NovelToon NovelToon

WHITE

Prolog.

“Shi*t!!”

Mengumpat menjadi hobi barunya. Entah untuk yang keberapa kali dia mengumpat hari ini. Tumpahan minuman merah pekat yang mengenai gaun baru yang ia beli dengan cara mencicil selama sepuluh kali itu tidak bisa menghilang meskipun dirinya sudah mencuci sebanyak biji kuaci pada kelopak bunga matahari, sampai kulit putihnya mengelupas perih.

“Sial*an!! Apa dia laki-laki bodoh? Mengapa membawa gelas seperti itu saja bisa tumpah?!” Dia masih memaki, merutuki kebodohan laki-laki yang membayarnya malam ini. Ia bersumpah akan meminta ganti rugi dua kali lipat jika cairan Wine itu tak kunjung hilang. Gaun itu masih belum lunas, akan tetapi dia harus rela gaun tersebut rusak dan kemungkinan tidak bisa lagi di gunakan. Sebenarnya bisa, sih, jika dia tidak malu, atau paling buruknya kehilangan pelanggan karena dinilai jorok.

White Abbey, gadis berusia 21 tahun ini adalah putri dari Frederick Abbey, mantan pebisnis sukses yang bangkrut karena suka bermain judi dan wanita. Ibunya—Jessey Coric—memilih pergi dari kehidupan keluarga Frederick, dan rela melepas nama Abbey yang sudah ia sandang selama 24 tahun karena malu. Sedangkan White sendiri, harus hidup terlunta karena Fred tidak lagi mau peduli, dengan dalih White adalah gadis dewasa yang sudah bisa menanggung hidupnya sendiri.

Sejak hari itu, White memilih pergi bersama luka menganga dalam hatinya karena ucapan sang ayah yang begitu menyakitkan. Lantas pergi kekota dengan modal nekad, mencari pekerjaan kesana-kemari hingga nyaris putus asa dan bunuh diri.

Tapi takdir berkehendak lain. Tuhan seolah masih belum rela White terbang melayang dari bumi menuju alam baka. Dan disinilah White berada sekarang. Berada didalam neraka dunia, bersama-sama pria yang tidak kalah brengseknya dengan sang ayah. Mengeruk harta mereka adalah tujuan utama hidupnya saat ini.

Uang adalah segalanya, dan laki-laki bukanlah prioritas baginya. Ia bersumpah akan mengencani laki-laki kaya, menguras isi rekening mereka, lalu mencampakkannya seperti sampah.

Namun dari pada sumpah serapah yang ia tanamkan dalam hati yang memendam dendam, malam ini White sedang kurang beruntung karena menemani pria tua berperut buncit yang menurutnya...bodoh. Lalu merusak bodycon dress berwarna putih yang ia pakai sebagai outfit kerjanya malam ini.

“SHI*T!!!” umpatnya lebih tajam saat noda merah itu sama sekali tidak mau pergi, saat kulit di sekitar pergelangan tangannya sudah mulai mengelupas, berdarah, dan perih.

“E, apa kamu masih didalam?” gema teriakan seseorang dari luar, semakin mematik emosi White karena pada kenyataannya dia harus kembali bekerja.

“Ya, Ma'am. Aku masih belum selesai dengan urusanku.”

Sialan. Wanita itu tidak mau rugi.

“Cepat keluar, atau uangmu aku potong dua puluh persen.” teriaknya lagi lebih kencang, dari balik pintu dengan tidak sabaran karena si pria tambun diluar sana sudah mengeluh protes karena White tak kunjung kembali dan menemaninya di meja judi.

“SHI*T!!!” umpatnya lagi dan lagi. Ah, sudahlah. White tidak berharap surga akan melambaikan atau mengiming-imingi keindahan padanya. Dia adalah pendosa. “Yes, Ma'am. Aku akan segera keluar.”

“Jangan macam-macam padaku, E. Atau kamu akan aku kirim ke tempat—”

“Aku siap!” sahut White sembari menyembulkan kepala dari balik pintu toilet khusus pagawai dengan cengiran yang dibuat-buat, sebelum Madam Jo menyelesaikan kalimatnya.

“Memangnya separah apa—” kalimat Joanna kembali terpenggal ketika melihat pakaian yang dikenakan White sangat kotor, penuh dengan warna merah diarea dada jika ngga paha. “Baiklah. Ikut denganku, kita minta ganti rugi.”

