NovelToon NovelToon

My Hot Boss

Bos Pengganggu

"Lily, tolong aku!" Sebuah pesan masuk ke dalam handphone Lily di saat dia mulai menutup matanya.

"Sial! Dasar Boss lucknut. Aku mau tidur pun masih diberi pekerjaan. Dia kira hidupku itu punyanya. Bukankah waktu kerjaku sudah habis dan dia masih saja menyuruhku untuk bekerja," umpat Lily sembari bangun dan kembali mengambil pakaian malam untuk berpesta.

Kali ini dia memakai celana panjang dan atasan berwarna putih tanpa lengan. Tidak terlalu seksi tetapi bisa memperlihatkan kecantikannya yang alami. Rambutnya dia ikat ke atas rapi menyapukan sedikit make up dan lipstik sedikit tebal.

Dia lalu mulai keluar dari kamar dan meluncur pergi menggunakan taxi online yang dia pesan dan sudah menunggu di depan rumahnya.

"Kita ke Hotel Sultan, Pak," ucap Lily.

"Baik Nona." Sopir itu melirik ke arah Lily melalui kaca spion.

"Apa! Jangan pikir macam-macam, saya bukan wanita panggilan." Lily adalah tipe wanita yang tidak suka diperhatikan oleh pria dan dia sangat risi melihat pria memandang dirinya dengan matanya yang nakal.

"Bukan Nona. Maaf," kata sopir itu

Setengah jam kemudian Lily sampai di sebuah kamar dengan nafas terengah-engah. Dia berdiri tegak dan membenarkan penampilannya sebelum mengetuk pintu kamar itu.

Pintu tidak kunjung dibuka. Akhirnya Lily memutuskan untuk membukanya setelah mengecek ternyata pintu itu tidak terkunci.

Dia membuka pelan dan melihat pemandangan tidak senonoh antara pria dan wanita. Si pria berada di bawah sang wanita dengan dada yang terbuka. Sedangkan wanitanya sudah menyingkap dressnya ke atas sehingga segitiga pengaman itu terlihat.

"Hei, siapa kau berani-beraninya masuk kemari," hardik wanita itu bangkit. Jonathan bangkit dari tempat tidurnya.

"Aku yang harusnya bertanya, kau itu siapa?"

"Aku kekasihnya," ucap wanita itu.

"Kekasih? Sayang, jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi!" ucap Lily melipat tangan di dada.

"Maaf, Sayang dia yang merayuku datang kemari," kata Jonathan bangkit seraya memegang kepalanya.

"Merayu atau kau sendiri yang merayu. Dasar pria breu engsek!" bentak Lily.

"Apakah diriku saja tidak cukup untukmu!" lanjut Lily mendekat ke arah Jonathan dan mendorong tubuh tinggi besar itu. Ini hal yang selalu dilakukannya menyingkirkan wanita yang ingin tidur dengan bosnya karena sebrengsek bosnya dia tidak ingin tidur dengan wanita yang belum dia nikahi. Apalagi wanita murahan dia merasa risih dan jijik.

Hanya sebatas cumbuan saja tidak lebih dan Lily menjadi wasit untuk mengakhiri sesi aksi gila sang bos.

"Sayang, sungguh, dia yang menjebakku dengan obat-obatan itu. Sekarang aku butuh pelampiasan."

Lily memutar bola matanya malas lalu menatap tajam ke arah wanita yang bersama dengan Bosnya itu.

"Aku hitung sampai tiga untuk pergi dari sini jika tidak, aku akan memanggil keamanan dan membawamu ke kantor polisi karena telah menjebak kekasihku dan aku pastikan wajahmu akan dipampang di laman berita sebagai wanita panggilan!"

"Tidak... tidak perlu... ," kata wanita itu lantas mengambil tasnya dan pergi keluar dari ruangan itu dengan cepat.

Lily lalu melihat ke arah Jonathan. Wajah pria itu terlihat memerah menahan sesuatu. Dengan cepat Lily pergi ke arah telepon dan meminta es batu sebanyaknya serta seorang pria untuk datang ke ruangan itu.

"Ayo, kita ke kamar mandi," ajak Lily pada Jonatan.

"Jangan dekati aku," ujar Jonathan yang sudah melihat Lily dengan mata yang gelap.

