam mematung memerhatikan wajah Elvan yang fokus kepada kakinya itu.

Kreg

"Aww!"

Kreg

"Ahh, sakit!"

"Udah selesai. Kaki lo coba gerakin."

Aleta seperti terhipnotis mengikuti ucapan Elvan. Dan benar kakinya tidak begitu sakit seperti tadi.

"Gak usah nangis, cengeng banget," kata Elvan sambil mengusap kedua kelopak mata Aleta dengan lembut.

Ah dan sialnya jantung Aleta berdetak lebih kencang. Bahkan pipinya mulai memerah akibat ulah Elvan yang begitu lembut padanya.

"Mau dibantu berdiri?" tawar Elvan yang kini telah berdiri dengan tangan terulur.

Dengan ragu, Aleta menerima uluran tangan Elvan. Sedikit ringisan kecil mengiringi Aleta yang hendak berdiri. Setelah berhasil, Elvan mendekatkan wajahnya ke telinga Aleta.

"Gue tahu bokong lo juga sakit. Mau sekalian diobati gak?"

Sial, sial, sial! Ia kira Elvan sudah berubah ternyata sama saja.

Wajah Aleta berhasil memanas, dengan refleks ia mendorong Elvan sekuat tenaga.

"Gak sopan! Playboy gila!" kata Aleta kesal lalu pergi meninggalkan koridor itu dengan kaki sedikit pincang.

Elvan sibuk tersenyum menatap punggung kecil milik Aleta yang terbalut jaket hitam miliknya yang nampak kebesaran.

"Ehem ..."

Dehaman dari Gavin berhasil menyadarkan Elvan. Membuat cowok itu langsung kaget dan menatap Gavin tajam.

"Ngagetin!"

"Lah siapa, bos? Gue cuma dehem aja," kata Gavin cuek.

"Lanjut guys!" perintah Elvan.

Semuanya melanjutkan kegiatan kecuali Gavin, ia berjalan mendekati Elvan dan berisik sesuatu.

"Gue tahu lo tertarik sama dia. Inget perjanjian lo sama dia, bos," ucapnya lalu menepuk bahu kiri Elvan.

.....

Di dalam kamar bercat lavender itu, Aleta sibuk memaki dengan setiap kalimat disertai aksi merobek kertasnya menjadi potongan lebih kecil menggunakan tangannya. Ah, tentu saja ia sibuk memaki, karena Aleta benar-benar kesal dengan kejadian tadi siang akibat ulah Elvan, kesayangan siswi SMA Angkasa Raya.

"Elvan jelek!"

Reg

"Elvan playboy!"

Reg

"Elvan sialan!"

Reg

"Elvan hama!"

Reg

"Elvan--"

Tek tek tek

Makian itu terpaksa terhenti karena ia mendengar kaca jendelanya seperti diketuk.

Dengan kesal Aleta melangkah pelan ke arah jendela. Ia sudah tahu siapa yang akan muncul di sana.

Dibukanya gorden berwarna putih itu, memberi isyarat kepada seseorang di luar agar sedikit mundur. Aleta mulai membuka kunci jendelanya dengan pelan, setelah itu mendorong kaca jendelanya dengan sedikit tenaga.

Seseorang itu masuk, lalu mendudukan diri di kursi belajar milik Aleta.

"Kenapa pincang gitu?" tanyanya dengan suara serak khas cowok saat melihat Aleta berjalan pincang menuju tempat tidur.

"Kepleset di sekolah jadi gini deh," katanya sambil mendudukan diri di tepi ranjang.

"Mau dipijit? Bagian mana yang sakit?" tawar cowok itu dengan sangat lembut.

Aleta yang mendengar langsung menegang mengingat bagian mana yang sakit. Ya gak mungkin 'kan pantatnya dipijit, cowok pula yang mau mijit. Jelas tidak!

"Eng ... gak perlu. U-dah enakan kok, Sa," tolaknya halus kepada Aksa.

"Oh, ya udah," kata Aksa dengan senyum.

Cowok itu beranjak dari posisinya lalu berdiri di depan jendela milik Aleta.

"Sebenarnya gue ke sini pengen ngajak lo keluar ngelihat bintang. Katanya, malam ini langit cerah jadi bisa lihat rasi bintang."

Aleta yang merasa tertarik, menyusul Aksa. Dirinya berdiri tepat di samping Aksa, matanya mendongak fokus kepada bintang di atas sana.

"Kamu benar, kita lihat dari depan balkon situ gimana?" tanya Aleta kepada Aksa yang dibalas anggukan singkat.

Aleta bergegas membuka pintu balkon kamarnya dan keluar terlebih dahulu. Sedangkan Aksa, dirinya terbengong melihat ada pintu di sana. Tak berapa lama Aksa pun mengikuti Aleta yang sudah berdiri di ujung balkon.

