Pagi yang sangat cerah di kotaku, udara pun tidak terasa begitu dingin. Dan aku sedikit berkemas merapikan barang-barang yang akan dibawa besok. Sebenarnya aku sangat sedih harus meninggalkan kota kelahiran ku untuk beberapa tahun kedepan, apalagi aku akan berpisah dari orang tuaku, rasanya itu sangat sulit bagiku. Ketika aku sedang berkemas dan merapikan tempat tidurku, mamaku mengetuk pintu kamarku dan memanggilku.
" Shena..Shena, ada Dinda tuh didepan, cepat kesana kasihan Dinda nunggu kamu disana."
"Iya mah bentar," jawabku pada mama. Aku bergegas keluar kamarku untuk menemui Dinda.
" Dinda nunggu diteras tuh, samperin sana."
"Iya mah."
Tanpa berkata apapun aku langsung menghampiri Dinda diluar. Aku lihat Dinda sedang duduk di kursi teras rumahku sambil ku lihat dia memegang sebuah buku diary berwarna biru. Aku berjalan menghampiri Dinda.
" Din, maaf ya lama."
" Iya Shen, gak apa-apa kok,"sambil berdiri di hadapanku.
" Oh iya, Shen ke samping rumah kamu yuk, kita duduk disana aja." Ajak Dinda padaku.
"yaudah yuk."
Aku dan Dinda duduk di samping rumahku, menikmati suasana pagi menjelang siang hari yang cerah sambil sesekali bercerita tentang masa kecil kita dulu.
Tiba-tiba, Dinda menatapku sambil berkata.
" Shen, kamu yakin mau lanjut SMA disana? Kamu gak bakalan kangen sama aku apa?" Dengan raut wajah yang sedih.
" Din, sebenarnya aku juga nggak mau lanjut sekolah disana, tapi mau gimana lagi, Mama dan Ayahku yang minta aku sekolah disana, tenang aja Din, aku gak bakalan lupain kamu kok, kamu tetap sahabat baik aku," aku meyakinkan Dinda.
" Janji ya Shen."
" Iya Din, aku janji."
Sebenarnya aku sangat sedih harus berpisah dengannya. lalu tiba-tiba Dinda memberikanku sebuah buku diary.
" Oh iya Shen, nih buat kamu, simpan ya."
" Ini buat aku Din? Makasih ya, pasti bakal aku simpan," sambil mengambil buku diary itu.
" Sering-sering pulang ya kalau libur," kata Dinda sambil tersenyum padaku.
" Pasti Din."
Waktu terus berlalu, dan malam pun tiba. Aku merapikan beberapa novelku yang akan aku bawa nanti. Sambil sesekali aku melihat sekeliling kamarku, rasanya sangat berat untuk ditinggalkan.
Ku rebahkan tubuhku ditempat tidur, dan aku sempat berfikir bagaimana aku bisa melalui hari-hariku disana, itu rasanya pasti sulit. Tak terasa mataku terpejam dan tidur dengan lelap.
Tok..tok..tok.. seseorang mengetuk pintu kamarku.
" Shen..Shena..bangun, cepat mandi." Teriak Mamaku dari luar kamarku.
" Iya mah, udah bangun kok." Jawabku sambil beranjak untuk mandi.
Pagi ini seperti biasa sangat cerah. Ayahku memasukan semua barang-barang ku ke dalam mobil, tepat hari ini aku berangkat ke Jawa Timur, karena seminggu lagi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) akan dimulai.
Aku berpamitan dengan teman-temanku disini, dan tetanggaku yang dulu aku kenal. Aku sedih harus berpisah dengan mereka, dan meninggalkan kota kelahiran ku. Tapi aku yakin, ini yang terbaik juga.
Di perjalanan aku terus memikirkan bagaimana aku bisa beradaptasi disana. Tapi aku pikir semua akan berjalan sebagaimana mestinya. Setelah 5 jam perjalanan rasanya masih jauh untuk menuju tempat tujuan.
" Shen, tidur kalau lelah, perjalanan masih jauh." Ayahku berkata padaku sambil fokus mengendarai mobil.
"Iya ayah."
