Assalamualaikum para Readers dan para Author ini adalah karya terbaruku, sebenarnya aku mau berhenti sejenak buat nulis karena aku merasa cape ngatur waktunya tapi otakku ini tiba-tiba saja dapat inspirasi cerita baru yang bikin aku rasanya gatel kalau tidak segera dituangi dalam bentuk tulisan alhasil aku jadi lanjut nulis dan gak jadi hiatus. Inilah rasanya ketika rasa cape terkalahkan oleh keinginan yang lebih kuat untuk tetap berkarya. Ya sudahlah, kita lanjut aja ya guys tapi sebelum masuk keceritanya kita kenalan dulu yuk sama para tokohnya saat mereka masih kecil.
Nama:Rinjani (Jani)
Ket: Jani seorang gadis tomboy yang pemberani dan suka mainan laki-laki seperti main bola, karate, manjat pohon dan paling suka bikin nangis anak orang.
Nama:Gionino (Gio)
Ket: Gio anak yang cenderung banyak diam tapi dia seorang anak yang cerdas dan berprestasi, jika ada PR maka dialah yang akan mengerjakan tugasnya dan juga tugas sahabat-sahabatnya.
Nama: Rafatar (Atar)
Ket: Atar adalah seoarang anak laki-laki yang cengeng dia sering dibikin nangis dan gampang dikibulin oleh Jani dan Jho meski begitu mereka tetap bersahabat.
Nama:Azkara (Azka)
Ket: Azka adalah seorang anak paling kaya dikampung mereka, dia sering mentlaktir keempat sahabatnya, karena dia paling kaya dia yang paling royal diantara semua, dia juga orangnya sangat baik.
Nama: Jhosua (Jho)
Ket:Jho adalah anak yang paling aktif,ceria dan petakilan, dia dan Jani sering ngejailin sahabat-sahabatnya yang lain.
Itulah tokoh yang akan hadir dicerita ini tapi karakter, sifat dan fisik mereka akan berubah ketika mereka tumbuh besar.Jangan lupa untuk membudayakan tinggalkan jejak like,komen, hadiah, vote, favoritkan dan rate juga novel ini ya makasih, happy reading 😍😘
💘
💘
💘
💘
💘
Para perawat itu tengah berlari sambil membawa pasien yang akan melahirkan dengan menggunakan brankar yang didorong oleh para perawat dan dokter. Dari situ juga nampak seorang pria yang sedari tadi ikut berlari sambil terus memegangi tangan sang istri yang tengah berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan buah hatinya dengan sang suami.
Ibu muda itu lalu dibawa keruang bersalin, butuh waktu berjam-jam untuk bisa melahirkan sijabang bayi. Saat kepala bayi sudah mencapai pembukaan 10, tak berapa lama jabang bayi itu pun terlahir dan langsung menangis.
"Owaaa... owaaa... owaaa" tangisannya begitu nyaring dan kuat.
"Alhamdulillah, bayinya sudah lahir pak dan dia berjenis kelamin perempuan" ucap Dokter yang membantu persalinan ibu muda itu.
Tangisan kebahagian terlihat dari sepasang suami istri itu. Saat bayinya akan diurus tiba-tiba ibu muda itu kejang-kejang, kedua netranya menatap keatas.
"Dok, dok ini istri saya kenapa? Ko kejang-kejang gini?" ucapnya dengan setengah berteriak.
Dokter langsung menangani ibu muda itu dan si suami disuruh menunggu diluar ruangan. Dia pun keluar dengan cemas. Diluar dia terus mondar-mandir karena khawatir dan cemas pada istrinya.
Sudah cukup lama dia menunggu namun dokter belum juga keluar dari ruangan membuat pria itu makin gelisah. Tak lama datanglah tiga pria beda generasi dan langsung menghampiri si pria.
"Hadi apa istrimu sudah melahirkan?" tanya laki-laki yang paling tua diantara mereka.
"Bapak, Rani sudah melahirkan tapi setelah melahirkan dia malah kejang-kejang sekarang dia sedang ditangani oleh dokter" jawab Hadi dengan wajahnya yang sedih.
"Bagaimana bisa seperti itu Hadi?" tanya pria yang masih muda tapi lebih tua dari Hadi.
"Saya juga tidak tahu bang Toriq" jawab Hadi.
"Bang Hadi, semoga mbak Rani baik-baik aja ya" ucap laki-laki yang terlihat masih remaja.
"Iya aamiin, makasih Irwan" ucap Hadi seraya menatap sayu wajah Irwan.
Tak berapa lama dokter pun keluar dari ruangan bersalin, mereka semua langsung memburu dokter itu.
