Ting ...!
Terdengar bunyi dari pintu lift yang terbuka, seorang wanita berjalan keluar menuju kamar apartemen yang telah di tempatinya selama tiga tahun ini bersama suaminya.
“Bang Rey,” wanita itu menyapa pria yang berdiri di depan pintu apartemennya. Terlihat pria yang bernama Rey menoleh dan tampak terkejut.
“Amora, kau sudah kembali?”
Amora mempercepat langkahnya, menemui sepupu suaminya sekaligus sahabat dirinya.
“Iya, aku sudah kembali. Kebetulan pekerjaan di kantor tidak terlalu banyak,” ujarnya seraya mengulas senyum ramah.
“Kenapa masih di luar? Bukankah Mas Farhan ada di dalam?” tanya Amora dengan heran. Kenapa suaminya tega membiarkan sepupunya berdiri lama di depan pintu apartemen.
“A-anu ... Sepertinya Farhan tidak ada di dalam. Tadinya aku mau pergi, tapi kamu keburu datang.” Jawab Reyhan dengan senyum yang di paksakan. Amora mengernyitkan dahinya heran, pasalnya sebelum pulang suaminya baru saja mengirimkan pesan bahwa dia masih berada di apartemen.
“Bang Rey tahu dari mana?”
“Ta-tadi ....” Inilah kelemahan Rey, ia tidak bisa menyembunyikan sesuatu. Ia akan terlihat gugup ketika berbohong.
“Abang tidak menyembunyikan sesuatu ‘kan?” Amora memicingkan sebelah matanya. Wanita itu melihat ada hal yang tidak beres dengan pria yang ada di hadapannya saat ini.
“Aku akan masuk.” Dengan cepat ia memasukkan kata sandi apartemen dan tak lama pintu itu terbuka. Baru beberapa langkah, ia menemukan sepatu wanita berwarna hitam. Hatinya bergejolak, rasa penasaran dan segala praduga memenuhi kepalanya. Ia seperti mengenal sepatu dengan hak runcing itu.
“Amora, lebih baik kita makan di restoran Jepang kesukaanmu.” Reyhan menarik lengan Amora untuk mencegah wanita itu masuk lebih dalam. Tapi Amora segera menepisnya, ia mengancam Reyhan dengan sorot matanya.
Reyhan menarik rambutnya frustrasi, ia tak ingin melihat wanita itu terluka untuk sekian kalinya.
Amora mempercepat langkahnya, semakin masuk ke dalam ia semakin mendengar suara lenguhan-lenguhan erotis dari dalam kamarnya yang sedikit terbuka. Seketika hatinya bergemuruh, hatinya berdenyut nyeri. Ia menghentikan langkahnya, menutup mata dan menarik napas dalam-dalam. Mengumpulkan kekuatan, sebelum melihat hal yang paling menyakitkan nantinya.
“Amora ....” Reyhan kembali mencoba mencegah wanita itu untuk masuk lebih dalam. Ia sangat tahu, sesuatu yang terjadi di dalam hanya akan menyakiti hati wanita itu. Amora tidak mempedulikan Reyhan, ia menarik napas dalam-dalam kemudian mendorong pintu kamar dengan tangan yang gemetar.
Pemandangan di depan matanya sangat menyakitkan. Terlihat seorang pria yang merupakan suaminya sedang bersama wanita lain tanpa busana! Pakaian sepasang anak manusia itu berserakan di lantai.
Wanita itu bergerak liar di atas suaminya, keduanya mendesah nikmat. Meresapi sentuhan dan gerakan dari wanita ****** yang kini tengah mengambil alih permainan dewasa itu. Bulir bening yang sejak tadi mengambang, kini luruh begitu saja. Ingin sekali ia mengamuk, atau bahkan membunuh keduanya. Amora meremas dadanya yang berdenyut, tubuhnya yang lemas luruh ke lantai yang dingin. Dengan sigap, Reyhan menopang tubuh lemah wanita itu.
“Amora!”
Dua manusia yang sedang beradegan panas itu terkejut bukan main. Terlebih lagi Farhan, suami Amora. Dengan cepat ia melepaskan penyatuan mereka yang belum tuntas. Mendorong sang wanita yang berada di atasnya dan menyambar celana boxer yang berserakan di lantai. Sedangkan wanita yang bersamanya meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya, ia sangat terkejut. Ia berdiri menjauhi ranjang, mengambil tempat di paling sudut kamar.
