NovelToon NovelToon

Adventure To The Land Of Sand And Ice Of Death

bab 1 prolog

Bulan merah bersinar terang, menerangi bumi dengan segala keindahannya. Angin malam seperti nafas manusia, berembus mengelana setiap penjuru alam.

Di sebuah ladang rumput lebat. Seperti selalu di potong dan dipelihara terlihat lingkaran sihir berwarna merah bersinar dan menjadi tontonan semua makhluk malam yang tengah mencari makan.

Dari cahaya merah itu, memperlihat empat sosok yang berdiri di sekitar lingkaran sihir. Mereka semua memakai jubah hitam dengan kerudung kerucut yang menutupi semua tubuh kecuali tangan, hidung dan bibir mereka. Semua tangan mereka di arahkan ke dalam lingkaran, seperti sedang mendorong sesuatu.

Cahaya merah seperti pilar darah terpancar tepat di tengah lingkaran itu. Saat cahaya itu menyentuh tanah, ekspresi mereka sedikit mengerut.

Ledakan gelombang merah terjadi beberapa kali sebelum akhirnya membentuk gumpalan merah di tengah-tengah lingkaran. Semua orang berjubah hitam menekan gigi dengan erat dan berusaha tetap pada posisinya berdiri.

Kejadian itu tidak berlangsung lama. Akhirnya gumpalan merah itu membentuk tubuh bayi baru lahir yang meringkuk ke atas dengan kedua mata tertutup seperti mati.

Di saat bayi itu terbentuk, semua orang sedikit tersenyum dan menghela nafas lega.

“Akhirnya kita berhasil!” Seru salah satu orang berjubah.

Semua orang mengangguk. Salah satu orang yang menjadi pimpinan mereka berjalan dan meletakan kedua tangannya di bawah bayi yang masih meringkuk itu.

Perlahan-lahan, tetapi pasti bayi itu menurun.

Saat jarak bayi itu beberapa cm dari tangan orang itu, tiba-tiba saja sebekas cahaya kuning emas mendarat dan menyebabkan gelombang angin ****** beliung di sekitar.

“Tidak, itu... Tidak mungkin!” seru orang berjubah yang tidak jauh dari bayi itu, sebelum akhirnya lenyap menjadi butiran-butiran debu, dan begitu pun yang lainnya.

Seperempat detik kemudian, lapangan rumput itu kembali normal. Tidak ada sisa-sisa empat orang tadi kecuali bayi mungil yang kini melayang jatuh dengan perlahan-lahan.

Butiran-butiran pasir putih yang entah dari mana berkumpul di bawah tubuh bayi, lalu perlahan-lahan membentuk dua tangan besar, kaki, perut lalu kepala.

“Hah, hampir saja.” Gumam seorang pria paru baya yang membopong bayi itu. Seorang pria kecil yang memiliki tubuh sedikit besar. Ia memiliki jenggot kuning panjang, wajah keriput seperti sudah berumur 80 tahunan, tumbuhnya pendek tidak lebih dari 1 meter. Pria itu memakai topi kerucut, baju kulit kusam dengan sepatu yang sangat tua seperti barang antik.

Makhluk itu bernama Dwarf atau dalam bahasa Indonesia di sebut kurcaci, makhluk yang sepertinya manusia. Hanya saja memiliki tubuh yang pendek dan tubuh sekitar 1 m. Tidak lebih dari itu.

“Hohoho bayi yang manis.” Katanya sembari melihat bayi di pelukannya. Dwarf itu kemudian pergi sembari membawa bayi itu.

...*****...

Di sebuah pegunungan yang curam dan tinggi, seorang pria paru baya sedang berdiri di salah satu puncak gunung sembari melihat sosok makhluk yang sangat besar tengah mendaki gunung itu dari belakang.

Pria itu memakai jubah hitam dengan kerudung kerucut. Di wajahnya ia memiliki kumis pendek, jenggot kuning pendek. Dan makhluk di depannya memiliki tubuh singa, kepala elang, tiga ekor ular yang bergerak- gerak dan dua sayap berkibas- kibas menciptakan angin yang cukup kencan dan mampu membuat jubah pria itu bergelombang-gelombang.

