NovelToon NovelToon

PERNIKAHAN BERUJUNG LUKA.

Bab 1 Akad nikah.

SAHABAT AUTHOR MOHON KERJASAMANYA JANGAN BOMLIKE DALAM CERITA INI🤝.

Di salah satu rumah, sedang mengadakan ritual ijab kabul, yang dilakukan sangat sederhana. Namun demikian, senyum mengembang di bibir Abimanyu.

Tidak penting bagi Abimanyu pernikahan mewah, yang penting bisa mempersunting Diah Susanti. Gadis yang dicintainya sejak empat tahun yang lalu, sudah membuatnya bahagia.

Yakni, Abimanyu telah menikahi gadis pujaannya. Walaupun harus menentang kedua orang tuanya, yang tidak merestui pernikahanya dengan gadis pilihan Abim sendiri Sebab, papa dan mama Abim mempunyai gadis pilihan lain.

Itulah alasan papa Wahid, dan mama Sahina. Tidak ingin mengadakan pesta. Sebab, sudah menjadi konsekuensinya bagi Abim ketika bertekat memilih Diah.

Papa Wahid memberi ultimatum.

Tetap memilih Diah, gadis yang mempunyai tabiat buruk di mata mama. Namun Abim tidak punya hak atas perusahaan Garmen, dan tidak ada pesta di acara pernikahan.

Atau memilih Melati, gadis lemah lembut pilihan mama, lalu Abim akan mewarisi Garmen seutuhnya, tidak hanya itu. Kedua orangtua Abim akan menuruti kemauan Abim termasuk pesta pernikahan yang mewah.

Namun, Abimanyu tidak ingin apapun kecuali Diah. Rupanya cinta Abim kepada Diah mengalahkan nalar Abim.

Papa Wahid dan mama Sahina bukan orang tua yang tamak akan harta. Ada kalanya harus memberi pelajaran kepada anak yang membangkang.

Tetapi kedua orang tua Abim bukan orang jahat tetap menerima calon menantunya, beliau hanya bisa berharap penilaiannya terhadap Diah adalah salah. Diah menjilma menjadi istri yang baik untuk anaknya.

Sah

sah

sah

Ijab kabul berjalan dengan lancar. Namun tampak ada raut kecewa di wajah Diah Susanti.

Bukan pernikahan seperti ini yang Diah impikan. Diah ingin pernikahannya diselenggarakan di hotel mewah. Atau setidaknya di adakan pesta.

Sungguh tidak sesuai harapan Diah menikah dengan pria kaya seperti Abim. Tetapi pesta pernikahan pun tidak ada.

Alih-Alih pernikahannya di selenggarakan di hotel kenyataannya hanya di rumah mempelai wanita. Itupun rumah Mawar, sang kakak ipar.

Pernikahan yang terpenting melakukan ikrar suci, dalam hidup. Tetapi tidak sedikit calon pengantin yang ingin diistimewakan, di adakan resepsi. Sungguh tidak ada nilai tawar bagi Diah harus menerima kenyataan bahwa hanya beginilah acara pernikahannya.

Ya. Sudahlah, yang penting Diah bisa menikah dengan Abim sudah merupakan kebahagiaan sendiri.

Pernikahan Abim dengan Diah, hanya di hadiri keluarga dekat dan kerabat. Tidak mengundang para tamu khusus.

Setelah Akad nikah selesai, selanjutnya penyerahan mahar, dan pemasangan cincin.

"Cup" Abim mencuri bibir Diah. Bibir tebal yang selama ini menggodanya. Namun Abim tetap menjaga martabat Diah. Akan menyentuh tubuhnya ketika sudah sah menjadi istrinya seperti sekarang ini.

Diah bersemu merah, seraya berbicara pelan setengah berbisik. "Tunggu nanti malam Kak" dan hanya di jawab kekehan oleh Abim. Seraya mengusap lembut kepala Diah yang sudah berstatus istri Abim mulai hari ini dan seterusnya.