“Amora ....” Farhan menghampiri istrinya yang di dekap oleh Reyhan. Amora terlihat syok, tatapan matanya kosong. Air mata tak henti-hentinya berdesakan untuk keluar.
“Lepaskan!” ia menarik tubuh istrinya dari pria itu. Sungguh ia tak rela jika istrinya di sentuh oleh lelaki mana pun, meski sepupunya sekalipun. Sedangkan ia dengan suka rela menjajakan tubuhnya kepada wanita lain.
Reyhan melepaskan Amora dengan berat hati, ingin sekali rasanya ia memukul pria tidak tahu diri ini. Tapi mengingat kondisi Amora membuat ia mengurungkan niat.
Farhan membawa tubuh istrinya ke dalam gendongan, lalu merebahkan ke atas ranjang yang baru beberapa menit lalu ia gunakan untuk bercinta dengan wanita lain.
“Aku tak Sudi berada di ranjang bekas percintaan kamu, mas!” tiba-tiba Amora berteriak. Ia meronta dan ingin turun, ia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan suaminya.
“Jangan sentuh aku! Aku jijik di sentuh oleh kamu, mas!” Amora berteriak histeris. Sungguh hatinya sangat terluka mendapati suaminya bercinta dengan wanita lain. Dan ini terjadi tak hanya sekali, Farhan kerap berselingkuh dengan wanita lain. Dan kali ini ia tak menyangka jika suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
“Kalian semua tidak punya hati! Apa salahku sehingga kalian Setega ini, hah? Aku benci kalian berdua!” Amora kembali berteriak, kali ini ia berlari mengejar Sania sahabatnya. Ia hendak memukul wanita yang mengaku sebagai sahabatnya itu.
“Kamu bilang kamu sakit, tapi ternyata malah bermain dengan suamiku! Dasar wanita ular! Perempuan ******!” teriak Amora dengan penuh emosi. Sedangkan Sania hanya meringkuk mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia terlihat sangat ketakutan melihat amukan sahabat sekaligus rekan kerjanya itu.
“Amora, cukup! Kita bisa bicarakan baik-baik!” Farhan mencoba melindungi Sania, ia berdiri di antara kedua wanita itu.
“Minggir kamu, mas! Aku akan memberikan pelajaran untuk perempuan ular itu!” teriak Amora dengan keras. Wanita itu ingin sekali menggapai pelakor yang bersembunyi di balik tubuh suaminya dengan ketakutan.
“Rey, bantu aku! Jangan diam saja!” Ujar Farhan.
Reyhan hanya duduk sofa yang ada luar kamar, ia hanya bisa menjadi penonton. Ia tak akan membantu sepupunya itu, biarkan saja. Karena ia sudah muak dengan Farhan yang sering berselingkuh di belakang Amora. Dan selama ini Amora hanya diam, dan menerima semuanya.
Tampaknya kali ini berbeda, Amora tak lagi bisa diam. Wanita itu sangat sakit hati pada pengkhianatan yang di lakukan oleh suaminya. Terlebih lagi kali ini Farhan berselingkuh dengan sahabat istrinya sendiri. Ia tak habis pikir oleh kelakuan sepupunya itu. Bahkan ia malu mengakui jika pria itu sepupunya.
“Minggir kamu, mas! Jangan lindungi selingkuhan kamu!” Amora kembali berteriak. Kini ia memukuli Farhan dengan amarah yang menggebu. Farhan hanya diam saja, ia hanya menerima setiap pukulan dan amarah istrinya.
“Aku benci kamu! Aku jijik sama kamu mas! Apa Kurangnya aku, mas? Apa?!” setelah lelah memukuli suaminya, kini Amora kembali luruh ke lantai yang dingin. Hatinya sangat sakit, hingga rasanya ia ingin muntah.
Diam-diam Sania beringsut menjauh dengan ketakutan yang masih menyelimuti dirinya, ia meraih pakaian yang tadi ia lepaskan kemudian memakainya. Ia segera keluar apartemen dengan penampilan yang acak-acakan. Ia tak ingin mendapat amukan dari Amora.
Farhan ikut duduk di hadapan sang istri, ia menarik tubuh Amora ke dalam pelukannya. Tapi dengan cepat Amora memukul kembali pria yang masih bertelanjang dada itu dengan keras.