"Dok, Bagaimana keadaan istri saya?" tanya Hadi tak sabar.
Dokter itu tak langsung menjawab dia malah menatap para laki-laki beda generasi itu satu persatu kemudian Dokter itu langsung menunduk sejenak sebelum menjawab pertanyaan Hadi.
"Maaf pak, kami tim dokter sudah berusaha semaksimal mungkin tapi Allah berkehendak lain, istri bapak sudah dipanggil oleh sang kholik"
"Inalillahiwainalillahirojiun" serempak para laki-laki itu berucap.
Hadi langsung terkulai lemas saat mendengar istrinya meninggal dunia, tak terasa butir beningnya pun menetes. Pak Muiz yang merupakan bapak dari ketiga pria bersaudara itu langsung menghibur anaknya yang tengah berduka karena meninggalnya sang istri. Jenazah Rani langsung diurus untuk segera dimakamkan.
Beberapa hari kemudian.
Dirumah duka nampak tengah digelar pengajian untuk almarhumah Rani. Hadi, Toriq, Irwan dan pak Muiz juga ikut mendoakan Rani. Setelah pengajian selesai satu persatu orang-orang mulai kembali pulang. Tetangga Hadi yang dititipi bayinya lalu memberikan bayi itu pada Hadi. Saat itu Hadi nampak termangu didepan teras rumah dengan kesedihan yang amat mendalam yang terbingkai jelas diwajah Hadi.
"Hadi!"
"Eh! Iya mbak Murni ada apa?" tadinya Hadi agak kaget karena tadi melamun.
"Saya harus pulang ini sudah malam, biasanya jam segini bayi saya Jhosua suka mau tidur" ucap Murni.
Hadi langsung menggendong bayinya.
"Makasih ya mbak, sudah jagain Rinjani saya jadi ngerepotin mbak Murni"
"Iya sama-sama, saya tidak merasa direpotin ko, saya ini kan juga seorang ibu jadi saya merasa kasihan sama Jani, masih bayi sudah ditinggalkan oleh ibunya"
"Ini sudah takdir mbak, saya dan Jani akan coba ikhlas menerima kepergian Rani"
"Iya, kamu yang sabar ya dan kamu juga jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Ingat! Kamu punya Jani yang harus kamu besarkan" Murni menasehati Hadi.
"Iya mbak, makasih atas nasehatnya saya akan ingat baik-baik soal itu"
"Ya udah, saya pulang dulu ya, takut Jho nangis. Assalammualaikum" Murni pamitan pulang.
"Iya mbak, Waalaikummusalam"
Murni pun segera pulang kerumahnya. Beberapa bulan kemudian.
Pagi itu ibu-ibu sedang berkumpul dipos posyandu, disana sudah ada Murni dan bayinya Jhosua yang berusia 11 bulan. Murni nampak sedang berbincang-bincang dengan ibu-ibu lain yang nunggu giliran untuk bayinya ditimbang oleh kader dan bidan desa.
"Eh! Mbak Murni, itu Jho makin gendut aja dikasih makan apa dia, anak saya ini Atar perasaan gini-gini aja?" tanya Rumi.
"Hahaha.. mbak Rumi ini bisa aja, Jho itu ya saya kasih makan MP ASI kaya biasalah cuma dia suka lahap banget kalau makan, itu anaknya mbak Yuni si Gio paling gendut dia, makin bulet aja itu anak" jawab Murni.
Mereka lalu tertawa kecil. Ditengah-tengah obrolan ibu-ibu itu datanglah seorang ibu yang dijuluki toko emas berjalan dikampungnya karena setiap dia keluar rumah pasti memakai gelang sampai sikut, kalung yang panjang berlapis-lapis dengan liontin segede antalaihim dan jari-jarinya dilingkari cincin dengan emas berkarat-karat.
"Misi, misi, ibu-ibu tolong minggir sebentar ya, ini Azkara anaknya sultan mau diposyandu dulu" ucap Santi dengan pongahnya sambil menggendong baby Azka dengan sebelah tangan dikibas-kibaskan hingga gelang emasnya bergesekan supaya orang-orang melihat dia yang sedang pamer.
"Ih! Sombong banget ya itu si Santi mentang-mentang dia dapat suami kaya jadi kaya gitu padahal waktu kecil kita kan suka mandi bareng disungai, dia gak beda jauh sama kita blangsak juga" kata Yuni agak nyinyir.
Murni dan Rumi hanya tersenyum menanggapi ketidak sukaan Yuni pada Santi. Sementara Santi terus menerobos barisan karena tak mau mengantri hingga akhirnya agak sedikit ricuh sebab ibu-ibu yang lainnya yang ikut mengantri jadi dongkol karena diserobot Santi.
