Ke empat muda mudi itu tertawa bahagia ketika keluar dari salah satu rumah makan, tak heran karena hari ini mereka resmi menyelesaikan magang d salah satu perusahan ternama negri ini, apalagi honor yang mereka dapatkan pun cukup fantastis untuk ukuran mahasiswa yang baru menyelesaikan pendidikan seperti mereka.
"Setelah ini mau kemana?" Haris bertanya kepada teman temannya, setiba mereka d tempat parkir.
"Pulang." sahut Elena santai, gadis manis itu memang jarang menghabiskan waktu di luar rumah jika tidak bersama para sahabatnya, yah walaupun Elena adalah satu satunya wanita diantara mereka berempat, tapi dia tidak pernah risih berdekatan dengan mereka.
"Priyo? kamu pulang ke kost an juga?." Tanya Haris lagi.
"Iya, aku dan Bagus sama sama dapat jadwal kereta pagi." Jawab Priyo seraya mengenakan helm nya.
"Kita ketemu lagi pas wisuda yah." Bagus yang mulai menyalakan matic nya pun ikut menambahkan.
Mereka berempat kompak mengangguk. Haris memakaikan Helm ke kepala Elena, tak lupa pula memberikan jaketnya untuk di pakai teman wanitanya tersebut.
"Gak papa, kamu aja yang pakai" tolak Elena.
"Pakai, biar kamu gak masuk angin" Tanpa menunggu persetujuan, Haris membantu Elena memakai jaket nya, itu sudah hal biasa bagi mereka, bahwa diantara ketiga pria tersebut, Haris memang memiliki perhatian lebih pada Elena.
Dan Elena hanya diam menerima perlakuan manis sang sahabat, nyaman rasanya ketika dia menerima perhatian tesebut, karena nyatanya Haris belum memiliki kekasih, jadi Elena sama sekali tidak harus merasakan perasaan tak nyaman.
Kemudian Haris pun menaiki motor sport hitam kesayangannya.
klik
Setelah helm aman terpasang dia pun menghidupkan mesin motornya, Elena ikut naik di kursi belakang motor Haris.
"Oh iya Elena, motor kamu gimana?" tanya Bagus, tepat sebelum mereka keluar dari tempat parkir.
"Gak papa sih, kamu bawa aja, ntar malem, aku minta tolong security untuk ngambil tuh motor ke kostan kalian," jawab Elena .
Kemudian mereka pun berpisah.
Haris melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Sepanjang perjalanan, mereka hanya terdiam tanpa ada percakapan.
Haris menghentikan mematikan mesin motornya, ketika sampai di depan gerbang rumah besar keluarga Harun Sebastian, Papa Elena.
Elena turun dari motor kemudian melepas jaket yang ia kenakan "thanks yah, sudah pinjemin jaket dan antar sampe rumah," ucap Elena ketika menyerahkan jaket ke tangan pemiliknya, senyum manis tak lupa ia sematkan di wajah cantiknya.
"Hem ... " jawab Haris pelan.
Ketika Elena berbalik, tiba tiba Haris mencekal lengan nya, Elena terkejut kemudian menoleh ke belakang, "Elena ... ada yang ingin ku bicarakan." lanjutnya ragu.
"Kenapa? ada masalah?." tanya Elena tanpa rasa curiga.
Haris terdiam sesaat, dia sibuk dengan pikirannya, ragu antara harus dikatakan atau tidak, tapi jantung nya serasa hampir meledak menahan gejolak perasaannya, kemudian sebuah tekad muncul, 'setidaknya aku sudah mengatakannya, dan aku tidak akan menyesal di kemudian hari.'
"Oh yah, Apa itu?." Tanya Elena.
Haris pun turun dari motor nya, dia berjalan mendekati Elena, kedua tangannya menggenggam tangan Elena.
Ditatapnya wajah manis gadis itu, dadanya bergemuruh hebat, ini pertama kali dalam hidupnya.