Makhluk itu meraung keras layaknya seperti singa, tetapi raungannya lebih keras, menggelegar dan mampu membuat gendang telinga manusia pecah seketika lalu mengeluarkan darah.

Makhluk itu bernama Griffin, sebuah makhluk perpaduan antara burung, singa dan ular.

Griffin memandang pria itu, dengan mata merah yang memancarkan kebencian yang mendalam. Griffin melompat-lompat mendekati pria itu.

Pria itu tersenyum. “akhir kau muncul juga.” Ucap pria itu dengan tenang seperti tidak terpengaruh oleh raungan Griffin. Nadanya normal dan sedikit bersemangat.

Pria itu mengarahkan tongkat sihirnya kemudian merapalkan sebuah mantra. Bibinya berucap sangat cepat. Suara dari bibinya tidak bisa terdengar. Bahkan dari jarak 1meter sekali pun.

Gumpalan cahaya putih selembut salju terbentuk yang semakin besar dan membesar.

Saat Griffin hendak mencakar pria itu, dengan cepat gumpalan cahaya itu melesat dan mengenai telapak kaki Griffin yang membuatnya meraung kesakitan. Memanfaatkan situasi itu, pria itu menggunakan sihir teleportasi dan muncul puluhan meter dari makhluk raksasa itu.

Pria itu lagi-lagi merapalkan sebuah mantra dan mengangkat tongkat sihirnya ke atas. Sembari merapalkan mantra gumpalan magma yang sangat panas muncul di atasnya.

Saat Griffin mendekat dengan cepat pria itu mengarahkan bola magma itu, tetapi Griffin menyadarinya dan menghindar tepat waktu.

“binatang yang pintar.” Gumam pria itu sesudah berpindah tempat yang lebih jauh.

“Apa kau bisa menghindari ini.”

Tiga bola api sebesar 10 meter melayang di atas pria itu. Saat merasa waktu sudah tepat, pria itu mengarahkannya.

Dua serangan berhasil Griffin hindari, tetapi ia tidak berhasil menghindari serangan yang terakhir, membuat kulit perutnya terbakar dan menimbulkan rasa sakit.

Griffin meraung kesakitan lalu melompat-lompat dengan lebih lincah dan cepat.

“Kemarilah.” Kata pria itu sembari berpindah-pindah tepat dari satu batu ke batu yang lainnya.

Beberapa menit kemudian, Griffin dan pria itu akhirnya tiba di hutan yang di penuhi pohon cemara yang tinggi membuat Griffin harus terbang mendekati pria itu yang sudah terdiam.

Merasa ada yang aneh, Griffin terbang menjauh, tetapi sebelum itu, lingkaran sihir raksasa berwarna merah menyala lalu menyemburkan perisai dan mengurung Griffin.

“griffin akhirnya kau milikku.” Ucap pria itu sedikit bersemangat lalu tertawa keras.

Griffin menyemburkan api ke perisai itu sekuat tenaga, tetapi serangannya tidak mempan sama sekali.

Merasa tidak bisa memecahkan pelindung itu, Griffin terbang cepat seperti elang mendekati pria itu.

“kau ingin merasakan sihir ku ya.” Pria itu mengarahkan tongkat sihirnya lalu muncul energi yang begitu kuat dan besar kemudian melesat menuju ke arah Griffin.

Griffin hendak menghindar, tetapi dengan cepat tentakel-tentakel dari energi itu menguncinya, sehingga mau tidak mau, ia harus menahan rasa sakit yang lebih parah yang membuatnya meraung kesakitan. Dari raungan itu terdengar jelas, rasa penderita yang sangat menyedihkan.

Setelah raungan dan ledakan terjadi, Griffin terjatuh tidak sadarkan diri dengan asap-asap yang ke atas.

Setelah jatuhnya Griffin, perisai yang menghalanginya menghilang bersamaan dengan lingkaran sihir itu.