Lalu penghulu menyerahkan buku nikah kepada kedua mempelai. Dilanjutkan memberi nasehat perkawinan.

Yang terakhir di selenggarakan sungkeman kedua mempelai. Kepada orang tua kandung, dan mertua mempelai.

Ucapan selamat dari keluarga besar Abim. Maupun keluarga Diah kepada kedua mempelai.

"Selamat ya Bim, kamu sekarang sudah menjadi Adiku," ucap Aditya menjabat tangan Abim.

"Jaga adik Ipar saya ya, Bim." Imbuh Mawar.

"Terimakasih kak Adit, kak Mawar. Melati mana?" tanya Abim seraya memutar bola matanya mencari sosok Melati.

"Iya, ya. Ngomong-ngomong melati kemana Maw, dari tadi aku nggak melihat?" Adit mengedarkan pandangan ke sekeling. Namun tidak melihat adik Iparnya.

"Nggak tahu, Mas... dari tadi pagi ketika ingin berangkat kesini, dia nggak semangat." jawab Mawar. Mawar tahu pasti adiknya sekarang sedang bersedih ingin menghibur. Tetapi Melati entah ada dimana.

Hati Abim tersentil mendengar itu, bukan karena apa? tetapi Melati sudah ia anggap Adiknya. Lalu justeru di hari pernikahannya Melati tidak hadir. Apakah Melati sekecewa itu, kepadanya? itulah yang ada di benak Abim.

Setelah ucapan selamat dari keluarga besar kedua mempelai di lanjutkan dengan menikmati hidangan.

"Tan kamu melihat Melati tidak?" tanya mama Sahina sambil membawa piring, ingin mengajaknya makan bareng.

"Ini aku juga lagi mencarinya, Ma" Intan sudah dari tadi mencari sahabatnya itu. Tetapi menghilang entah kemana.

"Riska... lihat Melati nggak?" tanya mama Sahina menghampiri sahabatnya.

"Tadi bilangnya mau kekamar mandi Na, tapi kok nggak balik-balik ya." jawab bu Riska Ibu kandung Melati. Beliau dari tadi memikirkan anaknya, sebab tadi Melati terlihat gelisah. Sebenarnya tadi pagi melati menolak ajakan keluarga untuk datang kesini, tetapi semua keluarga seolah memaksanya. Ibu Riska tampak menyesal.

Mereka tidak tahu bahwa Melati sudah pulang sejak tadi tanpa ada yang tahu.

Flashback on.

Saat Akad sedang berlangsung disudut ruangan ada seorang gadis yang nelangsa menatap kosong kearah kedua mempelai yang telah berbahagia. Pria pujaan hatinya kini telah menjadi milik orang lain.

Ia adalah Melati. Melati mengigit bibir bawahnya menahan tangis agar tak bersuara. Sebenarnya Melati tidak ingin hadir dalam acara pernikahan yang menyakitkan ini.

Tetapi demi menghormati keluarga besarnya ia turut hadir. Walaupun kenyataanya sampai di tempat ini justeru luka hatinya yang sudah mulai mengering kini tergores kembali.

Tatkala mata sayunya menangkap adegan Abim yang telah mencium bibir Diah. Sungguh hatinya tidak kuat. Pergi dari tempat ini lah yang terbaik baginya.

Dengan langkah cepat Melati meninggalkan tempat itu sembari mengusap air matanya. Ia keluar dari pintu samping menghindar dari tatapan mata orang menuju motor.

Setelah memasang helm ia pulang kerumah. Hanya dengan hitungan menit sampai di halaman.

Melati merogoh kunci dari tas kecilnya lalu membuka pintu. Sampai di dalam menguncinya kembali.