"Maaf, jika membuatmu merasa tidak nyaman, tapi aku bisa gila jika memendam nya lebih lama, sungguh dalam pikiran dan hatiku hanya ada kamu, wajahmu, tawamu, sikapmu, bahkan semua tentangmu terlihat indah d mataku."
Haris meremas jemari tangan Elena.
"Elena, Aku mencintaimu."
Elena terdiam, tak menyangka kalimat itu akan diucapkan oleh sahabatnya.
Elena mengurai genggaman tangan mereka.
"Kalian bertiga adalah sahabat, teman dan saudara bagiku, aku harap sampai kapanpun tidak akan berubah, aku anggap tak pernah mendengar kalimat itu darimu, jangan ucapkan lagi yah." Elena tersenyum.
Sementara Haris, rasanya sungguh sakit mendengar penolakan tersebut, ini pertama kali baginya, pertama kali teramat menyukai seorang gadis, pertama kali menyatakan cinta, pertama kalinya pula ditolak, bisakah aku terus berada disisi nya, kelak beranikah ia menatap wajah gadis itu???.
...****************...
Mobil mewah itu berhenti di sisi jalan menuju rumah nya, bukan tanpa sebab dia meminta asistennya menghentikan mobil tersebut.
Dari dalam mobil dia melihat putri bungsunya baru saja turun dari motor yang berhenti di depan rumah nya, kemudian dia melihat pemuda itu menggenggam tangan putrinya, tentu tanpa perlu mendengar dia sudah tau, kalau pemuda itu tengah menyatakan perasaannya.
Dia terdiam membisu, pemandangan berikut nya terlihat pemuda itu menatap lesu kearah putrinya dengan pandangan kecewa, Harun tersenyum memiringkan sudut bibir nya.
“Seno, aku ingin bicara dengan pemuda itu, bawa dia ke tempat biasa.” perintah nya pada Seno asisten pribadi nya.
“Baik tuan.” Seno pun turun dari mobil dan menghampiri pemuda itu. Sesampainya di hadapan pemuda itu.
“Tuan Harun ingin bicara dengan mu nak, bisa kah kamu mengikuti kami?.”
Haris menatap mobil yang ternyata berada tak jauh di belakang nya.
Haris mengangguk pelan.
“Jangan terlalu takut, aku pastikan kamu tidak akan kecewa, dan jangan coba mengelak.”
Seno pun berlalu, kembali ke kursi kemudi, kemudian mulai menjalankan mobil mewah sang atasan.
Tujuan mereka adalah, Sebuah cafe tak jauh dari perumahan mewah sang atasan, jam makan siang sudah berlalu, jadi suasana cafe sudah sepi pengunjung.
Seno memesan private room agar pembicaraan sang atasan lebih leluasa.
Sementara Haris?
Bohong jika dia tidak takut, jantungnya berdetak cepat seakan ia sedang mengikuti pertandingan lari maraton, pertama ketika dia mengatakan perasaannya dan ke dua kali nya, dia diminta langsung berhadapan dengan papa dari gadis itu, tentu dia bagai merasakan 2 kali serangan jantung hari ini.
Namun dirinya adalah laki laki, pantang menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan, apapun akan dia lakukan meski berhadapan dengan Tuan Besar Harun Sebastian, Haris bertekad dalam hati nya.
Tuan Harun tengah meneguk kopi nya ketika Haris tiba di hadapan beliau.
Harun tersenyum tipis “Seno tetaplah di sini.”
“Baik tuan,” Seno pun memposisikan dirinya berdiri di sisi Harun.
“Minumlah dulu, jangan tegang, ini pembicaraan antar lelaki.” Harun mencoba mencairkan suasana.
Haris mengangguk kemudian memilih air mineral untuk meredakan ketegangannya, setelah beberapa tegukan, wajahnya kembali terangkat tanpa gentar berhadapan langsung dengan papa dari gadis yang di cintai nya.
“Kamu mencintai putriku?.” Tanya Harun tepat sasaran tanpa basa basi.
Haris tak gentar “Benar om.” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan matanya.