Ketika aku membuka ponselku, ternyata banyak pesan masuk diaplikasi chat ku, semua isi pesannya tentang ucapan semangat padaku. Semakin aku membacanya, itu membuatku semakin sedih.
Perjalanan beberapa kilometer kami lalui, tak terasa aku tertidur karena perjalanan yang jauh kami tempuh. Dan akhirnya, mobil kami berhenti disebuah rest area.
" Shen, bangun istirahat dulu disini, makan atau mau ke toilet, ayo turun." Mamaku membangunkan ku.
"Iya mah, mau ke toilet." Aku langsung turun dari mobil dan bergegas mencari toilet.
" Aduh, toilet sebelah mana lagi, disana kali ya." Sambil melihat sekitar rest area.
Kebetulan aku melihat seorang bapak-bapak yang duduk tidak jauh dari tempatku berdiri.
"Aku tanya aja deh."
" Permisi pak, mau tanya. Bapak tahu toilet sebelah mana?."
" Oh disana dek, lurus entar belok kanan, tepat dibelakang warung." Jawab bapak itu sambil menunjuk arah depan.
" Oh iya, kalau begitu makasih ya pak."
Dan akhirnya aku menemukan toiletnya. Kemudian aku kembali ke Mama dan Ayahku berada, sambil memberikan uang 2000 kepada penjaga toilet.
Aku langsung bergegas menuju Ayah dan Mamaku di restoran rest area, mereka sedang duduk dan terdapat beberapa makanan dimeja.
" Udah dari toiletnya Shen."
" Udah mah."
" Yaudah nih makan dulu." Sambil memberikan ku sepiring nasi dan ayam.
Aku langsung menyantap makanan itu, karena kebetulan perutku sangat lapar, mungkin karena perjalanan hari ini.
" Shen, pasti disana seru nanti, temannya baik-baik, nggak ada tuh yang gengsi atau yang sombong, di kampung ayah gak ada tuh yang kayak gitu, makanya kamu bakalan jadi orang yang lebih mandiri, Ayah yakin." Ayahku meyakinkanku.
" Iya ayah, pasti lama kelamaan Shena nyaman kok disana." Aku membalas perkataan ayahku.
" Iya sayang, Mama juga yakin. " Sambil tersenyum ke arahku.
Akhirnya kami melanjutkan perjalanan, rasanya begitu lama untuk sampai tempat tujuan. Dan aku memutar lagu favoritku menggunakan earphone, itu membuatku lebih baik untuk menikmati perjalanan.
Mobil terus melaju, dan kami sudah melalui perjalanan yang cukup panjang. Waktu pun menunjukkan pukul 23.00 WIB. Dan akhirnya kami pun berhenti disebuah rest area kedua untuk beristirahat sebentar.
Hari sudah malam, rasanya badanku lelah sekali. Aku lihat ayahku memesan bakso.
" Mas, pesen bakso tigo nggeh ( tiga ya)." Kata ayahku ke penjual bakso.
" Oh nggeh pak."
Aku lihat rest area ini sepertinya perjalananku sudah jauh dari kota ku, karena hampir semua orang menggunakan bahasa Jawa. Aku sudah lupa bagaimana kampung halaman ayahku dulu, karena terakhir aku kesana saat aku duduk dikelas 5 SD. Aku pikir semuanya telah berubah pastinya, mungkin lebih modern dibandingkan dulu.
Aku memainkan ponselku, dan selang beberapa menit, bakso yang tadi ayah pesan akhirnya datang.
" Niki (ini) pak." Sambil memberikan satu persatu mangkuk berisi bakso pada kami.
" nggeh mas, matur nuwun (terima kasih)." Jawab ayahku.
" Nih Shen, bakso dari Jawa tuh rasanya enak semua, ayo coba." Kata ayahku sambil memberikan sebuah sendok padaku.
" Masa enak semua yah."
" Iyaa, nggak percaya, coba aja."
Dan kami pun memakan habis bakso itu, sambil sesekali bercerita tentang kampung halaman ayahku yang akan aku tempati nanti. Oh iya, masalah bakso memang rasanya enak banget. Dan kami pun selesai makan.
" Mas, pinten nggeh (berapa ya)?." Tanya ayahku kepada penjual bakso.
" 30 ribu pak."