"Aduh! Ibu-ibu jangan berdesak-desakan ya, tolong mengantri dengan tertib ya" teriak salah satu kader yang mengurus ketertiban ibu-ibu yang lagi posyandu.
Tak berapa lama Hadi datang sambil membawa bayinya Rinjani, karena dirumahnya tak ada perempuan sebab ibu dan istrinya sudah meninggal dunia sementara kakaknya Toriq masih betah menduda setelah bercerai dengan istrinya sedangkan Irwan masih duduk dibangku sekolah SMA jadi dia belum punya istri, dari situ terpaksa Hadi mengurus bayinya sendiri.
"Wah! Antriannya panjang juga ya, bisa lama kita disini" keluh Hadi lalu ditanggapi oleh Rumi yang saat itu berdiri dekat Hadi.
"Iya kita datangnya kepagian jadi yang datang masih ramai, coba aja kalau kita datangnya agak siangan jadi kita gak perlu lama-lama mengantri begini"
Saat sedang mengantri tiba-tiba Jani yang saat itu berusia 7 bulan merebut camilan Atar yang sedang dimakan oleh Atar sontak itu membuat baby Atar kesal dia lalu menangis dengan suara cemprengnya.
Owaaa... owaaa...owaaaa...!
"Eh! Eh! Jani ko kamu main rebut aja makanan Atar, kamu nggak boleh gitu ya cantik" ucap Hadi sambil menarik makanan yang dipegang Jani untuk dikembalikan pada Atar.
"Eh! Nggak apa-apa mas, anak-anak itu biasalah lagian saya masih ada lagi ko camilan buat Atar, itu buat Jani aja" kata Rumi.
"Aduh! Maaf ya, mbak Rumi saya jadi gak enak hati ini" Hadi jadi merasa sungkan pada Rumi.
"Udah nggak apa-apa nggak usah sungkan begitu, Janinya mungkin pengen makan camilan Atar ya udah nggak apa-apa Atarnya juga udah berhenti nangis ko" kata Rumi sambil tersenyum.
Akhirnya Hadi membiarkan Jani memakan camilan Atar. Barisan antrian pun semakin maju kedepan mendekati para kader dan bidan yang bertugas diposyandu tersebut.
Karena Santi menyerobot jadi dia bisa duluan diposyandu hingga dia bisa pulang dengan cepat. Tapi bukan Santi namanya kalau kemana-mana tidak pamer dulu, jadi sebelum dia kembali pulang Santi ngerumpi sama ibu-ibu lain sambil pamer toko emas berjalannya.
Ketika Santi dan Azka melewati Hadi tiba-tiba tangan mungil Jani meremas kepala Azka dan menarik upluk kepalanya hingga kedua mata Azka tertutup oleh upluk. Baby Azka yang merasa risih lalu menggoyangkan kepalanya namun pikiran bayi berusia 11 bulan itu belum paham cara untuk menyelesaikan masalah ketidak nyamanannya atas ulah baby Jani.
Santi yang keasyikan ngobrol tak menyadari ketidak nyamanan Azka hingga akhirnya baby Azka menangis.
"Owaaa.. owaaa.. owaaaa..owaaa.."
"Eh! Eh! Sayang kenapa kamu menangis?" tanya Santi sambil melihat keanaknya.
"Ya ampuunn! Hadiiiiii! Ini anakmu nakal banget sih, anak saya punya dosa apa coba sama si Jani sampai diunyeng-unyeng gini" ucapnya penuh penekanan karena kesal.
Hadi langsung minta maaf pada Santi yang terus marah-marah karena anak kesayangannya diunyeng-unyeng oleh Jani sambil melepaskan tangan mungil Jani yang terus mencengkram upluk Azka. Sementara wajah baby Jani terlihat datar seperti tak punya dosa alhasil itu makin membuat Santi makin kesal.
Setelah memarahi habis-habisan Hadi dan Jani, Santi lalu pulang dengan mobil mewahnya. Hadi pun bergegas untuk segera diposyandu anaknya karena dia ingin segera pulang sebab merasa malu akan ulah bayi kecilnya itu.
Bersambung
Suasana sepi dan nampak lengang terlihat disebuah kampung dimalam itu. Tak ada warga yang beraktifitas atau pun hilir mudik di pukul 00.30 itu karena semua penghuni kampung yang berada dipinggiran kota besar ini sudah terlelap dalam mimpi indah mereka.
Lain halnya dengan sebuah rumah yang dari luar cahaya lampunya nampak temaram namun didalam rumah masih terdengar kegaduhan dari tangisan bayi kecil.