Melati masuk kedalam kamar pribadinya membuka laci mengambil album foto yang ia simpan dengan rapi. Yakni foto Abim yang ia koleksi, karena begitu besar cintanya kepada Abim. Melati kadang iseng mengabadikan tiap momen ketika berjalan dengan Abim. Terkadang Melati mengambil dua hingga tiga foto.

"Selamat tinggal kak Abim" gumamnya lalu merobek-robek semua foto. Di belah dua, dibelah empat. Dibelah dan terus dibelah hingga menjadi hancur.

Setara dengan kehancuran hatinya kini. Belum puas dengan merobek, Melati ke taman mini dibelakang rumah yang ia buat sendiri.

Membuang bubuk foto-foto kedalam tong sampah, membaur dengan sampah yang lain. Mematik korek lalu membakarnya. Api membumbung tinggi hawa panas menyengat sekeliling. Tetapi masih lebih panas hatinya kini.

Melati kembali kekamar, kaki jenjangnya melangkah menuju cermin. Ia mengamati mata sembabnya wajahnya terlihat jelek betapa tidak? muke up menjadi berantakan karena air mata.

Melati menggeleng menatap penampilan sendiri. Lalu ambil kapas dan susu pembersih menghapus riasan yang seperti badut.

Melati kembali menyalakan lap top, lalu menghapus album milik Abim.

.

.

Kesucian Yang Ternoda.

Acara demi acara pernikahan Abim dan Diah kini telah selesai. Para kerabat membubarkan diri, pulang kerumah masing-masing.

Hanya tinggal sepasang pengantin yang sedang bersenda gurau didalam kamar pengantin.

Pak Renggono bersama bu Reny pun turut pulang ke Ruko uko. Beliau berniat menginap disana saja, memberi ruang untuk anak dan menatunya, sebab sepertinya mereka tidak akan ada bulan madu. Mengingat pernikahan anak dan menantunya yang di adakan tanpa pesta.

Saat ini sudah jam tujuh malam. "Mas, tolong bukain." ucap Diah manja. Ia sedang kesusahan membuka retsleting kebaya.

"Baik istriku..." dengan semangat Abim menarik retsleting hingga terlihat bahu mulus Diah. Sesaat Abim terdiam meneguk saliva.

"Sudah... kamu mandi dulu," titah Abim. Abim saat ini sudah mandi terlebih dahulu karena akan melaksanakan shalat isya.

"Mas Abim nggak mencium aku?" Diah melingkarkan tangannya ke leher Abim.

Iris mata mereka saling bertemu, bibir Abim maju lalu memberi ciuman yang kedua kali setelah akad nikah tadi. Tetapi saat ini durasinya lebih lama.

Diah rupanya sudah tidak sabar ingin segera bermesraan dengan suaminya. Terbukti Diah tidak mau melepas bibirnya. Diah kecewa saat Abim melepas pagutanya.

"Mandi dulu," Abim mengulangi ucapannya.

"Iya... iya. aku mandi!" ucapnya cemberut. Diah membuka gaunya lalu melemparnya kesembarang arah. Hingga tersisa pakaian dalamnya tanpa malu-malu.

Abim terkekeh melihat kelakuan istrinya yang seperti anak kecil itu. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang masih bahu harum melati, bunga khusus yang di tabur di kamar pengantin. Setelah memunguti baju kebaya Diah lalu meletakkan di tempat baju kotor.

Ia mengecek handphone melipat lutut menunggu istrinya selesai mandi. Tidak ada ucapan selamat atau apapun dari para sahabat sebab, memang tidak mengundang.

"Ceklek"

Tampak Diah sudah mandi hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya.

Abim mengangkat kepala menatap Diah yang berjalan ke arahnya lagi-lagi menelan saliva.

Diah kemudian duduk di samping ranjang. Kruk... kruk...

Abim terkekeh mendengar suara perut Diah. "Kamu lapar... ganti baju dulu gih..., aku pesan makanan dulu."

Diah mengangguk lalu menuju lemari, mengganti pakaian yang sering ia pakai.

