NovelToon NovelToon

You Belong With Me!

Senyum Palsu

Pria tinggi dan tampan itu menatap pemandangan didepannya dengan tatapan kosong. Sudah dua tahun ia menetap dirumah neneknya hanya untuk melupakan seseorang yang membuatnya sakit hati, melihat kekasih yang ingin ia lamar terpergok sedang berciuman dengan pria lain. Sesak, tentu terasa sampai sekarang. Pria yang dulu hanya setia dengan satu perempuan menjelma menjadi Playboy yang suka berganti-ganti pasangan.

Baginya saat ini, perempuan itu munafik kecuali adik perempuan dan mamanya. Semua hanya ingin harta yang ada padanya bukan hati yang dimiliki pria itu. Begitulah cerita Abrisam Fairel Calief yang kerap dipanggil Sam mengenang masa lalunya.

"Nak, kamu ngapain disana?" tanya sang nenek berjalan mendekati cucu keduanya. Awal kedatangan Sam tentu membuat dirinya kaget, apalagi cucunya itu meminta untuk tinggal sementara disini. Tetapi, semua alasan itu sudah ia ketahui dari Haura—mamanya Sam.

"Eh Nenek, nggak ada aku lagi liat pemandangan disini, bagus," elaknya berusaha tersenyum pada neneknya.

"Pemandangan apa yang kamu bilang bagus nak,gersang kayak gitu kamu bilang bagus?" tanya Dania—nenek Sam, heran melihat tanah kosong itu.

"Eh?" Sam kembali membalikkan badannya dan menepuk jidatnya pelan memandangi tanah coklat kosong sedang dibangun rumah disebelah rumah neneknya.

Dania gemas menatap cucunya, ia pun mengelus pelan kepala cucunya itu. "Kamu nggak berniat balik lagi kerumah nak?"

Sam cemburut menatap neneknya, "Aaah nenek ngusir aku yaaa?"

"Heh, nggak loh. Nenek ingin kamu punya kehidupan yang kamu inginkan." ucap Dania lembut, walaupun sebenarnya memang benar ia ingin menendang cucu sialannya itu segera keluar dari rumahnya agar tidak menjadi beban selama disini.

"Apa aku pantas nek?" tanya Sam tiba-tiba sendu, ia memandang jam tangan yang sempat diberikan oleh Maisya—kekasihnya dulu.

"Kalau kamu masih terjebak dalam hubungan masa lalu, kamu nggak akan bisa memulai hidup dimasa depanmu Nak, ingat papa kamu dulu waktu da..."

"Aku tau Nek, Nenek udah ratusan kali menceritakan pertemuan Mama sama Papa, aku bosan dengar ceritanya," selanya memotong ucapan Neneknya.

Dania langsung menggetok kepala cucu laknatnya itu dengan tongkatnya. "Dasar cucu durhaka kamu, itu biar sebagai pelajaran buat kamu Nak." gemasnya.

"huft, iya ... iyaa Nek, besok aku balek pulang," ucapnya pasrah.

"Yees!"

"Nenek bilang apa tadi?" tanya Sam heran melihat tingkah neneknya. Dania mengubah raut wajahnya sambil berdeham pelan.

"Nggak ada Nak, ya sudah mending kamu istirahat sana, Nenek siapkan makan malam." ucap Dania melenggang pergi dari kamar cucunya.

Sam kembali melirik kearah balkon, ia menatap jam tangan itu. "Lebih baik gue buang aja nih sampah!" kesalnya sambil melempar jauh jam tangan pemberian Maisya itu dan berakhir remuk dilindas roda buldozer yang sedang beroperasi di tanah sebelah rumah neneknya.

"Anjiir langsung lenyap kenangan gue, dunia pun berpihak kepada gue. Benar kata Nenek, gue harus move on. Ayo Sam lupakan wanita sialan itu dan mulai buka lembaran baru. Hmm apa gue harus list siapa aja yang jadi mantan gue,pasti seru!" semangatnya tersenyum lebar mengingat pacar barunya saat ini yang ada di kota tempat kelahirannya.