Enam orang muncul di belakang pria tadi lalu memberi hormat dengan menunduk dan salah satu tangannya di depan dada.

Semua orang memakai jubah hitam dengan kerudung yang menutupi sebagian wajahnya.

“Tuan, kami siap menerima perintah mu.” Kata dari salah-satu yang memimpin.

“tidak ada perintah, ayo kita bawa makhluk buas itu. Kaisar akan memberikan hadiah besar kepada kita.” Ucap pria itu sembari membayangkan hadiah apa yang akan diterimanya selepas menyelesaikan tugasnya.

“baik tuan.” Ujar mereka lalu menghilang menggunakan sihir teleportasi.

Setelah itu, mereka membawa Griffin dan pergi dari sana.

...*****...

anggap saja ini Griffin versi saya ya, kerena jika di mitologi tidak ada ekor ularnya.

sumber : pinterest.

bab 2 jebakan

Angin berhembus dari dalam jurang, seolah angin itu membela pipi, tangan dan kaki Ferdinand yang tengah berdiri di pinggir jurang itu.

Ferdinand adalah seorang anak muda berumur 18 tahun dengan wajah sedikit tampan. ia memiliki rambut pirang kuning dan tentu saja memiliki kulit putih layaknya orang Eropa pada umumnya.

Ia memandangi langit sembari mengenang ingatan-ingatan tentang kehidupannya dulu yang penuh warna-warni lalu mengenang tragedi pembantaian kedua orang tuanya karena menjadi penyihir.

Ferdinand lalu memandang ke dalam jurang yang di penuhi kabut putih. Dengan tanpa ekspresi ia berkata, “ayah... Ibu... Aku akan menyusul kalian.” Lalu ia menjatuhkan diri, tetapi keinginannya tidak tercapai. Dengan cepat seseorang menariknya lalu membuatnya tidak sadarkan diri.

...****...

Saat sadarkan diri, Ferdinand menyadari dirinya berada di tempat yang megah dengan pilar-pilar seperti kuil Poseidon yunani yang menawan. Ia bangkit lalu menyentuh belakang Kepalanya yang terasa sakit akibat terbentur keras.

“Aku di mana?” ia mengeluarkan pernyataan yang biasa saat orang tidak tahu ia sedang berada di mana.

Ia memandang sekitar lalu memandang di sisi lainnya dan pada saat itu, ia melihat seorang gadis cantik tengah terbaring tanpa busana di sampingnya. Kulitnya putih lembut seperti tidak pernah tersentuh, rambutnya berwarna gading sedikit bergelombang.

Jika di perhatikan dengan dalam dapat di lihat wajahnya sangat cantik dan nyaris sempurna.

Melihat itu, Ferdinand tersipu malu dan menunduk. Baru kali ini dia melihat wanita secantik itu. Ia lagi-lagi terkejut melihat tubuhnya tanpa busa sedikit pun. Dengan cepat, ia melilit tubuhnya dengan selimut yang membuat tubuh wanita di sampingnya lebih terekspos.

Ferdinand hendak menggoyangkan tubuh wanita itu, tetapi suara langkah kaki yang buru-buru mendekat.

Ferdinand hendak bersembunyi, tapi saat kakinya menginjak lantai, seorang pria yang memakai jubah hitam seperti penyihir membuka pintu dengan kasar.

“tuan, itu buktinya, jika tuan putri memang bukan gadis yang baik!” Seru pria itu sembari menunjuk ke arah Ferdinand.

“ti-tidak, aku tidak.....”

“Prajurit tangkap keduanya dan seret ke pengadilan. Biar tahu rasa jika perbuatan mereka sangat menjijikan!” seru pria itu lagi dan tidak membiarkan Ferdinand berbicara.

Dua prajurit di belakangnya lalu bergegas membawa Ferdinand dengan kasar.

Begitu pun terjadi pada gadis cantik yang ada di sampingnya. Saat di bangunkan gadis itu tidak melawan ataupun berbicara. Ia hanya diam seribu bahasa dan memperlihatkan ekspresi pasrah akan nasibnya.

