“Tidak! Kumohon jangan lakukan ini padaku.” Sara menepis dengan kasar tangan seorang pria yang berusaha meraba pahanya.
Sekalipun Sara hanyalah seorang pelayan di Bar ini, tetapi Sara adalah gadis baik-baik yang menjadi kehormatannya. Bekerja di sebuah bar tidak menjadikan Sara sebagai wanita yang mudah disentuh para pria hidung belang yang sering menyambangi bar untuk mendapatkan kepuasan bersama seorang wanita.
Sara beringsut ke ujung sofa untuk menghindar, sayangnya pria yang tengah mabuk tidak mau melepaskan Sara begitu saja. Dalam pengaruh alkohol, pria itu justru semakin mendekat.
“Anthony nekat juga ya! Segitu penasarannya sama cewek pelayan bernama Sara itu!”
“Udah lo diem aja. Biarin aja Anthony seneng-seneng. Lo tau sendiri kan Anthony gak pernah mau dikasih tau apalagi sekarang dia tengah dalam pengaruh alkohol.”
“Akan tetapi, gimana jika Sara itu masih perawan. Bisa-bisa Anthony dituduh sudah memerkosanya.”
“Sssttt ... berisik lo! Jangan kenceng-kenceng. Kita cuma diminta nunggu di sini, menjaga pintu biar tidak ada yang masuk ke ruangan ini sebelum Anthony kelar sama cewek bernama Sara yang sok jual mahal itu. Cuma pelayan bar aja sok jual mahal banget!”
Langkah seorang pria bernama Belva Agastya berhenti saat melewati salah satu ruangan VIP yang dijaga oleh tiga orang pria. Sekalipun bar ini cukup bising, tetapi Belva masih sempat mendengar ada teriakan wanita yang minta tolong.
“Tolong! Jangan menyentuhku. Tolong!” teriakan suara wanita yang sayup-sayup terdengar di telinga Belva.
Perlahan Belva memperlambat langkah kakinya, dan dia menangkap ada kegiatan mencurigakan di salah ruangan VIP tersebut.
“Udah jangan berisik. Kalau ternyata pelayan itu masih perawan, berarti memang Anthony baru hoki malam ini.” Ucap kedua pria yang berdiri di depan pintu ruangan VIP tersebut.
Pelayan yang masih perawan?
Apakah ini pemerkosaan?
Gumam Belva dalam hati.
Mendengar perkataan kedua pria itu, Belva menghentikan langkah kakinya. Beberapa langkah dia mundur ke belakang dan kini dia berdiri tidak jauh dari ruangan VIP tersebut. Kemudia dia berjalan ke arah dua orang pria yang sedang asyik berbisik kencang di depan pintu itu.
“Minggir!” sentak Belva.
Belva menyentak kerah baju salah satu pria yang berdiri di depan pintu itu, dan menghempaskan tubuhnya supaya minggir dari depan pintu itu.
“Woi, lo mau ngapain? Lebih baik jangan ikut campur!” sahut salah pria yang berdiri di sana.
Belva menyentak kasar dua pria yang berada di sana, tanpa menunggu lama Belva mendaratkan bogem mentahnya di wajah kedua pria tersebut. Kemudian dia merangsek maju guna membuka pintu yang tertutup itu.
“Tolong ... jangan. Jangan melecehkan saya.” isak Sara dengan dua tangan yang berusaha memegangi dadanya, menangkis serangan dari Anthony, pria mabuk yang tengah gelap mata ingin melecahkan Sara.
Begitu pintu itu terbuka, mendadak darah Belva menjadi mendidih dari ujung kepala hingga ujung kaki melihat seorang pelayan yang tengah meronta dan berusaha melepaskan diri dari kungkungan seorang pria.
Gadis itu terbaring di atas sofa, menangis terisak, dan meraung minta dilepaskan dari pria yang menatap lapar tubuh gadis itu.
Belva langsung mengambil langkah lebar, berusaha menolong gadis tak berdaya yang tengah meronta minta tolong. Akan tetapi, langkahnya terhenti karena hadangan ketiga pria yang sebelumnya menjaga pintu ruangan VIP itu.
Dengan gerakan cepat, Belva menjambak rambut kedua pria itu masing-masing dengan kedua tangannya, dan membenturkannya kepala keduanya yang membuat dua orang pria itu terhuyung lantaran merasakan sakit yang luar biasa di keningnya.
