NovelToon NovelToon

Close 2 You

Bab 1 Berawal Dari Sebuah Kesalahan

Kisah berikut adalah sekuel dari Novel Keangkuhan Cinta karya Author Yunita Yanti

Kilas balik cerita:

Jovandra Mahesa Hadiwiguna yang akrab dipanggil Andra seorang pemuda tampan yang pintar dan sukses dalam karirnya.

Dia adalah pewaris tunggal Keluarga Hadiwiguna pemilik perusahan ekspedisi besar HW Logistic yaitu Joddy Hadiwiguna, yang kini sudah tiada karena penyakit yang dideritanya.

Sebelum meninggal Joddy mewasiatkan agar Andra menikah dengan putri sahabatnya Firmanto, yang juga adalah seorang presdir perusahaan kontraktor ternama yaitu Prima Go Constructions.

Firman jugalah yang banyak membantu Joddy dan Andra dalam membangun kembali HW Logistic yang saat itu hampir mengalami kebangkrutan.

Akhirnya Andra terpaksa menikahi putri Firman yaitu Amelia Paramita Firmanto yang sangat cantik, tetapi juga sangat sombong dan manja. Pernikahan karena perjodohan itu juga memaksa mereka hidup bersama walau tanpa cinta.

Seiring berjalannya waktu, diam-diam Andra dan Amel sama-sama saling menyukai.  Akan tetapi, keangkuhan hati mereka menolak rasa itu.

Sebuah kecelakaan yang menimpa Amelia menyadarkan mereka kalau rasa cinta itu sudah tumbuh di hati mereka berdua.

Hubungan keduanya pun berujung manis. Kasih sayang serta perhatian Andra, mampu mengubah seorang Amelia yang sombong dan manja menjadi seorang wanita yang mandiri dan mulai bisa menghargai orang lain.

******

Bab 1 Penyesalan

POV Andra:

Ku eratkan gesper ikat pinggang sambil merapikan kemejaku yang masih berantakan lalu bergegas keluar dari apartemen terkutuk itu.

Dengan tergesa ku langkahkan kaki keluar dari lift di basement dan menuju tempat aku memarkir mobil.

Blaaghh ...!

Aku banting pintu mobil dengan kasar. Untuk sejenak aku berdiam diri di dalam mobil. Pikiranku sungguh sangat kacau, ada kegalauan yang memenuhi hati ini.

Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang sudah aku lakukan. Setiap kali mengingatnya, rasa bersalah dan menyesal seketika menyesakkan dada.

Ku usap wajahku dengan kasar. Aku menyadari kalau aku sudah melakukan sebuah dosa besar dalam hidup, sebuah kesalahan yang bahkan tidak akan pernah bisa dimaafkan.

Aku memukul kepalaku sendiri sambil menghela nafas kasar. Tanganku bergetar dan mengepal kuat, tanpa sadar kepalan ini memukul keras stir mobil di hadapanku.

Aku sangat marah dan ingin rasanya mengutuk diriku sendiri. Betapa bodohnya aku yang tidak bisa mencegah semuanya dan membiarkan hal paling kotor dan menjijikan ini terjadi kepadaku.

Tetapi, aku sama sekali tidak sadar saat semua itu terjadi, aku benar-benar tidak sengaja ingin melakukannya.

Apakah Vilda sudah menjebakku? Mengapa Vilda tidak sedikitpun terlihat menyesali semua yang baru saja kami lakukan? Kalau benar ini adalah sebuah jebakan, untuk apa Vilda melakukannya? Apa motivasinya melakukan semua ini terhadapku?

Aku tidak percaya kalau Vilda tega melakukan semua ini terhadapku.

Dari dulu aku dan Vilda hanyalah sahabat. Walau di masa lalu aku pernah dekat dengannya, tapi aku tidak pernah punya perasaan lebih. Bagiku, Vilda tetap hanya seorang teman semasa kuliah. Selain itu, saat ini Vilda juga adalah bawahanku semenjak dia aku terima bekerja sebagai JSO untuk resort baruku di Mandalika Lombok.