Hmmm menarik juga pemuda ini.
Harun berujar dalam hati.
“Apa yang kamu miliki?”
“Belum ada om, karena saya belum bekerja.”
Harun tersenyum simpul.
“Jangan salah faham, kamu tau aku bukan orang seperti itu, aku tak pernah membedakan seseorang berdasarkan harta yang dimilikinya, yang ku maksud kualitas dirimu,” ujar Harun masih menatap tajam kearah pemuda di hadapannya, pemuda itu masih tak gentar, apalagi mengalihkan pandangannya.
“Dengarkan baik baik, sesuai dengan namanya, putri ku adalah berlianku yang paling berharga, aku memberikan yang terbaik sepanjang hidupnya, tak kubiarkan hal buruk menimpa nya, Karena itulah dia dijaga dengan pengamanan terbaik, dan ... Aku pun menginginkan lelaki terbaik yang akan menggantikan aku menjaga dan memberikan yang terbaik sepanjang sisa hidup nya.” Harun diam sesaat, mengamati ekspresi pemuda di hadapannya.
“Apa kamu sanggup?.” tantang Harun. “jika kamu bisa membuktikan kualitas dirimu, makan dengan senang hati aku sendiri yang akan membawa mu kehadapan putriku.”
Tawaran yang sungguh menggiurkan bukan?.
Dan bukan Haris namanya jika dia tidak menerima tantangan itu “Baik om, saya akan buktikan pada anda, karena saya pun tidak main main dengan perasaan saya.”
Harun menganggukkan kepalanya “Bagaimana jika Elena menemukan pria lain sebelum kamu berhasil membuktikan kata katamu?.” Tanya Harun lagi.
“Maka, saya ingin anda juga memberlakukan syarat yang sama, sesuai kualifikasi yang anda inginkan dari saya." Jawab Haris penuh keyakinan.
"Baik, tak masalah aku rasa itu cukup adil."
Dan pertemuan hari itu pun berakhir.
Sementara itu, di kediaman Harun Sebastian, Elena tengah berjalan memasuki rumah besar Milik kedua orang tuanya.
gadis manis itu, langsung menuju dapur mencari cari sesuatu didalam lemari pendingin, karena dia merasakan dahaga yang teramat sangat.
Bibi Mey, yang melihat Majikan kecilnya pun tersenyum, sangat Hafal dengan kebiasaan gadis itu, selalu mendatangi lemari pendingin, begitu tiba di rumah.
"Nona kecil cari apa?." tanya Bibi Mey.
Elena yang terkejut mendengar kedatangan bibi Mey, mendadak mendongak kan kepalanya, lalu ...
Dug ...
Kepalanya membentur pintu freezer.
"Aw ..." keluh nya seraya menggosok gosok bagian kepalanya yang terasa nyeri.
"ups, maaf, nona terkejut?." tanya bi Mey yang merasa tak enak hati.
"Iya, sakit bi." ringisnya manja.
"Sini Bibi bantu gosok kepala nona." Tanpa di minta, dan Elena puntak menolak, manakala Bi Mey mengelus kepalanya yang terbentur pintu Freezer.
"Apa masih sakit nona?." Tanya bi Mey.
Elena mengangguk. "Kok sepi bi, mama mana?." Tanya Elena.
"Nyonya sedang di kamar kayanya, Nona Eliza juga sudah pulang." Jawab Bi mey.
"Bi ... bisakan bibi buatkan sop buah untukku?." Pinta Elena.
"Bi Mey mengangguk, "Tunggu sebentar yah,"
Elena mengangguk, kemudian dia pun patuh menunggu bi Mey menyiapkan sop buah pesanannya.
Elena memeriksa beberapa pesan yang masuk ke ponsel nya, pandangannya tertuju pada iklan penerimaan mahasiswa baru di salah satu universitas ternama di negeri gingseng, "Ikut gak yah? boleh gak yah?." Ujarnya bingung.