“Jangan pernah sentuh aku lagi! Aku jijik! Kau dengar? AKU JIJIK!” teriaknya dengan keras. Matanya menyorotkan kebencian yang sangat dalam.
“Amora, sayang ... Maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku khilaf.”
Amora tersenyum miring, kemudian wanita itu tertawa terbahak hingga suaranya memenuhi kamar. Sedetik kemudian tawanya berhenti.
Ia memandang suaminya dengan penuh kebencian dan amarah.
“Khilaf katamu? Maaf? Janji?”
“Tidakkah kamu ingat kata-kata itu seringkali kau ucapkan setelah ketahuan berselingkuh?! Dan aku, dengan bodohnya selalu memaafkan pria gila sepertimu dan menerimamu kembali! Apakah ada wanita bodoh selain diriku di dunia ini? Ah... Rasanya tidak ada.” Amora tersenyum miris. Mengingat kebodohan yang ia lakukan. Tapi kali ini ia tidak akan menerima kembali pria ini.
“Aku berjanji, ini yang terakhir. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Farhan memelas, memasang wajah menyedihkan.
“Aku tidak akan pernah bisa menerimamu lagi.” Ucap Amora dingin. Ia tak lagi memandang suami yang ada di hadapannya. Ia membuang pandangannya ke tembok berwarna putih yang menjadi saksi bisu percintaan panas yang terjadi beberapa menit yang lalu.
“Apa maksudmu?”
“Aku ingin kita bercerai!”
Amora memandang suaminya dengan penuh kebencian, matanya menyiratkan luka yang mendalam. Tak ada lagi binar cinta di mata wanita berumur 27tahun itu. Tersisa luka, kebencian dan amarah.
“Aku ingin kita bercerai!” ujar Amora dengan lantang. Farhan tak terima, ia segera meraih bahu istrinya. Mengelus dengan lembut, tak ada lagi Reyhan di sana. Sepertinya Reyhan telah keluar, atau pulang.
“Aku tidak mau, bercerai. Jika sekali lagi aku menalak kamu, kita tidak akan bisa kembali sebelum masing-masing dari kita menikah dengan orang lain!” Pria itu menggelengkan kepalanya. Ia tidak akan sanggup membayangkan jika kali ini mereka harus benar-benar berpisah.
Selama tiga tahun pernikahan, terhitung sudah dua kali Farhan menceraikan istrinya secara agama. Ia telah menjatuhkan talak sebanyak dua kali, jika kali ini ia kembali berpisah maka habis sudah. Ia tidak akan bisa kembali dengan istrinya jika masing-masing dari mereka belum menikah dengan orang lain.
Amora tersenyum miring, ia menatap suaminya dengan penuh kebencian. Ia meraih tangan yang bertengger di bahunya itu, lalu menghempaskannya.
“Kau paham agama, tapi kenapa kau tidak paham jika selingkuh itu dosa! Kau paham tentang pernikahan dan talak, tapi kenapa kau tega berkhianat?! Di mana letak hatimu Farhan?!” ia tak lagi memanggil dengan sebutan mas. Ia muak, bahkan jijik dengan pria yang ada di hadapannya saat ini.
Ingin sekali ia meleburkan tubuh pria ini sampai ke tulang. Memusnahkannya hingga tak lagi berkeliaran di matanya.
“Aku khilaf, sayang ... Tolong maafkan aku,” kini Farhan sudah mencium kaki Amora dengan meraung. Ia tak ingin kehilangan istrinya, ia tak ingin kehilangan wanita sebaik Amora.
“Lepaskan!” Amora menepis tubuh Farhan dengan kasar, hingga pria itu jatuh terjerembab ke lantai. Amora berdiri, menuju lemari pakaian. Wanita itu mengeluarkan semua pakaian suaminya dengan kasar. Menarik sebuah koper yang ada di sudut kamar. Memasukkan semua pakaian Farhan ke dalamnya.
Farhan terbelalak, ia segera mengejar istrinya yang tak berhenti memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Ia tak ingin di usir dan menjadi gembel.
“Sayang ... Apa yang kau lakukan?”