Memang benar dulu kami pernah melakukan kesalahan, bukan berarti kesalahan itu harus terulang lagi. Apalagi saat ini aku sudah tidak sendiri lagi. Aku sudah menikah. Walau pernikahanku bermula dari sebuah perjodohan, tapi aku sangat mencintai Amelia, istriku.

Lalu bagaimana jika nanti Amel tahu segalanya tentang diriku? Setelah semua ini terjadi, apa aku masih pantas menjadi suaminya?

Aku sungguh tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi jika Amel tahu bahwa aku sudah mengkhianatinya. Aku sudah menodai kesucian pernikahan dan cinta kami.

Ku rogoh saku celana dan ku raih ponsel yang ada di dalamnya. Aku baru ingat sedari tadi ponsel ini off. Mungkin saja Amel sudah berkali-kali mencoba menghubungiku.

Oh Tuhan! Aku sangat ceroboh. Aku bahkan lupa kalau hari ini aku berjanji akan ke dokter kandungan bersama Amel.

Sudah hampir dua tahun aku dan Amel menikah dan hubungan kami berjalan sangat manis setahun terakhir. Namun, sayangnya sampai saat ini kami belum memiliki buah hati. Karena itu aku dan Amel berencana program hamil agar kami bisa segera memenuhi keinginan Papa Firman untuk bisa memberikannya seorang cucu.

Perlahan aku jalankan mobil dan memberanikan diri untuk pulang. Aku yakin saat tiba di rumah Amel pasti akan sangat marah padaku. Selain melupakan janjiku aku juga pulang sangat terlambat.

Sepanjang perjalanan aku merasa sangat tidak tenang, rasa bersalah dan menyesal selalu menghantui pikiran dan memenuhi kepalaku.

Walau kaki ini terasa sangat berat, aku  tetap melangkah masuk ke dalam rumah, seperti biasa Amel selalu menyambutku di depan pintu saat aku pulang kerja. Akan tetapi, dugaanku ternyata salah. Kalau biasanya dia akan selalu memasang wajah masam ketika aku pulang terlambat, tetapi malam ini dia justru tersenyum manis menyambut kedatanganku.

"Maafkan aku pulang terlambat, Sayang," ucapku sambil ku raih kepalanya dan sebuah kecupan aku daratkan di keningnya.

"Nggak apa-apa, Sayang aku tahu kamu pasti sangat sibuk tadi di kantor," sahut Amel sambil mencium tangan dan mengambil alih tas laptop yang aku bawa.

"Bagaimana dengan rencana kita bertemu Dokter Herlina, Sayang? Gara-gara aku terlambat, kamu pasti sudah membatalkan janji untuk bertemu dengannya, kan?" sesalku.

"Justru aku yang minta maaf sama kamu, Sayang. Aku lupa mengabari kalau janji ketemu dokter tidak jadi hari ini," jawab Amel sambil tersenyum dan bergelayut manja di tanganku.

"Berarti janji ketemu Dokter Herlina hari ini memang batal ya, Sayang?" tanyaku lagi.

"Iya, Sayang, kita tidak bisa menemui dokter Herlina sore ini karena dia mendadak ada operasi, jadi di reschedule ke hari esok," terang Amel tanpa terlihat ada rasa marah ataupun kecewa terhadapku.

"Tadi aku sudah kirim pesan untuk ngabarin kamu, tapi ponselmu tidak aktif. Aku tahu kalau hari ini kamu sangat sibuk, dan seperti biasa kamu pasti lupa mengisi daya ponselmu, kan? Sudah kebiasaanmu meninggalkan kabel charger di rumah," celoteh Amel sambil menunjuk charger ponselku yang masih menempel di colokan listrik di atas meja.

"Iya, maaf aku lupa, Sayang," sungutku sambil berusaha tetap tersenyum dan menggaruk kepalaku walau tidak gatal. Setidaknya aku merasa lega karena hari ini Amel tidak marah kepadaku, dan untuk sejenak aku bisa melupakan rasa bersalahku padanya.