"Kalau begitu sekarang pergi saja ke kamar mandi sendiri. Sebentar lagi akan ada petugas yang membantumu," kata Lily mundur. Dia sudah beberapa kali menangani masalah ini.

Dengan tubuh yang terasa sangat panas dan penuh hasrat Jonathan menarik kakinya dengan paksa ke kamar mandi tetapi langkahnya terhenti tatkala menatap Lily.

Dia menelan Salivanya dalam-dalam. "Lily, aku membutuhkanmu, tolong aku ... ," serak Jonathan mendekat ke arah Lily

"Bos sadar, kau jangan lakukan ini padaku atau ... ," terlambat tubuhnya di peluk oleh Jonathan dan bibirnya dilumat oleh pria itu dengan beringas.

Lily yang memang menyukai Jonatan, sekuat tenaga menekan perasaannya agar tidak memanfaatkan situasi ini.

"Jo, sadarlah," kata Lily terengah-engah. Ciuman pertamanya telah direnggut oleh pria itu dengan paksa dan tanpa perasaan. Dia menginginkannya tetapi bukan seperti ini caranya.

Bibir basah itu kini beralih ke leher jenjang wanita itu dan menghisap mencari madu kepuasan di dalamnya.

***

Pagi harinya, Jonatan mulai membuka mata. Menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam matanya. Dia menyapukan pandangan matanya ke seluruh ruangan itu dan menemukan seorang wanita menatap ke arahnya.

"Kau sudah bangun?" tanya Lily bangkit. Wanita itu memakai piyama tidur dengan rambut di gerai.

"Apa yang terjadi?" tanya Jonathan memegang kepalanya.

"Hal yang biasa terjadi jika kau terjebak dengan seorang wanita." Lily lalu mengambil sebutir obat dan air putih lalu duduk di dekat Jonathan dan menyerahkan obat itu padanya. Pria itu lalu menelan obat dan mengambil gelas dari tangan Lily lalu meminumnya.

"Apa aku melakukan tindakan itu padamu?" tanya Jonathan khawatir. Lily terdiam.

"Jika iya, aku akan bertanggung jawab," lanjutnya menunggu jawaban dari Lily. Wanita itu menghela nafas sebelum mengatakan sesuatu

"Hampir jika petugas tidak datang tepat waktu." Lily lalu mengambilkan jubah tidur untuk pria itu.

"Apakah aku melakukan hal buruk dan gila?" tanya Jonathan merasa bersalah.

"Kau hanya menciumku, tapi tidak usah dipikirkan karena aku tahu kau sedang tidak sadar karena pengaruh obat laknat itu."

"Maaf.. tidak seharusnya aku melakukan hal itu padamu."

"Sudah jangan dipikirkan. Ini resiko punya Boss seorang Cassanova. Aku harus bisa menyingkirkan wanita-wanita nakal di hidupmu. Terkadang aku lelah hanya saja yang rela membayarku mahal hanya dirimu. Namun, Sayang kau membuat diriku harus berkerja dua puluh empat jam."

"Aku akan memberi bonus untukmu nanti."

"Harus karena aku harus bekerja di tengah malam dan berbasah ria ketika membawamu ke kamar mandi." Lily mengatakannya seperti nada bicara yang biasa tidak terlihat tertekan atau canggung. Hal itu membuat hati Jonatan tenang. Tangannya dengan lincah menyiapkan makanan di meja untuk Bosnya itu.

Jonathan duduk di sofa dan menatap Lily lekat.

"Terima kasih, aku tidak tahu jika hidup tanpa dirimu."

"Lebay, " ujar Lily tersenyum. "Aku justru akan bahagia jika lepas darimu."

Jonathan mengiris sandwich dan memakannya.

"Aku akan meminta libur selama yang aku inginkan jika kau sudah menemukan seorang istri yang akan menemani hidupmu."

"Aku tidak akan membiarkannya. Pekerjaanku bisa kacau kalau kau tidak ada," ujar Jonathan.

"Aku akan jadi perawan tua jika berada di dekatmu karena tidak punya waktu untuk mencari teman kencan. Bahkan untuk tidur pun, aku hampir tidak bisa melakukannya dengan tenang. Kau selalu menggangguku dengan semua panggilanmu itu. Setidaknya jika kau sudah punya calon istri, aku tidak akan diganggu lagi oleh mu."

