NovelToon NovelToon

Hoshi, My Tiger

Hoshi Paramudya Quinn Reeves

Mansion Giandra, Delapan Tahun Lalu...

"Assalamualaikum" sapa seorang remaja pria tampan dengan khas wajah Dan kulit Asia.

"Wa'alaikum salam" balas pria Dan wanita paruh baya yang berada di meja makan. Tampak sang pria sedang asyik membaca melalui iPad nya sedangkan yang wanita memakan camilannya.

"Kok sepi? Pada kemana?" tanya remaja itu setelah mencium punggung tangan kedua opa dan Oma itu.

"Lho kan ya pada sekolah dong Hoshi. Emang kamu yang sudah libur duluan" kekeh Alexandra Giandra.

"Kamu cari siapa? Arimbi? Belum pulang lah!" sambung Ghani Giandra.

"Iya, pengen lihat si Werkudara" cengirnya.

"Hoshi, namanya Bimasena, bukan Werkudara" tegur Alexandra sambil tertawa.

"Suka-suka lah Oma. Kan yang penting masih masuk pak Eko" sahut Hoshi cuek.

"Kamu tuh kenapa sih hobi banget cari musuh sih Hoshi?" Ghani menggelengkan kepalanya.

"Salahnya ngejar Arimbi, ya kudu aku screening lah!" Hoshi mengambil sepotong macaroni schotel buatan Alexandra yang selalu pas di lidahnya.

"Ya ampun Hosh, yang berhak screening kan Oom Bara dan Tante Gendhis" Alexandra rasanya ingin menjewer telinga cucunya yang tampan itu.

"Aku kan mewakili Oom Bara" eyel Hoshi tidak mau kalah.

Ghani hanya mengacuhkan Hoshi. Kalau sudah ngeyel, mirip dengan opanya Eiji Reeves yang sering membuatnya kesal.

"Dah kamu makan siang dulu, lalu istirahat sana" ucap Alexandra lembut.

***

Arimbi dan Rina Kareem sang sahabat tiba di rumah setelah menyelesaikan tugas sekolahnya dan tertegun melihat Hoshi sudah duduk manis di ruang tengah.

"Dih, si mulut cabe ngapain kesini?" ledek Rina ke arah Hoshi.

"Hai cewek Arab. Sini sungkem!" Hoshi memberikan tangannya.

"Astaghfirullah Al Adzim! Lu kesambit apa sih Hoshi?" seru Rina dramatis.

"Gue kan lebih tua dari elu! Ayo sungkem!"

"Amit-amit! Kagak ada kamusnya gue sungkem sama elu, cumiii !" cebik Rina kesal.

Arimbi hanya menggelengkan kepalanya melihat sepupu dan sahabatnya selalu ribut setiap bertemu.

"Kamu ngapain kesini, Hosh?" tanya Arimbi lembut.

"Biasa, mau lihat si cowok gak tahu diri yang kepedean bilang elu calon istrinya" sungut Hoshi.

"Bima maksudnya?" tanya Arimbi lagi.

"Siapa lagi? Aku dah bilang sama bang Travis mau ikut ke RR's Meal ketemu langsung sama bocah songong itu!" Travis Blair adalah putra James Blair, cucu Neil Blair yang berprofesi sama dengan ayah dan opanya sebagai pengacara di Blair & Blair Advocate.

"Kok bang Travis nggak bilang ya?" gumam Arimbi.

"Surprise lah!" seringai Hoshi.

"Rimbi, gue pulang dulu ya. Darting lama-lama gue disini lihat cowok songong bermuka pucat" ucap Rina sambil membawa tas nya. "Tolong pamitin sama Opa Ghani dan Oma Alexandra. Kayaknya lagi pada di kamar."

"Okay Rin. See you tomorrow di sekolah ya. Bilang sama Pak Dudung, jangan ngebut bawa mobilnya" senyum Arimbi.

"Berani ngebut, gue keplak! Lapor ke papa juga!" jawab Rina judes. "Pulang dulu. Bye Rimbi, bye muka pucat. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam" balas Arimbi dan Hoshi.

"Aku mandi dulu, Hoshi. Kamu gitu aja?" Arimbi melihat sepupunya masih memakai kaos oblong hitam dan celana jeans selutut.

"Ya jelas tidak! Masa Hoshi bajunya sembarangan?"

Arimbi tertawa kecil. "Iya lah! Hoshi gitu lho."