"ikut apa nona? dan boleh apa?,"Tanya bi Mey yang tak sengaja mendengarnya ketika sedang berbicara sendiri.
"Ini bi, seleksi masuk universitas, tapi di negeri gingseng, pengen ikut, tapi takut papa mama tidak memberi izin," Elena menjawab lesu.
"jangan putus asa nona, coba saja, kan setidaknya sudah pernah mencoba bertanya, daripada menyesal karena tidak pernah mencoba?," ujar bi Mey menyemangati nona kecilnya.
Sesaat kemudian, terbitlah senyuman dari bibir nona kecilnya tersebut. "iya, bibi benar, setidaknya harus mencoba yah?,"
"Iya ... itu baru benar."
"Terimakasih sop buahnya bi, aku bawa ke kamar yah?," Elena pun membawa mangkuk berisi cairan putih yang berwarna warni karena berisi aneka buah-buahan segar itu menuju kamarnya.
Elena berjalan pelan menaiki tangga menuju kamarnya, sekilas nampak kamar kakak nya sedikit terbuka, dia pun iseng mendekat, ingin tau apa yang sedang di perbuat kakak perempuannya tersebut.
"Kamu ternyata manja juga yah."
"Gak papa dong, sekali kali aku manja mah."
"iya, mama tau, tapi kamu sudah besar, sudah punya kekasih, masa iya masih tiduran di pangkuan mama."
"Ih biarin, bodo amat, aku juga anak mama, masa cuma Elena saja yang boleh begini."
"Elena kan masih remaja, perlu pendekatan, kalau tidak dia bisa salah pergaulan."
"Eh Bener lho mah, aku iri banget sama Elena, mama terlalu memanjakan dia, sekarang aku yang merasa jadi anak tiri, padahal sebenarnya aku yang anak kandung mama."
prang ... sop buah itu pun berhamburan di lantai.
Tubuh Elena bergetar hebat, tidak menyangka akan mendengar sesuatu yang membuatnya nyaris meninggal di tempatnya berdiri saat ini, air matanya meleleh tak bisa di bendung lagi.
"Apa maksud kakak, tolong bilang kalau itu gak bener," pinta Elena memelas.
"Dek ... kakak bisa jelaskan, sini peluk kakak yah." bujuk Eliza.
"Nggak ... bilang dulu kalau yang kakak ucapkan tadi bohong." raung Elena.
"Sayang ... mama bisa jelaskan, bahkan cerita, apapun yang ingin kamu ketahui," Marisa pun mencoba membujuk Elena.
"Jadi itu benar, aku hanya anak tiri d rumah ini?." teriaknya gusar, entah kenapa kini dia merasa menjadi orang asing di rumah ini.
"Tidak ada istilah anak tiri di rumah ini, kamu anak mama papa, hanya itu saja,"
Eliza pun ikut menangis "Iya benar dek, bahkan kakak yang merasa jadi anak tiri, karena mama lebih memanjakan kamu dari pada kakak." Eliza mencoba memeluk Elena yang kini menangis keras, sungguh ia merasa sangat bersalah, kata kata 'anak tiri' tadi harus terucap dari bibir nya, kini perasaannya merasa tercabik melihat dan mendengar tangisan sang adik.
...****************...
8 tahun kemudian.
Sosok tampan itu berjalan perlahan sambil menatap layar ponselnya, memeriksa beberapa pesan yang mungkin masuk ke sana, Rambut hitamnya tampak menjuntai menutupi dahi, kaca mata hitam yg dia kenakan tampak melengkapi kesan misterius, karena dia lebih memilih menutupi sebagian besar rambutnya hoddie yang dia kenakan, beberapa gadis yang berpapasan dengannya tampak tak bisa berpaling begitu saja, karena sisi maskulinnya tampak memancar sempurna.
Terminal kedatangan luar negri itu tampak ramai di padati para penumpang yang baru saja turun dari pesawat.
