NovelToon NovelToon

Di Ujung Peluru

1. Adinda

Long weekend, kata yang amat di tunggu oleh para "remaja". Sekelompok remaja itu bersuka cita mereka tertawa riang di pinggir pantai menikmati indahnya ombak menari, menghabiskan rokok, camilan dan kelapa muda.

Biasa jika kampung halaman mereka jauh dari tempat berdinas, mereka akan habiskan waktu seperti ini saja. Namun tidak sebahagia hati Ardi saat itu. Kawannya yang lain memegang ponsel dan sibuk dengan pujaan hati masing masing bahkan ada yang mau menikah, hanya dia saja yang tidak lagi memiliki kekasih.

Kenangan masa lalu begitu membayangi hati dan pikirannya. Sambil menghela napas panjang Ardi berpikir dalam hati apakah bisa dia segera mendapatkan pasangan hidup yang bisa menerima segala tentang dirinya terlebih pada profesinya.

"Heeyy.. Ada apa melamun saja. Nikmati aja liburan ini, kita santai, lupakan ketegangan sementara waktu" ucap Danu membuyarkan lamunan Ardi. Ardi hanya tersenyum saja dan tak menanggapinya. Hanya hatinya sedikit merasa ada yang kurang, entah apa.

"Kita mau jalan lagi, kamu ikut gk Ar?" tanya Dian pada Ardi.

"Sudah, kalian duluan aja. Aku ada perlu sebentar, nanti aku langsung balik ke barak" jawab Ardi.

Teman temannya mulai meninggalkan Ardi dan beranjak melanjutkan malam itu. Ardi beranjak dari tempat duduknya dan mulai menaiki motor bebek kesayangannya.

Perjalanan keluar dari pantai itu amat berkelok kelok, tiba tiba gerimis mulai turun dan Ardi sedikit menyesali karena mengabaikan ajakan kawannya untuk pergi bersama tadi. Dalam sunyi perjalanan Ardi di kejutkan sosok wanita yang hendak melompat dari sebuah karang yang tinggi. Ombak berdebur mengenai tubuh wanita yang sedang menatap sayu ke arah lautan.

Ardi menekan klakson, wanita itu tidak bereaksi. Saat akan melompat Ardi mendekati wanita tersebut

"Kalau kau mau mati, jangan takut untuk melompat. Tapi kalau kamu masih takut. Jangan kekanakan untuk melakukannya. Kau akan menyusahkan keluargamu saja" Ucap Ardi sembari duduk di batu karang.

"Aku tak punya keluarga, siapa yang akan kehilangan aku?

"Setidaknya takutlah pada Tuhanmu" Jawab Ardi

***

"Rumah mbak dimana? Biar saya antar. maaf pakai jaket saya ya? Udara di sini juga sangat dingin" kata Ardi sambil memakaikan jaket pada wanita itu. Dengan hanya menunduk, wanita itu menunjukkan arah rumahnya dan Ardi segera mengantarkannya pulang.

Rumah wanita itu berjarak sangat berjauhan dari rumah lainnya, yang nampak hanya kebun yang berdiri pohon kelapa, pohon singkong, pepaya, dan beberapa tanaman khas pedesaan.

"jangan panggil aku mbak, panggil saja aku Adinda.

"Iya Adinda, namaku Ardi" jawab Ardi.

"Terima kasih mas Ardi sudah mau menyelamatkanku tadi. Aku tinggal sendirian di sini" ucap wanita itu pertama kali sejak dalam perjalanan hingga tiba di rumah itu

"Iya nggak apa-apa, tapi apakah sendirian disini gk bahaya buatmu? Sedangkan aku tadi bertemu denganmu dalam kondisi seperti itu" tanya Ardi yang melihat daerah rumah Adinda saling berjarak jauh dari tetangga.

Adinda hanya menatap mata Ardi, tatapanya tiba tiba membuatnya mengalihkan pandangan. Adinda menuju ke belakang rumah bersiap membuat teh untuk tamunya itu. Dapur lawas yang amat sederhana.

Dalam hati Ardi. Ia masih bertanya tanya ada masalah apa Adinda ini. Tak berapa lama, Adinda datang dengan membawa segelas teh untuk tamunya tersebut.

"Silahkan diminum dulu mas. Maaf gara - gara saya perjalanan mas jadi terganggu" ucap Adinda.

"Tidak apa - apa Dinda" kata Ardi sambil menyunggingkan senyum. Hujan di luar begitu deras.

"Bagaimana ini.. aku harus segera kembali, lagipula tidak enak berdua di rumah seorang wanita seperti ini, bang Pandu pasti mengabsen adik - adiknya walaupun ini longweekend " gumam Ardi dalam hati.