"Aku akan mencari seorang pria yang baik untukmu tetapi sebelumnya kau harus mencarikan aku seorang istri yang sempurna."

"Ukuran sempurna untukmu itu seperti apa?"

Calon Suami Idaman

"Ukuran sempurna untukku?" Jonathan nampak berpikir.

"Cantik, seksi, dia harus lembut, anggun, berkepribadian menarik dan bisa membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama."

"Sepertinya akan sulit mencarinya," kata Lily dengan hati yang menciut. Dia tahu diri untuk tidak jatuh cinta pada bosnya tetapi hati tidak bisa memilih kepada siapa dia akan jatuh cinta.

"Tidak sulit jika dia sudah datang. Aku hanya menunggu saat itu tiba."

"Lalu apakah jika dia sudah datang kau akan membuang semua wanitamu itu?" tanya Lily.

"Tentu saja. Pria hanya butuh satu wanita untuk menyempurnakan hidupnya."

***

"Apa tidak bisa sekali saja kau memakai dress dan memodel rambutmu?" tanya Jonathan pada Lily. Wanita itu memang manis dan cantik jika dipoles, tetapi dia hanya suka memakai celana panjang untuk setiap kegiatan walau tidak memalukan tapi gaya tomboy dalam diri Lily tidak bisa dihilangkan.

Seperti di jamuan penting ini wanita itu memakai celana panjang hitam cutbray dengan kemeja berwarna biru langit yang bagian lengannya sedikit di tekuk.

"Yang penting terlihat pantas kan, Pak? Makanya cari pasangan tetap biar kalau ada acara tidak harus membawaku sebagai pasangan," gerutu Lily.

"Ya, sudah aku akan cari calon istri dulu. Kau tunggu di sini dulu ya," kata Jonathan.

Lily meniup ringan rambutnya yang menutupi wajah. Selalu seperti itu, datang bersama, lalu di tinggal pulangnya sendiri. Ingin rasanya dia melangkah pergi sendiri.

Lily lalu duduk di bar, memesan soda dan melihat Jonathan sedang merayu para wanita. Berpikir wanita seperti apa yang bisa membuat pria itu jatuh cinta.

"Hallo, Cantik?" sapa Jonathan pada seorang wanita berpakaian dress merah yang memikat. Belahan dada rendah dengan dua buah benda padat yang besar, itu adalah mainan kesukaan bosnya. Pilih sudah faham dengan hal itu.

"Kau adalah calon istri idamanku," ucap Jonathan yang masih terdengar oleh Lily dan selalu dia katakan pada setiap wanita menarik yang ditemuinya. Apa tidak ada kalimat lain? Membosankan!

"Kau sangat manis sekali. Kenalkan namaku Casandra," kata wanita itu tersenyum menggoda. Tipe wanita murahan yang bisa dibawa ke kamar dengan begitu mudah, pikir Lily mengamati bosnya dari jauh.

"Jonathan, panggil saja Jo," katanya seraya mencium punggung tangan wanita itu.

"Apakah kau itu CEO Hotel Sultana?"

"Hmmm, pemilik dan sekaligus pimpinannya."

"Wow," ucap Casandra melingkarkan tangan dengan manja di lengan Jonathan. Ikan sudah tertangkap. Sudah pasti dia akan pulang dengan taxi sendiri nanti.

Seorang wanita datang ke acara itu dan menjadi pusat perhatian semua orang. Mata Jonathan yang jeli bila melihat wanita cantik langsung beralih pandang pada wanita itu. Dia mengabaikan Casandra yang memanggilnya dan terus mendatangi wanita itu.

Aura kecantikannya sungguh memikat, dia bagai Dewi kecantikan yang membawa cinta pada seluruh pria di dunia ini. Oh, tidak baginya saja.

Wajahnya berbentuk oval, dengan dagu yang terbelah indah. Bibir yang berisi di beri lipstik merah menggoda, membuat siapa yang melihatnya akan terpana. Hidung kecil dan tinggi, sangat sempurna. Dua mata indah berwarna hijau gelap, itu mungkin bukan warna mata aslinya tetapi terlihat sangat cocok untuk wajahnya. Dihiasi oleh bulu mata yang panjang dan lentik serta kelam, sekelam warna rambut dan alisnya yang berjejer seperti rombongan semut yang beriringan. Sepertinya tidak ada wanita yang secantik itu.