Belva kembali melangkahkan kakinya, dan menarik kerah baju pria bernama Anthony yang saat ini tengah menindih gadis pelayan itu, Dengan satu tangan, Belva menyeret pria hidung belang itu menjauh dari atas tubuh tubuh pelayan yang saat ini bergetar hebat.
“Brengsek!”
Umpat Belva sembari mendaratkan pukulan tinju di area wajah pria itu di tepi mulutnya yang membuat darah segar mengalir begitu saja dari sudut bibirnya, Tidak sampai disitu, Belva juga menghempaskan tubuh pria itu ke lantai dan kembali mendaratkan beberapa pukulan tinju di wajah dan perutnya.
Sementara Anthony yang tengah dipukuli dan terkena pengarah alkohol menatap Belva dengan nyalang sembari berusaha membalas pukulan Belva. Akan tetapi, Belva yang masih sadar mampu mengelak dan justru menghujani pukulan kepada pria itu dengan bertubi-tubi.
“Anj*ng! Siapa lo berani-beraninya merusak kesenangan gue!” umpat Anthony sembari menyeka darah segar di sudut bibirnya.
Belva hanya diam saja, tetapi rahamnya mengeras sempurna.
Melihat Belva yang hanya diam, Anthony meminta kepada kedua temannya untuk mengangkat Belva dan menghajarnya. Akan tetapi, Belva dengan cepat bergerak, pria yang juga ahli Tae Kwon Do dengan sukarela menghujami pukulan dan tendangan kepada dua pria itu. Puas menghajar kedua pria itu, Belva kembali menghajar dan melakukan tendangan berputar yang membuat Anthony tumbang seketika.
“Brengsek lo!” hanya itu umpatan yang terus Belva ucapkan sembari menjatuhkan bogem mentah ke wajah Anthony. Hingga pada akhirnya Belva menghempaskan dengan kasar tubuh Anthony yang tidak berdaya itu ke atas lantai dengan napas yang memburu dan matanya yang memerah karena amarahnya yang memuncak.
“Sekali lagi lo sentuh cewek itu. Gue tidak segan-segan membuat perhitungan dengan lo. Gue yang akan menghancurkan lo dengan tangan gue sendiri. Ingat itu!” ucapnya sembari menunjuk Anthony yang tengah terkapar dengan luka lebam di wajahnya.
Puas menghajar Anthony dan dua temannya, Belva lantas menghampiri Sara, pelayan di bar itu yang nyaris dilecehkan dan kehilangan mahkota. Belva menatap iba pada Sara yang tengah meringkuk dengan dua tangan yang menutupi area dadanya, lantaran beberapa kancing kemeja seragamnya tengah hilang akibat ulah kasar Anthony.
Gadis itu duduk dan menangis, sebuah darah juga keluar dari sudut bibirnya dan wajahnya yang memerah di satu sisi akibat tamparan yang diberikan Anthony sebelumnya.
Belva semakin marah ketika dia mendekat dan mendapati gadis itu dengan rambut yang acak-acakan, lipstik yang belepotan, dan luka cakar di lengannya. Dengan perlahan Belva menyentuh lengan kiri Sara yang membuat gadis itu terkesiap hingga refleks memundurkan duduknya hingga menyentuh sandaran sofa. Sara masih shock saat ini, sebagai korban pelecahan, Sara takut jika Belva juga sama seperti Anthony, pria yang menyentuhnya dan ingin melecehkannya.
“Jangan....” ucap Sara dengan terisak dan menghindari sentuhan tangan Belva.
“Sssttts ... It’s okay. Sekarang kamu aman.” Bisik Belva yang mencoba menenangkan.
Sontak Sara menengadahkan wajahnya guna melihat wajah Belva, pria yang telah menjadi penyelamatnya.
Sara menatap Belva dengan wajah sendu dengan sisa-sisa air mata di kedua pipinya dan isakan kecil yang menyahat hati Belva.
“T-terima kasih Pak ... pria tad ....” lanjutnya dengan masih terisak.
“Sstttss ... kamu sudah aman. Sekarang ayo ikut saya.”
Belva Agastya adalah seorang CEO Agastya Property yang cukup besar di negeri ini. AgastyaProperty menggeluti lebih dari sub sektor properti mulai dari konsultan, pegadaan lahan, konstruksi dan pembangunan, pengembangan, pemasaran, hingga pemeliharaan properti.
