NovelToon NovelToon

Di Ujung Takdir

May syndrome...

May syndrome, Renata selalu menyebutnya setiap kali dia teringat semua tentang Hendra. Begitu pun saat ini kembali dia seperti terlempar ke masa 20 tahun yang lalu, saat untuk pertama kalinya dia melihat Hendra.

Saat itu dia duduk di kelas 3 SMA dan herannya kenapa sebelumnya dia tidak pernah tahu atau bahkan mengenal sosok Hendra, baik di kelas 1 atau pun 2 padahal Renata hampir mengenal semua teman teman se gengnya.

Ya geng badboys yang paling terkenal di sekolah itu, geng tukang bikin onar yang tak pernah melewatkan hari tanpa berurusan dengan guru BP.

Selalu ada saja yang mereka perbuat, mulai bolos di jam pelajaran, merokok di belakang kantin, seragam atau sepatu yang nggak sesuai aturan, bully teman ataupun adik kelas dan yang paling parah tawuran dengan siswa sekolah lain.

Hari itu seperti kebiasaan di sekolah setiap selesai tes catur wulan selalu ada kegiatan classmeeting, hari yang selalu ditunggu oleh para siswa, hari penuh keseruan mulai lomba lari, lomba nyanyi, basket 3 on 3, volley dan masih banyak keseruan yang lain.

Semua siswa ikut serta meramaikan kegiatan classmeeting ini, tiap tiap kelas mengirimkan wakilnya di setiap jenis lomba yang diadakan, sisanya akan menjadi suporter dengan berbagai yel yel yang heboh dan seru yang kadang malah lebih seru dari pertandingan yang sedang berlangsung.

Saking heboh nya kadang malah memicu konflik antar kelas, mulai saling sindir, saling ejek bahkan buntutnya bisa sampai saling adu jotos antar siswa. Kalau sudah begini biasanya geng geng badboys yang ada selalu menggunakan kesempatan untuk bikin suasana tambah panas.

Akhirnya lagi lagi harus bikin pusing guru BP, biasanya butuh waktu lumayan lama dan menguras tenaga untuk mulai meredakan suasana yang makin memanas. Asalkan para ketua geng sudah bisa diamankan dan disidang guru BP maka situasi sudah mulai terkendali, kegiatan classmeeting bisa mulai dilanjutkan kembali.

Lomba lomba kembali dimulai meskipun tak seramai seperti sebelum keonaran terjadi, bahkan mungkin tampak sepi tanpa adanya suara suara yel yel yang saling bersahutan seperti sebelumnya. Kalo sudah begini kegiatan classmeeting jadi tidak menyenangkan lagi, banyak para siswa yang meninggalkan lapangan, mereka pergi ke kantin ataupun masuk ke kelas untuk sekedar ngobrol dan bercanda seru sembari membahas keonaran yang tadi terjadi.

Bagaimana pun hasil pertandingan yang sedang berlangsung tidak lagi menjadi perhatian mereka, menang kalah tak lagi ada artinya. Kini yang mereka nantikan adalah hukuman guru BP untuk para ketua geng yang tengah disidang diruang BP.

Mereka saling menduga apakah kiranya hukuman yang akan diberikan apakah lari keliling lapangan, push up sampai puluhan bahkan ratusan kali atau mungkin lebih parahnya lagi diskors dan orang tua dipanggil ke sekolah.

Apapun hukuman yang diberikan kepada mereka sepertinya tidak membuat jera, karena kebanyakan dari mereka yang disidang guru BP adalah siswa siswa langganan yang sudah berulang kali berurusan dengan berbagai masalah.

Dari beberapa siswa itu termasuk geng badboys yang Hendra menjadi salah satu anggotanya. Walaupun terhitung cukup populer di lingkungan sekolah itu, tapi sampai kelas 3 ini Renata merasa tidak pernah melihat atau mengenalnya, entah kenapa mungkin karena kurang perhatian atau terlalu cuek dengan geng geng badboys yang memang dia anggap menyebalkan.

Cinta pada pertemuan pertama

Cukup lama juga sampai akhirnya para siswa yang ada di ruang BP keluar, tidak seperti biasanya ada yang langsung lari ataupun push up di lapangan basket. Kali ini rombongan siswa tersebut dengan santainya melintas lapangan basket seperti tidak terjadi apa-apa.