Ini adalah pertama kalinya dalam 8 tahun dia menginjakkan kakinya d negara tempat dia di lahir kan, yah sudah 8 tahun lamanya dia menetap di negara adidaya, menyibukkan diri dengan pekerjaan, karena kalau dia tidak memaksa badan pikirannya, tentulah dia akan terpinggirkan dari sana, keuletannya membuahkan hasil, bersama dengan ke empat rekannya, mereka berhasil mendirikan perusahaan sendiri, yah walaupun belum bisa d katakan besar, tapi pelan-pelan mulai menajamkan cakar, dan siap bersaing dengan perusahaan lain yang lebih besar.
Dia berhenti diantara para penumpang yang sama sama menanti koper mereka datang, Satu persatu penumpang mulai menemukan koper mereka, akhirnya koper yg dia tunggu pun tiba, sebuah koper besar dan koper kecil kini sudah berada d genggamannya, ketika tangannya hendak menarik kedua koper tersebut, tiba tiba telinganya menangkap sebuah suara, suara yg tak asing d pendengarannya, suara yg dulu menari nari dalam mimpi nya, suara ceria yang dulu mengisi kesehariannya semasa kuliah, dan suara yang sangat dirindukannya.
Dia tersenyum samar, ternyata imajinasi nya mulai menari-nari lagi, selama ini dia sering mendengar suara itu dalam fikiran dan imajinasinya, jantungnya sering berdebar-debar hanya karena tak sengaja suara itu menggema di fikirannya.
Plak ...
Dia memukul dahinya beberapa kali, karena dia pikir halusinasinya sedang menari nari, tapi lagi lagi suara terdengar semakin jelas, karena penasaran dia pun menoleh ke asal suara.
Oh God, bahkan sekarang imajinasinya menampakkan wujud, ahhh... Aku pasti sedang jetlag, ujarnya.
Sambil tersenyum pahit dia pun menggelengkan kepalanya dengan kasar, kembali berjalan, entah kenapa halusinasinya tampak semakin nyata.
Oh s**t
Lelaki itu kembali menatap asal suara, kali ini dia membiarkan dirinya menikmati halusinasi yang perlahan tapi pasti tampak semakin jelas dalam penglihatannya, tuhan, aku sunggu merindukan gadis itu, ujarnya lirih.
“Tidak Mr Kim, tolong jangan berkata seperti itu, saya sangat berterimakasih pada anda” katanya dalam bahasa negri gingseng.
“Kali ini saya sudah benar benar harus kembali ke negara saya” dia tampak kerepotan memposisikan ponsel nya, kemudian dengan cekatan dia mencari sesuatu dari dalam tasnya, tak lama sebuah headphone tampak terpasang di telinganya, kemudian gadis itu memasukkan ponselnya kedalam tas, sejurus kemudian tangannya dengan lincah menggulung rambut panjangnya, dan sentuhan akhirnya, dia menancapkan tusuk konde, agar gulungan rambutnya tidak terlepas, tapi beberapa sulur rambut nampak masih terlepas, membingkai wajah cantiknya “Senang sekali bekerja bersama anda, tolong jangan lupakan saya, banyak sekali yang saya pelajari dari anda, dan anda pun tak segan berbagi hal hal baru pada saya ... Sekali lagi saya berterimakasih, dan semoga kita bisa berjumpa lagi” katanya saat mengakhiri obrolan mereka.
Gadis itu tampak menunduk mengamati layar ponselnya, kemudian dia berbalik dan berjalan tanpa melihat apa yang ada dihadapannya dan ...
Bruk ...
Mereka bertabrakan
Flash back on
Suasana pelataran kampus tampak semarak, para mahasiswa baru sibuk berkeliling mencari cari dimana ketua regu mereka.
“10 menit lagi” ketua BEM berteriak memberi aba-aba “jika dalam 10 menit belum menemukan ketua regu kalian, maka kalian akan terima sangsinya”
Mendengar peringatan dari sang ketua, para mahasiswa baru itu berlarian kesana kemari, laksana ayam mencari induknya.