Setelah itu mereka di bawa ke ruangan pengadilan yang sangat megah dan luas. Di koridor atas ada tiga orang yang berpakaian layaknya bangsawan Eropa pada umumnya.

Mereka bertiga memiliki umur tidak kurang dari 70 tahun, tetapi aura yang di pancarkan membuat setiap orang luluh atau takluk kepadanya.

Mereka adalah tiga hakim yang bertugas.

Prajurit tadi langsung menghempaskan tubuh Ferdinand dan gadis itu ke lantai, membiarkan setiap tubuh mereka terekspos oleh puluhan pasang mata di sekitarnya.

Beberapa sudah mulai berbisik-bisik, membicarakan mereka berdua.

Saat palu sudah di jatuhkan, mereka semua diam dan memusatkan perhatian mereka pada tiga sosok di atas.

“tuan saya bersaksi melihat princess Nerissa melakukan tindakan tidak senonoh dengan pemuda itu di saat kaisar dan permaisuri sedang tidak ada di istana.” Ucap pria tua tadi dengan yakin dan suara yang keras.

Salah satu orang di atas mengangguk dan mencatat. “apa anda punya bukti lain?” tanyanya.

“iya, aku punya.” Pria itu lalu memberi tanda pada dua prajurit tadi untuk mendekat.

“Kami menjadi saksi atas tindakan princess Nerissa dan kami juga melihat mereka berdua tidur di kamar tanpa busana.” Ujar mereka berdua secara bersamaan sembari memberi hormat.

“Apa ada yang princess Nerissa ucapkan?” tanya orang di atas.

Princess Nerissa hanya menggeleng pelan.

“Aku punya! Aku tidak melakukan apa pun.” Ujar Ferdinand.

“siapa yang memberikan mu berbicara!” ujar salah satu prajurit sembari menendang punggung Ferdinand dengan keras membuat bibinya berdarah.

“Maaf, tuan hakim atas kelancangannya.”

“aku tidak melakukan apa pun!” ujar Ferdinand dengan suara serak dan keras.

“Aku sudah bilang jangan...” prajurit itu menghentikan kata-katanya setelah melihat tangan salah satu hakim.

“apa anda punya bukti?” tanya hakim kepada Ferdinand.

Mendengar itu, Ferdinand tidak bisa berkata-kata. Ia tidak mempunya bukti atau pun saksi untuk membela dirinya.

“jika anda tidak...”

“aku punya. Meski ini bukan bukti, tapi aku tidak melakukan kejahatan dan juga aku tidak tahu jika ada seorang yang menjebak ku.”

“jadi anda di jebak?”

Ferdinand mengangguk.

“kalau begitu lihat di sekeliling anda, siapa orang yang menjebak anda.”

Ferdinand tidak langsung menjawab, karena ia tidak tahu siapa orang yang telah menjebaknya.

Ferdinand kemudian menoleh ke putri Nerissa, tetapi gadis itu hanya menunduk pasrah. Bahkan ia tidak menutup apa pun yang menjadi rahasianya.

“baiklah, jika anda tidak punya apa pun, maka kami hanya bisa menjatuhkan hukum pada kalian berdua.”

“kalian akan di kirim ke land of sand and ice of death dalam beberapa tahun, tanpa perbekalan dan makanan.” Ucap hakim setelah membaca undang-undang.

Saat Ferdinand hendak berbicara, palu dengan cepat di pukulkan ke meja beberapa kali.

Semua orang berbisnis-bisik. Bahkan suaranya lebih keras dan sampai ke telinga Ferdinand. Ia dapat mendengar jika tempat itu sangat mengerikan. Bukan hanya karena tempat itu berbahaya, tapi memiliki mahkluk, tumbuhan yang sangat ganas dan berbahaya.

“kau tidak boleh menghukum kami seperti itu! Dasar hakim persetan!!” ujar Ferdinand sembari di bawa oleh prajurit tadi untuk meninggalkan ruangan.