Didalam rumah. Hadi nampak kerepotan menenangkan bayinya yang terus menangis karena semalam dia demam tinggi, meski sekarang demamnya sudah turun tapi Jani masih saja menangis, hal itu sudah biasa dan wajar bagi bayi yang sedang sakit pasti dia rewel.
Hadi yang nampak kelelahan dan ngantuk karena masih belum tidur dijam segini dikarenakan baby Jani akan terus menangis kalau tak digendong, maka Jani akan sedikit tenang kalau digendong sambil jalan-jalan didalam rumah.
Toriq yang juga tak bisa tidur karena suara tangisan Jani yang super keras itu dan dia merasa kasihan pada adiknya Hadi akhirnya meminta pada Hadi untuk gantian menggendong Jani.
"Hadi kamu nampak kelelahan dan ngantuk, sini Janinya biar abang yang gendong kamu tiduran aja dulu supaya lebih fresh lagi" pinta Toriq.
"Ya udah, ini Janinya bang, maaf ya bang aku jadi ngerepotin bang Toriq"
Hadi lalu memberikan Jani pada Toriq.
"Tidak apa-apa Hadi, Jani juga sudah seperti anakku sendiri ko"
Setelah itu Hadi langsung tiduran disofa ruang tamu untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak dari rasa penat yang mendera tubuhnya.
Beberapa Jam kemudian. Jani menangis lagi karena ingin minum susu, karena Toriq tak bisa membuatkan susu formula untuk Jani sambil menggendong bayi akhirnya dia membangunkan Hadi yang masih terlelap tidur.
"Hadi, Hadi bangun! Hadi bangun" ucap Toriq membangunkan Hadi sambil menepuk bahunya Hadi.
Tak berapa lama Hadi pun terbangun, dia duduk sambil mengucek kedua netranya untuk ngumpulkan nyawanya yang masih belum terkumpul.
"Ada apa bang Toriq? Apa Jani rewel lagi?" tanyanya masih menahan rasa kantuk.
"Iya Jani rewel lagi kayanya sekarang dia mau minum susu, kamu buatin susu gih buat Jani, Abang gak bisa kalau sambil gendong Jani"
"Iya bang, tunggu sebentar ya" Hadi lalu pergi kedapur.
Tak berapa lama dia lalu kembali dari dapur dengan raut wajah sedikit cemas.
"Bang susu formulanya habis"
Toriq lalu menatap jam yang terpasang didinding, waktu saat itu menunjukan pukul 03.00 pagi.
"Kalau jam segini toko atau pun mini market pasti masih belum buka jadi gimana dong? Kasihan Jani dia pengen minum susu" ujar Toriq merasa cemas dan bingung.
Saat Hadi dan Toriq dalam kebingungan tiba-tiba Pak Muiz keluar dari kamarnya dan menghampiri mereka.
"Hadi, Toriq, Jani kenapa nangis terus?" tanya Pak Muiz.
"Bapak! Ini Jani ingin minum susu tapi susu formulanya habis kalau jam segini toko atau pun mini market pasti masih tutup, jadi kami bingung harus bagaimana" jawab Hadi.
Sejenak Pak Muiz berpikir tak berapa lama kemudian dia mulai bicara kembali.
"Hadi, bagaimana kalau kita kerumah Murni saja, dia juga kan punya bayi, kita minta Murni untuk menyusui Jani saja bukan kan Murni pernah beberapa kali menyusui Jani" saran Pak Muiz.
"Sepertinya saran bapak bagus juga.Tapi Pak, apa kita tidak akan mengganggu tidurnya Murni sepagi buta ini kita sudah membangunkannya?" tanya Hadi merasa ragu untuk minta tolong pada Murni.
"Iya emang sih! Bapak juga merasa tidak enak hati tapi mau gimana lagi dari pada Jani nangis terus karena lapar"
"Ya udah aku akan pergi kerumah Murni. Bang Toriq sini biar Jani aku gendong, bang Toriq tidur lagi aja ini kan masih pagi" ujar Hadi sambil meminta anaknya dari gendongan Toriq.
Toriq lalu memberikan Jani pada Hadi sambil berkata "Ini, Semoga Murni mau membantu kita ya"
"Iya bang aamiin, ya udah aku pergi dulu ya assalammualaikum" Hadi pamitan.
"Waalaikummusalam, hati-hati dijalannya ya Hadi" jawab salam Hadi oleh Toriq.
"Iya bang" sahut Hadi sambil berlalu pergi.