***

Hoshi akhirnya bertemu dengan Bimasena, yang mengaku-ngaku sebagai calon suami masa depan Arimbi, sepupunya. Remaja pria yang lebih tua setahun darinya itu ternyata memiliki permasalahan keluarga yang sangat pelik sampai-sampai Ghani dan Bara meminta Travis membantunya.

Selama pertemuan itu, Hoshi sengaja membuat Bima nyolot dan keduanya pun terlibat adu mulut. Bagi Hoshi, membuat orang kesal itu adalah hobinya.

"Badan ceking gitu apa yang bisa dibanggakan? Kena angin langsung terbang lu!" ucap Hoshi sinis ke Bima.

"Eh muka cewek! Gue baru 17 tahun juga! Masih proses pertumbuhan! Bukannya elu sepantaran sama gue, sok belagak badan lu lebih bagus dari gue!" balas Bima sembari menatap tajam ke sepupu Arimbi. Entah kenapa saban melihat Hoshi, rasanya Bima ingin menjotos muka cantik itu.

"Hoshi! Knock it off!" Hardik Travis yang sebal melihat dua orang itu selalu ribut tidak jelas. "Bima, kita bicarakan urusan kita dulu baru nanti kamu ribut sama Hoshi."

Hoshi mendekati Arimbi yang menatapnya kesal. "What?" tanyanya dengan wajah tidak bersalah.

"Kamu tuh kenapa sih? Seneng banget gegeran?" omel Arimbi.

"Bukannya asyik bikin Bima bete" kekehnya tanpa beban. Arimbi memutar matanya malas.

***

Rina Kareem, putri seorang pengusaha karpet Persia yang memiliki toko di Plaza Senayan dan Grand Indonesia itu datang ke mansion Giandra pada hari Minggu. Pagi ini Arimbi memberi kabar kalau sepupunya Falisha dan sahabatnya Astuti atau Tuti akan datang main ke mansion. Tentu saja Rina memutuskan datang kesana daripada harus menjaga toko keluarganya.

Ayah Rina, Abrisam Kareem yang keturunan Arab, membiarkan putrinya main ke mansion Giandra karena dia mengenal dekat dengan keluarga Sultan itu. Abrisam lebih percaya Rina pergi bersama Arimbi dan para sepupunya daripada bersama teman-temannya yang lain karena tahu, Arimbi bukan tipe neko-neko meskipun putri seorang konglomerat.

Mobil Rina yang disupiri oleh pak Dudung masuk ke dalam halaman mansion Giandra. Rina sendiri sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Bara dan Arum, bahkan Anarghya, adik Arimbi, juga menganggap Rina seperti kakaknya.

Gadis berusia lima belas tahun itu datang sembari membawakan makanan buatan sang mama, Chitra yang asli Jawa, berupa jajanan khas Jogja semar mendem. Penganan yang mirip lemper itu hanya berbeda dari bungkusnya. Kalau lemper dibungkus daun pisang, Semar mendem dibungkus dengan adonan yang terbuat dari campuran adonan antara tepung terigu dan telur, dibentuk seperti dadar.

Rina membawa kotak berisikan banyak Semar mendem ke dalam rumah dan tampak Alexandra asyik mengobrol dengan Ghani sambil melihat iPad.

"Assalamualaikum Opa Ghani, Oma Alexandra" sapa Rina manis.

"Wa'alaikum salam. Anak cantik, bawa apa itu?" tanya Alexandra.

"Bawa Semar mendem, Oma. Aku sama mama tadi buat banyak karena tahu Oma dan Tante Gendhis suka banget" senyum Rina.

"Wah ! Asyik! Alhamdulillah Oma senang banget! Bilang sama mama Chitra, Oma senang sekali" senyum Alexandra. "Ayo masuk saja ke ruang tengah."

"Njih Oma. Nyuwun Sewu Opa" pamit Rina.

"Bilang sama Oom Bara, jangan dihabiskan. Kalau sampai berani ngabisin, bakalan dibanting sama Opa" ancam Ghani.

"Yakin Opa? Nggak yakin Rina encoknya Opa nggak kumat" kekeh Rina durjana.

"Kamu belum tahu saja Rin!" sahut Ghani jumawa. Rina hanya cekikikan melihat gaya Ghani dan tawanya menghilang saat dirinya hampir bertabrakan dengan Hoshi.

"Lu punya mata bisa dipakai ga sih, cewek Arab? Jalan Meleng!" sungut Hoshi. "Sebagai gantinya, sepuluh Semar mendem buat aku!"

Rina menganga. "Opaaaa! Hoshi nakal!" teriaknya.