Mereka memutuskan untuk duduk dengan kaki tergantung di ujung balkon, keduanya asik memerhatikan langit penuh bintang di depan mereka karena kebetulan kamar Aleta terletak di lantai tiga. Entahlah Aksa bisa naik ke balkon kamarnya lewat mana, Aleta tidak peduli. Yang penting cowok itu selamat tanpa lecet sedikit pun.

"Lo lihat deh, Ta. Itu rasi bintang Taurus," tujuk Aksa pada langit sebelah kanan Aleta.

"Lo tahu gak, di antara bintang yang menyusun Taurus, ada bintang yang paling terang," katanya sambil menunjuk letak bintang paling terang itu.

"Itu dia, Aldebaran. Besarnya 44,2 kali lebih besar dari diameter matahari," jelasnya lagi.

"Keren, gede banget dong, ya?" sahut Aleta antusias, "oiya Aldebaran 'kan nama terakhir lo, Sa?" tanya Aleta sambil menatap wajah Aksa di sebelahnya.

"Yups, Putra Aksa Aldebaran. Bangga gue punya nama itu," kata Aksa dengan bangganya.

"Emang artinya apa sih?" tanya Aleta semakin penasaran dengan arti nama milik Aksa.

"Aksa itu singkatan nama ortu gue. Akirana dan Sayif. Jadi nama gue putra dari Akirana dan Sayif yang paling terang dan berharga. Gak tahu juga sih bener apa enggak, tapi kata mama gitu."

"Oh, kalo kata ibu nama aku itu-"

"Apa?" tanya Aksa penasaran.

"Gak jadi aku ngantuk. Tidur dulu, yah?"

Aleta sudah berniat akan beranjak dari posisi duduknya, namun Aksa segera mencekal lengan kiri Aleta agar tetap di sa

"Leta,"

"Kenapa sih, Sa?"

Aleta kembali duduk di sebelah Aksa.

"Sebenernya, malam ini gue ... gue mau bilang, gue udah lama sayang sama lo," kata Aksa sedikit gugup.

Aleta yang terkejut langsung menatap wajah Aksa dengan menyelidik. Matanya sibuk memerhatikan ekspresi cowok di depannya ini.

Aksa, Putra Aksa Aldebaran. Cowok jakung berkulit sawo matang dengan rambut hitam legam senada dengan iris matanya yang berwarna hitam pekat. Wajah khas Indonesia yang cukup tampan dan memperoleh predikat the most wanted boy setelah Elvan karena keahliannya bermain voli, sama seperti Elvan. Dirinya dan Aksa sudah bersahabat lebih dari 7 tahun. Berawal dari kepindahan Aleta 7 tahun lalu karena ayahnya yang dipindah tugaskan ke kota Jogja.

"Lo ... gak bercanda 'kan, Sa?" tanya Aleta penuh selidik.

Aksa masih bergeming, cowok itu sibuk memerhatikan wajah Aleta yang begitu manis dan cantik di matanya. Cewek di depannya ini berhasil membuat jantungnya berdebar kencang untuk pertama kalinya akibat tawa lepas dari bibirnya tujuh tahun lalu.

"Sa?" panggil Aleta pelan sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Aksa.

"Aksa?" panggilnya sekali lagi. Karena kesal Aleta mendorong wajah Aksa hingga cowok itu terlonjak kaget.

"Kenapa sih?" kesal Aksa sambil mengatur degup jantungnya yang makin menggila.

"Lo serius?" tanya Aleta lagi.

"Iya. Serius. Sangat serius," katanya mantap sambil menatap manik mata Aleta.

Aleta gelagapan akibat ulah Aksa. Mata hitam itu memancarkan keyakinan dan kelembutan serta harapan. Degup jantung cewek itu bertambah cepat dan keras. Ada apa dengan dirinya?

"Tapi, Sa ... kita sahabat, gue gak mau persahabatan kita rusak."

"Hey," Aksa menangkup kedua sisi wajah Aleta dengan tangannya. Ditatapnya mata Aleta dengan lembut penuh cinta, "gue cuma mau lo tahu apa yang gue rasa, Ta. Sedikit pun gue gak bermaksud ngerusak persahabatan kita. Gue gak nuntut lo buat bales perasaan gue. Cukup lo tahu gue sayang sama elo lebih dari sahabat."

Aleta hanya mengangguk paham tanpa berniat membalas ucapan Aksa.

"Gue pamit pulang dulu, ya? Good night Leta!" pamit Aksa sambil mencubit pipi Aleta gemas, ia langsung berdiri berjalan menuju sisi kiri balkon kamar Aleta.

Aleta sendiri masih bergeming. Dirinya tidak menyangka Aksa menyatakan cintanya. Aksa, sahabat yang tak pernah ia pikirkan akan menjadi salah satu laki-laki yang akan menyatakan cinta padanya.

.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!