"Hadi! Tunggu! Bapak juga mau ikut nemenin kamu kerumah Murni" kata Pak Muiz seraya setengah berlari mengejar Hadi yang sudah berada diambang pintu depan rumahnya.
Mereka lalu pergi kerumah Murni yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Tapi disepanjang jalan Jani terus menangis karena tak sabar ingin cepat minum susu. Suara tangisan Jani disepanjang jalan yang gelap dan sunyi itu terdengar samar-samar hingga meremangkan bulu kuduk yang mendengar suara tangisannya dipagi buta ini.
Sesampainya dirumah Murni. Hadi langsung mengetuk pintu sambil mengucap salam pada penghuni rumah.
Tok.. tok.. tok..!
"Assalammualaikum"
Berkali-kali Hadi mengetuk pintu hingga akhirnya salah satu penghuni rumah membukakan pintu dan menjawab salam dari Hadi.
"Waalaikummusalam, Hadi! Ada apa pagi-pagi begini kerumahku?" tanya Indra yang tidak lain adalah suaminya Murni.
"Maaf kan saya mas Indra, mengganggu tidurmu dipagi buta seperti ini tapi bisakah mas Indra menolongku?" ucap Hadi.
"Minta tolong apa?"
Hadi lalu menceritakan prihal kedatangannya kerumah Indra yang tidak lain untuk meminta Murni menyusui Jani.
"Oh! begitu. Kalau begitu ayo! Kita masuk kebetulan Murni sudah bangun karena dijam segini biasanya Jhosua sudah bangun, dia suka ingin diajak ngobrol dijam segini"
"Oh! Syukurlah kalau mbak Murni sudah bangun"
Mereka lalu masuk, Indra segera memanggil istrinya dan menyuruhnya menyusui Jani sementara Jho digendong olehnya dan diajak berceloteh. Murni pun menyusui Jani. Sementara Hadi, pak Muiz dan Indra menunggu diluar kamar sambil mengajak Jhosua berceloteh.
"Wah! Jho anak yang pinter dan rewel ya dari tadi dia terus berceloteh" ujar pak Muiz.
"Iya pak, Jho emang suka banget diajak ngobrol kaya gini, pasti dia senang banget kalau diajak ngobrol"
Setelah Jani merasa kenyang dia akhirnya terlelap tidur lalu Murni membawanya keluar kamar dan memberikannya pada Hadi.
"Terimakasih ya mbak murni, sudah mau menyusui Jani kalau tidak ada mbak Murni saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada Jani" ucap Hadi.
"Iya nggak apa-apa kalau Jani membutuhkan ASI lagi datang saja kerumah kami ya" ucap Murni sambil tersenyum.
Pagi Hari kemudian.
Jani masih terlelap tidur. Seperti biasa aktifitas dipagi hari dirumah berpenghuni 4 laki-laki beda generasi dan satu bayi perempuan itu sudah diatur sesuai tugas masing-masing karena dirumah itu tidak ada perempuan dewasa mereka harus melakukan tugas seorang perempuan agar bisa nyaman tinggal dirumah itu.
"Irwan! Abang nitip Jani dulu ya sebelum kamu pergi sekolah, abang mau belanja dulu ditukang sayuran" teriak Hadi saat melewati kamar Irwan.
"Iya bang" sahut Irwan yang saat itu sedang memakai seragam sekolahnya.
Hadi pun segera mencari tukang sayur yang biasa keliling dikampungnya itu. Setelah cukup lama dia mencari tukang sayur akhirnya Hadi menemukan juga tukang sayur yang sedang mangkal dengan dikerubungi ibu-ibu yang belanja sambil ngerumpi.
Hadi langsung bergabung dan mulai memilih sayuran yang akan dibelinya. Salah satu dari ibu-ibu bercerita.
"Mbak, mbak tahu nggak semalam saya mendengar suara tangisan bayi dari luar rumah pas saya cek sambil ngintip dijendela kaca, nggak ada siapa-siapa. Ih! Seketika saya jadi merinding gitu saya langsung balik lagi tidur" tutur Yayu.
"Eh! Mbak Yayu denger juga, saya juga dengar semalam ada suara tangisan bayi pas dicek keluar nggak ada apa-apa"
"Iya saya juga dengar tapi saya tidak berani ngecek soalnya saya takut" tambah ibu yang lainnya.
"Wah! Ibu-ibu jangan-jangan itu bayi kuntilanak, saya juga denger cerita yang seperti itu dari ibu-ibu dikampung sebelah yang belanja sayuran disaya, ceritanya sama persis seperti kalian dan ternyata nih! Ada salah satu warga yang mergokin kuntilanak bawa bayi yang nangis terus. Besok paginya ada salah satu warga yang kehilangan bayinya loh" tambah tukang sayur sedikit menakut-nakuti.