Lalu Abim pesan makanan online.

"Mas... setelah ini... kita ada bulan madu nggak?" tanya Diah merebahkan kepala di pangkuan Abim mereka duduk di kursi sofa menunggu pesanan datang.

"Aku mengumpulkan uang dulu ya sayang... " ucapnya. Jujur tabungan Abim habis untuk biaya pernikahan.

"Ngumpulkan uang?" Diah mendadak bangun dari pangkuan Ambim. Menatapnya kecewa.

"Iya Diah... semua aset aku di sita Papa. Papa ingin aku mandiri." Abim beralasan.

"Ada sih... tabungan deposito aku, tapi cairnya enam bulan lagi. Itu pun rencana akan aku gunakan untuk membuka usaha sendiri."

"Usaha sendiri? terus usaha papa kamu untuk apa?" Diah terkejut yang ia tahu mertuanya orang kaya, lalu mengapa membiarkan anaknya kebelangsak.

"Kan sudah aku bilang, papa ingin aku mandiri." pungkas Abim. Tidak ingin menceritakan kepada Diah bahwa papa mencabut semua fasilitas karena menikahi dirinya.

Tidak lama kemudian pesanan makanan datang mereka makan bersama.

Selesai makan, Diah membiarkan bekas plastik berserakan di atas meja. Lalu kembali duduk di kursi. Ia ingat penuturan Abim bahwa semua fasilitas di cabut mertua. Artinya Abim akan memulai dari nol. Diah merasa kesal.

Sementara Abim menatap istri yang baru sah sehari ini. Hanya menggelengkan kepala. Abim heran mana ada seorang istri selesai makan lalu pergi begitu saja. Tetapi ya sudahlah... hanya membereskan meja makan toh, tidak berat.

Abim membuang sampah pada tempatnya. Mengelap meja kaca hingga bersih.

Abim kemudian ke wastafel mencuti tangan. Selesai makan terasa ada yang kurang, jika belum membuat kopi.

Abim lantas membuka kitchen set mencari kopi, setelah menemukan yang dicari. Ia menyalakan kompor memasak air seperlunya lalu menyeduh kopi.

"Tak" Abim meletakkan gelas kopi di atas meja. Lalu duduk di samping Diah. Yang sedang senyum-senyum menatap layar handphone.

"Chat siapa sih? seneng banget" Abim menarik tangan Diah.

"Teman kampus dulu." Diah menjawab tanpa menatap Abim.

"Oh" Abim tidak bertanya lagi. Ia menyeruput sedikit kopi. Keduanya saling diam hingga waktu jam 10 malam.

"Ya Allah... sudah jam 10 Diah... kita belum shalat isya. Sholat dulu yuk." Abim mendadak berdiri.

"Mas saja yang shalat" ucapnya enteng.

Lagi-lagi Abim dibuat terperangah baru sehari menikahi Diah sudah tiga kali di kecewakan.

"Ya sudah... kita ke kamar saja" Abim menarik pelan tangan Diah.

Abim lalu Ambil air wudhu menjalankan shalat hanya sendiri, impian mengimami istri, selama ini pun gagal. Jika dirumah bersama keluarga Abim tidak pernah terlambat menjalankan shalat jika bukan karena sesuatu yang tidak bisa ditunda.

*******

Malam semakin larut, kedua pasangan itupun melakukan malam pertama. *******, lenguhan, rintihan, dari mulut Diah, seperti musik terdengar syahdu ditengah malam yang sunyi.

Abim menjelajahi tubuh indah yang polos tanpa sehelai kain di tubuh Diah. Sebagai seorang pria dewasa tentu Abim mengetahui tempat-tempat sensitif Diah, walaupun Abim baru melakukan ini yang pertama kali. Inilah yang di tunggu-tunggu Abim melakukan hubungan intim yang halal.

Tibalah saat terakhir yang di tunggu-tunggu Abim berbisik. "Boleh ya" dan hanya di angguki oleh Diah.