Malam itu seusai pulang dari kantornya, Belva berniat mencari angin segar dengan mengunjungi salah satu bar yang biasa didatanginya, tetapi lantaran satu kejadian dia justru terlibat baku hantam guna menyelamatkan seorang pelayan yang tengah dilecehkan di bar itu.
“Sssttss ... dia sudah pergi. Sekarang kamu aman. Ayo, ikut saya!” bisik Belva kepada Sara, tetapi suaranya masih terdengar seperti tengah berupaya menahan amarahnya. Apalagi melihat penampilan Sara yang dengan sudut bibir sebelah kiri yang terdapat luka dan bercak darah, bajunya yang sobek dan kancingnya terlepas, dan luka cakaran di lengannya membuat Belva sangat marah karena dia berpikir pria bernama Anthony itu tadi telah memaksa Sara dengan kasar.
Belva membuka jasnya berwarna abu-abu itu dan menyerahkannya kepada Sara. “Pakai ini dulu, setelah ini ikut saya.” Dengan satu tangan yang menyodorkan jas itu kepada Sara.
Sesungguhnya Sara ragu untuk menerima jas dari pria yang tidak dikenalnya itu, tetapi mengingat kancing kemejanya yang terlepas semua dan sobekan di area lengan membuat Sara dengan berat hati menerima jas itu dan memakainya.
“Sudah?” tanya Belva.
“Ya, sudah.” Sara mengangguk sembari tangannya memegangi ujung kemejanya.
Setelah mendapat jawaban dari Sara, Belva melihat sejenak penampilan Sara.
“Kita keluar sekarang.” Ajaknya sembari menarik satu tangan Sara.
Dengan langkah kaki yang besar dan lebar, Sara sedikit berlari mengikuti langkah kaki Belva. Gadis itu menunduk dengan satu tangan yang menutupi wajahnya. Sara tidak tahu kemana Belva membawanya, dia hanya mengikuti langkah kaki pria yang saat ini berada di depannya.
Ternyata, Belva membawa Sara keluar dari Bar itu dan mengajak gadis itu untuk memasuki mobilnya.
Dalam kekalutan dan rasa takut yang tengah dialami, Sara hanya bisa mengikuti Belva. Begitu sampai di dalam mobil, kedua kaki Sara bergetar hebat. Air matanya mulai kembali menetes mengingat peristiwa pelecehan yang barusan dia alami.
Belva yang saat ini duduk di kursi kemudi, hanya diam. Seolah memberi waktu kepada Sara untuk menenangkan dirinya. Pria itu hanya menghidupkan mesin mobilnya dan AC dalam mobil, setelahnya dia hanya diam dan menunggu hingga gadis yang baru saja dia tolongi bisa tenang.
“Terima kasih sudah menolong saya Pak ...” ucap Sara dengan bibir yang bergetar.
“Hem....” sahutan singkat dari seorang Belva Agastya.
“Siapa nama kamu?” tanya Belva kepada Sara.
“Ssaya Sara Valeria, Pak ....” sahut Sara dengan menyebutkan namanya dan masih terisak.
Jari-jari tangan Belva nampak bergerak di stri kemudi. “Kamu tentu tahu bukan, bekerja di tempat seperti ini berisiko bagi para gadis? Kenapa kamu justru bekerja di tempat seperti ini?” tanya Belva yang masih terlihat marah dalam setiap kata yang dia ucapkan.
“Saya terpaksa bekerja di sini, Pak ... karena upah yang saya dapat di tempat ini cukup besar, walaupun risikonya sangat tinggi.” Jawab Sara apa adanya.
“Kamu mau bekerja lainnya?” Belva tengah berupaya menawarkan pekerjaan baru bagi Sara dengan harapan gadis itu mau menerimanya.
“Euhm, pekerjaan apa Pak? Di mana?” tanya Sara dengan polosnya.
Sejenak Belva menoleh pada gadis yang nampak ketakutan itu. “Berapa bayaran yang kamu minta jika saya memintamu bekerja selama 1 tahun?” tanya Belva sembari menatap tajam wajah Sara.
Hening.
Dalam otaknya Sara nampak menghitung, berapa uang yang akan dia terima apabila bekerja selama setahun?
Tunggu!