"Ih! Mang supri bikin horor aja deh! Dirumah saya kan ada bayi, saya jadi takut nih" protes seorang ibu yang dari tadi cuma diam menyimak pembicaraan mereka.
"Ih! Saya serius bu Marni, ini beneran ceritanya tidak bohong" ujar tukang sayur meyakinkan ibu-ibu.
Hadi yang juga ikut mendengarkan cerita ibu-ibu itu lalu berkata dalam hatinya "Semalamkan aku yang bawa Jani yang nangis terus kerumah mbak Murni. Itu artinya mereka ngatain bayiku bayi kuntilanak dong. Hadeeeehh... "
Hadi lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah selesai belanja dia lalu kembali pulang. Sejak saat itu Jani jadi sering disusui oleh Murni, meski pun tak ada ikatan darah antara Jho dan Jani dan mereka terlahir dari orang tua yang berbeda tapi mereka sudah seperti saudara kandung karena mempunyai ikatan batin seibu persusuan. Jani dan Jho akhirnya tumbuh bersama menjadi seorang anak yang sama-sama aktif, cerewet, petakilan dan agak nakal diusianya yang masih kecil.
Bersambung
Beberapa tahun kemudian.
Pagi itu Hadi berpamitan pergi keluar kota karena urusan pekerjaan. Dirumah tak ada orang dan Jani yang berusia 3 tahun tak mungkin dibawa pergi kerja keluar kota jadi dia dititipkan ke Toriq meski disiang ini dia ada jadwal mengajar karate ditempat kursus bela dirinya dan terpakasa Jani dibawa ketempat latihan karete dari pada dia harus dibawa keluar kota oleh Hadi.
Ditempat karate Jani disuruh menunggu Om nya dipojok ruangan, sementara Om nya mengajar karate. Dia dikasih mainan biar anteng tapi, rupanya Jani tak tertarik dengan mainan yang dikasih oleh Om nya, dia lebih tertarik melihat Om nya mengajarkan karate pada anak-anak remaja itu.
Jani kecil mencoba mengikuti gerakan karate dengan gerakan rendom yang tertangkap oleh memori ingatannya. Dia terlihat sangat senang mengikuti latihan karate. Saat Om nya selesai mengajar karate Jani lalu berlari menghampiri Om nya.
"Ommm! Jani juga mau belajar kaya Om tadi" ujar Jani.
"Belajar apa Jani?" tanya Toriq pura-pura tidak tahu padahal sebenarnya dia tahu maksud keinginan Jani.
"Jani mau seperti Om begini, begini" jawab Jani sambil memeragakan gerakan karate yang tadi diingatnya.
"Hahaha..! Begitu ya, baiklah nanti Om ajarin kamu ya, sekarang kita pulang dulu kakek pasti sudah pulang setelah mengikuti rapat orang tua disekolahnya Om Irwan" ajak Toriq.
"Iya Om iya. Ayo! Kita pulang" ujar Jani sambil lompat-lompat kecil karena kegirangan.
Mereka lalu pulang kerumah. Beberapa hari kemudian. Siang itu Jani sedang bermain diteras rumah Jho bersama Jho.
"Ngeeenggngg.. ngeeengngng.. jeguar...!" celoteh Jho sambil memainkan mobil-mobilannya.
"Ih! Jho kenapa mobil aku ditabrak?" protes Jani.
"Habisnya mobil kamu lelet"
Jani yang merasa kesal lalu membalas menabrakan mobilnya dengan mobil Jho.
"Ngeeenggngg... jeguar!! Yeeeehh! Kali ini aku yang menang Jho kalah" teriak Jani kegirangan sambil lompat-lompat kecil.
"Iiih! Jani kamu curang" Protes Jho.
"Curang apaan sih! Jho? Kamu ngarang aja"
Kedua anak kecil itu akhirnya berdebat saling tak mau mengalah. Ketika mereka sedang berdebat datanglah Murni sambil membawa berbagai buah-buahan segar yang sudah dikupas dan di potong kecil-keci.
"Jho! Jani! Kalian kenapa ko pada ribut?" tanya Murni langsung melerai mereka.
"Ini bu Jani curang" jawab Jho.
"Nggak tante Jho bohong" Jani mengelak.
Jani dan Jho saling tak mau mengalah hingga mereka ribut kembali.
"Eh! Eh! Sesama saudara gak boleh kaya kitu ya, harus baikan. Kalian harus saling menyayangi tidak boleh bertengkar ya. Ayo! baikan" Murni yang sudah menganggap Jani seperti anaknya sendiri lalu melerai pertengkaran kedua bocah itu lagi.