Abim membuka pintu bersegel milik Diah menurut Abim. Namun kekecewaan abim membuncah tatkala pintu itu sudah di bobol orang sebelumya.

Tidak merasakan sensasi malam pertama seperti yang pernah Abim baca di buku-buku atau artikel-artikel.

Tidak ada, kesakitan bagi Diah dimalam pertama, sudah seperti biasa melakukan itu. Tidak ada noda darah di atas sepray.

Abim menutup tubuh Diah yang polos dengan selimut, karena Diah sudah tidur pulas.

Dengan tertatih-tatih Abim jalan ke kamar mandi. Mengguyur tumbuhnya, dengan air shower. "Tidaaakk... ini hanya mimpi Diah masih suci, belum ada yang menyentuh." Rancauanya. Ia menepis keraguanya sendiri.

Bukan masalah Janda atau perawan bagi Abim. Jika sudah mengetahui sejak awal bahwa ia menikahi seorang Janda, tidak akan menjadi masalah. Tetapi gadis yang ia bela mati-matian telah mengkhianati dirinya.

Abim menyudahi mandinya waktu tepat dini hari. Ia keluar dari kamar mandi memandangi Diah yang tidur mendengkur tanpa dosa.

Setelah berganti pakaian Abim merebahkan tubuhnya di sofa, menutup matanya dengan satu lengan. Ia mengingat semua nasehat Mama Sahina sebelum menikahi Diah.

"Anakku Abim... kamu sekarang sudah dewasa nak, dari kecil saat, masih TK, SD, SMP, hingga SMA, tidak pernah sekalipun membantah perkataan Mama, maupun Papa.

Tetapi... setelah kamu mengenal Diah, seolah kamu lupa, siapa Mama, siapa Papa."

Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan dengan Diah nak. Walaupun Mama, Papa tidak merestui mu untuk menikahi Diah. Jika memang kamu bahagia, Mama juga merasakan.)

Abim menitikkan air mata. "Maafkan Abim Mama... hu huuu...😢😢😢.

******

Assalamualaikum reader. Selamat hari raya idul fitri mohon maaf lahir dan batin. 🤝

Budhe menulis kisah Abim tentang istri pilihanya sendiri. Mempermasalahkan tentang kesucian istrinya yang baru dinikahi dan digauli semalam.

Tetapi budhe menulis hanya keluar begitu saja, dari imajinasi. Mohon maaf jika ada kesamaan cerita ini hanya fiktif.

Semoga bisa di petik hikmahnya. Tidak semua yang pahit itu beracun. Kadang orang menilai dari luarnya saja, belum tahu isi didalamnya.

Pengantin Nelangsa.

Malam dilewati Abim dengan penuh rasa kecewa. Matanya sulit untuk terpejam, hingga malam berganti pagi.

Selesai mandi dia hanya memakai kaos seadanya, sepertinya sudah bekas pakai yang ia ambil dari lemari. Mungkin, ini pakaian milik Adit. Sebab, rumah ini miliknya. Belum ada satu pakaian pun yang Abim bawa kesini.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Diah masih tertidur pulas. Abim tidak berniat membangunkan istrinya itu. Nanti malam baru akan menuntut kejujuran dari istrinya siapa yang sudah mengambil mahkotanya.

Abim menarik napas panjang. Sudah hampir jam tujuh, kenapa istrinya belum mandi wajib. Diah tidak tahu, atau memang pura-pura tidak tahu?

Abim berdecak kesal, lalu menuruni tangga.

Abim memesan ojek, menunggu beberapa menit, lalu pergi menuju rumah Papa.

******

Sampai dirumah papa, Abim mendorong pintu, ternyata tidak dikunci. "Eh Aden, Non Diah mana?" tanya bibi yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Pasalnya, majikanya datang hanya sendiri.

"Tidak ikut Bi, Papa sama Mama kemana?" Abim balik bertanya.