Meskipun terkenal kejam dan tidak mau rugi, Joanna tidak pernah membiarkan anak buahnya merasa terintimidasi, seperti yang sedang dialami White. Lantas meminta laki-laki itu mengganti sejumlah uang untuk White membeli gaun baru sebagai ganti gaun yang sudah dirusaknya meskipun tanpa sengaja.

“Okey, lupakan pria buncit itu. Ada gaun tak terpakai di ruangan ku. Ambil dan ganti gaun mu. Setelah itu, cepat temui aku kembali karena ada tamu penting yang sudah aku persiapkan untukmu.”

E, adalah nama panggilannya ketika berada di kasino. Dia lebih suka dipanggil dengan satu huruf itu, karena menurutnya, namanya terlalu suci ketika dipanggil ditempat memuakkan beraroma alkohol dan juga dipenuhi manusia-manusia penuh dosa, termasuk dirinya sendiri.

Dan ya. Setelah berhasil mengubah penampilan menjadi lebih menawan, dan, eummmm....seksi, White datang kepada madam Joanna dengan gestur kurang nyaman. Pakaian itu terlalu ketat dengan bahu terbuka hingga perbatasan dada atas hingga menampakkan belahan dada White yang memang memiliki ukuran cup 38B.

“Kenapa?”

“Gaun ini terlalu sempit, Ma'am.”

“Tidak akan sebanding dengan uang yang akan kamu dapatkan malam ini. Ikut aku.”

White sedikit berlari ketika mengejar madam Joanna yang berjalan menuju salah satu ruangan VVIP di lantai dua bangunan megah ber-izin lengkap itu. White juga harus mengimbangi langkahnya yang bertopang pada hak sepatu setinggi sepuluh centimeter agar tidak jatuh terkilir atau jatuh menggelinding dan mempermalukan dirinya sendiri.

Hingga kini ia sampai didepan sebuah pintu kaca buram yang terbuka otomatis ketika seseorang berjalan mendekat. Aroma ruangan itu berbeda. Tidak seperti di lantai bawah yang riuh dan beraroma alkohol pekat dan asap rokok yang mengepul menyesakkan paru-paru, ruangan VVIP ini terasa begitu manis ketika dihirup. Tidak luput pula, aroma maskulin dan harum yang menguar dari dua sosok yang duduk diatas sofa mewah berwarna abu-abu disana, dibawah pencahayaan oranye yang berpendar diatas kepala dan menyiram seluruh bagian sisi meja. White melihat seorang wanita bergaun tak kalah seksi darinya. Wanita itu adalah maskot di kasino ini, dengan bayaran paling mahal yang harus di tanggung sang penyewa dengan hitungan per jam, wanita itu akan memberikan service terbaiknya.

“Selamat malam, tuan Tendler, tuan Bruddy.” sapa Joanna selaku pemilik kasino dan juga pemilik dua wanita ini, memberi salam hormat.

Tuan Tendler itu yang mana? Dan tuan Bruddy itu yang mana?

White terus membatin karena Madam Jo tidak memberi petunjuk apapun. Sedangkan dua presensi berwibawa itu tersenyum, dan White hanya bisa melihat salah satunya dari sisi samping. Ah, dia sangat tampan dan akan menjadi partnernya? Maka White harus memberikan service yang tak kalah baik dari Teressa, sang maskot.

Langkah White kembali mengikuti Madam Jo untuk mendekat kepada dua orang disana, yang kini semakin membuat White tercengang. Wajah genius, rahang tegas, alis mata tebal, hidung mancung, bibir yang begitu seksi dimata White, dan juga permukaan kulit yang bersih, juga surai coklat madu yang di pomade rapi. White ingin meneteskan liur melihat ciptaan Tuhan yang satu itu. Begitu sempurna.

“Perkenalkan, ini E, partner yang akan menemani anda bermain hari ini, tuan Bruddy.”

Bruddy? Dimana ya White pernah mendengarnya? Seperti tidak asing di telinga, dan....

Wow, White ingat. Bruddy adalah nama yang pernah White dengar dari layar televisi. Bruddy adalah keturunan bangsawan yang masih aktif berkecimpung didunia politik hingga saat ini. Wah, ini sebuah anugerah. White harus bisa mengeruk rekening laki-laki tampan itu sebanyak mungkin. Ini kesempatan langkah.