Sebelum Sara mulai menghitung upah yang akan dia dapatkan, Sara memberanikan diri untuk bertanya terlebih dahulu kepada Belva.
“Pekerjaan apa Pak? Mengapa harus bekerja selama satu tahun?” tanya Sara dengan ragu.
Belva nampak menimbang-nimbang, hingga akhirnya dia memilih berterus terang kepada gadis yang baru saja dia tolong. “Aku ingin menyewa rahimmu. Lahirkan seorang anak untukku, dan aku akan membayarmu dengan mahal.”
Mendengar ucapan Belva, dunia Sara rasanya runtuh seketika.
Apa menyewa rahim?
Pria penolong yang menolongku dari pria hidung belang, kini justru berniat menyewa rahimku?
Tanpa tersadar air mata menetes di dua sudut mata Sara.
“Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku bukan pria berengsek dan hidung belang seperti Anthony yang mencoba melecehkanmu tadi. Aku adalah pria yang telah beristri, tetapi istrinya mengidap Endometriosis yang menyebabkan penyumbatan pada saluran tuba palopinya sehingga membuatnya tidak bisa mengandung, selain itu akhir-akhir ini istriku juga mengidap Tokophobia sebuah fobia yang membuat wanita merasa ketakutan untuk mengandung dan melahirkan. Oleh karena itu, aku ingin menyewa rahimmu. Lahirkan seorang penerus untukku.” Cerita Belva dengan jujur kepada Sara.
Sementara Sara hanya memilin ujung kemejanya. Rasanya aneh, seorang pria beristri dan nampak pria baik-baik seperti Belva justru berniat menyewa rahimnya.
“Apakah lima Milyar cukup untuk menyewa rahimmu dan tinggal bersamaku selama 1 tahun?” lagi Belva nominal sangat besar bagi gadis yatim piatu dan selama ini hidup dalam garis kemiskinan seperti Sara.
Mendengar kata lima Milyar, membuat mata Sara membola seketika, bahkan dia seolah kesesuhan menelan salivanya. Jumlah yang amat sangat besar bagi Sara.
“Mengapa Anda tidak mengadopsi anak saja, Pak? Biaya mengadopsi anak kurang dari lima milyar rupiah, dan anak itu dapat Anda jadikan sebagai anak Anda.” Ucap Sara bersusah payah lantaran sejujurnya Sara takut dan merasa pria di sebelahnya ini adalah seorang Taipan yang kaya raya.
Dengan cepat Belva menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku ingin anak dari keturunanku sendiri. Aku yang menenunan dengan apa yang kumiliki, anak yang benar-benar di dalam tubuhnya mengalir darahku.” Ucap Belva dengan sendu.
“Tinggalkan pekerja ini dan sewakan rahimmu padaku.” Lagi kata Belva yang seolah menginginkan Sara untuk menyewakan rahimnya.
Sara masih kalut, ketakutan pasca dilecehkan dan sekarang diminta untuk menyewakan rahim. Rasanya dunianya hancur dalam satu malam, terlebih Sara bukan wanita murahan yang mudah mudah berpindah-pindah tangan. Sekalipun bekerja di bar, tetapi Sara sungguh-sungguh menjaga kehormatannya. Jika dia masih perawan, bagaimana mungkin dia hamil. Melakukan inseminasi buatan dengan cara memasukkan sel ****** ke dalam leher rahimnya pun tidak akan bisa karena dia masih gadis.
“Anda tidak mengenal saya, Pak ... bagaimana dengan mudahnya Anda ingin menyewa rahim saya?” tanya Sara yang berusaha memberanikan dirinya kepada Belva.
“Siapa kamu, latar belakang kamu tidak masalah buat saya. Asalkan kamu mau mengandung buah hati saya itu sudah cukup. Ayolah, kita bisa bekerja sama. Kita akan membuat perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak. Kamu memperoleh bayaran yang besar dan aku akan mendapatkan buah hati. Bagaimana?”
Menimbang-nimbang dalam hati dan juga merasa bahwa pekerjaan malam di bar seperti ini tidak aman baginya, akhirnya Sara pun mengambil keputusan.
“Saya bersedia, tetapi Bapak harus menikahi saya. Sehingga anak yang lahir nanti adalah anak yang lahir bukan di luar pernikahan. Dia adalah anak yang sah. Anak bukan hasil hubungan gelap kedua orang tuanya.”
Belva menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.