***

"Nenek, makasih udah bolehin Sam tinggal disini selama dua tahun. Nanti pas pulang kampung, aku kesini Nek, jadi jangan sedih kalau aku udah balik lagi." pamitnya sambil mencium punggung tangan neneknya itu.

Dania menyeka air matanya cepat, ia tidak ingin menampakkan wajah sedihnya dihadapan Sam. Walaupun cucunya itu menyebalkan, tetapi setidaknya Sam menghiburnya selama anak itu ada disini bersamanya.

"hati-hati di jalan, jangan lupa baca doa," ucapnya sambik mengacak-acak rambut cucunya. "Jangan lupa kirim salam sama Mama, Papa, Alze sama Azza."

"Lah mending Nenek langsung aja video call dengan mereka!" serunya langsung digetok lagi kepalanya.

"Aduh!" keluhnya sambil memegang kepalanya.

"Heh, Nenek kan minta tolong padamu. Lebih baik kalau cucu nenek sendiri yang menyampaikan pesan itu daripada lewat handphone." jelasnya dengan sabar, padahal tadi suasana sudah haru tetapi langsung jengkel dengan akhlak cucu keduanya itu.

Titisan siapa kamu nak? Padahal Papa sama Mama kamu nggak gini-gini amatlah. gumam Dania dalam hati sambil menghela napas pelan.

"Tapi, nenek jadul amat. Kan bisa pakai handphone, itulah gunanya teknologi diciptakan nek." serunya langsung kabur sebelum kena lemparan sendal oleh neneknya.

Sam langsung bergegas masuk kedalam mobil dan melambaikan tangan pada sang nenek. "Dadah nenek, miss you so much, muaaah." Sam memonyongkan bibirnya.

"Astagfirullah, tolong luruskan cucu hamba yang belok ini ya Allah," ucap Dania mengelus dadanya melihat tingkah abstrud Sam.

Setelah merasa Sam sudah menghilang dari pandangan Dania, ia pun langsung bersorak riang masuk kedalam rumah. "Beban keluarga pergiii, horeee!" soraknya melenggang masuk.

Sementara, Sam menikmati udara dingin yang menerpa wajahnya. Padahal bukan di daerah perdesaan tetapi, cukup menyita perhatiannya menatap daun hijau yang melambai-lambai akibat terpaan angin.

"Hmm sampai dirumah, ngapain yaa?" gumamnya pelan.

"Pak, saya nggak langsung ke rumah dulu, mau meet and greet dengan bestie saya," serunya mendadak mengubah rute pulangnya membuat supir didepan kebingungan.

"Meet and greet?" tanya supir yang masih bingung dengan ucapan majikannya.

"Iyaa, antar saya ke alamat yang ini yaa Pak." ucapnya sambil memberikan alamatnya lewat GPS, lalu ia merebahkan badannya bersandar pada jok mobil.

"Tuan, kita sudah sampai," seru supir membukakan pintu untuknya.

"Hah? Sampai?" tanyanya bingung sambil mengucek matanya lalu menoleh keluar dan benar ternyata ini rumah temannya.

"Kok terasa cepat?"

"Hehehe, tuan tadi tertidur pulas di dalam, makanya nggak kerasa kalau di jalan udah sampai aja," jelasnya lagi sambil membawa barang-barang Sam.

"Ooo, ya sudah terimakasih Pak," ucapnya tulus, lalu turun dari mobilnya. Lalu melenggang kearah teras rumah.

"Miras! Miras!" teriaknya sambil menggedor pintu sahabatnya. Ia tersenyum puas saat mendengar suara berisik dari dalam rumah itu, pintu langsung terbuka dan menampakkan seorang laki-laki tampan dengan rambut acak-acakan sambil mengucek matanya, Sam memandang jijik melihat sisa air liurnya masih menempel didekat bibir pria itu.

"Anjiir jam segini baru bangun?!" hebohnya menatap sahabatnya itu. Ameer Faghdam—pria tampan berdarah campuran timur tengah itu menatap kesal kearahnya.