Para siswa lain yang penasaran dari tadi mulai berspekulasi kira kira hukuman apakah yang diberikan guru BP untuk mereka kali ini. Diantara siswa yang penasaran tersebut termasuk juga Renata yang saat itu tengah duduk di tangga depan kelasnya bersama Nia teman satu mejanya.

"Nia, mereka kok santai banget ya seperti nggak terjadi apa apa." ucap Renata kepada temannya itu.

"Dasar anak-anak bandel paling juga mereka diskors.." sahut Nia dengan tampang yang sengit.

"Padahal kalo diskors mereka malah seneng tuh, biasa juga pada bolos." lanjut Nia masih dengan tampang sengitnya.

"Iya juga sih itung-itung dapat libur tambahan dong,secara mereka kan anak-anak bengal yang kerap bolos." balas Renata sambil tersenyum sinis.

Sementara Renata dan Nia sibuk ngomongin anak-anak bermasalah tersebut, mereka dengan santai dan percaya dirinya melintas lapangan basket sambil tersenyum senyum, entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Dari rombongan itu ternyata ada satu cowok yang menarik perhatian Renata, ia merasa belum pernah sekalipun melihat dia di sekolah ini.

Penampilannya memang sedikit mencolok dibandingkan yang lain, tubuhnya sedikit lebih besar dan rambutnya agak gondrong dengan baju seragam yang dikeluarkan sungguh sangat berantakan menurut Renata.

Dia berpikir apa mungkin itu anak dari sekolah lain yang menyusup masuk dan juga teman dari anak-anak bermasalah tersebut.

"Nia, kenapa anak luar bisa dibiarin masuk ya..." ucap Renata kepada temannya itu.

"Anak luar yang mana maksud mu, Renata?" tanya Nia dengan nada heran.

"itu lho cowok tinggi besar yang rambutnya agak gondrong mana bajunya dikeluarin lagi, bener bener berantakan deh..." jawab Renata.

"Oh yang itu...kalo itu sih bukan anak luar, dia siswa sekolah ini juga kok." balas Nia dengan sedikit tersenyum.

"kalo gak salah dia anak kelas B, tapi namanya siapa ya aku juga lupa tuh. tapi beneran deh dia anak sini juga kok." lanjut Nia dengan meyakinkannya.

"Kalo anak kelas B harusnya aku tahu dong, tapi kenapa aku baru lihat dia sekarang kenapa gak pernah lihat selama kelas 1 atau 2 dulu." balas Renata sambil terus penasaran dan terus mencoba mencari tahu tentang cowok tersebut pada Nia.

Nia mencoba meyakinkan Renata bahwa cowok itu memang siswa sekolah ini juga, tapi Renata tetap saja tidak percaya. Bahkan sampai rombongan itu berlalu dan menghilang ke arah kantin, tetap saja dia masih gak percaya dan ngeyel kalo itu anak dari luar sekolah.

Kebetulan saat itu ada teman cowok dibelakang mereka, tanpa pikir panjang Nia langsung bertanya untuk meyakinkan Renata.

"Dwi, kamu kenal cowok yang tadi?"

"Cowok yang mana maksudmu?"

"Itu lho yang tinggi besar, rambut agak gondrong, baju dikeluarin pokoknya yang paling berantakan deh..." sahut Renata dengan cepat saking penasarannya.

"Ooo itu,...itu kan Hendra anak kelas B.kenapa kamu naksir ya?" jawab Dwi sambil tersenyum.

"Sembarangan ...ya nggak mungkinlah penampilannya aja seperti itu." sanggah Renata dengan sedikit kesal.

"Hei.., jangan ngomong begitu bisa-bisa kamu benci lho sama dia, maksudnya benar-benar cinta.... hehehehee, bener nggak Nia?" goda Dwi yang bikin Renata jadi salah tingkah.

Setelah menggoda Renata, Dwi pun berlalu meninggalkan mereka berdua sambil terus tersenyum-senyum nggak jelas hingga membuat jengkel Renata.

Untuk beberapa saat Nia dan Renata kembali ngobrol santai sembari tertawa-tawa kecil dan masih ditempat itu juga di tangga depan kelasnya.

Sampai akhirnya tanpa disangka, Dwi sudah kembali berada dibelakang mereka dan sekaligus membuat Renata benar-benar terkejut bukan main atas kelakuan teman sekelasnya itu.