“Baiklah, aku akan menikahi selama setahun. Setelah anak itu lahir, kita akhiri pernikahan kita dan kamu akan mendapatkan uang sebesar lima milyar, bahkan aku bisa memberikan bonus yang lebih besar untukmu,”
Uang sebesar lima milyar rupiah bukan hal yang besar bagi seorang Belva Agastya. Dengan mudah Belva menawarkan uang sebesar itu kepada Sara.
“Jadi kamu menerima kesepakatan kita? Deal?” tanya Belva sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sara.
Sara pun mengangguk. “Deal!” dan dia menerima uluran tangan Belva.
“Aku jamin, kesepakatan kita berdua akan sama-sama menguntungkan. Perlu kamu ketahui bahwa aku adalah Belva Agastya, CEO Agastya Property. Aku akan membuat surat perjanjian di antara kita berdua, aku ingin kerja sama kita ada hitam di atas putihnya, sehingga tidak ada pihak-pihak yang akan dirugikan atau berusaha melanggar kesepakatan kita ini. Baiklah aku akan mengantarmu pulang, dan besok aku akan mendatangi. Oh, iya ... perlu kau tahu, aku juga akan mengenalkanmu secara langsung kepada istriku besok.” Ucap Belva dengan panjang lebar.
Sara menghela nafasnya yang terasa berat. Sesungguhnya dia tidak yakin apakah benar-benar menerima tawaran dari Belva, akan tetapi tawaran uang sebesar lima milyar rupiah terdengar sangat menggiurkan? Selain itu, keselamatan dan kehidupannya selama setahun ke depan akan aman. Sara mungkin sudah gila dan kehilangan akal sehatnya, tetapi dia tidak ingin bekerja malam dan nyaris menjadi korban pelecehan seksual seperti sekarang ini.
“Baik Pak ...” ucap Sara sembari menganggukkan kepalanya.
“Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang, ini sudah lewat tengah malam. Dan, ingat malam ini adalah malam terakhir kamu bekerja di sini. Jangan lagi menyambangi tempat ini.” Ucap Belva yang memperingatkan Sara untuk tidak lagi mendatangi tempat kerjanya.
Sara kembali menganggukkan kepalanya. “Baik Pak....”
Dengan cepat Belva mengemudikan mobilnya menelusuri jalanan ibukota yang sudah mulai sepi tengah malam itu. Di dalam hati dan pikirannya, Belva bahagia karena tidak lama lagi dia akan mendapatkan keturunan, keturunan berdasarkan darahnya sendiri. Belva sadar tidak mudah mendapatkan wanita yang menyewakan rahimnya, dan kini di sampingnya ada seorang gadis yang mau menyewakan rahim untuknya.
Dalam lubuk hatinya Belva sesungguhnya merasa dia telah bersikap kejam kepada gadis yang telah dilecehkan secara seksual. Dia menolongnya, tetapi justru menawarkan pekerjaan yang di luar nalar gadis tersebut. Akan tetapi, sebagai seorang pria yang sudah empat tahun lamanya berumah tangga dan mengharapkan kehadiran seorang anak, Belva sangat rindu tangisan bayi memenuhi rumahnya, senyuman dari wajah bak malaikat menyambutnya setiap hari, sudut hatinya kosong karena dia begitu ingin mendapatkan keturunan. Sementara di satu sisi, istrinya tidak bisa memberikan keturunan. Berbagai pengobatan dilakukan dan terapi untuk menyembuhkan Tokophobia yang diidap istrinya seolah sia-sia, Belva sangat ingin memiliki buah hati. Ya, buah hati yang akan meneruskan garis keturunan dan akan menjadi ahli warisnya kelak.
Sementara Sara hanya bisa menahan ketakutannya dan mempersiapkan diri dan mentalnya menjadi wanita yang menyewakan rahim. Entah dosa apa yang sudah dilakukan kedua orang tua Sara, hingga Sara selalu hidup dalam kepiluan dan kesesakan. Takdir seolah-olah mempermainkannya dan mengizinkan dia untuk bahagia.
“Jalan lurus terus, lalu belokan kedua masuk Pak ...” ucap Sara yang tengah mengarahkan Belva menuju ke kostnya.
“Ya ...” hanya itu jawaban Belva.
“Stop. Berhenti Pak.” Lagi ucap Sara yang meminta Belva untuk menghentikan mobilnya.