"Ya Karna Lo teriak-teriak kayak monyet manggil gue miras, entar tetangga gue suuzon sama gue!" gerutunya kesal.

"Ya kan nama Lo memang miras, Ameer," ledeknya sambil melenggang masuk tanpa permisi oleh sang pemilik.

"Ck. Ngapain Lo disini, titisan iblis? Udah selesai jadi cucu kesayangan nenek?" ledeknya sambil melempar sendalnya sembarangan. Ia mengacak-acak rambutnya berjalan kearah dapur.

"Sialan, gue tinggal semalam disini boleh yaa?"

Praang!

Gelas yang dipegang Ameer jatuh dan pecah setelah mendengar permintaan abstrud sahabatnya itu. "Ngomong apa Lo barusan? Nginap? Di sini? Kita berdua? Di satu atap? Gue dan Lo?"

Sam mengangguk mantap. "Iyalah, emangnya ada yang mau nginap disini? Atau jangan-jangan Lo nyimpan cewek yaa disini?"

"Lama-lama mulut Lo bakalan gue sumpelin tisu toilet bekas gue, sembarangan aja Lo ngomong. Gue walaupun suka gonta-ganti pacar, tapi gue masih alim ya," cerocos Ameer.

"Ya lah yang alim tuh," cemoohnya membuat Ameer menarik napas panjang lalu hembuskan kasar. Punya teman seperti Sam mungkin harus ekstra sabar yang tinggi.

"Cih, gue bakalan buktiiin kalau gue bakalan paling banyak rekor menjadi Playboy," tantang Sam.

"Sorry, gue nggak ikutan lagi, soalnya mau tobat. Pacar gue yang last kemarin sore udah gue putusin," selanya sambil melempar cola pada Sam.

"Tumben? Serius padahal gue mau mulai jadi playboy loh. Emangnya Lo mau dijodohin?" tanya Sam penasaran.

"Mau dihamili." jawab Ameer asal membuat Sam tersedak mendengar jawabannya.

"Uhuk ... uhuk hah?"

"Hahahaha, canda anjiir. Gue mau hidup lurus mencari pendamping yang layak disisi gue." ucap pria itu sungguh-sungguh.

"Salah makan obat Lo? Kok tiba-tiba jadi anak baik?"

"Ngakak, jadi ceritanya gini ... gue kemarin sempat liat kdrt tetangga sebelah, adegan live tanpa cut hehehe. Mereka beradu fisik gitu nggak tau apa masalahnya,tapi...disitu gue tersadar karena melihat anak-anak mereka menatap nanar kedua orang tua mereka. Dan pas gue dengar gosip ibu-ibu yang beli sayur tadi pagi rupanya suami ibuk tuh ternyata hamilin anak orang anjiir, udah tua selingkuh lagi!" ocehnya panjang lebar.

Sam mendengar kata selingkuh, teringat kembali dengan mantan pacarnya yang membuatnya sakit hati. Senyum palsu yang berusaha ia tampilkan kini menghilang seketika. Ameer merasa raut Sam langsung berubah, seketika ia paham bahwa pria itu ternyata masih belum bisa melupakan wanita itu.

"Mau sampai kapan merana trus, huh?"

Dia Muncul

"Ck, pertanyaan konyol apa itu huh?" tanya Sam dengan sinis, ia tidak akan mengingat hal itu lagi.

"Ya sudahlah, terserah lo aja. Gue nggak mau ikut campur. Nah, lo mau tinggal disini berapa lama? sehari? Seminggu? Sebulan? Selamanya?" cerca Ameer sambil membereskan bekas sampahnya semalam.

"Sehari doang kok, nggak lama. Besok gue balik kerumah lagi," ucapnya sambil mengunyah keripik kentang yang ada diatas meja.

"Alhamdulillah," gumam Ameer bersyukur, karena dirinya tidak ingin menampung terlalu lama titisan iblis itu.

"Lo tidur di kamar tamu, abis lo pakai rapiin lagi kasurnya, trus sapu sampai kinclong." sambungnya.