“Kau masih bertanya? Pergi kau dari sini! Pergi...!” teriak Amora dengan keras sembari mendorong koper yang berisi pakaian kepada Farhan. Napasnya menderu, dengan segala rasa sakit yang menggerogoti. Ia sudah sangat muak dengan suaminya.
“Jangan usir aku, sayang. Aku tidak mau pergi dari apartemen kita.” Ujarnya memelas. Ia tak ingin pergi dari apartemen mewah ini.
Amora tertawa geli, lalu memandang wajah suaminya dingin.
“Apartemen kita? Kau lupa? Aku membeli apartemen ini sebelum kita menikah! Ini semua hasil jerih payahku selama ini! Dan kau, seenaknya membawa perempuan-perempuan ****** itu kesini! Membawa mereka ke ranjang kita! Di mana otakmu?!” teriak Amora dengan sisa amarah yang ada. Ia tak habis pikir, mengapa ada pria yang tak tahu malu seperti Farhan.
Farhan menunduk, ia mengakui semua ini milik istrinya. Dan selama ini ia hanya pengangguran, kerjaannya hanya menghabiskan uang Amora untuk bersenang-senang dengan para wanita atau ke club’ malam. Dan sekarang, akankah ia menjadi gembel kembali? Ah, ia tidak mau! Ia akan kembali merayu Amora seperti sebelumnya. Ia yakin, rasa cinta Amora begitu besar padanya. Amora pasti akan memaafkannya dan menerimanya kembali. Untuk sekarang, ia akan pergi dulu ke apartemen sepupunya yang ada di lantai tiga.
“Maafkan aku. Baiklah, kita bercerai!” Ucap Farhan dengan raut wajah sedih. Jatuh sudah talak tiga di antara mereka. Pria itu menarik koper, berjalan keluar kamar. Sesekali ia melihat ke belakang, berharap istrinya akan berubah pikiran. Tapi istrinya bergeming, berdiri dengan menyilangkan tangannya di depan dada. Mencoba untuk terlihat tegar, meski sebenarnya ia tak tega mengusir pria yang ia cintai. Ia meremas dadanya, berharap bisa meredam rasa sakit yang kian menjadi. Akankah kali ini mereka benar-benar akan berpisah?
Tapi harus bagaimana lagi? Selama ini ia sudah cukup sabar menghadapi sikap buruk sang suami. Rela bekerja siang malam demi memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan suaminya di rumah hanya bersenang-senang tanpa mau mencari kerja. Berkali-kali di khianati, dan berkali-kali pula Amora memaafkan. Tapi kali ini, hatinya sudah lelah. Ia tak tahan lagi dengan perselingkuhan yang di lakukan suaminya bersama sahabatnya sendiri. Mereka benar-benar keterlaluan.
“Tunggu ...!”
Farhan dengan cepat berbalik ke belakang, wajahnya berubah sumringah. Ia sangat yakin, istrinya tidak akan tega mengusir dirinya.
Dengan sangat percaya diri, ia menghampiri sang istri. Meninggalkan koper demi berjalan cepat menuju Amora.
“Iya sayang, kamu tidak rela jika aku pergi? Kamu mau memaafkan aku dan kembali menerimaku lagi ‘kan?” ujarnya dengan kepercayaan diri yang tinggi. Amora menyeringai, ia tersenyum miring. Dengan cepat ia melemparkan sesuatu pada Farhan yang masih tersenyum lebar. Selebar jidatnya.
“Bawa sekalian baju kotormu! Aku tidak Sudi menyimpan barangmu walau hanya sehelai. Dan ini, bawa sekalian seprey kotor yang masih ada bekas sisa percintaan menjijikkan kalian! Dan kalau bisa, bawa sekalian ranjang bekas pakai kalian. Aku tidak Sudi tidur di atasnya! Lagi pula takakmu sudah jatuh, mas. Secara agama kita bukan suami istri lagi. Pergilah! ” Farhan terkejut, ia kira istrinya akan kembali menerimanya. Ternyata ia salah. Wajah pria itu kembali murung, sepertinya tak ada lagi harapan untuknya kembali pada sang istri. Ia terpekur menatap lantai. Hingga suara Amora membuatnya mengangkat kepala.
“Tunggu apalagi? Pergi dari sini!” teriak Amora. Rasanya stok kesabarannya sudah habis tak bersisa. Sia-sia selama ini ia mengabdi pada suami yang tak tahu diri seperti Farhan. Yang tak pernah bisa bersyukur memilikinya. Andai waktu bisa di ulang, ia mungkin tidak akan mau menikah dengan pria itu.