Belva mengernyitkan keningnya melihat pemukiman tempat di mana mobil mewahnya berhenti saat ini. “Di mana rumah kamu?” tanya Belva sembari menginjakkan kakinya di rem mobilnya.
Sara menunjuk pada sebuah rumah kecil yang berada beberapa meter di depannya. “Rumah kecil bercat putih itu Pak. Itu kost saya.”
Lagi Belva nampak heran. “Jadi kamu selama ini hanya kost?” tanyanya lagi.
Sara menganggukkan kepalanya. “Saya sudah tidak punya siapa-siapa Pak, jadi saya hanya kost di sini.” Jawabnya sembari menundukkan kepalanya.
Belva pun menatap gadis yang duduk di sebelahnya ini, ada rasa iba yang dalam hatinya. Akan tetapi, hasrat untuk memiliki buah hati begitu didambakan Belva selama ini. Akhirnya Belva berusaha mengeraskan hati nuraninya. “Baiklah, besok saya akan kesini. Saya akan siapkan surat perjanjian kita berdua. Setelahnya saya akan mengenalkanmu kepada Istri saya.”
Sara pun mengangguk. “Baik Pak ....”
Sekalipun tidak yakin, tetapi Sara hanya menyetujui perjanjian yang ditawarkan Belva. Bukan sebatas berpikiran pendek, tetapi sebagai seorang gadis jujur saja bekerja di tempat seperti itu sangat rawan untuk Sara. Keselamatannya selalu terancam setiap malam.
***
Keesokan harinya, Belva kembali datang ke kost Sara dengan membawa seorang pengacara kepercayaannya. Di dalam ruang tamu di tempat yang sempit itu, Sara menerima kedatangan Belva dan pengacaranya yang bernama Dana itu.
“Silakan Anda baca terlebih dahulu surat perjanjian antara kedua belah pihak. Pihak pertama adalah Bapak Belva Agastya, dan Nona Sara adalah pihak kedua.” Ucap Pak Dana sembari menyerahkan lembaran kertas berukuran A4 dengan meterai kepada Sara.
Pihak 1: Belva Agastya
Pihak 2: Sara Valeria
Surat perjanjian
Pihak pertama yakni Belva Agastya berniat menyewa rahim pihak kedua dengan nomimal sebesar lima milyar rupiah.
Pihak pertama akan menikahi pihak kedua selama satu tahun, dan memutuskan pernikahan ketika buah hati keduanya sudah lahir,
Pihak pertama tidak akan menutup akses komunikasi antara anak yang akan dilahirkan dengan pihak kedua karena bagaimana pun pihak kedua adalah ibu kandung dari si anak.
Selama 1 tahun, pihak kedua harus hidup bersama dengan pihak pertama.
Tertanda,
Pihak 1 Belva Agastya (Tanda tangan di atas meterai)
Pihak 2 Sara Valeria (Tanda tangan di atas meterai)
Dengan perlahan, Sara membaca surat perjanjian itu. Hatinya menghangat sangat mengetahui salah satu poin yang tidak akan menutup akses komunikasi antara dirinya dengan buah hatinya nanti. Sara cukup lega, pasalnya dia yang akan mengandung selama 9 bulan dan juga melahirkan. Sudah pasti dia akan tertekan secara mental saat harus dipisahkan begitu saja dari buah hatinya.
“Baik, saya akan tanda tangani.” Sara membubuhkan tanda tangannya di kertas yang bermeterai itu dan menyerahkannya kepada Pak Dana.
“Terima kasih Nona Sara untuk kerja samanya. Pak Belva, saya undur diri karena urusan saya sudah selesai di sini.” Ucap Pak Dana yang kemudian meninggalkan Belva berdua saja dengan Sara.
“Jika sudah, ayo. Aku akan mengenalkanmu kepada istriku. Aku bukan pria licik yang melakukan semua itu dibelakang istriku, aku melakukannya secara terang-terangan dan tidak bersembunyi-bunyi.” Ucap Belva dengan tampak tenang.
Sementara Sara hanya menggigit bibir bagian dalamnya, seolah dia berhadapan dengan pria aneh. Bagaimana mungkin seorang pria membawa wanita yang akan dinikahi hanya untuk menyewa rahimnya dan mengenalkannya secara terang-terangan kepada istrinya. Apakah Belva sudah hilang akal?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!