Saat di bawah, Ferdinand tidak henti-hentinya mengumpat karena marah dan kesal, akan tetapi tidak ada orang yang mempedulikannya. Apalagi ia hanya orang kelas bawah yang akan di anggap tidak berguna oleh pihak kerajaan.

Jika putri Nerissa angkatan berbicara mungkin ia bisa merubah nasibnya, akan tetapi putri Nerissa seperti ikut menyeretnya dan ingin ikut menghukumnya.

Setelah berpakaian, mereka berdua di kirim ke lembah teleportasi yang terletak di bawah istana. Hanya sedikit orang yang mengetahui jika ada tempat seperti itu di bawah istana.

“hey, apa kalian ingin aku mati di sini? Jika seperti itu, cepatlah. Aku ingin cepat bertemu dengan ibu dan ayahku.” Ucap Ferdinand yang tidak tahu jika itu adalah lembah teleportasi.

“Tenang saja, cepat atau lambat kau akan menemui orang tuamu.” Kata salah satu prajurit sembari bergerak maju mendekati pinggiran lembah lalu memperlihatkan ujung lembah itu yang hanya berwarna hitam.

“apa kau tidak takut?” Tanya prajurit.

“Tidak, aku tidak takut. Buat apa aku takut jika kematian ini akan membawaku menemui orang tua ku.” Ucap Ferdinand dengan nada santai dan semangat. Ia tidak menyangka jika tempat yang di maksud adalah lembah yang akan mengirimkannya untuk bertemu orang tuannya. Jika mengetahuinya dari tadi dan berusaha tidak mendengarkan ucap orang-orang, ia tidak perlu membuang tenaganya untuk berteriak kepada orang-orang istana persetan itu.

sebenarnya, ia lebih ingin mati jatuh ke jurang atau lembah dari pada di mangsa hewan buas, oleh karena itu, ia berusaha menghindari tempat yang di sebutkan oleh salah satu hakim tadi, tapi sekarang itu tidak penting lagi baginya.

Tanpa berkata apa pun, dua prajurit langsung mengirimnya.

“ibu.... Ayah..... kita akan bertemu lagi....!” Ferdinand berteriak keras, melepaskan semua kebahagiaan yang ia rasakan sekarang.

“ahahah dasar bodoh!” salah satu prajurit berucap.

“Sudahlah kita pergi sekarang.” Ucap yang satunya lagi dan di Jawab anggukan olehnya.

“kalian jangan lama-lama ya, kasihan princess Nerissa.” Ucap prajurit itu saat melintasi dua prajurit yang membawa putri Nerissa.

“tenang saja, kami tidak akan kasar kok hanya sekali saja.” Ucap prajurit yang membawa putri Nerissa seraya tersenyum mesum.

“ah, sudahlah kami pergi dulu.”

Dua prajurit menggiring putri Nerissa ke dasar jurang.

“apakah kita akan menikmati tubuhnya sekarang?” tanya salah satu prajurit yang memegang tangan putri Nerissa. Wajah prajurit itu terlihat seperti binatang buas yang siapa menerkam mangsanya. Melihat tuan putri seperti Nerissa yang cantik siapa saja bisa akan gila. Apalagi sekarang ia memakai gaun retro grow panjang yang indah seperti peri. Gaun itu seperti gaun pengantin yang berwarna putih kekuningan. Hanya saja tidak sebesar gaun pengantin.

“Terserah kau saja.”

“Baiklah jika begitu.” Tangan prajurit itu, mulai mendekati dua gunung kembar putri Nerissa, akan tetapi, tiba-tiba saja tangannya menjadi abu. Prajurit itu terjungkal ke belakang, karena terkejut.

“A-apa yang terjad....” belum selesai mengatakannya tubuh prajurit itu sepenuhnya menjadi abu.

Melihat temannya seperti itu, prajurit yang satunya lagi melepaskan pegangannya. “k-kau siapa?” tanya prajurit itu dengan nada takut.