Bentuk tubuhnya terlihat jelas dalam balutan gaun berwarna emas yang menyala dengan hiasan sulaman berbentuk burung di bagian dadanya yang padat dan berisi. Tidak terlihat begitu besar namun pas untuk tubuhnya.

Gaunnya yang bermodel backless menampilkan punggung indahnya. Siapa dia? Dari mana dia? Pertama bertemu saja sudah membuat Jonathan jatuh dalam pandangannya.

"Hallo, Cantik , siapa namamu? Aku tidak pernah melihatmu di sini? Parasmu yang cantik rupawan membuat siapa pun yang melihat akan jatuh cinta. Kau merupakan lambang keindahan, kecantikan, bujuk rayu, kebahagiaan dan pastinya pria yang melihat akan selalu memuja wanita sepertimu." Jonathan memegang tangan wanita itu dan mencium punggungnya. Wanita itu tersenyum geli melihat tingkah pria di depannya.

Sedangkan, Lily yang sedang meminum air sodanya tersedak ketika melihat wanita yang sedang dirayu oleh Jonathan. Dia menepuk dahinya sendiri, lalu berlari mendekat ke arah Jonathan.

"Bos... Bos... ," bisik Lily memanggil Jonathan dengan cemas menepuk bahu pria itu. Bella yang menutup mulutnya menahan senyum.

"Apa sih, Ly, kau menggangguku saja. Sana kau duduk saja dengan tenang atau kau boleh pulang." Dia mendorong wajah Lily menjauh.

Lily menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan kesal. Ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan.

"Dia itu sekretaris yang merangkap segalanya. Maaf jika mengganggu pembicaraan kita," kata Lily.

"Hai Li," sapa Bella melambaikan tangannya pada Lily membuat Jonathan terkejut. Lily membalas lambaian tangan itu dengan canggung.

"Kau kenal dengan dia?" bisik Jonathan di telinga Lily. Lily mendengus keras dengan kesal.

"Hai, Kak Bella," balas Lily mengulurkan tangannya dan disambut pelukan oleh Bella.

Jonathan membuka mulutnya lebar.

"Kenalkan Pak Boss, ini adalah Bella Danuwijaya. Putra dari Bram Wijaya pemilik dari perusahaan sawit terbesar di negeri ini dan juga salah satu pemegang saham hotel kita juga... ," perkataan Lily terhenti ketika Jonathan memberi isyarat dengan tangannya.

Rupanya wanita yang sedang dia rayu adalah anak dari relasi bisnisnya. Dia sangat malu.

"Dia yang akan mengurus kerja sama dengan perusahaan kita," lanjut Lily lagi. Jonatan menghembuskan nafas lirih dan tersenyum canggung sembari menyugar rambut ke belakang.

"Oh, jadi kau itu Jo yang sering Ayah bicarakan?"

"Sungguhkah? Apa yang ayahmu katakan?" Jonatan sangat antusias mendengarkan.

"Katanya untuk berhati-hati padamu karena korbanmu sangat banyak."

Seketika terdengar tawa keras dari Lily. Dia sampai memegang perutnya tetapi mendapat tatapan tajam dari Jonathan. Lily lalu terdiam menahan tawanya.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Bella menyentuh bahu Lily.

"Buruk karena mempunyai bos seperti dirinya. Aku bahkan tidak bisa beristirahat dengan baik," seloroh Lily dan mendapat cibiran dari Jonathan.

"Aku ini Bos paling baik dan tampan."

"Ya, kau memang selalu memberi bonus lebih tetapi menambah banyak pekerjaanku."

Hancur sudah image Jonathan di depan gadis pujaan hatinya. Dia menunduk lemas.

"Kau tahu dia selalu menyuruhku berpura-pura menjadi tunangannya agar bisa menyingkirkan wanita yang ingin tidur dengannya. Jadi kau jangan termakan isu jika bosku itu suka berbuat aneh dengan wanita karena dia adalah pria yang suka bermain dengan mereka namun tidak melakukan hal lebih. Bosku ini sedang mencari calon istri idamannya," bisik Lily di telinga Bella, membuat wanita itu menatap Jonathan dengan ekspresi yang sulit untuk dimengerti.

"Aku mengerti."

"Kalian bicara apa? Kenapa saling berbisik?"