"HOSSHIIII!"

***

Yuhuu Up Malam Yaaaa

Akhirnya Hoshi launching juga dan sedikit flashback.

Thank you for reading and support author

Don't forget to like and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Rina Maliha Kareem

Bara yang mendengar teriakkan Rina hanya bisa menggelengkan kepalanya. Hari ini dia tidak ditemani Arum yang sedang melakukan operasi Caesar salah seorang pasiennya.

"Berbuat ulah apa lagi anak itu" omelnya sambil masuk ke ruang tengah setelah berenang di halaman belakang.

"Hoshi! Jangan diambil banyak-banyak dong!" teriak Rina ketika melihat remaja itu mengambil Semar mendem banyak di piring kecil.

"Salahnya mau nabrak gue!"

"Mau! Bukan sudah nabrak! Itu punya Opa Ghani sama Oom Bara! Sisain buat yang lain kenapa sih! Hoshi! Gue kutuk mendem lu!" omel Rina kesal sambil menghentakkan kakinya.

"Hoshi Paramudya Quinn Reeves! Pulang kamu ke New York sana!" usir Bara kesal yang pagi-pagi sudah ada keributan di mansionnya.

"Diiihhh Oom Bara ngusir! Bilangin ke Papa lho" sahut Hoshi cuek sambil memakan sepotong Semar mendem.

"Apaan sih kalian berdua? Ribut melulu kalau ketemu" tegur Arimbi.

"Kamu kok bisa sih punya sodara menyebalkan seperti ini? Buang gih!" sungut Rina sebal.

"Yakin elu mau buang gue? Lihat wajah gue. Kurang ganteng apa coba? Bahkan si Werkudara itu nggak ada apa-apanya! Lagian, Rin, rugi lu kalau buang gue!"

"Kagak rugi gue! Langsung Bancakan kirim ke panti asuhan kalau elu bisa dibuang!" balas Rina dramatis.

"Rugi lah Rin. Soalnya elu bakalan kangen sama mulut cabe gue" cengir Hoshi.

Rina hanya menatap tajam ke Hoshi yang menurutnya saudara Arimbi yang paling menyebalkan di muka bumi.

"Rimbi, kenapa sih harus ada saudaramu yang begini modelnya? Mbok kayak bang Travis atau mas Abi atau mas Rama yang kalem-kalem gitu. Lha ini? Gue cuma bisa baca ayat kursi saban lihat dia!" tunjuk Rina ke Hoshi.

"Eh cewek Arab! Lu kira gue setan?" pendelik Hoshi tidak terima. "Mana ada setan ganteng begini?"

"Iya! Elu emang setan!" Mata bulat Rina yang indah itu tampak semakin membulat.

"Gue bukan setan, Rina Kareem."

"Apaan?"

"Gue rajanya setan!" seringai Hoshi.

"Cocok!" sebuah suara membuat semua orang menoleh. Tampak seorang gadis berdarah timur tengah berdiri disana dan di belakangnya ada seorang gadis berdarah Indonesia.

"Falishaaaaa! Hajar dia!" rengek Rina.

"Kenapa nggak kamu saja yang Hajar?"

"Belum waktunya" sahut Hoshi cuek yang membuat semua orang melongo.

"Astaghfirullah Al Adzim! Fix! Oom Bara akan telpon papa kamu!" Bara merasa tensinya bakal kacau selama si Hoshi di mansion. Sudah cukup Bima yang bikin darting, nggak perlu ditambah si bon cabe!

***

Falisha dan Astuti sahabatnya yang seorang tuna rungu sudah bisa melihat Hoshi bertengkar dengan Rina. Falisha adalah putri dari Davina Arata dan Kareem Hassan ( read Duda Milik Davina ). Falisha fasih berbahasa isyarat dan dia sudah belajar sejak usianya sepuluh tahun.

"Kalian berdua tuh kenapa sih? Ribuuuttt ajah kalau ketemu" omel Falisha sambil memakan lasagna buatan Alexandra.

"Tahu tuh si muka pucat! Seneng banget ngajak gelut!" sungut Rina sambil menggigit chicken nugget. Siang ini para remaja perempuan asyik membuat makanan untuk teman ghibah.

"Nggak cuma Rina ajah, Bima juga tuh diajak gelut sama Hoshi" sambung Arimbi.

Memang Hoshi kenapa sih sukanya usil? Astuti atau biasa dipanggil Tuti itu bertanya menggunakan bahasa isyarat.