"Ayo salaman! Nanti kalau udah salaman kita makan buah-buah ini ya"
"Asyik makan buah-buahan!" serempak Jani dan Jho berteriak kegirangan.
Jho lalu mengulurkan tangannya pada Jani sambil meminta maaf duluan.
"Jani aku minta maaf ya, kita temanan lagi yuk"
"Ayo! Jho" kata Jani sambil tersenyum dan membalas uluran tangan Jho.
"Nah! Gitu dong anak-anaknya ibu nggak boleh bertengkar ya, harus selalu rukun seperti ini. Sekarang ini kita makan bareng ya" ujar Murni sambil memberikan mangkok besar berisi buah-buahan pada mereka.
Jani dan Jho lalu memakan buah-buahan itu. Karena Murni seorang ibu yang baik, penyayang dan tulus jadi Jani pun tak pernah sungkan-sungkan padanya hingga Jani sendiri sudah menganggap Murni seperti ibunya sendiri.
Tak berapa lama datanglah Hadi yang saat itu baru pulang dari luar kota dia langsung mampir kerumah Murni karena dia melihat ada Jani main dirumah Jho.
"Assalammualaikum" sapa salam Hadi.
"Waalaikummusalam, Eh! Mas Hadi baru pulang kerja ya" jawab Murni.
"Iya Mbak, saya pulang lewat sini lihat Jani lagi main sama Jho jadi saya mampir aja kesini"
"Mereka lagi asyik makan tuh!" tunjuk Murni pada kedua bocah itu sambil tersenyum.
"Jani ini bapak kamu sudah pulang" ujar Murni pada Jani.
Jani lalu melirik ke bapaknya kemudian dia berdiri dan berlari memeluk bapaknya.
"Bapaaak! Pulaaang! Asyik!" teriak Jani sambil memburu bapaknya.
Hadi lalu memeluk putri semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.
"Jani ngerepotin tante Murni nggak? Jani nakal gak sama Jho?" tanya Hadi sambil berjongkok untuk menyeimbangkan tinggi tubuh Jani yang masih kecil dan pendek.
Jani hanya tersenyum menanggapi pertanyaan bapaknya.
"Tenang aja mas Hadi, Jani baik ko dia nggak nakal" ucap Murni.
"Baguslah kalau gitu.Oh iya Jani, bapak beliin oleh-oleh buat kamu. Jho, Om juga beliin oleh-oleh buat kamu"
"Beneran Om, Jho dapat oleh-oleh juga?" tanya Jho sumringah.
"Iya beneran. Ayo! Sini"
Jho lalu menghampiri Hadi sambil tersenyum senang, dia menanti Hadi memberikan oleh-oleh padanya.
Hadi lalu memberikan mobil remot kontrol pada Jho sedangkan Jani dikasih boneka Barbie.
"Jani nggak suka boneka Barbie Jani mau mobil kaya Jho" protes Jani sambil manyun karena tak suka sama bonekanya.
"Kamu kan anak gadis, jadi mainnya harus boneka bapak beli mobil emang itu mau dikasih kan ke Jho"
"Jani nggak mau Jani gak suka boneka. Jho kamu main boneka aja ya, aku main mobilan. Mainannya tukeran yuk" ucap Jani sambil merebut mobil-mobilan ditangan Jho lalu memberikan boneka Barbie pada Jho.
Jho lalu menatap ibunya dengan wajah sedih dan manyun, dia lalu mengadu pada ibunya sambil menangis dan memberikan boneka Barbie pada ibunya.
"Ibuuuu.. Jho gak mau main boneka, Jani malah nyuruh Jho main boneka"
Murni lalu memeluk Jho sambil berbisik "Jho jangan nangis, anak laki-laki itu tidak boleh menangis, nanti ibu beliin kamu mainan ya, mobil itu biarin buat Jani aja, udah ya sayang Jho jangan nangis lagi"
Jho akhirnya terdiam dan mengikhlaskan mainan itu untuk Jani.
"Aduh! Maafin Jani ya mbak, dia udah bikin Jho nangis" ucap Hadi merasa tak enak hati pada Murni dan Jho.
"Nggak apa-apa Jho anaknya gampang di bujuk ko" kata Murni sambil tersenyum.
"Jani kamu nggak boleh kaya gitu, bapak beli mainan itu buat Jho, buat Jani itu boneka Barbie jadi ayo! kasih mobil-mobilan itu ke Jho" titah Hadi sambil melototin Jani yang saat itu menatapnya.