Farhan berjalan dengan lunglai, sembari memeluk pakaian kotor dan seprei bekas percintaannya bersama Sania. Ia tak menyangka istrinya akan sekejam ini padanya.
Pria itu berdiri di depan lift, dengan penampilan yang kacau luar biasa. Hanya memakai boxer, tanpa alas kaki dan bertelanjang dada. Di leher dan dadanya penuh dengan bekas kiss Mark yang di tinggalkan Sania. Menjijikkan.
Beberapa orang yang berpapasan dengannya melihat dari atas hingga bawah, tersenyum mengejek bahkan ada yang terang-terangan menertawakan dirinya.
“Kenapa lihat-lihat? Tidak pernah melihat orang ganteng?”
Dua remaja yang sedari tadi memperhatikannya, tertawa terbahak mendengar ucapan Farhan yang penuh percaya diri itu.
“Ganteng om, mirip tarzan.” Ujar salah satu remaja itu, keduanya tak bisa menahan tawa yang semakin meledak. Wajah Farhan memerah, antara menahan malu dan amarah.
“Kurang ajar kalian! Tidak punya sopan santun!”
“Makanya Om, pakai baju dengan benar! Jangan pakai boxer doang. Kayak suami yang ketahuan selingkuh aja, terus di usir sama istrinya.” Celetuk gadis remaja satunya. Keduanya pun kembali tertawa terbahak, lalu pergi setengah berlari menghindari Farhan yang terlihat sangat murka. Sesekali keduanya melihat ke arah belakang, untuk mengejek Farhan.
“Argghh... Sial. Ini semua gara-gara Sania!” Farhan menarik rambutnya dengan kasar. Ia ingin segera masuk lift dan pergi dari sana. Ia memencet lantai nomor 3 dengan tidak sabar. Kamar Reyhan menjadi tujuannya saat ini.
Reyhan mengamati penampilan saudaranya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ingin rasanya ia tertawa, tapi rasa marahnya lebih besar daripada rasa lucu.
“Kenapa kesini?” akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Sembari memandang pria yang berdiri di hadapannya dengan kesal.
“Biasalah, mau pindahan sebentar.” Jawab Farhan acuh. Pria itu langsung masuk tanpa mengindahkan tatapan dingin dari sepupunya itu. Ia berjalan membawa kopernya, lalu merebahkan tubuh di atas sofa yang ada di ruang tamu.
“Kamu kapan sih mau berubah?”
Farhan melirik Reyhan dengan malas.
“Jangan ceramah! Kepalaku lagi pusing, jangan bikin makin pusing sama ceramah kamu. Kalau mau ceramah, di masjid sana!”
Reyhan mengepalkan tangannya, ia benar-benar telah lelah dengan kelakuan Farhan yang selalu memperlakukan Amora seenaknya. Farhan kerap berselingkuh dan Amora selalu memaafkan. Farhan akan menginap di rumah Reyhan beberapa Minggu, lalu rujuk kembali pada istrinya dengan mengucap janji palsu yang sialnya selalu di percaya oleh Amora. Hingga sekarang, sudah terhitung lima kali mereka bertengkar karena masalah yang sama. Dan Farhan sudah menjatuhkan talak sebanyak dua kali, entah kali ini pria itu akan kembali menjatuhkan talak atau tidak. Dan jika benar, maka ini akan menjadi talak ketiga.
“Apa sih yang membuat kamu selalu menyakiti Amora? Apa kamu tidak puas hanya dengan satu wanita saja? Amora itu istrimu, dia halal. Tapi kamu malah mencari yang haram.” Reyhan tak kuat untuk tidak mengoceh. Ia merebahkan tubuhnya yang lelah di sofa bersebelahan dengan Farhan.
“Sudah aku bilang, jangan ceramah. Ceramah di masjid sana!”
“Dasar keras kepala! Pergi sana! Aku tidak Sudi menampungmu! Kamu kira apartemenku tempat pengungsian? Aku malu sama Amora, punya saudara tukang selingkuh kayak kamu! Tahu gitu, dulu aku tidak akan mau mengenalkan kamu dengan Amora.” Reyhan berdiri, meninggalkan Farhan yang terpejam. Ia benar-benar kesal dengan kelakuan sepupunya itu.