Kemudian Ayahku menyerahkan lebaran uang pada penjual bakso itu. Dan kami pun bergegas melanjutkan perjalanan.
Di sepanjang jalan, yang terdengar hanya musik yang aku putar saja, karena aku sangat lelah dan tak terasa aku tertidur dengan lelap.
Huaahh..Aku terbangun dari tidurku, aku rasa badanku terasa sakit dan pegal, karena perjalanan yang cukup jauh. Aku lihat Mama tertidur cukup pulas, sedangkan ayahku masih terjaga mengendarai mobil.
Aku lihat jam tanganku menunjukan pukul 06.00 pagi, aku berharap segera sampai ditempat tujuan, aku butuh istirahat yang cukup dan mandi pastinya. Lalu aku bertanya pada Ayah.
" Yah, berapa jam lagi sampai?."
" Ini jam berapa sekarang?." Tanya ayah sambil fokus menatap jalanan.
" Emm, jam 6 yah."
" 3 atau 4 jam lagi sampai, kenapa? Udah lelah diperjalanan ya." Kata ayahku sambil tertawa kecil.
" Iya yah, badan pada pegal semua."
" Yaudah tahan dulu ya, sebentar lagi sampai."
Aku hanya tersenyum membalas perkataan ayahku, aku rasa aku harus menikmati perjalanan agar semuanya terasa singkat.
Aku memutar lagu di ponselku tanya menggunakan earphone, aku rasa suasana didalam mobil menjadi tidak terlalu hening oleh suara jalanan dan kendaraan yang kami lalui.
Dan aku rasa Ayah juga menikmati lagunya, Ayahku selalu suka apapun yang aku suka, mungkin selera kita banyak yang sama.
Sekitar satu jam mendengarkan lagu, tak terasa hari semakin terang, jalanan pun makin terlihat dan sunrise mulai menampakkan cahayanya, aku suka melihat cahaya jingga seperti itu, itu terlihat seperti senja yang sering aku tatap dikala hari mulai gelap.
Aku tidak tahu kenapa aku begitu sangat menyukai senja, rasanya itu membuatku tenang saat melihatnya, jingga, cantik, bersinar cerah, tak heran banyak orang yang menyukai senja. Senja itu bagiku adalah keindahan diakhir hari yang ku jalani hari ini, saat senja datang saat itulah aku menumpahkan semua keluh kesah yang terjadi hari ini, aku harap dia membawanya dan menggantinya dengan keindahan yang dia miliki.
Dan yang kini aku lihat adalah sunrise yang indah, memberi keindahan di pagi hari ini. Aku melihat disekitar perjalanan bernuansa pedesaan dengan rumah rumah yang begitu mirip, atau bisa dikatakan hampir sama, walau hanya di bagian atapnya saja, tapi itu terlihat indah dengan kebudayaan yang masih terjaga.
Dari lamunanku menikmati pemandangan itu, suara Mamaku mengejutkan ku, tanpa aku sadar, Mama sudah terbangun dari tidurnya.
" Shen, serius banget ngeliatnya, pemandangannya bagus ya." Tanya Mamaku.
" Eh Mama, kirain masih tidur."
"Shena udah mulai suka kayaknya mah." Timpal ayahku yang dari tadi menyimak percakapan kami.
Aku dan Mama hanya tertawa kecil mendengar Ayahku yang begitu semangat agar aku tinggal nyaman disini.
Di tengah perjalanan kami yang asik dengan cerita cerita Ayah, kami pun berhenti di suatu restoran khas Jawa, kami pun memesan menu sarapan pagi ini, dengan menu masakan Jawa, semuanya terlihat enak.
Ketika kami sedang menunggu, seorang pelayan pun datang.
" Monggo (silahkan) pak." Sapa pelayanan perempuan itu sambil memberikan buku kecil dan pulpen untuk mencatat menu kami.
" Kamu mau makan apa Shen? Mama juga?."
Tanya ayah pada kami.
" Shena mau Soto Ayam aja yah."
" Mama juga mau soto Ayam."
"Emang itu Ayah pikir paling tepat." Kata ayahku sambil tertawa kecil pada kami.
" Yowes (yaudah), Niki (ini) mbak." Kata ayahku pada pelayanan itu sambil menyerahkan tulisan pesanan kami.