"Mas..maaf saya tinggal ke dalam dulu ya, di minum mas tehnya mumpung masih hangat?" pamit Adinda sambil masuk ke dalam menuju dapur rumahnya yang amat sederhana itu. rumah keluarga yang sebenarnya tidak layak di tinggali karena sudah rusak dimana2.

"Iya..silahkan" Jawab Ardi sambil meminum teh yang ada di hadapannya. Tiba - tiba saja terdengar suara

"(gubraaaaakkk) Aaahhhh".

"Apa itu??"pikir Ardi. Ardi segera beranjak melangkah ke tempat asal suara tadi.

"Dinda.. permisi..ada apa di belakang?" Ardi perlahan melangkah ke arah dapur

"Siapa kamu?" tanya Ardi melihat seorang lelaki yang menempelkan pisau di leher Adinda.

.

.

2. Ikut Denganku

"Kamu harus ikut aku Dinda" Pria tersebut mabuk dan menodongkan pisau pada Adinda

"Aku nggak mau mas" Adinda memohon pada Rudi dengan takut

"Kamu harus menikah denganku. aku tidak perduli meskipun kamu janda dari adikku" Rudi terus berbicara hingga membuat Adinda takut. Pisau di tangannya sudah di mainkan hingga Adinda nyaris pingsan karena terlalu takut

Ardi menendang pisau itu hingga terpelanting jauh jatuh ke tanah.

"Tidak bisa, dia calon saya" jawab Ardi sambil menggandeng Adinda keluar. Adinda menarik tangannya tapi Ardi tetap menggenggam erat tangannya.

Rudi mengejar mereka, tangannya menggapai lengan Adinda dan menariknya lagi. Adinda sangat ketakutan. Tangan Rudi merobek badge yang tertempel pada jaket Ardi

"Aku nggak mau mas, lepaskan tanganku. Mas Ardi tolong mas" Reflek kaki Ardi menendang hingga Rudi pingsan di tempat.

"Sebenarnya ada apa Dinda??" tanya Ardi penuh selidik

"Dia kakak iparku, dia ingin menikahiku sejak suamiku meninggal. Aku di rumah ini sendirian mas. Aku mau lari dari desa ini. tapi aku tidak tau harus kemana" jawab Adinda dengan tangan gemetar

"Ikutlah denganku, cepat kemasi barangmu, juga segala surat penting yang mungkin kamu butuhkan" Nada dingin Ardi terasa menusuk tulang

"Tapi mas.." Adinda sangat bingung

"Cepat kemasi.. aku tidak akan mengulang lagi perkataanku" tegas Ardi

"Tapi mas belum mengenalku"

"Bicarakan itu nanti..yang penting kamu keluar dari desa ini bersamaku" Tatapan dingin Ardi membuat Adinda menurut seketika.

Ardi dan Adinda pergi dengan cepat dari rumah itu.

***

"Ini kontrakanku, kamu tinggal disini. tenang saja disini jauh lebih aman" Ardi meletakan barang Adinda dan di kontrakan tiga petak miliknya.

Adinda mengikuti langkah Ardi. Matanya tertuju pada pakaian seragam loreng yang tergantung di tembok kamar.

"Mas seorang tentara?" tanya Adinda lirih

"Iya.. kenapa? gajinya kecil??" Ardi menjawab dengan tangannya masih mengotak atik slot pintu yang sedikit rusak. Tidak masalah jika pria yang tidur disana tapi kali ini yang akan tinggal adalah seorang wanita.

"Tidak mas bukan itu. Kamu membawaku kemari itu akan merusak harga dirimu" ucap wanita berjilbab itu.

"Harga diri yang mana? aku yang akan menanggungnya, kamu tenang saja"

Adinda tidak bisa berkata apapun lagi. pria di hadapannya ini sangat tegas dalam berbicara.

"Sudah, kunci dengan baik kontrakan ini. hubungi aku bila ada sesuatu. aku harus kembali ke messku"

"Iya mas"

"Hmm..mas, terimakasih banyak" ucap Adinda sambil menunduk

"Sama sama" jawab Ardi

-----

tok..tok..tok

"Mbak..ini ada titipan untuk mbak Adinda" Kata seorang wanita bernama Ida mengantarkan nasi bungkus dan minuman untuk Adinda.