“Memangnya ini jaman purba, hari gini masih ada mahasiswa yang d plonco, macam anak SMP aja” gerutu Elena sambil celingukan mencari anggota kelompok nya.
Tak lama kemudian, sepasang tangan tiba-tiba merebut name tag yang sejak tadi dia pegang “kelompok 3“ bacanya dengan keras, senyumnya tampak mengembang memperlihatkan gigi putihnya “akhirnya ketemu, ayo kamu yang belum datang di kelompok kita, kami semua sampai harus berpencar demi menemukan 1 anggota yg hilang” ucapnya sambil terus menarik lengan Elena menuju lokasi kumpul kelompok.
Sesampainya d titik kumpul, “udah kumpul semua belom??” tanya nya pada anggota kelompok yg lain.
“Belom Ris, Bagus sama Priyo belom balik” jawab jawab mereka.
Lelaki yang di panggil 'Ris' tampak celingukan mencari Bagus dan Priyo yg kata mereka belom kembali, tak lama kemudian kedua lelaki yang di maksud tampak berlari mendekati titik kumpul.
“Sudah ketemu?” tanya salah seorang dari mereka, Sembari berusaha mengatur nafas.
“Sudah nih, ternyata ada cewek d kelompok kita“ jawab Haris sambil cengengesan “ya udah, yuk kita baris” ajak cowok itu, ternyata dia ketua kelompok nya.
“Btw kalian udah saling kenal??” tanya Priyo heran.
“Belom” jawab Haris.
“Kok sejak tadi kalian pegangan tangan, udah kaya orang nikahan aja” celetuk Bagus sambil cengengesan.
Dua orang yg tidak sadar sejak tadi bergandengan tangan refleks melepaskan tangan masing masing, wajah Elena langsung memanas menahan malu
“Maaf ga sadar ... Eh ... ga sengaja” jawab Elena malu sambil menutup sebagian wajahnya yang mungkin kini tampak kemerahan.
Tiga orang lelaki yg sejak tadi memperhatikan Elena tampak saling bertukar senyuman
Akhirnya rangkaian acara membosankan berlalu, sambutan tiada akhir, mulai dari rektor, pembina, sampe guru besar tumpah ruah, laksana perayaan curhat masal, kini mereka berempat tampak sibuk mengunyah snack box masing masing, baiknya para panitia, mereka juga menyiapkan snack box setelah acara curhat masal berlalu.
“Kenalkan aku Bagus, dari Malang” bagus mengulurkan tangan sambil memasang senyum termanis yg dia punya, rambut jabrig, kulitnya tidak terlalu gelap, sekilas dia lebih humoris.
“Nih anak pede bener” batin Elena
“Elena ... Rumahku 20 menit dari kampus kalo naik angkot” jawab Elena
“Naik angkot??” tanya bagus sambil mengerutkan dahi nya “gadis cantik kaya kamu naik angkot ke kampus”
“Hehehe ... Yah begitulah” jawab Elena polos.
“Waaaahhh aku mau jadi kenek angkotnya dong” Bagus menggoda.
“Huuuu dasar modus, liat cewek bening aja, langsung blingsatan” seloroh Priyo sambil menggosok kasar wajah Bagus dengan kedua telapak tangannya.
“iiihhh apaan sih, aset berharga tau, kalo aku bisa mendekati Elena mungkin nilai jualku akan naik” selorohnya sambil kembali memasang wajah cengengesan. Elena tersenyum simpul mendengarnya “Tuh kan apa ku bilang, dia senyum, dia pasti mulai naksir aku” kata bagus sambil menggoyangkan pundak priyo.
“Abaikan dia, dia memang selalu begini kalo berhadapan dengan cewek, Aku priyo, dari Solo” ujar Priyo “kebetulan satu kost an sama Bagus” jawabnya, priyo agak kalem kulitnya sawo matang dan terkesan agak pendiam, pun hanya itu seadanya.