"Dia salah gen!" sahut Anarghya yang ikut nimbrung bersama kakak, sepupu dan dua temannya.

Salah gen? Tuti bertanya lagi.

"Iyalah! Opanya Eiji Reeves yang sering bikin Opa Ghani dan Opa Duncan emosi, papanya Levi Reeves yang 11-12 juga. Jadilah turunannya Hoshi" papar Anarghya.

"Rin, jangan-jangan dia jodoh elu" celetuk Falisha.

Rina melongo dan sejurus kemudian dia mengetuk meja tamu itu tiga kali. "Amit-amit jabang bayi!" teriaknya.

Semua orang disana tertawa.

"Kalau pun Hoshi pria terakhir di muka bumi, gue ga bakalan tertarik!" sambung Rina lagi.

"Yakiiinn?" goda Arimbi.

"Yakin Solihin madarun!" jawab Rina yakin.

"Hati-hati, Rin. Tar jadi bumerang lho" goda Falisha.

"Insyaallah nggak." Rina menatap semua orang disana yang entah kenapa dirinya jadi tidak seyakin tadi.

"Ngomong-ngomong si mulut cabe kemana?" tanya Falisha.

"Tadi diajak bang Travis" jawab Anarghya.

"Diajak kemana?" tanya Falisha lagi.

"Katanya nembak sama ke Dojo nya Takei-sensei" jawab Anarghya lagi.

"Pantes sepi" celetuk Rina.

"Lhaaa dia malah cariin" ledek Anarghya.

"Eh kagak! Gue bersyukur malahan! Acara ghibah nggak ada yang ganggu !" balas Rina.

***

Hoshi menatap langit kota Jakarta waktu malam sembari menyesap hot choconya. Arimbi pun datang menghampiri sepupunya yang duduk di sofa halaman belakang dekat dengan kolam renang.

"Melamun?" tanya Arimbi.

"Nggak, ngitung bintang" sahutnya cuek.

Arimbi menengadah. "Mana bintangnya?"

"Justru karena itu, gue ngitung dari tadi cuma satu doang yang nongol. Gue itung berulang dari tadi."

Arimbi hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan absurd Hoshi.

"Jadi ke Harvard kamu?" tanya Arimbi sambil duduk di sebelah Hoshi.

"Jadilah! Harvard Business School. Keren nggak tuh? Aku dah ambil ujian SAT dan nilaiku perfect.

"Aku baru Minggu depan ambil ujian SAT online."

Hoshi menatap sepupu cantiknya. Dalam hatinya dia sangat bersyukur memiliki sepupu-sepupu yang cantik dan good looking semua. Bahkan mas Rama sendiri gantengnya nurun Opa Jeremy.

"Kamu yakin sama si tiang listrik?" tanya Hoshi yang membuat Arimbi tertawa.

"Bimasena, Hoshi. Bukan Werkudara, bukan tiang listrik" kekeh Arimbi.

"Baca Mahabarata lagi deh! Bima itu nama waktu kecil, besarnya Werkudara. Kamu punya koleksinya nggak dibaca sih!"

Arimbi hanya tersenyum manis. Sepupu tampannya itu memang jenius dan hobinya membaca termasuk cerita perwayangan karena almarhum Opa Heri, ayah mertua papanya Levi, selalu mendongengkan wayang sejak Hoshi bayi. Tak heran jika pengetahuan dirinya soal perwayangan sangat kuat meskipun Hoshi tidak fasih berbahasa Jawa, tapi dirinya paham bahasa Jawa.

Arimbi sendiri juga suka menari tradisional terutama tarian Jawa yang sangat kental dengan filosofi nya.

"Hosh, bagaimana menurut kamu soal Bima?"

"Nggak meyakinkan!"

Arimbi terbahak. Sepupunya satu itu memang suka bikin darting.

"Kok nggak meyakinkan?"

"Iyalah! Tadi bang Travis sengaja menyeret Si Werkudara ke Dojo dan arena menembak. Paraaahh!"

Arimbi memicingkan matanya. "Apa yang kalian lakukan?"

"Nggak banyak cuma banting tuh bocah terus bikin dia shock lihat aku perfect menembaknya" ucap Hoshi songong.

"Ya Allah, Hoshi! Bima kan nggak pernah pegang pistol, nggak kayak kita-kita."

"Salahnya nekad pengen sama kamu, ya sekalian saja biar dia lihat di keluarga kita itu kayak apa. Kuat, lanjut. Nggak, lupakan kamu! Gampang kan?" cengir nya durjana.