"Oohh..iya terima kasih banyak ya mbak" jawab Adinda

"Siapa wanita itu, jangan sampai itu calon istri mas Ardi" ucap Ida dalam hati sambil pergi kembali ke warung nasi miliknya

***

"Dan.. aku ketemu janda di jalan, sekarang aku bawa ke kontrakanku" Ardi meminum kopi lalu menghisap rokok di teras belakang barak bujangan

"Gila kamu Ar.. segitu patah hatinya kamu sama Ines sampe janda kamu bawa pulang" Danu tidak percaya dengan ulah sahabatnya

"Jangan bicarakan dia lagi" Ardi menghisap kuat rokoknya

"Ngomong ngomong, biasanya kamu pulang ke kontrakan. kenapa ini nggak pulang? apel juga sudah selesai. Nggak pengen kamu cek dulu itu jandamu? ledek Danu yang langsung mendapat candaan tinju dari Ardi

"Sialan.. aku sudah malas mikir perempuan" Jawab Ardi

"Enak cewek clubing ya??" Seruan Danu membuat gelak tawa mereka berdua.

***

Minggu pagi Ardi ke kontrakan membawakan makanan untuk Adinda.

"Kamu makan dulu Dinda" titah Ardi pada Adinda yang merapikan kamar Ardi. sebenarnya kamar Ardi sudah cukup rapi, tapi sentuhan tangan perempuan memang jauh lebih baik.

"Iya mas, terima kasih ya. maaf selalu merepotkanmu" Adinda merasa bersalah telah merepotkan pria di hadapannya

"Mas, bolehkah aku keluar untuk mencari pekerjaan? Akuu.. tidak pegang uang mas, di kampung aku biasa berkeliling mencari apa saja buat di jual" tanya Adinda pada Ardi

Ardi menatap tajam Adinda dari atas sampai bawah. dia berpikir akan kerja apa Adinda di daerahny yang seperti ini.

"Jangan keluar, aku akan cari info.. sementara kamu pakai uang ini" Ardi menyerahkan seluruh uang di dompetnya isinya satu juta rupiah.

"Tidak mas, mas bawa saja. aku sudah terlalu merepotkanmu" Tolak Adinda dengan sopan

"Kalau kamu tidak mau terima, kamu akan membeli kebutuhan pakai apa?"

"Aku akan keluar sebentar untuk mencari kerja" Adinda bersikeras untuk menolak uang dari Ardi.

"Apa terlalu sedikit?"

"Tidak mas, tolong jangan bicara seperti itu..aku tidak pantas menerima uangmu. atas dasar apa aku menerimanya?" tanya Adinda

"Begini saja, dengan mengajakmu kesini..secara tidak langsung, aku memutus pekerjaanmu. Anggap saja aku bertanggung jawab dalam hal ini" Ardi memegang tangan Adinda dan meletakkan uang itu di tangannya. Adinda menolak bersentuhan dengan Ardi. Ardi pun mengerti

"Maaf...... terima uang itu. aku tidak bermaksud apa apa"

Setelah cukup lama mereka berbincang di teras, Ardi pamit untuk kembali ke barak.

.

.

3. Wanitaku

tok..tok..tok..

"Apa mas Ardi kembali lagi" gumam Adinda. Ia berjalan membuka pintu rumahnya. tampak Rudi dengan seringainya yang langsung cepat menemukan keberadaan Adinda di sana

"Halo cantik.. kenapa kamu lari kesini?" Goda Rudi pada Adinda. Rudi mendorong pintu hingga kepala Adinda terbentur tembok.

"Tolong mas, aku tidak mau berurusan sama kamu lagi" pinta Adinda

"Aku tidak punya uang sayang, kamu harus beri aku uang, menikahlah denganku" Rudi menghambur ingin memeluk Adinda tapi Adinda menghindar. Rudi mengejarnya dalam rumah itu hingga Adinda terpojok. Rudi menarik jilbab Adinda, wanita itu menariknya kembali sekuat kuatnya.

bruuugghhh

"Kamu sungguh kurang ajar, beraninya kamu ganggu perempuan lemah, dasar banci" Ardi menghajar Rudi karena kesal

"Dia akan kunikahi, dia harus bekerja" ucap Rudi dengan tidak tau malu

"Baru akan..tapi dia istriku sekarang. Pergi dari sini atau kucincang kamu karena mengganggu istri orang" Ardi menarik pria yang selalu mabuk itu dan melemparnya ke luar kontrakan. Rudi pergi dari sana dengan sempoyongan.

Ardi kembali masuk ke dalam kamar. dilihatnya gadis itu menangis di pojokan kamar

"Ceritakan padaku, kenapa dia selalu mengejarmu" Tanya Ardi sambil memasukkan dompetnya yang tadi tertinggal. Jika bukan karena dompet itu, pasti sudah terjadi sesuatu pada Adinda.