“Jauh yah, kok bisa kuliah sampe ke ibu kota” tanya elena penasaran
“Yaaah kapan lagi orang kampung kayak aku bisa sekolah di kota besar, cari pandangan dan pengalaman, lumayan kampusnya elite dan agak susah seleksi masuknya, dari pada aku hanya ternak kebo d kampung” jawabnya sambil nyengir
Pandangan mereka ter alih pada cowok terakhir yang masih sibuk mengunyah lemper.
“Haris” katanya singkat, "sama kaya elena rumahku hanya sekitar 20 menit dari kampus kalo naik motor"
“ooohh rumah kamu deket juga??” tanya Elena penuh semangat
“hehehe ... “
“kamu SMA d kota ini juga”
“iya aku dari SMA kebangsaan 1”
“oh yah, aku dari kebangsaan 3, padahal dulu udah mau masuk kebangsaan 1, tapi terlambat mengirimkan aplikasi pendaftaran, jadilah di lempar ke sana” sambung Elena dengan sedikit nada kecewa.
Haris hanya tersenyum simpul “aku kenal ketua OSIS kebangsaan 3, dulu kan sering meeting bareng, sama kebangsaan 2 juga”
“Eh kamu ketua OSIS juga?”
“Hem”
“Hehehe, aku dulu males nyemplung OSIS” kata Elena datar, bisa di bilang Haris adalah yang paling menarik diantara ke tiga lelaki yang di temui elena hari ini, mungkin efek tinggal di kota besar, badanya tinggi, kulitnya bersih, pupil hitam, rambutnya juga legam di biarkan memanjang menutupi dahi, ada aura maskulin terpancar dari wajahnya.
flashback end
Bruk ...
Mereka bertabrakan
“Uh maaf, saya tidak se...” kalimatnya menggantung ketika melihat siapa yang dia tabrak, nampak sekali gadis itu terkejut, entah kalimat apa yang bisa menggambar kan ekspresi wajahnya, menatap wajah lelaki itu, membuat memori tentang pertemuan terakhir mereka kembali berputar.
Lelaki itu pun terpaku, jantung nya berdegub kencang, sudah lama dia tidak mersakan perasaan ini, bagaimana mungkin bisa kebetulan bertemu, padahal dia belum siap bertemu gadis itu.
“Kenapa dia terlihat semakin menarik daripada saat kuliah dulu” batinnya tanpa mengubah ekspresi wajahnya, ada rindu dan kesal, bercampur di dadanya.
Dan sepertinya, gadis itu pun terkejut melihat sosok di hadapannya, dengan susah payah dia menyunggingkan senyum “oh hai ... Lama kita tak bertemu” sapanya canggung.
Lelaki itu pun tersadar dari lamunannya, tangannya menggenggam pegangan koper, kemudian mendorong kedua kopernya menjauh dari gadis itu, entah apa yang ada dalam benaknya kini, tapi yang jelas dia hanya ingin menghindar dulu dari gadis yang menyapanya tadi, tepat ketika kakinya menuruni anak tangga, sebuah taxi berhenti di hadapannya sedang menurunkan penumpang, tanpa berpikir panjang, dia pun memasukkan kedua kopernya Kedalam bagasi dan segera duduk di kursi penumpang, tanpa sedikitpun menoleh kearah sang gadis, selang sesaat ketika taxi meninggalkan bandara, dia membuka kacamata, dan melepas hoddie yg menutupi kepalanya kemudian mengacak acak rambutnya dengan gelisah.
Sementara itu di lain tempat, gadis yang merasa diabaikan tersebut tampak masih terdiam membisu di tempatnya, entah kenapa kini dia merasakan sakit, padahal dulu dia menolak menerima perasaan lelaki itu, padahal mereka tidak pernah berpacaran, kenapa rasanya tidak nyaman ketika lelaki itu bahkan tidak menganggap nya sebagai sahabat lagi.
Ketika kuliah, Elena memilih jurusan yang kebanyakan di dominasi pria, jadilah ke empat kawan baiknya pun para pria, kendati demikian Elena merasa nyaman berada di antara ke tiga sahabat nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!