“E, ini tuan Verous Bryan Bruddy yang akan kamu layani malam ini.” ucap Joanna memberi penjelasan kepada Teressa dan juga White.

“E.” sapa White memperkenalkan diri, mengulurkan tangan dan berharap disambut hangat oleh laki-laki penyandang nama Bruddy itu. Namun angannya menguar kala telapak tangannya masih menggantung tak disambut, dan kekehan mencibir ia dengar dari bibir Teressa yang menyebalkan ketika menyapa pendengarannya. White menurunkan telapak tangannya perlahan karena malu, kemudian dia menggigit bibir bawahnya karena gugup. Akan tetapi, manik coklatnya bertemu dengan manik abu-abu milik Bruddy.

Jantung White berdebar tidak karuan. Ia rela jika harus disewa lebih dari wanita pendamping di meja judi, jika laki-laki yang membayarnya adalah spesies berjenis langkah seperti si Bruddy ini.

Kesadaran White kembali ditarik paksa kala Joanna kembali bersuara. ”Perlu aku ingatkan sekali lagi untuk kalian berdua, simpan informasi mereka baik-baik. Jangan sampai ada yang mengetahui jika tuan Tendler dan tuan Bruddy datang kesini.”

“Yes, ma'am.” jawab Teressa, lantas mengecup bibir tuannya. Sedangkan White, masih berdiri sebagai amatiran yang tidak professional, tidak-tidak, hanya kurang professional, mungkin itu kata yang pantas. Ia mencuri-curi pandang kepada laki-laki tampan berkemeja hitam itu dengan wajah merona.

“E?”

“Y-yes, Ma'am.” sahutnya gugup, lalu berjalan mendekat kepada Partnernya, Verous Bryan Bruddy.

“Lakukan pekerjaan kalian dengan baik. Saya, permisi undur diri, tuan Tendler, tuan Bruddy.”

Sunyi seperginya madam Jo. Teressa yang memang sudah berpengalaman, mulai bekerja dengan baik, sedangkan White, duduk kaku disamping Vero—panggilan akrab Verous Bruddy—dengan keringat dingin yang mulai bermunculan di kening dan telapak tangannya.

Lantas, laki-laki tampan itu melirik kearah White dengan ekspresi terganggu dan tidak suka.

Ah, aku membuat kesalahan. Lagi pula, mengapa Madam Jo mengirim pemula sepertiku untuk tamu VVIP seperti mereka?

White bergerak gusar, lalu satu sentakan kuat menyapa pinggangnya hingga terapung ke udara, lantas mendarat diatas paha kokoh sang pria. “Bantu aku, E.” katanya, membuat jarak wajah Vero dan dada White hanya terhitung beberapa centi saja.

Darah White berdesir cepat dan dingin ketika mendengar suara dalam milik Vero. Manik mereka terkunci, dan saat itulah, untuk pertama kalinya, White mengecup bibir seorang laki-laki. “Tentu saja, Tuan.” ucapnya seduktif setelah berhasil menjauhkan bibirnya dari bibir Vero.

Jawaban itu sukses membuat tawa sinis Teressa kembali terlukis pada birai merah merekah wanita itu.

Karena tidak mau dianggap remeh, White turut menyuguhkan sebuah seringai. “Anda tidak akan berpaling dariku sedikitpun. Karena aku akan memberikan pelayanan terbaikku untuk anda, tuan Bruddy.” []

...DISCLAIMER:...

-Cerita ini murni imajinasi penulis.

-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidak sengajaan.

-Semua karakter didalam cerita tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata

-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan

-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain.

Mesin ATM dan laki-laki berhoodie.

...Sebelum mulai baca, yuk luangkan waktu untuk memberikan apresiasi kepada penulis dengan cara like, komentar, hadiah, Vote, serta jangan lupa untuk menambahkan WHITE kedalam list favorit agar tidak ketinggalan jika cerita ini update chapter baru....

...Terima kasih....

...Happy Reading......

...•...

WHITE by: VizcaVida

Malam telah berganti pagi. Jam menunjuk angka tiga dini hari pada arloji yang melilit pergelangan tangan, dan White berjalan gontai menuju rumah kost tiga susun dengan harga sewa paling low sepanjang masa, yang ia tempati beberapa bulan ketika pertama kali menginjakkan kaki di perkotaan.