"Anjiir tamu diginiin, bintang satu, pemilik rumah tidak ramah!" protesnya.

"Siapa juga yang mau nyambut titisan iblis, mending gue mee time ajalagi!"

"Lo nggak ada pembantu Mir? Masa rumah seperti ini nggak ada yang beres-beres?"

"Anak orang kaya diam aja lo. Gue ini udah dididik mandiri sejak dini, jadi kalau pakai pembantu cuma bersih-bersih pas keluarga gue sibuk aja,"

Sam melirik setiap sudut rumah Ameer,tampak sederhana tetapi nyaman ditinggali. Berbeda dengan rumahnya berbentuk klasik tetapi mewah.

"Orang tua lo mana Mir?"

"Liburan," jawabnya.

"Lo nggak diajak?"

"Nggak, ngapain gue disana yang ada gue jadi nyamuk melihat keromantisan mereka," gerutunya mengingat liburan keluarga sebelumnya, sebagai anak tunggal dan satu-satunya laki-laki dikeluarga itu harus meratapi nasib melihat keromantisan orang tuanya didepan anaknya yang sedang jomblo itu.

"Kasian." ejeknya.

***

Berbeda dengan Gadis cantik berambut gelombang berjalan keluar dari rumahnya. Anggi Feza Assyabiya, terlahir dari keluarga yang kaya raya, hidup makmur, memiliki paras wajah yang cantik, dan tinggi dengan tata krama yang selalu diterapkan oleh keluarganya. Meskipun begitu, Anggi merasa tidak nyaman dengan tata bahasa itu dan sering mengeluh dalam hatinya.

"Susah benar jadi anak konglomerat, bagaimana bisa gue jadi anak mereka?" gerutunya pelan saat sudah berada didalam mobilnya. Ia melirik kearah kaca spion memastikan wajahnya sudah terpoles dengan makeup yang membuatnya semakin bersinar.

"Jika di rumah gue anggun, diluar gue liar!" serunya tersenyum miring, ia melajukan mobilnya keluar perkarangan rumahnya.

Anggi membiarkan angin menerpa wajahnya, ia selalu suka membuka jendela mobilnya dibandingkan menggunakan AC mobil, baginya AC alami lebih menyegarkan dibandingkan AC mobil.

Tujuannya saat ini adalah ke kampus, dimana ia menginjakkan kaki di jurusan DKV, alias desain komunikasi visual. Ia memang sejak dulu ingin masuk ke jurusan ini karena ia menyukai game online.

Suatu saat, ia bertekad membuat game online itu sendiri. Beruntung, keinginannya didukung oleh kedua orang tuanya, membuatnya semakin semangat mengejar impiannya.

"Hmm gue mau ngapain yaa?" gumamnya saat sudah tiba di kampus. Ia menguncir rambutnya lalu berjalan menuju kelas Bita, temannya.

Entahlah, ia suka menganggu ketenangan seorang gadis berambut coklat itu, apalagi mengingat jejak masa lalu Bita yang tidak bisa ia lupakan.

"Huft,gue harus dekat dengan tuh bocah. Biar rasa bersalah gue berkurang." gumamnya sambil menghela napas, ia tahu mendekati gadis itu untuk menjadi temannya tidaklah mudah. Berbeda dengan teman-teman lain disekitarnya munafik, manis didepan busuk dibelakang. Mereka hanya memuji dirinya karena dipandang keluarga yang sangat berada.

"Nah itu dia!" serunya saat melihat Bita mengendap-endap didepan kelas gadis itu.

"Bita!" serunya memanggil gadis itu. Anggi terkekeh melihat gadis itu tersentak saat namanya dipanggil, menggerutu kesal menoleh kearahnya.

Anggi terkekeh pelan, tetap menganggu gadis itu. "Buuu, Bita terlambat!!" serunya membuat gadis itu dalam masalah. Anggi tertawa cekikikan meninggalkannya.

"Anggi sialan!!"