"Beliau mandi Den." jawab Bibi sambil berlàlu ke dapur.

Abim pun menapaki anak tangga, ia berniat ganti pakaian lebih baik berangkat kerja, daripada diam dirumah kepalanya pusing.

Bruk"

"Kakak"

"Loe"

Abim dan Intan bertabrakan, ketika Abim memijak tangga terakhir, Intan yang sudah rapi keluar dari kamar. Keduanya pun jatuh. Syukurnya tidak tergelincir ke bawah.

"Ih! kakak kenapa sih... jalan meleng?" Intan mlengos kesal sambil mengusap-usap lutunya.

"Loe tuh yang meleng!" Abim mengusap sikutnya yang membentur daun pintu. Keduanya, masih meringis menahan sakit, duduk didepan pintu kamar.

"Eh kakak, kenapa kesini? kak Diah kemana?" tanya Intan heran, masa pengantin baru yang seharusnya sedang hangat-hangatnya malah kesini.

"Nggak ikut." sahut Abim pendek, lalu berdiri masuk kekamar.

"Kakak, tunggu!" Intan mengejarnya, ikut masuk.

"Loe mau ngapain ikut kesini Tan? gw mau ganti baju, dodol!"

Abim menoyor kepala adiknya, memang biasa begitu jika bertemu. Tetapi mereka saling menyayangi.

"Kak, ceritain dong? bagaimana sikap Diah, terhadap kakak?" cecar Intan. Intan hanya ingin tahu saja bagaimana sikap Diah jika dengan kakaknya. Sebab, Diah dengan Intan seperti Kucing dengan Anjing tiap kali bertemu.

"Memang ada apa gitu?" tanya Abim dahinya berkerut.

"Pasti Kak Abim, kecewa kan sama Diah? ngaku!" todong Intan.

"Kepo loe, loe keluar sana! gw mau ganti baju." Abim berjalan menuju lemari.

Intan pun diam menatap punggung Abim, Intan berpikir pasti dihari pernikahanya. Kakaknya itu sudah ada masalah dilihat dari wajah Abim yang terlihat tidak ceria seperti biasa.

"Cepat keluar Tan, gw mau ganti baju!" suara Abim naik satu oktap membuat Intan terkejut.

"Iya, iya" Intan ngacir meninggalkan kakaknya langsung bergabung dengan papa dan mama hendak sarapan pagi.

"Tan, kata Bibi kakakmu kesini, mana Abim?" tanya mama Sahina yang sudah duduk di meja makan bersama papa.

"Masih salin baju Ma, lihat Ma, tadi masa kak Abim menabrak Intan" Intan menaikan baju gamisnya keatas.

"Kalian ini kaya di sinetron saling tabrak- tabrakan." Papa berseloroh lalu menyeruput susu untuk kesehatan tulang.

"Pa, Papa merasa aneh nggak? kenapa ya, Abim kesini, mana sendirian lagi,"

"Paling ambil motornya Ma"

Mama terlihat resah seraya menoleh tangga. Abim belum juga turun. mama tidak yakin dengan jawaban papa. Dimana-mana pengantin baru biasanya lebih senang di rumah apapun alasannya.

"Paling ambil pakaian Ma, dia tidak punya ganti kali?" sambung papa dari tadi, menyahut santai.

"Iya Ma, tidak usah risau, kakak itu sudah dewasa, sudah berkeluarga sekarang." Intan menenangkan Mama. Padahal dia sendiripun berpikiran sama.

Di tengah perbincangan terdengar suara sepatu. Semua menoleh kearah tangga. Abim sudah rapi mengenakan kemeja, dasi dan celana bahan.

"Bim, kamu sudah mau kerja? bukankah kamu masih cuti?" tanya Mama semakin terkejut.

"Daripada dirumah mau apa Ma" sahutnya lemah.

Mama tidak mau tanya lagi, papa pun masih mendiamkan anaknya. Dimeja makan terasa sunyi, hanya terdengar dentingan sendok.