“jika kau berani melakukannya, maka tubuh mu akan sama sepertinya.” Putri Nerissa berucap lalu berjalan mendekati lembah, kemudian menjatuhkan dirinya.

bab 3 pegunungan Dwarf

"Eh, apakah ini surga? Tapi kenapa terasa dingin.” Ucap Ferdinand sembari melihat-lihat sekitarnya, yang hanya ada hamparan salju tanpa ujung.

“Tidak, ini bukan surga, tapi kutub tenggara yang di kenal dengan sebutan ‘land of sand and ice of death’ sebuah tempat yang penuh keajaiban, misteri, keindahan dan bahaya.” Ucap putri Nerissa yang muncul di samping Ferdinand.

Mendengar itu, wajah Ferdinand menjadi pucat. “jika seperti itu, aku akan pergi mencari lembah, jurang atau sejenisnya.” Ucap Ferdinand. Saat hendak berbalik, sebuah tamparan yang sangat keras mengenai pipinya.

“Hey! Apa yang kau lakukan, meski kau seorang tuan putri, jangan harap aku takut denganmu!” Pekik Ferdinand, tidak terima dengan tamparan itu. Saat hendak melangkah, putri Nerissa menarik tangannya.

“aku ingin pergi! Kenapa kau menghentikan....” Ferdinand tidak bisa menyelesaikan kata-katanya, karena saat berbalik, ia langsung merasakan sensasi lembut di bibirnya. Itu terasa sangat lembut, bahkan lebih lembut dari salju.

Ya, putri Nerissa menciumnya dengan lembut.

“Hey! Apa yang kau lakukan!” pekik Ferdinand yang sudah terjungkal karena terkejut.

“K-kau mencuri ciuman pertama ku. Asal kau tahu bahkan jika perawan mu hilang, itu tidak akan cukup membayarnya!!” Pekiknya sebelum akhirnya berdiri dan membersihkan salju di pakainya.

“sudahlah. Saat di kehidupan ke dua aku akan menuntut mu!” ujar Ferdinand dengan nada yang lebih tenang, lalu melangkahkan kakinya menjauh.

“Di kehidupan kedua? Bahkan untuk bunuh diri pun kau tidak akan bisa melakukannya.” Ucap putri Nerissa dengan tenang.

Dan benar saja, saat Ferdinand melangkahkan kakinya yang ke 10, tiba-tiba saja tubuh Ferdinand berhenti, seperti tidak mau di kontrol oleh pemiliknya.

“persetan! Apa yang kau lakukan!?”

“Lihatlah di telapak tangan mu.”

Ferdinand lalu melihat telapak tangannya. “gambar apa ini?” Tanyanya sembari melihat gambar lingkaran sihir berwarna biru di telapak tangannya.

“itu adalah segel kontrak, dengan segel itu kau hanya berupa hewan peliharaan polos yang aku kendalikan. Jadi jangan ke mana-mana ya.” Ucap putri Nerissa seraya menyentuh dagu Ferdinand dengan lembut dan mendekati wajahnya.

Sihir segel kontrak adalah sihir yang sangat aneh. bahkan hanya orang-orang yang terpaksa saja yang akan menggunakannya. bukan karena sulit, tapi caranya yang sangat aneh dan menjijikkan. sang pengguna harus mencium objek yang akan di segel dan tentu saja itu membuat semua orang enggan menggunakan. apalagi jika itu binatang, akan sangat aneh!

Sihir ini memungkinkan orang-orang untuk mengendalikan apapun kecuali benda mati.

meski digunakan dengan cara yang aneh, tapi sihir ini memiliki kelebihan yang sangat berguna, seperti akan berlaku seumur hidup. Jadi objek akan di bawah kendali pengguna seumur hidupnya, tanpa ada jalan untuk bebas kecuali jika tuannya berkenan melepaskannya.

sihir ini banyak di gunakan para penyihir yang ingin mendapatkan kontrak dengan makhluk buas. Selain meningkatkan kekutan, penyihir itu juga akan terlindungi.