Saat Anggi hendak masuk kedalam kelasnya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namanya. Anggi menghela napas pelan, lalu menatap gadis itu dengan tatapan datar. "Kenapa?"

"Boleh pinjam uang nggak? Gue lagi butuh soalnya nih. Orang tua gue la—"

"Nih," ucapnya langsung mengasih segepok uang berwarna merah, gadis tadi menyambut uang itu dengan senang.

"Makasih, lo emang yang terbaik deh!" serunya meninggalkan Anggi yang hanya menatapnya dengan tatapan yang susah diartikan.

"Cih, menyebalkan." gumamnya kesal sambil berjalan ketempat duduknya.

Bagi Anggi semua pemandangan didepannya sudah menjadi hal biasa yang sering ia lihat, teman-teman hanya akan bermain dengannya jika ada uang. Terlihat bagaimana mereka menjilat dengan kata-kata yang membuat telinga Anggi muak mendengarnya.

"Anggi, lo seperti biasanya tetap cantik," puji beberapa teman cowok dikelasnya,ia hanya membalas dengan senyum tipis lalu menghadap kearah jendela.

Lebih enak mandang jendela daripada orang. Tak berapa ia betah menatap jendela, pandangan beralih kearah dosen yang baru saja masuk ke kelasnya. Ia pun menjadi bersemangat demi menyelesaikan pendidikannya disini.

***

"Lo lagi ngapain?" tanya Ameer yang baru saja pulang dari supermarket membeli bahan-bahan untuk mereka nanti.

"Nggak ada, gue lagi mandang foto lo yang jelek nih!"

"Huh, lo kira gue bego hah? Lo baru aja liat foto Maisya di dompet lo bego. Gue bingung sama lo, lo o tuh sebenarnya masih cinta atau nggak sih sama dia?" tanya Ameer heran.

"Jangan sebut nama wanita murahan itu didepan gue!" ucap Sam dingin, ia tidak ingin mendengar nama Maisya mengiang dikepalanya. Ameer menghela napas, ia menepuk pundak sahabatnya.

"Baiklah," ucapnya berlalu masuk kedalam kamar.

"Seandainya dia nggak lakuin itu didepan gue, gue mungkin masih tertipu dengan wajahnya," lirihnya tiba-tiba.

Langkah Ameer terhenti, lalu menghadap kearah Sam. "Maksud lo?"

"Lupakan, gue asal ngomong aja," ucap Sam tidak ingin membahas lebih lanjut, ia menatap ponselnya yang terus berdering.

"Oh pacar gue manggil, bentar yaa gue angkat telpon dulu," serunya berjalan keluar sedangkan Ameer hanya menggeleng heran dengan kelakuan playboy itu.

"Dasar,"

Baru saja Ameer hendak masuk kedalam kamarnya, ia kembali dikejutkan dengan Sam yang tiba-tiba berjalan cepat mengambil koper milik pria itu, dengan terburu-buru ia mengambil pakaiannya dan berjalan menuju kamar tamu.

Braaak!

"Apa lagi sih anak itu? Emangnya dia mau kemana?" gumamnya heran, tidak memperdulikan sahabatnya itu lakukan, ia lebih fokus mengerjakan tugasnya yang mulai mendekati deadline.

"Miras, miras!" panggil Sam dari luar kamarnya.

"Ck, anak sialan itu apa lagi maunya?" gerutunya pelan sambil menghentakkan meja berjalan menuju pintu.

"Apa lagi?!" tanya Ameer tidak ramah, tapi Sam tampak tidak memperdulikan raut kesal Ameer.

"Gue pergi kencan dulu, lo jagain koper gue!" serunya menepuk bahu Ameer dan berlari keluar, tak lupa titisan iblis itu mengambil kunci motor milik Ameer.

"Teman, gue pinjem yaa. Tenang, minyaknya gue isi ulang!" teriaknya lagi menghilang dari pandangan Ameer.

"Haais gue belum ada ngizinin dia seenak kentutnya makai motor gue!" gerutunya lagi, sudah terlanjur ia pun lebih memperdulikan tugasnya yang belum siap.