Mama sesekali menatap Abim yang tampak tidak berselera untuk makan, hanya menyuap sedikit-sedikit.

"Bertengkar kamu sama istrimu?" tanya papa Wahid pada akhirnya setelah selesai sarapan. l

Rupanya dari tadi walaupun diam Papa memperhatikan anaknya.

"Tidak Pa, hehehe... masa bertengkar," Abim tertawa hambar.

"Mau berangkat bareng," ucap papa sambil mengencangkan dasi.

"Ngga Pa, Abim kesini tadi mau sekalian ambil motor."

"Daripada tinggal sama mertua, kamu merasa tidak nyaman, istrimu diajak tinggal disini saja Bim." mama Sahina yang baru keluar memberi saran anaknya.

Mama berniat mengajari menantunya itu untuk bersikap lebih baik kedepanya.

"Iya Ma, Abim mau kontrak rumah saja, biar kami mandiri, tapi kalau terpaksa belum dapat Abim tinggal di sini untuk sementara waktu." alasan Abim masuk akal. Mama hanya mengiyakan saja.

Mama Sahina berangkat bersama Papa kekampus. Intan mengendarai motor ke butik, saat ini Intan yang mengelola.

Abim mengendarai sepeda motor menuju PT Primajaya. Ia masih bekerja dikantor pak Johan sahabat papanya. Sebagai karyawan biasa gajinya tidak terlalu besar.

Dulu sebelum Abim ada masalah dengan orang tuanya. Papa selalu meminta agar Abim mengambil alih memimpin Garmen. Tetapi Abim, masih belum siap.

Tetapi saat ini jangankan ditawari, uang jatah bulanan dari Papa pun hangus karena di tarik.

******

Jam sepuluh pagi Diah membuka mata, tangannya meraba-raba ranjang di sebelah. Merasa kosong Diah bangun, duduk mengamati tubuhnya yang polos, ia tersenyum mengingat pergulatan dengan suaminya tadi malam.

Diah membuka selimut lalu kekamar mandi. Dua puluh menit kemudian, ia sudah keluar. Diah menggosok-gosok rambut basahnya hingga tidak menetes lagi sambil mematut diri didepan kaca.

Setelah ganti pakaian, Diah mencari suaminya di bawah meninggalkan kamar yang masih berantakan. Sampai dibawah, sepi. "Mas Abim kemana sih? gumamnya.

Diah membuka handphone mencari nomer yang bertuliskan. Ayang. Berkali-kali menghubungi Abim namun tidak diangkat.

"Mas... angkat dong," ia bicara sendiri. Bosan telepon Diah menulis pesan.

Mas Abimanyu, kamu kemana sih? masa aku di tinggal sendiri. Aku lapar nih.

Satu menit dua menit hingga mendekati makan siang, Abim tidak membaca pesannya.

Diah kesal menghentak-hentakan kakinya. Lalu ambil uang lima ribu yang tergeletak diatas gesfer biasanya ibu Reny memang selalu menyimpan di tempat itu.

Ia membuka pintu berjalan kaki keluar rumah, mencari warung terdekat membeli sebungkus mie instan, dan satu butir telur.

Dengan cepat karena perutnya sudah terasa keroncongan, sambil menenteng kantong plastik hitam ia kembali pulang.

Cklak.

Kompor menyala yang sudah diisi dengan air lalu menggodok mie tersebut. Setelah matang menuangnya kedalam mangkok.

Diah duduk didepan televisi menyuap mie yang masih ngebul, sambil meniup-niup agar mengurangi rasa panas, setelah menjepret mie dalam mangkok lalu mengirimkan kepada suaminya.

******

Abim yang sedang dikantin memesan makan siang, membuka handphone membaca chat dari istrinya tidak berniat membalasnya. Abim kini meratapi nasipnya menjadi pengantin nelangsa.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!