"Membicarakan tentang betapa baiknya dirimu itu dan kau adalah calon suami idaman semua wanita." Jonathan mengangkat kerah dan menyugar rambutnya.

"Ya, itulah aku."

Jodoh Tuhan

"Rapat seharusnya sudah dimulai tetapi aku harus menunggu seseorang yang sama sekali tidak menghargai waktu," gerutu Jonathan mengetuk pena di meja dalam suatu rapat yang ditunda karena ketua komisaris mereka belum juga datang.

Pikir Jonathan yang akan datang adalah pria tua, yang botak, bertubuh tambun. Tidak mungkin wanita seksi, cantik dan muda yang bisa menimbulkan gairah kerjanya berkali-kali lipat. Dia lalu memandang bosan pada jam yang melingkar di tangannya. Entah sudah berapa puluh kali dia menatap jam itu tetapi orang yang ditunggu belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Lima menit lagi jika dia tidak datang maka aku akan meminta Pak Danu untuk mengganti orang kepercayaannya."

"Tapi Pak...?" Lily menatap ke arah pintu yang mulai terbuka.

"Kenapa? Seorang pimpinan harus tahu betapa pentingnya itu waktu. Satu hela nafas itu akan berarti jika kita melakukan sesuatu dengan benar. Jika dia tidak bisa menghargai waktu maka dia juga tidak bisa menghargai pekerjaannya! Padahal ada puluhan ribu karyawan yang bergantung pada kinerja kita di sini," ungkap Jonathan pada Lily. Dia melihat Lily meringis, tatapan matanya lurus ke arah pintu ruang rapat.

"Aku sedang berbicara padamu malah kau melihat hal lainnya," gerutu Jonathan kesal.

"Pak." Lily memberi isyarat pada Jonathan untuk melihat ke arah belakangnya.

"Ck, ada apa sih? Memang ada yang lebih penting selain aku bagimu!" Jonathan lalu menoleh ke belakang dan melihat senyuman terindah di depan matanya. Untuk sesaat dia terpana, tidak bisa mengatakan apa-apa.

"Eh, Bella. Kau datang kemari? Untuk apa? Pasti mencariku?" tanya Jonathan spontan sembari menyugar rambut samping ke belakang. Dia lupa jika masih ada di ruang rapat bersama dengan banyak orang. Lily lalu berjalan ke arah samping Bella dan menyambutnya.

"Selamat Pagi, Nona Bella, selamat datang di Perusahaan Wins Corporation. Perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan."

"Kenalkan semuanya. Dia adalah pengganti Pak Danuwijaya yang akan bertugas sebagai komisaris utama perusahaan ini."

Jonathan menutup mulutnya. Bagaimana bisa Tuhan dengan cepat mengabulkan permintaannya untuk menggantikan Pak Danu yang gemuk itu dengan wanita cantik yang tidak lain adalah putrinya sendiri. Dada Jonathan berdetak dengan cepat. Ini diluar dari ekspektasinya. Dia mendadak tersenyum sendiri sewaktu melihat dan mendengar bagaimana Bella memperkenalkan diri di depan semua orang. Dia juga menyampaikan visi dan misi yang membuat semua orang yang hadir bertepuk tangan tidak terkecuali dirinya.

"Bella, apa yang kau sampaikan tadi sangat luar biasa," puji Jonathan pada wanita itu ketika mereka makan siang bersama setelah rapat.

"Anda bisa saja, Pak Jo. Saya ini baru saja terjun ke dunia bisnis dan perlu banyak bimbingan dari senior seperti Pak Jo," ucap Bella merendah.

"Tetapi kau katakan jika kau sudah mulai terjun di dunia bisnis dari SMU?" tanya Jonathan lagi ingin mengenal lebih dekat.

"Ya, Ayah mulai mengajari kami sedari dini. Kami akan diberikan satu sektor usaha kecil. Jika kakakku di beri sebuah toko swalayan sewaktu SMU dan aku di beri sebuah cafe. Penghasilan dari cafe itu yang akan menjadi uang jajanku selama sekolah. Jika cafe itu bangkrut atau bangkrut maka otomatis aku tidak dapat uang jajan. Jadi sebisa mungkin kami harus bisa berusaha agar usaha kami menemui hasil yang memuaskan agar bisa berfoya-foya. Ha... ha...," ungkap Bella tertawa.