Sam melajukan motornya menuju tempat cafe sesuai janjinya pada gadis yang akan ia temui itu. Sampai di sana,ia menyibak rambut sebelum masuk kedalam cafe untuk bertemu dengan gadis bernama Ayda.

"Sorry gue telat," ucapnya duduk dihadapan gadis berpakaian seksi itu. Ayda terngaga melihat ketampanan Sam dilihat langsung dan tersenyum nakal melirik kearah Sam. "Nggak papa kok,"

Gue yakin nih cowok pasti kaya, liat dari penampilannya jelas dia bukan orang biasa.

Dasar cewek matre, belum gue duduk lima menit disini lo udah liat baju gue. gumam Sam dalam hati, ia dapat menebak ekspresi wanita didepannya itu.

"Udah pesan makana atau minuman gitu?" tanya Sam sambil melihat menunya. Ayda menggeleng pelan, ia ingin mengajak Sam ke Mall untuk membelikan barang-barang branded.

"Nggak usah Sam, gue maunya kita ke mall aja." ucapnya,sedangkan Sam tersenyum miring.

"Ya sudah, langsung aja!" ajak Sam, baru ia hendak berdiri, matanya membesar saat melihat wanita yang sudah lama ia ingin lupakan muncul dihadapannya. Wanita itu tidak menyadari keberadaan Sam, melihat hal itu Sam langsung menarik Ayda menuju toilet supaya mereka tidak ketahuan.

Ayda tersenyum smirk, saat berada satu ruangan sempit dengan Sam. Terlintas dipikirannya menggoda Sam agar dinikahi oleh pria itu.

Kalau bisa jadi nyonya,apa masalahnya? Gue bisa porotin habis hartanya. gumamnya licik. Disaat Ayda ingin mencium bibir Sam, pria itu langsung membungkam mulutnya dengan tangan pria itu dan menatapnya tajam.

"Jangan pernah mengambil keuntungan dalam kesempitan, mulai hari ini kita putus!" ucapnya dingin meninggalkan Sam dengan raut yang sangat berbeda dari pertama masuk tadi.

Napas Ayda merasa tercekat, ia tidak menyangka sikap Sam tiba-tiba berubah drastis sejak pria itu mengajaknya ke toilet.

"Sial, gue belum dapat eh udah diputusin!" gerutunya menghentak-hentakkan kakinya. Mau mengejar Sam tapi takut, pria itu sedang emosi tidak stabil dan Ayda tidak ingin menjadi samsak pria itu.

Sebenarnya kenapa ekspresinya tiba-tiba berubah?

Sam berhasil keluar sambil menyelinap tanpa diketahui oleh siapapun, termasuk Maisya. Ia masuk kedalam mobil dan memukul stir mobil itu kuat untuk melampiaskan amarahnya.

"Kenapa lo muncul sialan?!"

Terpukau

Anggi seperti biasanya setelah kelasnya selesai ia segera pulang. Bisa dibilang julukan Anggi adalah kupu-kupu alias kuliah-pulang. Ia tidak suka ikut organisasi karena membuatnya repot dan membosankan. Lebih baik,ia tidur dirumah sambil bermain game kesukaannya.

"Anggi!"

"Ck, apa mereka bisa tidak menganggu gue sehari aja?!" gerutunya pelan lalu berbalik badan menatap orang itu yang berlari kearahnya.

"Untung Lo belum pulang, Nggi boleh nggak kalau gue—"

"Mau minjam berapa?" tanya Anggi langsung tanpa berniat mendengar ocehan gadis itu.

Gadis itu menyengir pelan tanpa merasa malu, lalu menunjukkan nominal yang ia butuhkan. "Nih," tunjuknya mengarahkan layar ponselnya kearah Anggi. Anggi menatap jengah, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengirim transfer pada gadis itu. "Dah kan?"

"Makacii Nggi. Pas gue ada duit, gue balikin yaa." Serunya melenggang pergi menjauh dari Anggi.