Hari ini dia berhasil membantu partner nya, Dan besok pagi setelah dia bangun tidur dengan wajah dan tubuh segar, dia akan pergi ke mesin ATM, mengecek saldo rekeningnya, dan berharap bisa menyewa apartemen yang lebih layak huni. Membayangkan digit angka yang ada pada layar mesin ATM, membuat White tiba-tiba tersenyum sendiri seperti orang tidak waras. Ia terlalu bahagia karena, selain mendapat pelanggan tampan, ia juga berhasil membantu pria tampan itu memenangkan permainan, lantas, ia akan menerima bayaran yang cukup besar atas pelayanan terbaiknya itu.

Dan apa tadi? Madam Jo memanggilnya Sweetie? Bukannya bastard seperti yang sering ia dengar? Itu berarti suasana hati madam Jo sangat senang karena White berhasil memberikan kepuasan berbeda kepada pelanggan VVIP nya yang memiliki strata tertinggi dalam silsilah daftar orang pemilik kekayaan paling luar biasa dan berpengaruh di negeri ini.

“Woy, baru pulang?”

White yang baru saja menginjakkan kaki pada anak tangga terbawa untuk naik ke lantai dua, terkejut bukan main karena sapaan Nichole, tetangga kostnya yang lumayan mengganggu kehidupan damai nan tentram milik White. Ya, meskipun pada kenyataannya hidup White memang tidak seindah drama sereal yang sering ia lihat di Netflix, setidaknya, dia mempunyai teman sama gila dengan dirinya. Nich—sapaan akrab Nichole, bekerja di sebuah super market besar ternama. Namun kadang-kadang juga melayani pria yang menghubungi dan membutuhkan jasanya diatas ranjang. Mereka sama-sama menanggung kerasnya hidup menjadi manusia tidak berharta dimuka bumi.

“Kenapa? Kamu kenapa belum tidur?”

Wanita berusia satu tahun lebih tua dari White itu mengedikkan bahu, mencebikkan bibir dan melipat kedua lengan didepan dada yang tercetak jelas karena memakai tanktop ketat. “Belum mengantuk. Baru pulang juga dari panggilan alam.”

White tertawa miris. Panggilan alam? Seperti orang suci yang di akui bumi saja.

“Ah, jadi ada pekerjaan ya? Oh baiklah Nich. Aku butuh istirahat. Sampai jumpa besok.” ucap White sambil melambaikan tangan tanda perpisahan, lalu bergerak menaiki anakan tangga satu persatu untuk sampai di kamar yang sangat ia rindukan.

***

Gelap telah menjelma menjadi terang kembali. Bahkan, White merasa baru saja memejamkan mata beberapa detik yang lalu. Ah, semesta tidak mau berkompromi sedikitpun dengannya hingga dia harus kembali bangun dari mimpi indah dan menghadapi dunia nyata. Tapi tunggu.

White turun dari ranjang sempit dengan gerakan kasar dan nyaris terjungkal. Ia segera membasuh wajah, memoles sedikit bedak, menyambar sweater dan dompet, lalu bergegas keluar kamar. Ia begitu tergesa-gesa hingga tidak peduli dengan sapaan Nichole dan berlalu menuju mesin ATM yang berada tidak jauh dari rumah kost ini.

Ia tidak sabar ingin melihat perubahan fantastis pada digit angka rekeningnya, lalu angkat kaki dari hunian kumuh itu.

Telapak tangan White bergetar ketika memasukkan kartu pada slot mesin. Menekan nomor pin, dan memilih menu cek saldo. White menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Jumlah saldonya itu bahkan bisa ia pergunakan untuk membeli barang-barang branded yang ia inginkan tanpa harus mencicil selama sepuluh kali. Dan ya, ucapan madam Jo memang selalu nyata. Tuan Bruddy mengisi dan menambah saldo rekeningnya sebanyak 30ribu dollar, angka yang sangat fantastis bukan?

Kemudian, ponselnya tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk dari madam Jo yang sepertinya sedang berhasil menerima telepati darinya.

Tuan Bruddy memberitahu ku jika dia sudah mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu. Segera cek.

White tersenyum gembira karena merasa dianak emaskan oleh si pemilik kasino. Selama bekerja disitu, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti saat ini. Akan tetapi, belum sempat kebahagiaanya itu memenuhi benaknya. Satu pesan lain masuk, dari pengirim yang sama.