"Ren, ada yang mau kenalan sama kamu nih..." ucap Dwi sambil menepuk pundak Renata dari belakang.

Betapa terkejutnya Renata begitu ia berpaling ke belakang dan melihat 'dia' sudah berdiri tepat dibelakangnya, ya 'dia' sosok cowok yang sedari tadi ia kira anak dari luar sekolah.

"Hai...boleh kenalan nggak, aku Hendra." ucap cowok itu sambil mengulurkan tangannya.

Renata masih sangat terkejut dan benar-benar nggak menyangka, dia hanya terdiam tanpa berkata apapun dan tanpa disadari mereka berdua saling bertemu pandang. Renata merasa sangat berdebar-debar saat kedua mata mereka saling menatap, ada yang aneh dengan apa yang sedang dia rasakan saat ini.

Entah apa yang ada dipikiran nya, tanpa sepatah kata pun dan tanpa membalas uluran tangan Hendra ia langsung bergegas menuju kelasnya.Nia pun lantas menyusul Renata menuju ruang kelas, meninggalkan Hendra dan Dwi yang masih berdiri dan saling memandang karena merasa sangat heran kenapa Renata malah berlalu begitu saja.

Di dalam kelas Renata hanya duduk terdiam,ia masih merasa berdebar-debar, entah mengapa ia merasa aneh dengan perasaannya saat ini, belum pernah sekalipun ia merasa seperti ini.

"Kamu ini kenapa sih, Ren?" tanya Nia tiba-tiba.

Pertanyaan Nia membuat Renata terkejut dan langsung membuyarkan lamunannya,namun ia tetap terdiam tanpa menjawab pertanyaan Nia.

"Kamu ini aneh, jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta pada pertemuan pertama...hahahaaa " goda Nia sambil mencubit pipi Renata yang kelihatan merona kemerahan.

"Apaan sih kamu ini, mana mungkinlah dia aja seperti itu..." belum sampai aku menyelesaikan kalimatku Nia menyelanya

"Seperti apa? , seperti cowok idolamu ya...hahahaaa, jangan bilang gak mungkin awas lho ntar bener kata Dwi kamu jadi benci sama dia alias benar-benar cinta."

Nia terus saja menggoda Renata dengan gaya nya yang sok tahu dan sok bener sendiri, namun Renata tetap terdiam tanpa menanggapi ucapan-ucapan temannya itu.

Dalam hati dia memang merasakan ada sensasi aneh saat dia menatap wajah Hendra untuk pertama kalinya, wajah yang selama ini belum pernah ia lihat sebelumnya. Kenapa selama ini dia tidak pernah tahu tentang dia padahal dengan teman se gengnya hampir semua ia tahu, kenapa baru sekarang ini saat sudah kelas 3 baru ia melihat nya.

Pertanyaan kenapa dan kenapa inilah yang terus menerus membuat Renata malah semakin sulit untuk melupakan sensasi aneh yang dialami nya saat bertemu dengan Hendra untuk pertama kalinya.

Dia sama sekali sudah tidak menghiraukan ucapan-ucapan Nia yang terus menggodanya, apalagi tentang hasil pertandingan dalam kegiatan classmeeting hari itu, siapa yang menang atau kalah, kelas mana yang lebih unggul, dia sudah tidak mempedulikannya.

Hingga pulang sekolah dan sampai di rumah pun ia masih terus terdiam, semalaman ia masih terus memikirkan kejadian yang dialaminya hari ini.

Ia semakin tidak bisa melupakan wajah Hendra, wajah itu seolah-olah terus membayanginya. Saat mencoba untuk menutup mata, bayangan, uluran tangannya bahkan suaranya seperti terus mengiang di telinga.

"Kenapa aku tidak bisa melupakan wajahnya, kenapa sampai saat ini pun aku masih merasa berdebar-debar, kenapa suaranya masih terus mengiang..." pertanyaan- pertanyaan itu terus saja ada dalam benaknya.

"Apa mungkin benar kata Nia dan Dwi kalo aku memang jatuh cinta pada pertemuan pertama dengannya, Hendra....cowok yang sama sekali belum pernah aku lihat sebelumnya padahal kami satu sekolah."

Entah sampai jam berapa akhirnya Renata bisa terlelap dalam tidurnya.