"Kamu sudah makan, Sayang?" tanya Amel lagi dan aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Ya sudah ayo kita makan, aku juga belum makan karena aku memang sengaja menunggumu." Amel lalu menggandeng tanganku dan mengajakku ke meja makan.

Mendengar Amel mengatakan kalau dia belum makan dan sengaja menungguku, tentu aku tidak mungkin menolaknya. Walau sebenenarnya rasa laparku sudah hilang setelah kejadian tadi.

Selama ini kami memang selalu menyempatkan waktu untuk makan malam bersama setelah seharian kami disibukkan dengan pekerjaan kami masing-masing.

Sehari-hari, Amel sibuk mengurus usaha event organizer yang dia kelola bersama sahabatnya Mayra.

Usai makan aku langsung masuk ke kamar dan bergegas mandi. Ku guyur tubuh ini di bawah derasnya kucuran air shower dan berlama-lama di sana.

Setelah apa yang terjadi antara aku dan Vilda, berliter-liter airpun rasanya tidak cukup membersihkan tubuh kotor dan penuh dosa ini.

Aku benar-benar menyesali semuanya. Aku bahkan tidak pantas ada di dekat istriku saat ini.

-------‐---------------------

Buat kalian yang sudah pernah membaca karya pertamaku Keangkuhan Cinta, pasti sudah tahu kalau ini adalah sebuah pengulangan. Hanya saja disini aku tuliskan dalam sudut pandang Andra sebagai protagonis pria, supaya kalian bisa lebih menjiwai isi cerita. Sedangkan, buat kamu yang belum pernah membacanya, tetap akan aku arahkan untuk memahami keseluruhan isi cerita pada akhirnya.

So tetap disimak kelanjutannya ya guys....

Bab 2 Merasa Berdosa

Malam semakin larut. Andra dan Amel sudah sama-sama merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Seperti biasa, Amel selalu tidur dengan posisi kepalanya ada di dada Andra. Sambil tersenyum menggoda, tangan Amel juga nakal meraba bagian-bagian paling peka di tubuh suaminya.

Biasanya hampir tidak satu malam pun mereka lewati tanpa keintiman. Maklum saja, walau sudah hampir dua tahun menikah, hubungan mereka baru berjalan manis setahun belakangan ini. Namun, malam itu Amel bisa merasakan ada yang sedikit berbeda dari sikap Andra terhadapnya.

Kalau biasanya Andra yang akan selalu memulai penyatuan di antara mereka, kali ini justru Andra terlihat tidak bergairah. Andra bahkan sama sekali tidak menanggapi Amel yang menggoda dengan senyum genitnya.

"Kamu kenapa, Sayang? Sepulang dari kantor sepertinya kamu nggak semangat, apa lagi ada masalah?" tanya Amel merasa penasaran dengan perubahan sikap suaminya.

"Biasalah urusan kerjaan, Sayang," kilah Andra berbohong dan tersenyum samar. Pikirannya masih dipenuhi rasa bersalah.

Andra merasa kalau dirinya sangat kotor dan penuh dosa sehingga dia berpikir kalau dia tidak pantas lagi menyentuh istrinya.

"Aku kangen, Sayang," bisik Amel menggoda sambil mengecup pipi Andra.

"Hari ini aku capek banget, Sayang. Dan ini juga sudah malam, sebaiknya kita istirahat saja, ya!" tolak Andra.

"Ih ..., kamu ini. Katanya pengen cepet punya baby. Kalau kamu lemes gini, kapan jadinya?" dengus Amel merasa kesal dengan penolakan suaminya.

"Maaf, Sayang. Aku lagi nggak enak badan," bohong Andra lagi.

"Mau aku pijitin nggak?" tawar Amel.

"Nggak usah, Sayang. Aku hanya butuh istirahat," sahut Andra.