"Dia kakak iparku, setiap hari kerjanya mabuk dan berjudi. setiap aku kerja, dia selalu mengambil uangku. aku selalu kabur tapi dia bisa menemukanku. 6 bulan yang lalu suamiku meninggal, dan mas Rudi selalu menggangguku setiap hari. Di desaku tidak ada yang berani berhadapan dengannya, aku sendirian..ayah ibuku juga meninggal karena ulahnya " Adinda terisak dalam ketakutannya.

Ardi mendengarkannya dengan baik, kemudian dia berpikir sejenak lalu mengambil ponselnya mengirim pesan pada beberapa orang

***

"Kita mau apa kesini mas?" tanya Adinda.

"Kamu akan aku nikahi" ucap Ardi

"Tidak mas, aku tidak mau menikah lagi. lagi pula aku ini janda, banyak masalah yang menimpaku aku tidak mau mas masuk dalam masalahku" Tolak Adinda dan pergi dari sana

"Jangan pergi dulu, dengarkan aku" Ardi memegang lengan Adinda lalu melepaskannya lagi

"Anggap saja ini jodoh dari Tuhan. tidak ada yang tau bagaimana cara Tuhan mempertemukan kita. Aku tidak ingin menjalin hubungan di luar pernikahan. Aku sudah lelah" Ardi membujuk Adinda

***

"Ar..bagaimana?" tanya Danu yang datang dengan tergopoh gopoh.

"Kamu tunggu disana dulu Din.." Tunjuk Ardi pada sebuah kursi rotan di teras rumah pak Abdullah, seorang kyai yang telah di hubungi untuk menikahkan Ardi dan Adinda

-----

"Kamu sudah yakin Ar..ini terlalu cepat" ucap Danu

"Ya karena masalah ini..jadi aku hanya bisa menikah siri dulu. yang penting dia bisa selamat dari ancaman Rudi" jawab Ardi.

"Kamu bahkan tidak mengenalnya.. dia tidak tau masa lalumu" ucap Danu ragu.

"Tapi dari sorot matanya yang teduh.. Aku yakin dia bukan wanita sembarangan" Ardi hanya tersenyum mendengar penuturan sahabatnya.

"Baiklah aku mengerti, yang penting ini bukan pelarian dari Ines" Danu menepuk bahu Ardi

------

Akad nikah sudah di laksanakan. Ardi dan Adinda sudah sah menjadi suami istri di mata agama. Sebelum akad nikah Danu merekam akad nikah itu sampai selesai dan meminta anak pak kyai mendokumentasikannya pada ponselnya juga ponsel Ardy. Tangan Adinda gemetar saat meraih tangan Ardi dan menciumnya. Ardi mencium kening Adinda yang sekarang telah menjadi istrinya.

"Sekarang kamu adalah istriku, Lahir batin kamu tanggung jawabku. Tidak ada lagi yang bisa menyentuhmu selain aku." ucap Ardi

"Iya mas" hanya isak tangis yang terdengar dari Adinda

Hari pun semakin sore, Ardi dan Adinda pulang ke kontrakan. Ardi sudah melaporkan statusnya pada perangkat RT untuk membuat laporan dan data diri agar di kemudian hari tidak akan menjadi masalah, bahkan pak RT juga menjadi saksi pernikahan mereka.

***

Malam ini Ardi tidur di kontrakan menemani Adinda yang masih terlihat takut dengan kejadian tadi pagi. Ardi memberi ruang agar istrinya tidur di sisi tembok dan dia sendiri tidur di sebelah Adinda.

Adinda tidur menghadap tembok dengan tetap memakai jilbabnya. Ardi tidak melarangnya, Ia tau istrinya masih belum siap dengan semua ini. Mereka nampak canggung.. Ardi mencoba mencairkan suasana

"Dinda, maaf aku menggantikan sosok suamimu"

"Nggak apa-apa mas, dia sudah bahagia disana" jawab Adinda

"Kamu masih merindukannya?"

"Dia Ustadz muda yang sangat di segani di desaku. Dia sangat sabar. Dia mengajariku banyak hal. tapi dia sakit dan meninggalkanku saat aku sangat mencintainya" Adinda terisak

"Maaf Dinda..maafkan aku" Ardi tidak ingin Adinda bersedih karena mengingat suaminya yang dahulu. bagaimanapun saat ini dialah suami Adinda.

"Mas, tolong beri aku waktu untuk menata hatiku" Adinda masih terbayang saat berdua dengan suaminya sebelum dia meninggal

Ardi hanya tersenyum melihat Adinda

"Iya"

Biar Tuhan yang menentukan arah kita akan kemana Adinda. Aku pasrah pada Yang Memberi kehidupan.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!