Ferdinand dapat merasakan bau harum dari gadis itu yang membuat siapa pun mimisan di dekatnya. Tapi beda dengan Ferdinand, ia solah tidak peduli dengan itu.

“sekarang ikut aku.” Kata putri Nerissa sembari berjalan menjauh.

Ferdinand yang semulanya tidak ingin, mau tidak mau harus mengikutinya.

Mereka berdua berjalan ke Utara, melintasi hamparan salju yang dingin dengan cahaya Matahari terik di atasnya.

“T-t-tuan putri, a-apakah kau punya jaket, aku sangat kedinginan.” Ucap Ferdinand sembari menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia terlihat kedinginan. Giginya tidak henti-hentinya berdetak.

Melihat itu, putri Nerissa mendekatinya lalu menyambar salah satu tangannya.

“hey! Aku ingin jaket, bukan tangan mu?”

“terserah.” putri Nerissa memegang tangan Ferdinand tanpa mempedulikannya reaksinya.

Tidak beberapa lama, Ferdinand mulai merasakan tubuhnya hangat kembali, yang membuatnya lebih nyaman, sehingga ia menyarankan untuk melepaskan tangannya, tetapi putri Nerissa tidak mau, sebab itu akan menghentikan sihir pemanas yang ia saluran.

“apakah kau menyukai tangan ku?” Ferdinand menebak-nebak.

“tidak, untuk apa aku menyukai tangan mu. Bahkan jika ibumu memberikanmu seutuhnya aku tidak akan menerimanya.”

“kalau begitu lepas tanganku!”

Putri Nerissa tidak mempedulikannya dan tetap memegang tangan Ferdinand.

Melihat reaksi putri Nerissa, ia berusaha melepaskannya sendiri, tetapi bukanya terlepas malahan ia sendiri yang kelelahan dan tidak berhasil melepaskannya.

“apa tanganmu besi?”

Putri Nerissa tidak mempedulikannya dan tetap berjalan.

Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka, hingga tiba di malam hari. Mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Utara melewati pegunungan salju yang curam dan dingin. Meski begitu, mereka tetap melanjutkan perjalanannya. Sebenarnya Ferdinand tidak mau, ia ingin beristirahat dan mencari makanan, tapi kebebasannya sudah di rengrut, jadi mau tidak mau ia tetap berjalan, meski perutnya berbunyi parau.

“Tuan Putri, hewan peliharaan mu sudah sangat lapar. Jika di biarkan lebih lama lagi, mungkin akan mati kelaparan.” Ucap Ferdinand dengan nada lemas, tidak berdaya.

“Sudah, jangan banyak omong. Sekarang tutup matamu.”

Ferdinand menutup matanya, kemudian ia dapat merasakan tubuhnya melayang lalu menyentuh es lagi.

“sekarang buka matamu.”

Ferdinand mengikuti perintah yang diberikan. Saat membuka matanya, ia melihat gua es di depannya.

“Sekarang ayo kita masuk.”

“T-tunggu, bukankah itu sarang beruang.”

“Tidak, ikut saja.” putri Nerissa memandang tajam ke Ferdinand, yang membuatnya langsung lemas.

Saat berjalan-jalan, Ferdinand terlihat takut, sebab setahunya gua itu adalah sarang beruang, akan tetapi rasa takutnya perlahan-lahan menghilang setelah masuk ke gua itu lebih dalam.

Tidak beberapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka tiba di ujung gua itu. Saat tiba, Ferdinand mengerutkan keningnya. Ia heran bagaimana bisa ada pintu kayu di es sedingin ini. Apalagi sepanjang perjalanannya, ia tidak melihat satu pun pohon.

Tok, tok, tok.

Putri Nerissa mengetuk pintu. Setelah mengetuk pintu, terdengar suara gaduh dari dalam, yang menandakan jika pintu akan di bukan.

Dan benar saja, pintu itu akhirnya terbuka memperlihatkan seorang Dwarf.

“Oh, anakku akhirnya kau...”

“jangan panggil aku seperti itu.” Tegas putri Nerissa yang membuat Dwarf itu berhenti mendekatinya.