"Sekarang kita tidur saja, ya! Besok kan pagi-pagi sekali sudah harus ke kantor," sambung Andra sembari tersenyum, mengusap kepala Amel dan mengecup keningnya.

"Good night, Sayang," pungkas Andra seraya memejamkan matanya.

"Good night," balas Amel ketus sambil membalikkan posisi tidurnya memunggungi Andra.

"Maafkan aku, Mel. Aku sudah mengecewakanmu malam ini. Setelah apa yang aku lakukan dengan Vilda, aku merasa kotor, aku tidak pantas lagi menyentuhmu." Andra membatin. Rasa bersalah itu kian mengganggu pikirannya.

"Andra kenapa sih? Nggak biasanya dia tidak bergairah seperti ini?" sungut Amel dalam hati. Seketika rasa jengkel memenuhi hati Amel karena sikap dingin suaminya malam itu. Setelah Andra menolak menjalankan kewajibannya malam itu, pastinya Amel harus berusaha sendiri memadamkan hasrat di dirinya.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Amel pun lelap tertidur. Akan tetapi, berbeda dengan Andra. Meskipun jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, Andra masih belum bisa memejamkan matanya. Bayang-bayang penyesalan terus menghantuinya. Hal kotor yang sudah dilakukannya bersama Vilda, membuatnya merasa frustasi dan tidak tahu harus berbuat apa saat itu.

****

Hari berganti pagi. Setelah menyelesaikan sarapannya, Andra dan Amel berangkat ke kantor bersama. Seperti biasa, Andra akan mengantarkan Amel ke kantornya terlebih dahulu. Setelah itu baru dia akan langsung ke kantornya.

Amelia and Mayra Production (AMP) adalah nama event organizer yang dikelola Amel bersama sahabatnya Mayra. Selama ini mereka berkantor di sebuah ruko dan bersebelahan dengan Mayra Studio yaitu studio senam milik Mayra.

Meski Andra sendiri berkantor di gedung perkantoran megah Prima Go milik papa mertuanya, tetapi Amel tetap lebih suka berkantor di ruko itu. Hal itu dia lakukan agar bisa bekerjasama dengan Mayra dalam mengurus EO-nya. Selain bekerja dengan Amel, Mayra juga merupakan seorang koreografer senam dan tari di Mayra Studio miliknya.

Setelah mengantarkan Amel, Andra bergegas menuju kantornya. Hari memang masih pagi, Andra tiba di kantornya yang terletak di lantai dua puluh lima gedung Prima Go, lebih awal dari biasanya.

"Selamat Pagi, Pak Andra," sapa Nadya sekretarisnya yang sudah lebih dahulu tiba di kantor itu.

"Pagi, Mbak Nadya," balas Andra. "Apa Vilda sudah sampai di kantor?" lanjutnya bertanya.

"Belum, Pak Andra," sahut Nadya sambil menoleh ke ruang kerja Vilda yang pintunya masih tertutup rapat.

"Kalau Vilda sudah datang, tolong suruh ke ruanganku, Mbak!" perintah Andra.

"Baik, Pak!" Nadya mengangguk patuh.

Meski Nadya hanyalah sekretarisnya, Andra selalu memanggilnya Mbak, karena usia Nadya jauh diatas usianya. Nadya juga adalah karyawan paling loyal di perusahaannya. Dia sudah menjadi sekretaris di HW Logistic semenjak perusahaan itu masih dipegang oleh Almarhum Joddy Hadiwiguna yaitu ayah kandung Andra.

Andra kembali melanjutkan langkahnya hendak menuju ruang kerjanya.

"Pagi, Ndra. Tumben sepagi ini kamu sudah sampai di kantor?"

Andra menghentikan langkahnya saat mendengar seorang pria menyapa.

"Pagi, Pa," balas Andra sambil menoleh ke belakang dan melihat Firman, papa mertuanya yang juga baru saja sampai di kantor itu.