Surat cinta

Pagi ini Renata bangun kesiangan,dia dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Karena sudah benar benar mepet jamnya ia tak sempat lagi untuk sarapan. Langsung saja ia berangkat dan kebetulan bis yang biasa ia tumpangi sudah datang di tempat biasa, jalanan nggak terlalu ramai kira-kira 15 menit ia sudah tiba di sekolah. Meskipun begitu tetap saja dia terlambat, berlarian menuju gerbang sekolah dan syukurlah masih belum ditutup.

Berjalan menuju kelas ia merasa heran kenapa masih pada diluar, nggak seperti biasanya.

"Cie ciee...Renata," seorang teman sekelas menggodanya.

Tidak hanya satu atau dua orang tapi hampir semua menyorakinya.Renata tidak menanggapinya, ia terus berlalu masuk ke kelas.Alangkah terkejutnya ketika ia melihat ke papan tulis di depan kelasnya.

"So sweet banget ya ternyata si Hendra ini..."ucap Nia yang langsung menghampirinya.

Ternyata di papan tulis itu penuh dengan tulisan permintaan perkenalan Hendra kepada Renata. Dalam hati Renata juga merasakan betapa manisnya cowok ini, tanpa disadari dia senyum-senyum sendiri.

"Kayaknya ada yang sedang jatuh cinta ni...." kata Nia yang sedari tadi berdiri di sampingnya, disusul sorakan dari teman-teman sekelasnya.

Renata tersipu malu dia hanya terdiam tanpa menanggapi sorakan teman-temannya. Setelah membaca seluruh tulisan yang ada di papan tulis, kemudian ia mengambil penghapus dan mulai menghapus semuanya.

"Kok dihapus, Ren...sayang kan bagus lho," ujar Nia yang sempat mencegah Renata.

"Kalo gak dihapus emang ntar guru ngajar mau nulis dimana..." sahut Renata sambil terus menghapus.

Ternyata benar saja begitu selesai menghapus semua tulisan itu, Pak Budi sudah masuk ke dalam kelas.

"Ada apa ini kok rame-rame, ayo semua kembali ke bangku masing-masing..." ucap Pak Budi dengan nada tinggi, beliau memang terkenal sebagai salah satu guru killer di sekolah ini.

Saat tiba jam istirahat Renata merasa enggan untuk keluar kelas.

"Nia, kalo ke kantin aku nitip roti ya...."

"Kok nitip, ayolah sekalian ke kantin. Emang kamu nggak pengin ketemu Hendra?"ujar Nia sambil menarik tangan Renata.

"Nggaklah aku nitip aja, baru males nih. Lagian nggak usah deh sebut-sebut dia." jawab Renata sambil mencubit lengan Nia.

Sebenarnya dalam hati Renata, ia juga ingin sekali bertemu dengan Hendra, tapi ia merasa gengsi, maklumlah ia memang dikenal sebagai cewek yang suka jual mahal, itu yang sering teman-temannya bilang. Sebenarnya saat ini dia berharap Hendra berjalan di depan kelasnya saat menuju kantin, walaupun dari kejauhan ia ingin melihatnya.

Di tengah-tengah lamunannya itu tiba-tiba Nia muncul dengan berlari kecil.

"Ren...., lihat ini " kata Nia sembari menyodorkan lipatan kertas yang ada di tangannya.

"Apa sih kok heboh banget," jawab Renata dengan gaya cuek nya.

"Ini lihat kamu dapat surat dari Hendra, ayo cepetan di baca." Nia tampak sangat penasaran.

"Surat apaan itu sih cuma lipatan kertas doang, kalo surat itu ada amplopnya..." jawab Renata sambil menepis tangan Nia. Tanpa disangka secepat kilat Nia berlari menuju ke kantin lagi.

"Dasar sok jual mahal kamu, Ren." ujar Nia sekembalinya dari kantin dengan tampang sengit.

"Siapa yang jual mahal, emang bener kan kalo surat bukan gitu bentuknya." sanggah Renata.

"Halahhh..., Ren itu cuma bisa bisanya kamu aja, padahal aku tahu kalau kamu naksir juga kan sama Hendra, nggak usah ngeles lah aku udah lama kenal kamu, jadi aku tahu gimana perasaanmu saat ini." Nia terus saja ngomel pada Renata.

Mereka berdua masih terus berdebat saat tiba-tiba Dwi masuk ke kelas dan menghampiri bangku mereka.