Jonathan dibuat terpana oleh tawa itu. "Hei, aku bercanda. Mana mungkin aku membuang uang dengan begitu mudah setelah aku tahu bagaimana sulitnya untuk mencari uang itu."

"Kalau begitu biar aku saja yang membiayai hidupmu, agar uangmu tidak usah kau gunakan."

Bella mengibaskan tangannya lalu memakan Lobster setan yang dia pesan tadi.

"Apa kau akan merayu semu gadis yang dekat denganmu?" tanya Bella.

"Kau benar," sela Lily yang dari tadi asik dengan gadgetnya dari pada makanan itu. Pekerjaannya lebih penting dari pada acara makan yang memakan waktu banyak karena Jonathan ingin membuat lama acara makan mereka.

Jonatan yang mendengar ucapan Lily langsung menendang tulang keringnya. Lily menoleh dan melihat sang bos sedang menatapnya tajam.

"Aww ...." pekik Lily.

"Kau kenapa?" tanya Bella khawatir.

"Sepertinya restoran ini tidak disemprot dengan obat pembunuh serangga. Sepertinya nyamuk sedang mengigit kakiku, terasa sakit sekali," kilah Lily seraya mengusap kakinya yang sakit.

"Nanti aku akan membuat protes pada petugas yang berjaga agar mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan benar. Jika begitu pelanggan puas dan bosnya akan senang." Ada ancaman tersirat dari kata-kata Jonathan pada Lily.

"Benar sekali apa yang Anda katakan, Pak." Lily menelan ludahnya yang tercekat.

"Aku kira ini masalah kecil tidak perlu diperbesar dan membuat mood kita jadi berantakan."

"Bella, apakah kau ada acara akhir pekan besok?" tanya Jonathan. Belum sempat wanita itu menjawab tiba-tiba handphone milik Bella yang dia letakkan di atas meja berbunyi.

Jonathan bisa melihat nama yang tertera di panggilan itu. My Love. Kenapa hatinya merasa nyeri ketika membacanya?

Apakah Bella sudah punya orang spesial dihatinya? Jika iya, dia pasti akan merebutnya kecuali wanita itu sudah menikah. Pantang baginya untuk merebut istri dari suaminya. Pamali, suatu hari karma itu pasti akan berjalan dan dia tidak ingin jika dia mempunyai istri direbut oleh pria lain. Sebelum janur kuning melengkung, dia akan memperjuangkan nasib wanita di depannya ini.

Jatuh cinta membuatnya gila, pagi siang malam. Bayangan wanita itu selalu terlintas dalam pikirannya.

Bella mengambil handphonenya. Menjawab panggilan itu.

"Hallo."

"Ya, hmmm aku akan menginap di rumahmu nanti malam," jawab Bella. Lily melirik ke arah Jonathan. Melihat wajah pias pria itu. Nampaknya, bosnya ini lebih dari sekedar tertarik pada Bella. Mungkin? Atau hanya sebatas rasa penasaran saja.

"Tunggu saja di sana, aku pasti datang setelah pekerjaanku selesai," terang Bella pada suara dalam panggilan itu.

"Iya... aku juga merindukanmu," lanjut Bella. Jonathan nampak sudah tidak berselera dengan makanannya. Lily bisa menebak perasaan Jonathan yang kecewa.

"Baiklah. Tutup teleponnya dan istirahatlah." Bella terlihat tersenyum cerah.

"I love you too." Bella lalu menutup panggilan itu dan meletakkan handphonenya di meja lagi.

Di saat yang sama Jonathan meletakkan sendok itu di atas piring. Dia menatap ke arah Lily.

"Aku akan ke toilet," ujar pria itu memundurkan kursi ke belakang dan berjalan ke arah kamar mandi.

"Kalau boleh tahu, sekarang kau tinggal di mana," tanya Lily.

"Langham residence," jawab Bella.

"Lantai berapa?"

"Lantai 17."

"Unitmu ternyata terletak di lantai yang sama dengan Pak Boss jangan-jangan malah bersebelahan," tebak Lily.

"Kau dan aku tinggal di apartemen dan lantai yang sama?" sela Jonathan antusias setelah dari toilet. "Wow, mungkin kita berjodoh jadi Tuhan mempermudah semuanya."

Lily dan Bella saling memandang dan menghela nafas bersamaan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!