Arimbi hanya bisa menghela nafas panjang. Repot urusannya kalau sudah keluar resehnya nih bocah!

***

Yuhuu Up Siang Yaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Sangaji Aryaseta Lau

Dua tahun Kemudian... Massachusetts

Hoshi duduk di kursi interogasi kantor polisi Boston didampingi James dan Travis Blair, sedangkan Abi O'Grady diluar bersama Levi Reeves.

Dua orang detektif bernama Henry Smith dan Lucas Wong menatap wajah songong Hoshi. Remaja itu tanpa beban menatap balik kedua detektif.

"Mr Reeves. Apa maksudnya anda menodongkan senjata ke kepala orang itu?" tanya Henry Smith.

"Jelas, saya menolong orang yang hendak mencoba membunuh Sangaji Lau. Jadi sebelum mereka membunuh Sangaji, saya hajar lah. Toh pistol PPK saya hanya untuk menakuti." Hoshi menjawab dengan santai yang membuat kedua detektif itu kesal sedangkan James dan Travis hanya menggelengkan kepalanya.

"Sekarang saya tanya, apakah anda sudah menangkap orang yang hendak mencelakakan Sangaji?" Hoshi bertanya balik.

"Kami sudah menangkapnya, terima. kasih atas bantuan kalian" jawab Lucas.

"Apa orang yang saya hajar menuntut balik?"

Kedua detektif itu saling berpandangan dan memandang Hoshi. "Tidak."

"Jadi tidak ada masalah kan?" Hoshi tersenyum smirk. "Saya paling akan anda tuntut mengeluarkan senjata tapi hakim akan membebaskan saya karena minor lawsuit Dan pasti hanya membayar jaminan.."

Hoshi Paramudya Quinn Reeves

James dan Travis memutar mata mereka dengan malas. Kalau elu tahu, kenapa butuh kita jadi pengacara cumiii ! - batin Travis sebal.

Henry Smith dan Lucas Wong hanya bisa menatap sebal ke putra Levi Reeves itu. Kalau bukan karena ayahnya penerima Nobel...

James dan Travis Blair akhirnya menyelesaikan semua masalah Hoshi termasuk untuk tidak ada catatan kriminal di data cucu Eiji Reeves itu.

Levi dan Abi melihat Hoshi bersama James dan Travis keluar dari ruang interogasi dengan wajah tersenyum. Sumpah demi apapun, Levi melihat Hoshi itu perpaduan dirinya dan ayahnya. Songong dan menyebalkan.

"Gimana James?" tanya Levi.

"Beres lah! Minor lawsuit Dan sudah aku bereskan supaya nggak ada di data pribadi Hoshi" jawab James Blair.

"Thanks James sudah membantu anakku" ucap Levi.

"Sebenarnya anakmu itu nggak butuh pengacara soalnya dia juga paham hukum hanya saja Hoshi kan tidak punya lisensi hukum." James melirik ke Hoshi yang sedang ngobrol dengan Travis dan Abi.

"Setidaknya anak yang ditolong Hoshi selamat nyawanya" ucap Levi.

"Sebenarnya siapa sih Sangaji itu?" tanya James.

"Aku hanya tahu dia seangkatan Hoshi tapi jurusan IT."

"Kabarnya dia tuna rungu?"

"Iya. Bahkan Hoshi membelikan hearing aid buat Aji karena rusak."

"Memang ada apa sampai-sampai dia diincar?" tanya James penasaran.

"Itu aku yang tidak tahu" jawab Levi.

***

Hoshi berjalan menuju ruang praktek Sangaji dan mencari cowok itu.

"Sangaji Lau!" panggilnya dengan cueknya membuat orang-orang di ruang praktek itu menoleh. Mereka terkejut melihat Paramudya Quinn berdiri disana mencari Sangaji.

Aji yang sedang membuat program pun mendongakkan kepalanya ketika sesosok pria yang menjadi topik pembicaraan di MIT berdiri menjulang di hadapannya.

"Halo Quinn."

"Kamu ikut aku!" Hoshi pun membalikkan tubuhnya membuat Aji melongo.

Sangaji Aryaseta Lau

Ada apa Quinn mencariku?

***

Hoshi menatap tajam ke Sangaji atau biasa dipanggil Aji. Dalam hati pria berwajah cantik itu menyesal tidak mempelajari bahasa isyarat seperti sepupunya Falisha. Kenapa juga Falisha memilih kuliah di Jakarta sih? Keduanya kini berada di sebuah cafetaria dekat gedung komputer MIT.