Tuan Bruddy juga memintaku untuk selalu meluangkan waktumu ketika ia ingin bermain. Dia juga meminta nomor ponselmu, dan aku memberinya. Sorry untuk yang satu itu, aku tidak meminta izin terlebih dahulu kepadamu. Aku terlalu bahagia.

Sama. White juga sangat bahagia, apalagi setelah melihat saldo uangnya yang membeludak seperti memenangkan lotre.

Yes, Ma'am. No problem.

White melompat bahagia hingga tanpa sadar diluar sana antrian sudah mengular, dan pintu ATM diketuk kasar oleh seorang wanita berwajah ketus. White dalam masalah jika sampai berurusan dengan wanita paruh baya yang pasti akan mengomel itu.

Ia bergegas keluar dengan wajah malu saat semua mata pada antrean menyorot padanya. Wanita ketus itu berhasil memprofokasi beberapa orang ini untuk menyudutkan dan menatap kesal padanya. Sial.

Kini, langkah White terasa begitu riang ketika kembali menuju rumah kostnya. Ia bahkan berniat tidur nyenyak sampai sore, lalu kembali bergelut dengan pekerjaan memuakkan yang seperti tiada ujungnya. Tapi, langkah ceria itu harus terhenti kala seseorang tanpa sengaja menabrak bahunya cukup keras hingga jatuh terjerembab ke belakang.

White yang kepalang emosi berdiri kasar dan mengejar orang berhoodie yang telah menabraknya tanpa berniat meminta maaf.

Rahang White mengerat, ia berlari sekuat tenaga, menahan pinggulnya yang nyeri karena jatuh dengan posisi yang tidak tepat.

Ah, sialan sekali orang itu.

Dan ketika berhasil sampai di belakang punggung berbahu lebar dalam balutan Hoodie hitam itu, White meremat kuat kain tebal itu hingga tubuh sang empu berbalik arah menghadap dirinya. White menyeringai tajam, lantas ia menunjuk wajah laki-laki itu tanpa ragu.

“Apa kamu tidak melihat aku terjatuh karena ulah mu huh?! Pinggangku sakit dan kamu pergi begitu saja? Dimana sopan santun mu kepada seorang wanita?” cerocos White tak mau berkompromi. Ia benar-benar kesal karena laki-laki itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menyesal atau itikad meminta maaf.

Sialan memang. Pecundang?

“Dasar pecundang!” tuduh White tajam. Membuat laki-laki itu kini mematik tatapan tajam bak elang ke arah manik White. Wajah di balik masker hitam itu terlihat dipenuhi emosi. Langkahnya mendekat satu langkah kearah White. Satu langkah lagi, satu langkah lagi, hingga kini White yang harus berjalan mundur karena terintimidasi.

“Dasar gadis bodoh!”[]

...🍃🍃🍃...

Bersama Pak Vero Bruddy.

...Sebelum mulai baca, yuk luangkan waktu untuk memberikan apresiasi kepada penulis dengan cara like, komentar, hadiah, serta jangan lupa untuk menambahkan WHITE kedalam list favorit agar tidak ketinggalan jika cerita ini update chapter baru....

...Terima kasih....

...Happy Reading......

...•...

WHITE by: VizcaVida

Madam Joanna kembali menempatkan White di ruang VVIP. Tentu saja bukan tanpa alasan. Ada tuan Bruddy disana, dan entah sejak kapan pria muda nan tampan itu jadi sering berkunjung ke tempatnya. Dan juga, pelanggan elitenya itu menghubunginya secara langsung untuk membooking White. Joanna menebak, White mulai mendapatkan tempat spesial di hati tuan Bruddy.

White terlihat begitu cantik hari ini. Pakaian rajut berwarna hitam simple long Sleeve dengan rok jeans pendek hampir memperlihatkan pant*at, rambut dikuncir kuda, dengan poni menjuntai bebas didepan wajah—hanya beberapa yang terselip dibalik telinga, sempat membuat Vero terperangah tanpa berkedip ketika White memasuki ruangan tadi. Aroma vanilla lembut yang menguar dari tubuh ramping White juga mampu mematik sang lawan bicara untuk berada dalam posisi bingung bercampur gairah.

Croupier bersiap memutar Roulette untuk yang terakhir kali. Papan berbentuk lingkaran yang dilengkapi dengan angka-angka dan juga jarum seperti sebuah kompas yang menunjuk empat arah itu bergerak memutar dan Croupier itu melemparkan bola putih kedalamnya, yang tentu saja turut memutar.