"Terserah lo aja, gue pun nggak peduli," gumamnya berjalan Anggi memutar bola matanya malas, ia sudah hapal tentang orang-orang tidak tahu seperti mereka. Tapi, baginya seperti memberikan sedekah, karena bingung mau menghabiskan kekayaannya dengan cara apa, mengingat dirinya adalah anak konglomerat.

Terserah jika mereka ingin mencibir atau memanfaatkannya dari belakang, yang penting tidak ada yang mengganggu waktunya itu sudah cukup. Yang penting ia tidak menganggu kehidupan orang lain.

"Abis ini gue mau kemana ya? Masa iya langsung pulang," gumamnya bingung, ia mengeluarkan ponselnya dari saku dan mengernyit saat melihat pesan mamanya untuk menyuruhnya pulang cepat.

Ia jadi penasaran dan langsung berjalan menuju parkiran mobilnya. Sebelum ia menaiki mobilnya, ia menatap pria yang sedang merekam sesuatu. Penasaran, Anggi pun mendekati perlahan pria itu.

"Dia sedang ngapain?" tanyanya pelan, namun ia tidak mendekati pria itu untuk ikut campur urusan orang lain. Anggi mengedik bahu lalu kembali berjalan kearah mobilnya.

***

"Ada apa Mi?" tanya Anggi sambil merebahkan dirinya di sofa, bahkan beberapa pelayan sudah menyediakan minuman dan makanan dihadapannya.

"Nanti, ikut Mami ke butik. Kita beli baju untuk nanti malam," ucap Sheila—maminya Anggi.

"Butik? Untuk apa?"

"Nanti kamu tau sendiri." ucap Sheila meninggalkan putrinya yang masih terbengong ditempat. Anggi mengerut lalu berusaha tidak memperdulikan, siapa tau ini hanya acara pertemuan bisnis seperti biasanya.

Sorenya Anggi dan Sheila datang mengunjungi butik langganan mereka. Anggi dengan langkah malas memasuki butik yang begitu mewah dengan gaun-gaun berkelas. Jika orang lain mungkin akan terkagum-kagum dengan kecantikan gaun-gaun yang terpajang disana, berbeda dengan Anggi ia malah merasa bosan melihat itu semua.

"Ada yang bisa saya bantu nyonya?" tanya pelayan butik tadi dengan ramah menyambut mereka.

"Tolong carikan gaun yang terbaru disini!" pinta Sheila langsung dilaksanakan oleh pelayan tersebut. Sambil menunggu pelayan itu mengambilkan gaun terbaru, Anggi berjalan sambil melirik satu persatu gaun yang terpajang disana. Ia tampak terpikir tentang Bita.

"Hmm, apa gue belikan gaun dia aja?" gumamnya pelan, tapi ia tidak ingin diketahui oleh maminya. Diam-diam ia mengambil gaun yang menurutnya cocok dan cantik untuk Bita dan membayar dikasir tanpa ketahuan. Setelah itu, ia memasukkan gaun yang sudah ia beli tadi kedalam mobil dan masuk lagi kedalam butik.

"Kamu darimana saja nak? Mami cari kamu dari tadi,"

"Aku ambil handphoneku Mi, tadi ketinggalan di mobil." sahutnya, Sheila mengangguk pelan membuat Anggi bernapas lega

Hampir saja ketahuan.

Anggi mengambil tempat duduk yang tak jauh dari tempatnya berdiri, namun baru saja pantatnya mendarat di tempat duduk, sang Mami memanggilnya untuk mencoba gaun yang ada ditangannya. Anggi menghela napas lalu berjalan mendekati Sheila.

"Ya Mi?"

"Coba ini kamu coba, cocok deh sama kamu gaunnya," seru Sheila menyodorkan gaun itu pada Anggi. Anggi menatap datar gaun yang sama sekali tidak membuatnya tertarik, tapi supaya cepat pulang, ia pun harus mencobanya.

"Okee," ucapnya berjalan menuju kamar pas. Setelah Anggi mengganti gaun itu, ia menatap dirinya didepan cermin. Gaun itu memang sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih, apalagi lekuk tubuhnya sangat menonjol dengan gaun itu.