“Apa kau membutuhkan sesuatu?”

“Ya, aku butuh makanan, senjata, pakainya dan semua perlengkapan untuk bertahan dari es.”

“Eh, kenapa harus ada perlengkapan bertahan hidup. Apakah kau tidak punya sihir lagi?”

“Bukan untukku, tapi untuk hewan peliharaan yang aku bawa.”

Dwarf itu, mengerutkan keningnya. Ia heran sekaligus bingung, dari yang ia lihat, tidak ada hewan apa pun di belakang Nerissa kecuali Ferdinand.

“Apa kau punya makhluk ajaib?”

“apa kau tidak lihat, di belakang ku.”

“Manusia itu?”

“Ya, itu dia.”

“tapi seperti, ia sangat tampan, bukankah akan serasi jika berpapasan denganmu.”

“hey! Tua kerdil jaga ucapanmu itu. Bahkan jika ia sendiri menyerahkan dirinya, aku tidak akan menerimanya, bahkan meliriknya pun tidak.” Ujar Ferdinand yang sedari tadi diam.

“Kerdil katamu! Tubuhku memang seperti ini dari lahir. Bukan kerdil!” tegas Dwarf tersebut.

“oh aku tahu, jika kau kelainan dan pantas saja kau tidak menikah dan memilih tinggal di hamparan es luas ini, kan!”

Dwarf itu memperlihatkan ekspresi kesal dan marah, tapi ia tidak bisa membalasnya, setelah sorotan mata tajam dari putri Nerissa.

“Sudah, aku hanya mampir sebentar.” Ucap putri Nerissa dengan nada dingin.

“Baiklah, tapi aku tidak akan memberikan senjata untuknya.” Ucap Dwarf itu sembari menunjuk Ferdinand.

“terserah.” Jawab putri Nerissa.

Dwarf itu membawa Nerissa dan Ferdinand ke dalam ruangan yang besar dan indah bahkan ada perapian di sana yang membuat Ferdinand bertanya-tanya dari mana mendapatkan kayu bakar dan bara api.

Sementara itu, Dwarf itu masuk ke dalam lalu membawa dua cangkir khas Eropa dan menghidangkan.

Ferdinand melirik sedikit isi dari cangkir itu. Cangkir itu berisi cairan berwarna hijau dengan dedaunan yang wangi, membuatnya tanpa sadar meminumnya dan merasakan segarnya minuman itu.

Setelah melihat tamunya minum, Dwarf itu memperkenalkan dirinya. ia adalah salah satu dari ras Dwarf atau kurcaci, ia bernama Marcello, seorang outer border knight daerah luar dari rasnya.

Tugasnya adalah melindungi daerah luar dari rasnya.

Mendengar itu, Ferdinand tertawa, ia tidak menyangka jika penjaga luarnya dari ras Dwarf seorang pria tua yang rapuh.

“hey jika kau tidak percaya, lihat ini.” Marcello mengambil pedang dua ganggang di dinding.

“sekarang kau lempar cangkir itu.” Ucap Marcello dengan tegas.

Mendengar itu, Ferdinand melemparnya dengan acuh tidak acuh.

Saat cangkir itu di lempar, Marcello dengan cepat mengayunkan pedangnya tanpa ada keraguan sedikit pun di Wajahnya

Wusss plak!

“apa sekarang kau mempercayainya?” tanya Marcello dengan wajah bangga dan puas melihat keterkejutan Ferdinand.

“Ah, kau hanya beruntung saja.”

Marcello ingin menjawab, tapi putri Nerissa menghentikannya dan menyuruh untuk mengantarnya ke dalam.

“Ikut aku.” Ucap Marcello lalu menuju salah satu dinding, kemudian menarik tuas di sampingnya.

Perlahan-lahan dinding itu terbuka memperlihatkan isi di dalamnya.

Ferdinand tidak bisa menahan kegembiraan dan kekagumannya setelah melihat apa yang ada di dalam dinding tersebut.

...****...

gambar Dwarf.

sumber : google

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!