Dulu, ia terpaksa mengenalkan Amora karena Farhan memaksa untuk mengenal wanita cantik itu agar menjadi kekasihnya. Padahal, Reyhan pun memiliki perasaan lebih dari sahabat pada Amora. Hingga ia tahu, ternyata Amora menyukai Farhan dan bukan dirinya. Akhirnya Reyhan mengalah, karena ia tak bisa memaksakan perasaan Amora.
Ia berharap, Farhan akan membahagiakan Amora. Tapi ternyata salah, dari semenjak pacaran hingga setelah menikah Farhan selalu berselingkuh dan berkali-kali menyakiti perasaan Amora. Dengan bodohnya Amora selalu memaafkan dan menerima Farhan kembali. Wanita itu terlalu mencintai Farhan hingga tak melihat bagaimana pria itu menyakitinya.
Reyhan menikmati guyuran air yang melewati tubuhnya. Memijit pelipisnya yang terasa pening, ia tak tahu lagi harus bagaimana untuk menangani sepupunya. Sungguh, ia tidak ingin melihat Amora terluka. Rasa yang sudah terlanjur hadir dan tumbuh dalam hatinya, tak pernah sedikit pun bisa ia enyahkan dari sana. Tak pernah terganti, meski hati terus merintih. Kini, haruskah ia bahagia karena Amora dan Farhan kembali bercerai? Akankah ada kesempatan baginya untuk merebut Amora yang jelas telah di sia-siakan oleh Farhan? Ah, ia merasa jahat jika harus berbahagia sedangkan Amora sedang hancur di sana.
Reyhan segera menyudahi ritual mandinya, pria itu mematikan shower dan mengambil bathrobe lalu mengenakannya. Menyugar sedikit rambut yang basah, lalu keluar untuk berganti pakaian. Ia melihat Farhan yang sudah berpindah ke atas ranjangnya yang empuk,pria itu sudah tertidur pulas. Reyhan berjalan ke arah Farhan yang sudah terbang ke alam mimpi. Memperhatikannya sebentar, dan mengepalkan tangan. Ingin sekali ia membuat wajah sepupunya itu babak belur. Bayangan wajah Amora yang menangis pilu melintas di benaknya.
Bagaimana wanita yang ia cintai itu bersimbah air mata, meraung kesakitan dengan luka yang menganga sangat besar di hatinya. Luka yang tak tampak, tapi luar biasa berdampak. Hingga mungkin akan menimbulkan trauma yang ‘kan bertapak dalam kehidupannya.
Bayangan sakitnya wanita itu, terus saja terngiang di benaknya. Tak mau hilang, bahkan semakin terlihat nyata adanya. Hatinya bagai di remas, jantungnya seakan di peras hingga wajah pria itu mengeras. Ia menggertakkan gigi dengan geram, di susul kepalan tangan yang semakin kencang. Pria yang selalu menyakiti wanita yang ia cintai ada di hadapannya, tertidur pulas seperti tak ada beban. Bahkan, di sela tidurnya di selipkan senyum.
Apakah ia bermimpi indah?
Tak adakah rasa bersalah dan penyesalan di benaknya? Sedangkan ada wanita yang sedang hancur di ruangan lain, masih di dalam gedung yang sama. Wanita itu hancur karena pria ini, pria yang tak punya hati dan rasa bersyukur. Pria yang tak pernah menghargai rasa cinta yang di berikan wanita itu. Harusnya Farhan menjaga Amora dengan baik, bukan malah terus-menerus menyakiti wanita itu.
Reyhan menatap lurus pada Farhan yang terbaring tak jauh darinya, ia mendekat. Berdiri di samping ranjang miliknya, mengamati wajah pria itu dengan kemarahan yang menyelimuti dirinya. Kepalan tangannya tak juga mengendur, bahkan semakin kencang. Di liriknya gunting yang ada di atas nakas, lalu kembali ia melirik pria yang tertidur pulas itu dengan luapan amarah yang terlihat jelas di matanya.
Di raihnya gunting berwarna hitam itu, ia arahkan ke dada sepupunya dengan tangan yang gemetar. Ia memejamkan mata, bayangan wajah Amora yang bersimbah air mata tak juga mau hilang.
“Maafkan aku ....” gumamnya parau.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!