"Rena, ini ada titipan surat dari Hendra, ini sudah ada amplopnya lho." ucap Dwi sambil menyerahkan sebuah amplop surat berwarna pastel yang manis dan wangi.

"Makasih ya Wi,..." jawab Renata sambil menerima surat dari tangan Dwi.

"Oh ya Ren, Hendra bilang ia ingin segera mendapat balasannya." kata Dwi sambil berlalu keluar dari kelas.

Renata memegang surat itu dengan sedikit gemetar, jantungnya berdegup kencang. Dengan perlahan ia mulai membuka amplop dan mulai membaca tulisan di kertas berwarna biru. Jantungnya berdegup semakin kencang, tapi senyumnya terlihat semakin lebar. Baru kali ini dia mendapatkan surat cinta dari seorang cowok yang memang sedang menarik hatinya.

"Cie ciee... bacanya sambil cengar-cengir sendiri, isinya apaan sih..." ucap Nia sambil berusaha untuk mengintip isi surat tersebut.

"Kepo aja kamu ini, rahasia lah..." jawab Renata sambil melipat kertas berwarna biru agar tidak bisa dibaca oleh temannya itu.

Renata merasa bahagia luar biasa, berkali-kali ia membaca surat itu bahkan saat pelajaran berlangsung ia menyelipkan surat itu di buku dan membacanya sambil tersenyum senyum.

Sesampainya di rumah ia langsung membuka amplop itu dan membacanya lagi, ia mulai berfikir apa yang harus di tulisnya untuk membalas surat itu.

Dalam surat itu Hendra mengenalkan dirinya, Renata tersenyum lebar ketika melihat di surat itu tertulis "TTL : Mbah dukun, 29 Mei..."

"Ternyata di balik wajahnya yang sedikit sangar itu dia punya sisi humoris juga." gumamnya dalam hati.

Malam semakin larut sampai akhirnya Renata bisa menyelesaikan balasan surat buat Hendra, meski begitu ia tetap saja tidak bisa tidur.Bayangan Hendra tidak bisa dihilangkan dari benaknya.

"Ya Allah,aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya..."

###

Pagi hari sesampainya di sekolah, Renata langsung menemui Dwi dan menitipkan surat balasan untuk Hendra.

"Dwi, tolong nitip ya berikan ke Hendra"

"Siap... langsung paket kilat khusus. Balasan ditunggu secepatnya nggak?" goda Dwi sambil tersenyum senyum.

Tanpa diduga ternyata benar-benar paket kilat khusus, pagi hari dikirim ternyata siang hari pas pulang sekolah Renata kembali mendapatkan surat cinta nya lagi. Kali ini ia tidak langsung membukanya, ia ingin segera pulang dan membaca surat itu sambil rebahan di kamarnya. Suasana pun mendukung cuaca yang tidak terlalu panas bahkan sedikit mendung membuat perjalanan pulangnya tidak begitu melelahkan.

Setibanya di rumah Renata bergegas mandi, tanpa menghiraukan panggilan ibunya untuk makan siang ia langsung mengunci diri di dalam kamarnya.

"Rena, makan dulu...." panggil ibunya dari arah dapur.

"Nggak lapar kok, Bu....Rena capek mau langsung tidur aja." jawab Renata untuk memberikan alasan ke ibunya.

Perlahan ia mulai membuka amplop, dan sebelum membacanya ia mencium kertas berwarna biru dengan aroma wangi yang romantis menurutnya.

Ternyata isi surat kali ini lebih membuat Renata berbunga-bunga, ia tampak senyum-senyum sendiri namun jantungnya berdetak lebih kencang dari pada saat membaca surat yang pertama.

Dalam surat kedua ini rupanya Hendra ingin bertemu langsung , dia ingin mengenal Renata lebih dekat. Hendra juga terang-terangan mengakui kalo dia naksir Renata.

Setelah selesai membaca seluruh isi surat itu, Renata malah menjadi bimbang. Dia ragu apakah Hendra adalah cowok yang bisa dipercaya, atau hanya playboy tengik yang suka merayu cewek-cewek.

Renata memutuskan untuk tidak langsung membalas surat Hendra yang kedua ini, ia ingin tahu lebih banyak lagi tentang sifat maupun perilakunya.

Besoknya saat di sekolah ia mencoba bertanya pada Dwi, yang mungkin mengenal Hendra lebih dekat.