"Huft, ketat kali, tapi gue mau pulang cepat." keluhnya pelan, cepat-cepat ia mengganti kembali gaun itu dengan kaosnya lalu berjalan keluar menuju tempat Sheila.

"Loh, nggak jadi pakai Nak?" tanya Sheila heran melihat anaknya tidak menggunakan gaun pilihannya. Anggi menggeleng pelan.

"Gaun ini terlalu ketat Mi, aku nggak nyaman."

"Oh, kalau gitu cari yang lain. Tolong mbak," ucap Sheila menyuruh pelayan itu mencari gaun yang pas untuk putrinya. Anggi hanya bisa menghela napas pelan, lalu menoleh sekeliling ruangan.

Dahinya mengerut saat melihat seseorang yang tampak tidak asing baginya berjalan masuk kedalam butik yang sama dengannya. Pria itu tidak sendiri melainkan bersama dengan seorang wanita bergelayut manja memeluk lengan pria itu.

"Oh buaya ternyata," remehnya pria itu. Apalagi melihat pria itu memanjakan pacarnya dengan cara romantis membuat Anggi bergedik ngeri.

"Sayaaang, aku mau gaun yang inii,"

Idih manja kali, tapi tunggu bukannya itu gaun yang gue pakai tadi. Buahahaha bodoh, itu gaun udah bekas gue, pasti bau ketek gue ketempel disitu. Anggi cekikikan geli, tapi ia tetap profesional mempertahankan raut wajahnya agar tidak terlihat sedang mengejek wanita yang notabenenya pacar pria yang ia lihat tadi pagi.

Mata Anggi tidak lepas dari gerak-gerik mereka, ia masih menunggu adegan selanjutnya yang akan dilakukan kedua pasangan yang menurutnya aneh. "Pasti ceweknya keluar, tuh dia bilang 'Wah cantik kali pacar gue' hihihi geli dengarnya," ocehnya.

"Anggi sini!" seru Sheila membuat Anggi tersentak, ia pun menyudahi menjadi mata-mata dadakan pasangan itu dan berjalan menuju Maminya. "Coba ini," seru Sheila menyodorkan gaun yang lain ditangannya.

Anggi langsung berjalan menuju kamar pas dan masuk tepat disebelah kamar yang sedang dipakai oleh wanita yang ia buntuti tadi. Gadis itu tidak menyadari jika Sam meliriknya sekilas dengan tatapan berbeda saat gadis itu masuk kedalam kamar pas. Lalu matanya beralih ke kamar sebelahnya, tempat kamar pas yang digunakan pacar barunya itu.

"Lama sekali," gerutunya menunggu pacarnya keluar. Kakinya tidak tinggal diam merasa bosan menunggu perempuan itu keluar. Tak lama kepalanya mendongak saat mendengar suara pintu terbuka, namun bukannya perempuan yang merupakan pacarnya melainkan gadis cantik disebelahnya.

Sam terpukau dengan kecantikan gadis itu dengan gaun yang sangat cocok dengan kulit gadis itu. Anggi merasa ada yang melihatnya, lalu matanya melirik tajam kearah Sam. "Ngapa liat-liat?!" ketus Anggi membuat Sam terkejut.

Ekspektasi gadis yang terlihat lembut itu hancur sudah dengan ekspresi yang ditunjukkan gadis itu barusan. Sam tidak menyangka gadis itu sangat cuek dan sepertinya tidak mudah didekati.

"Lo cantik,"

"Siapa? Gue? Oh ya jelas cantik. Tapi, kalau mendengar cantik dari mulut lo yang kayaknya suka membual itu membuat gue ilfil," ucap Anggi menunjukkan ketidaksukaannya dan berjalan melenggang ketempat Sheila.

Sam cengo dan masih terdiam ditempatnya, baru kali ini ada gadis yang tidak menyukainya. Sam tertarik dengan gadis tadi, terlintas senyum tipis diwajahnya.

"Semoga kita bertemu lagi," harapnya pelan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!