White mengamati angka Roulette itu dengan seksama, lantas ia mendekatkan wajah pada telinga Vero dan berbisik seduktif ketika ia yakin akan satu hal yang bisa membawa tuannya dalam sebuah kemenangan seperti sebelumnya. “Straight up.”

Vero tersenyum disudut bibir dan mendongak untuk mempertemukan manik mereka. “Berapa?” tanya Vero dengan baritone nya yang begitu s*eksi di telinga White.

“Twenty One.”

Vero meraih sebuah keping koin berwarna hitam, dan meletakkannya di angka yang disebutkan White.

Roulette diputar. Jantung White berdebar tidak karuan dengan harap-harap cemas, takut jika tebakannya melenceng dan bisa merugikan Vero. Tapi senyuman mengembang sempurna ketika putaran Roulette itu semakin melambat, dan bola berhenti di angka yang sama persis dengan tebakan White. Permainan sepakat berakhir, dan Vero menang sekali lagi berkat White.

Lengannya yang kokoh itu menarik kuat pinggang ramping White, meraba tengkuk leher gadis itu, lantas menekan kuat agar bibir mereka bertemu. “Thank you, Sweet heart.” bisiknya seduktif dengan bibir memerah karena dampak ciuman singkat namun panas yang dibuat keduanya.

White hanya tersenyum manis, mengusap satu sisi wajah Vero dengan lembut, lalu meraih gelas Wine untuk ia serahkan kepada tuannya itu. “Cheers...”

Vero tersenyum, menerima gelas tinggi itu dan mengadu dengan gelas tinggi milik White hingga berdenting pelan. “Glad to see you, E. Aku akan selalu mencarimu jika datang ke sini. Jadi selalu persiapkan dirimu, aku bisa datang sewaktu-waktu.”

White tersenyum sekali lagi. Muak sekali. Namun laki-laki didepannya ini adalah sumber kekayaan yang akan menjadikan dirinya orang kaya baru. Jadi, dengan senang hati ia akan menyambut dan mengeruk sedalam-dalamnya harta kekayaan keluarga Bruddy yang terhormat ini.

“Ada waktu? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, sebagai imbalan atas kemenangan ku hari ini.”

White mengangkat tangan, ia melihat jam tangan yang melilit di pergelangan. Pukul 12 lebih 15 menit. “Kemana? Aku perlu izin dari madam Joanna, jam kerjaku masih panjang.”

Tanpa banyak bicara, Vero meraih ponselnya dan menghubungi orang yang bersangkutan. Dan dalam sekejap mata, permintaan Vero mendapat persetujuan tanpa syarat apapun. “Kamu dengar sendiri, jadi temani aku hari ini.”

“Tentu tuan Bruddy, dengan senang hati.”

Siapa yang tidak senang. Taruhan yang dimenangkan Vero malam ini, jumlahnya jauh lebih besar dari yang sebelumnya. Otomatis, White akan mendapatkan transfer uang yang lebih banyak pula. Ditambah lagi, Vero mengajaknya jalan malam ini, jelas laki-laki itu akan membelikannya sesuatu—Pikir White seorang.

***

Satu jam berkendara, mereka sampai disebuah restoran berbintang yang buka 24 jam. White sedikit was-was, mengingat dirinya sedang proses diet dan menghindari makan di malam hari.

“Kenapa tidak dimakan? Tidak enak?” tanya Vero sambil memotong kentang rebus dan memasukkan kedalam mulut.

Bukan begitu. White mengira, mereka akan mendatangi salah satu mall yang buka 24 jam, lalu membelikannya barang-barang branded dengan harga selangit, alih-alih makan dimalam hari. Ternyata ekspektasinya terlalu tinggi. Laki-laki itu berkata 'aku lapar, belum makan sejak sore' ketika memarkir mobil Jeep keluaran terbaru dengan harga selangit yang mereka tumpangi ketika menyentuh lahan parkir, dan bayangan menyenangkan dalam benak White terbang seperti burung-burung bebas di angkasa kala mendapati kenyataan tidak seindah ekspektasi.

“Tidak suka dengan menu makanannya? Sedang diet?”

Rentetan pertanyaan itu membuat White kesal. Ia meraih kasar garpu yang ada di sisi kiri piring hidangan, kemudian memotongnya bak seorang psycho yang sedang menghabisi korbannya.