Meski perusahaan Andra memiliki bidang yang berbeda dengan Firman, tetapi mereka memang berkantor di area yang sama. Hal itu sengaja dilakukan Firman agar dia bisa memberi tanggung jawab baru untuk Andra serta bekerjasama dengan menantunya itu. Selama ini Andra juga menjalankan bisnis agen properti yang diprakarsai oleh Firman. Agen properti yang mereka beri nama FH Property.

"Iya, Pa. Amel ada event pagi ini, jadi dia harus ke kantor lebih pagi dan aku otomatis harus berangkat lebih pagi juga," sahut Andra.

Firman hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sambil melangkah mendekati Andra.

"Berhubung masih pagi, Papa ingin bicara sebentar sama kamu." Firman menghampiri Andra dan merangkul pundak menantunya itu. Keduanya lalu masuk ke ruangan kerja Andra.

Andra meletakkan laptopnya di atas meja dan langsung duduk di kursi kerjanya sedangkan Firman ikut duduk di kursi di hadapan Andra.

"Apa ada hal penting yang ingin Papa bahas denganku?" tanya Andra saat mereka sudah duduk dengan posisi saling berhadapan.

"Enggak, Ndra. Papa hanya pengen tahu, sudah seberapa jauh usahamu sama Amel untuk memberikan Papa seorang cucu?" balas Firman ikut bertanya.

Andra sesaat terdiam. Pertanyaan Firman kembali mengingatkan Andra akan kesalahan yang sudah dilakukannya bersama Vilda.

"Oh Tuhan, karena kesalahanku, aku bukan hanya mengkhianati Amel, istriku. Tetapi aku juga sudah mengkhianati kepercayaan Papa Firman," batin Andra merasa berdosa.

"Apa kalian sudah jadi memulai program hamil?" Karena Andra tidak menjawab pertanyaannya, Firman kembali melanjutkan bertanya.

"Hmm ... sebenarnya, aku dan Amel berencana ke dokter kandungan kemarin, Pa. Tapi, sayangnya dokter itu mendadak membatalkan janji karena ada operasi. Dan kami akan reschedule lagi untuk bertemu dengannya," tutur Andra.

"Ok, good! Papa nggak mau kalian menunda lagi untuk punya momongan. Kamu tahu kan, kalau papa sudah sangat ingin menimang cucu," desak Firman tersenyum penuh harap.

"Baik, Pa," pungkas Andra singkat.

Dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi sikap mertuanya yang memang selalu menuntut agar dia dan juga Amel segera memberikannya seorang cucu.

"Ya sudah, sekarang kamu lanjutkan bekerja. Papa juga mau ada meeting pagi ini." Firman beranjak dari tempat duduknya lalu meninggalkan Andra sendiri di ruang itu dan menuju ke ruang kerjanya yang merupakan seorang Presdir di Prima Go Constructions, sebuah kontraktor ternama di Kota Jakarta.

Setelah Firman keluar dari ruangannya, Andra menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Andra menghela nafas kasar sambil mengusap wajahnya.

"Papa Firman begitu mempercayaiku selama ini. Bagaimana jika nanti dia tahu kalau aku sudah mengecewakannya?" gumam Andra.

"Amel dan Papa Firman pasti akan sangat membenciku apabila mereka tahu bahwa aku sudah melakukan sebuah dosa besar dalam hidupku," decak Andra marah terhadap dirinya sendiri.

"Ah sial! Ini semua gara-gara Vilda. Aku harus memperbaiki semua kesalahan ini," sengit Andra.

Braakk ...!

Tanpa sadar tangannya mengepal kuat dan memukul meja di hadapannya.

Bab 3 Resign

"Ada apa kamu memanggilku, Ndra?" tanya Vilda saat ia sudah masuk ke ruangan Andra.

"Duduk, Vil! Ada hal penting yang ingin aku sampaikan kepadamu," terang Andra seraya mempersilahkan Vilda duduk di kursi di hadapannya.

"Hal penting apa?" tanya Vilda tersenyum tanpa ada rasa canggung terhadap Andra.