"Ada apa kamu mencari ku Quinn?" tanya Aji sedikit celad khas tuna rungu.

"Aku ingin tahu siapa yang ingin mencelakakan dirimu?"

"Aku tidak tahu Quinn."

"Sebenarnya kamu buat apa sih? Program apa?" tanya Hoshi.

"Aku membuat program aplikasi untuk kaum difabel. Yang sudah aku patenkan setahun lalu dan sekarang sudah di-upgrade."

Hoshi menatap Aji. "Berapa nilainya di lantai bursa? Apa kamu sudah dapat investor?"

"Alhamdulillah sudah. Makanya aku bisa bekerja dengan tenang. Soal nilai di lantai bursa, kamu bisa lihat sendiri." Aji memperlihatkan saham perusahaannya.

Hoshi mengangguk. "Apa kamu tahu siapa investor nya?"

"Semua diatur oleh asistenku Nadya."

"Dimana kamu menemukan Nadya?" Hoshi merasa aneh mendengar tiba-tiba pria itu memiliki asisten.

"Aku memang membutuhkan asisten yang mampu berbahasa isyarat dan Nadya melamar, aku terima. Dan dia sangat kompeten."

Hoshi memandang wajah Aji yang tampan khas oriental. Aji memang anak angkat keluarga China dan Indonesia. Tak heran namanya sangat Indonesia karena ibu angkatnya orang Jawa.

"Apa kamu tidak curiga dengan investornya?" tanya Hoshi lagi yang entah kenapa merasa ada sesuatu dan dia tidak pernah percaya akan kebetulan.

"Insyaallah benar kok investornya."

Semoga perasaan lu bener.

"Aku merasa bahwa yang mencoba membunuhmu ingin mengambil prototipe aplikasi yang kamu buat, Ji, mengingat harganya bernilai seperti itu."

"Aku juga merasa demikian, Quinn tapi aku harus tetap maju ke depan kan?" Aji tersenyum.

"Belajar beladiri lebih kencang lagi, Ji. Kalau perlu belajar menembak."

Aji melongo. "Me... menembak?" bisiknya. "Tapi aku bukan tipe..."

"Kamu itu harus bisa semuanya, Ji, karena menjadi orang yang diincar itu harus bisa membela diri. Mungkin aku bisa melindungi kamu selama di MIT tapi ada baiknya kamu memiliki pengawal kalau sudah selesai kuliah."

Aji menatap Hoshi bingung. "Kenapa kamu baik seperti ini Quinn?" Dirinya tahu kalau Hoshi bukan tipe orang yang gampang perduli dengan orang lain. Bahkan menurut kabar, saat dirinya diserang, Hoshi sedang dalam perjalanan presentasi bersama Abi O'Grady kakak sepupunya. Bahkan presentasi pun dia menyeret alumnus MIT yang notabene kakak sepupunya.

"Entah feeling atau nggak, sepertinya kamu akan berhubungan terus dengan keluarga besarku." Hoshi tersenyum smirk membuat Aji merinding.

Berhubungan dengan keluarga besar Quinn? Klan Pratomo ? Masa sih?

***

Di Tempat Lain...

"Jadi cucuku yang songongnya amit-amit plus mulutnya seperti makan breath dragon itu mulai mengusik soal Aji, Nad?"

"Iya tuan. Bahkan dia berani mencari tahu siapa saya yang menjadi asisten tuan Aji" jawab Nadya yang berada di seberang sana.

"Susah kalau punya cucu cerdasnya nggak ketulungan!" gelak pria paruh baya itu. "Lama-lama aku kirim ke hell week biar berkurang tuh mulut pedasnya."

Nadya hanya memegang pelipisnya. Bossnya satu ini memang hobinya seenaknya sendiri. Masa tuan Hoshi mau dikirim ke hell week?

"Nadya, biarkan si macan pedas itu berbuat seenaknya untuk melindungi Aji tapi jika dia mulai bisa meraba dirimu, tutup semua akses bagaimana caranya!" perintah pria itu sambil tersenyum smirk. Bagi pria itu, menggoda cucunya yang satu itu sangat menyenangkan.

"Baik Tuan Javier Arata, akan saya pantau terus perkembangannya penyelidikan tuan Hoshi" jawab Nadya.

"Have fun Nad!" kekeh Javier Arata.

Have fun dari Monas, Sir?

"Jangan memakiku, Nadya!" gelak Javier durjana.

Oh my God.

***

Yuhuu Up Pagi Yaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!