Melihat ekspresi kesal di wajah White, Vero tersenyum. Ia tau betul jika wanita memasang wajah seperti itu, berarti sedang tidak puas akan sesuatu yang sedang menjadi harapan dalam benaknya.

“Makan dulu. Nanti kita belanja di mall setelah perut kenyang.” sergah Vero yang membuat pergerakan mencincang diatas piring yang dilakukan White terhenti. Wajah gadis itu berubah lebih berbinar, dan ia mulai memotong makanan didalam piringnya dengan tenang.

“Mau beli apa? Perhiasan?”

White menggeleng. Ia hanya ingin membeli beberapa gaun untuknya bekerja. Ah, lebih tepatnya ketika melayani Vero di saat-saat mendatang. “Baju. Aku ingin membeli gaun baru.”

Vero mengangguk, lantas memasukkan potongan tomat dan daging secara bersamaan kedalam mulut. “Habiskan dulu makanannya. Harga makanan disini mahal, jadi jangan dibuang-buang, sayang.” ucap Vero dengan nada sedikit remeh yang bisa White tangkap. Mungkin laki-laki itu merasa sebal ketika tau maksud dan tujuan White yang sebenarnya. Lagi pula, salah siapa yang mengajak pergi jalan-jalan? White tidak mau melewatkan kesempatan emas dan melepas mangsanya begitu saja. Sesuai prinsip yang ia pegang teguh, ia akan mengeruk harta laki-laki tidak tau diri dan tidak bisa menghargai uang, seperti Verous Bryan Bruddy yang agung ini.

Hingga tepat di jam dua pagi, White berada disalah satu mall besar yang sering didatangi orang-orang berkelas atas, bertitle ajaib, dan juga terkenal. Ia berhenti di salah satu toko baju branded yang di sarankan Vero, memilih beberapa potong gaun yang cocok untuknya, lantas membiarkan Vero membayarnya dengan kartu hitam limited edition yang dimiliki laki-laki itu.

“Lain kali, bilang saja jika ingin pergi belanja. Tidak perlu menyiksa kentang rebus diatas piring seperti tadi.”

Wow. Guyonan laki-laki tampan ini sangat kaku. White bahkan harus pura-pura tertawa lebar hanya untuk menghargai perasaan orang lain, seperti yang pernah diajarkan sang ibu, tentang sebuah adab, tata Krama, dan balas budi. Mungkin White sekarang sedang dalam mode membalas budi akan kebaikan tuan Bruddy yang sudah bersedia membayar gaunnya yang sangat-sangat mahal itu dengan uangnya.

“Tidak ingin membeli perhiasan sekalian?”

Eh? Seriusan?

White menoleh kasar, dan manik keduanya bertemu. Laki-laki itu tersenyum kepadanya. Tampan, dan manis sekali, dan....seksi.

“Memang boleh?” tanya White. Dia merasa tidak enak, tapi jiwa sosialita kacangannya sedang berkobar membara.

“Boleh. Silahkan.”

Vero membimbing langkah White menuju sebuah toko jewelry termasyhur. Dengan harga yang tidak tanggung-tanggung, Vero membelikan sebuah cincin yang sangat manis dan pas di jari manis White. “Kamu suka yang itu, E?”

White mengangguk. Ia benar-benar puas malam ini. Ia akan bersyukur atas apa yang ia dapatkan malam ini. Hingga kini, mobil mewah Vero sudah berhasil berhenti didepan tempat tinggal White. Laki-laki itu sekilas menilai lingkungan tempat tinggal White yang memang jauh dari kata layak.

“Pak Vero tidak perlu terkejut. Kelas perekonomian kita berbeda, jadi jangan mengolok tempat tinggal saya.”

“Saya kira, kamu tinggal bersama orang tua.” tutur Vero yang kemudian membuat White membeku ketika hendak melepas seatbelt yang sejak tadi membelit tubuhnya.

Orang tua ya? Bahkan White hampir lupa dengan arti kata tentang makna orang tua dalam hidupnya. Namun White tau dimana meletakkan segala beban hidupnya. Laki-laki disampingnya tidak berhak tau akan hidup yang sedang ia jalani.

“Tidak. Saya tinggal seorang diri. Saya hidup sebatang kara.”[]

...🍃🍃...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!