Meski di kantor itu Andra adalah atasannya, tetapi saat mereka sedang berdua saja, Vilda memang tidak pernah bersikap formal kepada Andra. Wajar saja, karena Vilda, Andra dan juga Yogi, assistant Andra adalah sahabat dekat dari semasa mereka kuliah.

"Coba kamu baca ini!" tunjuk Andra sambil menyerahkan sebuah map kepada Vilda.

"Aku sudah membuatkan kontrak kerja baru untukmu, Vil. Aku akan promosikan jabatanmu naik menjadi Director Sales and Marketing di resort kita," lanjut Andra menerangkan isi map yang kini sudah ada di tangan Vilda.

"Promosi jabatan? Benarkah, Ndra?" sentak Vilda tersenyum sumringah mendengar Andra memberikannya promosi jabatan walau dia belum lama bekerja di sana.

Dengan senyum manis yang terus terulas di bibirnya, perlahan tangan Vilda mulai membuka map berwarna putih dengan logo sebuah luxury resort di Mandalika Lombok. Vilda membaca isi kontrak itu dengan seksama.

Sejenak Vilda membelalakkan matanya dan mendengus kesal setelah membaca pasal-pasal di kontrak itu. Seketika dua bola matanya kini menatap tajam ke arah Andra.

Praakk ...!

Map di tangannya dilemparnya dengan kasar di atas meja di hadapan Andra.

"Apa maksud semua ini, Ndra?" pekik Vilda menunjukkan raut kemarahannya kepada Andra.

"Tujuanku pengen develop kamu, Vilda. Aku sengaja memberimu promosi ini, karena ini akan sangat bagus untuk pengembangan karirmu kedepannya. Selain itu, dengan in charge langsung di Lombok, kamu akan lebih fokus mengurus resort ini. Sedangkan disini, aku dan Yogi yang akan mengurus semuanya," terang Andra berusaha tenang menghadapi Vilda yang sudah pasti akan merasa kecewa setelah membaca isi kontrak itu. Dia bisa menebak kalau Vilda tidak akan setuju hijrah dari ibu kota untuk tinggal di Lombok.

"Tega kamu, Ndra!" hardik Vilda sambil menggeleng dan terus menatap mata Andra dengan sorot kekecewaannya.

"Setelah semua yang terjadi di antara kita, sekarang kamu ingin membuangku ke Lombok. Begitukah, Ndra?" seringainya.

"Bukan seperti itu, Vilda. Aku tahu dari dulu kamu punya cita-cita jadi seorang hotelier yang sukses, bukan? Nah, ini kesempatanmu untuk meraih kesuksesan karirmu. Selain itu, gajimu akan aku naikkan dua kali lipat dari yang sekarang," kilah Andra.

"Satu hal lagi, kamu nggak usah khawatir, karena selama tinggal di Lombok, aku akan memberikan semua fasilitas yang kamu butuhkan. Tempat tinggal dan juga mobil yang kamu bisa pakai sehari-hari di sana," sambung Andra menerangkan semua fasilitas yang akan diberikannya kepada Vilda selama bekerja untuk resortnya di Lombok.

"Aku nggak butuh semua ini, Ndra! Ini bukan promosi. Aku tahu ini hanya cara lain kamu agar bisa mencampakkan aku dan menjauhkan aku dari kehidupanmu, kan?" bentak Vilda merasa kecewa dan marah atas sikap Andra terhadapnya.

"Aku harap kamu jangan salah paham dulu, Vilda. Aku sama sekali tidak punya maksud seperti itu," sanggah Andra.

"Kalau bukan sengaja ingin menjauhiku, lalu untuk apa kamu ingin agar aku pergi dari Jakarta dan pindah tinggal di Lombok?" Vilda kembali menyeringai dan tersenyum miring.

"Maafkan aku, Vil. Aku sangat menyesali semua yang terjadi antara kita tadi malam. Itu adalah sebuah kesalahan besar. Aku benar-benar tidak sadar sudah melakukan semua itu terhadapmu," sesal Andra sambil memalingkan wajahnya dari tatapan Vilda.