"Dwi, bisa ngomong sebentar..."

"Bisalah, emang ada apa kayaknya kok serius banget."

"Kamu udah kenal lama sama Hendra kan, dia itu orangnya gimana sih?"

"Setahu aku sih dia orangnya baik, emang sih agak bandel dan sedikit temperamen, dia mudah banget emosi dan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tapi untuk sesama cowok ya kalo cewek aku kurang tahu."

"Dia apa pernah dekat sama cewek sebelumnya?" lanjut Renata penuh penasaran.

"Sepertinya nggak pernah sih, yang aku tahu dia selalu bareng sama gengnya itu, mulai nongkrong, bolos sekolah, main band bahkan tawuran antar pelajar sekolah lain."

"Kok ngeri juga dengernya..., ternyata dia memang sangar ya."

"Nggak juga sih coba aja kamu kenal lebih dekat dengan dia...., o iya sepertinya dia naksir sama kamu kan, Ren."

"Sepertinya sih begitu tapi aku masih belum berani dekat dengan dia."

Tanpa terasa Renata dan Dwi sudah berbincang cukup lama, sampai akhirnya terdengar bunyi bel yang menandakan jam istirahat sudah selesai. Mereka berdua kembali mengikuti kegiatan belajar sampai jam pulang tiba.

Hari itu Renata dan Nia pulang agak belakangan, mereka mendapat jatah piket kelas jadi harus membersihkan ruangan kelas sebelum pulang. Setelah selesai semuanya kelas sudah bersih mereka bersiap untuk pulang, dan tanpa diduga Hendra sudah ada di depan pintu.

"Rena, bisa bicara sebentar..." tanya Hendra dengan sedikit canggung.

"Oke deh kalo gitu aku pulang duluan ya, Ren..." tanpa menunggu jawaban, Nia langsung bergegas meninggalkan Renata dan Hendra di tempat itu.

Suasana sangat canggung, sambil duduk di tangga depan kelasnya Renata merasa sangat grogi duduk bersebelahan dengan Hendra.

"Rena, kenapa suratku yang kedua belum kamu balas?" tanya Hendra membuka keheningan di antara mereka.

"Maaf, aku belum sempat kemarin banyak PR yang harus dikumpulkan." jawab Renata memberi alasan.

"Beneran banyak PR,... atau itu cuma alasan kamu saja." ujar Hendra yang sepertinya tahu isi hati Renata.

Mendengar ucapan Hendra itu, membuat Renata terdiam, ia tak menyangka kalo Hendra tahu bahwa ia sedang beralasan saja.

"Kamu nggak percaya sama semua yang aku rasakan ke kamu saat ini , Ren?"

"Asal kamu tahu sebelumnya aku nggak pernah merasa seperti ini, entah kenapa saat pertama bertemu denganmu itu ada perasaan aneh yang selalu mengikuti, awalnya aku juga ragu apa aku pantas untuk memiliki perasaan seperti ini ke kamu, Ren."

"Aku sadar mungkin aku hanya cowok berandalan yang sering bikin masalah di sekolah bersama gengku, dan kamu mungkin tidak bisa menerima semua tingkah laku ku selama ini."

"Tapi apakah aku tidak bisa mendapat kesempatan untuk menyayangi wanita seperti kamu, Rena"

Suara Hendra terdengar sedikit bergetar, namun Renata masih terdiam ditempatnya dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Hampir saja jantung Renata copot, saat Hendra melanjutkan ucapannya.

"Renata, aku sayang sama kamu...., maukah kamu memberiku kesempatan untuk mengenalmu lebih dekat."

Tatapan mata itu serasa menembus jantung Renata, lidahnya terasa kelu hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.

"Rena, ..... tolong jawablah." ucap Hendra lirih.

"Iya ... aku berikan kesempatan untuk mu." akhirnya Renata menjawabnya dengan suara bergetar.

"Terima kasih, Rena. Aku janji untuk menjadi lebih baik lagi, aku tidak ingin mengecewakan kamu." terlihat senyuman di bibir Hendra yang ternyata cukup manis juga.

Renata membalasnya dengan senyuman yang nggak kalah manisnya. Hari itu menjadi hari yang tidak pernah bisa dilupakan, gerimis pun turun seperti ingin menjadi saksi dimulainya kisah mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!