Jani jadi merengut dia lalu memberikan mobil remot kontrol itu pada Jho setelah itu Jani pergi dengan berlari.
"Bapak jahat!" sergah Jani sambil berlari.
"Janiii!" teriak Hadi.
"Mbak saya minta maaf ya atas sikafnya Jani"
"Iya nggak apa-apa"
"Saya kejar Jani dulu ya" kata Hadi.
"Iya..iya.. mas"
Hadi lalu mengejar Jani sambil berteriak memanggil namanya karena dia sudah tak terlihat n'tah lari kemana?
Ditempat lain gadis keci yang lagi ngambek itu terus berlari tanpa menoreh ke belakang hingga tibalah dia disebuah pohon yang disampingnya ada pos ronda. Jani berhenti dan duduk di pos ronda sambil menangis.
"Hiks.. hiks.. hiks.. bapak jahat..hiks.. hiks.. " tangis gadis kecil itu.
Tiba-tiba dari arah lain terlihat seorang anak kecil bertubuh gempal sedang berlari kocar kacir karena dikejar sama anak kecil lainnya.
"Aaaaaaa...ibuuuu! Tolooong Gio, Anjar jahat terus kejar Gioooo!" teriak anak laki-laki bertubuh gempal itu.
Jani yang mendengar lalu melirik ke arah anak laki-laki itu. Anak laki-laki yang tidak lain bernama Gio itu lalu bersembunyi dibelakang pos ronda sementara Anjar terus mengejarnya hingga melewati Jani.
Jani yang usil tiba-tiba menyelonjorkan kakinya sambil terus duduk di pos ronda, Alhasil Anjar yang tak memperhatikan keberadaan Jani langsung tersandung dan jatuh tersungkur dengan mencium aspal jalanan.
"Auh! Sakit. Huuaaaaa.. hiks.. hiks.. hiks.. mamaaa.." seketika pecahlah tangisan Anjar yang kesakitan sambil terus tengkurap.
Sementara Jani pura-pura tidak melihat dan tidak mendengar, sedangkan Gio terus mengintip Jani dan Anjar disela-sela pembatas pos ronda.Tak berapa lama Anjar pun langsung pulang kerumahnya.
Gio lalu keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Jani yang saat itu mengayun-ayunkan kedua kakinya sambil terus duduk.
"Terimakasih ya" ucap Gio sambil menunduk dan berdiri disamping Jani.
Jani hanya melirik ke arah Gio tanpa menjawab ucapan terimakasih dari Gio. Gio akhirnya duduk disamping Jani. Dengan malu-malu Gio lalu mengulurkan tangannya sambil berkata.
"Namaku Gionino panggil saja aku Gio nama kamu siapa?"
Lagi-lagi Jani masih jual mahal dia hanya melirik Gio lalu mencuekinya lagi. Sebenarnya Jani dan Gio sudah sering bertemu tapi mereka tak pernah saling menyapa dan juga tidak akrab jadi wajar kalau mereka masih tak saling kenal dan tak tahu nama satu sama lainnya. Dikala suasana menjadi hening untuk sejenak tiba-tiba terdengar suara perut keroncongan yang berasal dari perut Jani.
Krucuk.. krucuk.. krucuk..!!
"Kamu lapar ya?" tanya Gio yang tak sengaja mendengar suara perut keroncongan Jani.
Gio lalu mengeluarkan banyak bungkusan coklat kecil dari saku celananya.
"Kamu mau coklat? Ini ambil" kata Gio sambil menyodorkan segenggam coklat dari saku celananya.
"Namaku Rinjani panggil saja Jani" ucapnya sambil mengambil coklat dari tangan Gio lalu memakannya.
Gio pun tersenyum pada Jani yang akhirnya mau bersuara ketika dikasih coklat.
"Bapakku selalu melarangku memakan coklat karena takut gigiku bolong jadi aku jarang makan coklat padahal aku sangat suka makan coklat" ujar Jani lebih bersahabat lagi pada Gio.
Mereka akhirnya makan coklat bersama. Setelah satu jam berada di pos ronda Jani dan Gio akhirnya ditemukan oleh orang tua mereka, Jani dan Gio lalu dibawa pulang kerumah masing-masing karena senja akan berganti menjadi malam.
Sejak saat Itu Jani dan Gio berteman, mereka selalu main bersama dengan Jho juga, ditambah lagi Irwan itu teman sekelas adik laki-lakinya Yuni yang tidak lain adalah ibunya Gio jadi Irwan sering bawa Jani main kerumah Yuni atas permintaan Jani sekalian Irwan main kerumah teman sekelasnya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!