"Kamu tidak perlu menyesali semua itu, Ndra. Yang terjadi tadi malam adalah hal yang wajar, kita melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan?" tampik Vilda dan tersenyum menggoda.

Setelah apa yang mereka berdua lakukan di apartemen Vilda tadi malam, Vilda memang tidak sedikitpun menunjukkan rasa menyesal. Justru, dia terlihat sangat senang dan menikmati hubungannya dengan Andra, walau dia sendiri tahu kalau Andra sudah menjadi milik wanita lain.

"Enggak, Vil. Semua itu bukan hal yang wajar. Tidak seharusnya kita melakukan itu. Aku sudah punya istri dan aku juga sangat mencintai Amel." Andra menggelengkan kepalanya semakin merasa menyesal dengan apa yang sudah dilakukan bersama Vilda.

"Ndra, ini bukan pertama kali kita melakukannya. Dulu kita kan sudah pernah melewati satu malam bersama, mengapa justru sekarang kamu menyesalinya?"

"Aku akui di masa lalu aku memang seorang bajingan, Vil. Bahkan, dulu aku juga yang sudah merenggut kesucianmu. Tapi itu dulu, Vilda. Sekarang semua sudah berbeda, aku sudah menikah. Aku tidak ingin mengulangi semua kesalahanku di masa lalu," tegas Andra.

Vilda menghembuskan nafas kasar mendengar kalimat yang diucapkan Andra.

"Aku nggak nyangka ternyata kamu sangat munafik, Ndra!" pekiknya kembali menatap tajam ke arah Andra.

"Aku sudah menyerahkan segala-galanya buat kamu, tapi kamu sama sekali tidak bisa menghargaiku, Andra!" ketus Vilda dengan raut wajah yang semakin tampak penuh kekecewaan.

Vilda membuang nafas kasar kemudian berdiri dari tempat duduknya seraya memalingkan pandangannya dari Andra. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Vilda keluar meninggalkan ruang kerja Andra dan langsung masuk ke ruangan kerjanya.

Andra terpaku di tempat duduknya. Dengan kedua tangan yang menyatu, ia menopang dagunya.

"Maafkan aku, Vilda. Semua ini tidak benar, aku tidak pernah menginginkan semua ini terjadi lagi diantara kita." Andra membatin sendiri penuh rasa menyesal.

Beberapa menit berselang, Vilda kembali masuk ke ruangan Andra sambil membawa sebuah amplop di tangannya.

Praakk ...!

Amplop itu juga dihempaskannya sangat kasar di atas meja di hadapan Andra.

"Ini surat resign ku, Ndra. Dan mulai hari ini aku berhenti bekerja disini!" ketus Vilda menatap Andra dengan sorot kemarahan dan juga rasa kecewa terhadap sikap Andra kepadanya.

Andra ikut hanya menatap datar ke arah Vilda.

"Dan ini kunci apartemenku!" Vilda meletakkan kartu akses apartemennya di atas meja.

"Aku tahu, setelah resign, aku sudah tidak punya hak untuk tinggal di apartemen ini lagi," pekik Vilda lalu membalikkan badannya dan hendak keluar lagi dari ruangan itu.

"Vilda, tunggu!" teriak Andra. Ia segera berdiri dari duduknya dan mencekal tangan Vilda, mencegahnya melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu.

"Maafkan aku, Vil. Kamu jangan salah sangka sama aku. Yang aku lakukan ini semata-mata untuk kebaikan kita berdua! Aku nggak mau terus-terusan merasa bersalah. Kamu nggak mesti mengajukan resign seperti ini, Vilda!" sergah Andra sambil menatap wajah Vilda yang masih terlihat sangat marah dan kecewa padanya.

"Keputusanku sudah bulat, Ndra! Aku sadar kalau aku sudah banyak melakukan kesalahan, dan aku nggak pantas lagi bekerja di perusahaanmu!" celetuk Vilda ikut memperlihatkan rasa bersalah dan menyesal.

"Lalu, kalau kamu kembalikan kunci apartemen ini, memangnya kamu akan tinggal dimana, Vil? Bukankah di Jakarta ini kamu nggak punya siapa-siapa?" cegah Andra. Meski tidak ingin melarang Vilda mengajukan resign, Andra tetap peduli kepada Vilda. Bagaimanapun juga, Vilda adalah sahabatnya, Andra merasa punya tanggung jawab untuk menjaganya.

"Apa pedulimu aku mau tinggal dimana, Andra? Aku mau jadi gelandangan kek, jadi pelacur kek. Bukan urusan kamu! Aku baru sadar kalau kamu itu sangat egois! Setelah semua yang terjadi antara kita sekarang kamu mau membuang aku gitu aja! Dengar, Ndra! Aku juga punya harga diri, kamu nggak bisa menginjak-injak aku seenaknya seperti ini!" geram Vilda.

"Ok, Vil! Kalau kamu tetap bersikeras ingin resign, silahkan saja! Aku nggak akan melarangmu. Tapi, apartemen itu masih merupakan hak kamu, aku sewa apartemen ini selama satu tahun khusus untukmu," terang Andra sambil kembali menyerahkan kunci apartemen itu pada Vilda.

"Baiklah, sementara aku belum dapat tempat tinggal yang lain, aku akan tetap tinggal di apartemen ini. Dan kamu nggak usah khawatir, Ndra. Setelah aku dapat tempat tinggal baru, aku akan kembalikan kunci ini secepatnya!" ketus Vilda. Sesungguhnya ia sangat ingin Andra mencegahnya mengajukan resign tetapi ternyata tidak seperti bayangannya, Andra begitu enteng menerima pengajuan resignnya.

Dengan penuh rasa kecewa, Vilda lalu keluar dari ruangan Andra dan masuk ke ruangannya.

Vilda membereskan semua barang barang pribadinya dari meja kerjanya dan menampungnya dalam sebuah tas besar.

"Kamu mau kemana Vil, kok jam segini sudah beres-beres? Sudah mau pulang, ya?" Seorang pria diam-diam memperhatikannya yang terlihat tergesa saat membereskan semua barang-barangnya. Yogi, asisten Andra yang juga adalah sahabatnya bisa merasakan ada yang berbeda dari sikap Vilda hari itu. Tanpa permisi, Yogi masuk ke ruangannya. Hal itu sudah biasa dilakukan Yogi karena mereka dan juga Andra memang bersahabat sangat dekat.

"Aku mau pulang, Gi," sahut Vilda singkat. Namun, dari raut wajah Vilda, Yogi bisa melihat kalau saat itu Vilda sedang merasa kesal.

"Hei ..., ada apa ini? Apa kamu lagi ada masalah, Vil?" tanya Yogi penasaran.

"Ini hari terakhir aku kerja disini, Gi. Aku sudah ngajuin resign!" sungut Vilda tanpa menoleh ke arah Yogi dan tetap sibuk merapikan semua barang-barangnya.

"Resign?" Yogi semakin bingung dengan sikap Vilda hari itu.

"Kamu serius, Vil?"

"Ya serius lah, masa bohong!"

"Memangnya kenapa, Vil? Kok tiba-tiba saja kamu resign?Apa kalian berdua punya masalah?" usut Yogi seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Vilda.

"Kamu tanya aja sendiri sama atasanmu itu," ketus Vilda sambil meraih handbag dan menyambar tas yang berisi barang-barangnya dari atas meja kerjanya.

"Aku permisi, Gi. Maafin kalau aku ada salah selama kerja disini," ujar Vilda tersenyum tipis seraya menepuk pundak Yogi.

Vilda langsung beranjak pergi meninggalkan Yogi yang masih mematung di tempatnya berdiri.

"Apa yang terjadi antara Vilda dan Andra? Kenapa Vilda mendadak resign seperti ini," gumam Yogi tidak bisa mencegah Vilda yang berlalu di hadapannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!