" Nggeh (iya) pak, sampun niki mawon (sudah ini saja)?." Tanya pelayanan itu.
"Oh sareng (sama) air mineral 3." Jawab ayahku sambil di iringi anggukan dari pelayanan itu.
Ditengah kami menunggu makanan datang, Ayahku bercerita tentang masa kecilnya dulu di kampung halamannya di Jawa Timur.
" Dulu Ayah waktu sekolah paling sering makan soto", disini itu makanannya enak enak dan harganya juga murah." Ayah bercerita tentang banyak hal pagi ini.
" Terus yah, selain makanan seperti soto atau yang lainnya, apalagi yang murah?." Tanyaku pada Ayah.
" Selain makanan ini, buah-buahan juga lumayan murah, jadi Shen, daerah Jawa itu tepat untuk jadi kota anak pelajar dengan biaya hidup yang terjangkau dan kualitas pendidikan yang bagus juga." Ayahku menjelaskan semuanya.
Aku rasa Ayahku benar, aku lihat disini serba terjangkau dan suasana tempat yang begitu nyaman, sepertinya aku bisa beradaptasi dengan mudah disini.
Yang kami tunggu pun akhirnya tiba, makanan sudah siap, wangi kuah soto yang begitu menggugah seleraku pagi ini, ini benar benar enak. Aku menikmati dari setiap komponen hidangan yang disajikan, rasanya luar biasa dengan cita rasa tradisional, sangat terbawa dengan lingkungan khas Jawa.
Tanpa waktu lama, kami pun selesai sarapan, kami melanjutkan perjalanan, tiba-tiba handphone Ayahku berdering.
" Yah, itu diangkat dulu teleponnya." Kata Mamaku sambil menyerahkan handphone itu kepada Ayah.
" Hallo assalamualaikum mbak, nggeh Niki sampun (iya ini sudah) diperjalanan mriku (kesana)."
Aku tidak mengerti apa yang Ayah katakan hehe.
" Oh nggeh, waalaikumsalam." Ayahku menutup percakapan mereka.
" Siapa yang nelpon yah?." Tanyaku pada Ayah.
" Oh itu budhe, nanya, katanya sudah sampai mana." Jawab Ayah.
" Oh budhe, kayaknya budhe nggak sabar sudah nunggu kita," timpal ku pada Ayah dan Mama.
Setelah jalan utama yang rasanya sangat lama untuk ditempuh, akhirnya kita sampai dijalan pedesaan.
Terlihat suasana desa ini begitu asri. Aku lihat banyak menjulang diujung sana, dan betapa luasnya beberapa sawah yang membentang, serta tanaman buah naga yang begitu banyak dilengkapi dengan buahnya berwarna merah segar.
Sungguh pikiranku begitu nyaman saat memandang itu semua. Lalu aku membuka kaca disebelah kiri ku, berapa aku senang menikmati suasana pedesaan asri seperti ini. Dan banyak para penduduk asli desa itu yang akan memulai aktivitasnya di kebun atau sawah mereka.
Ayah pernah bilang bahwa di kampung halamannya itu mayoritas penduduknya sebagai petani. Tapi kini yang aku lihat desa ini sedikit berbeda, tapi ke asriannya masih tetap terjaga.
" Yah, sekarang udah beda ya, jalanannya, rumah rumahnya pula."
Aku memulai obrolan setelah beberapa saat terdiam karena pemandangan yang begitu memikat mataku.
" Iya Shen, sekarang kan sudah modern, masa iya kayak dulu terus. Kenapa? Bingung ya, atau lupa sama kampung ini?." Jawab Ayah sekaligus melontarkan pertanyaan padaku.
" Iya yah, sedikit lupa, wajarlah sudah lama nggak kesini." Jawabku sambil tertawa kecil.
" Mungkin betah ya Shen kalau gini." Mamaku menambahkan perbincangan kami.
Setelah menelusuri jalan pedesaan selama 15 menit, akhirnya kami pun sampai ditempat tujuan, yaitu dirumah budhe dan pakdhe ku.
Budhe adalah kakak perempuan dari Ayahku, budhe anak pertama sedangkan Ayahku anak kedua dari tiga bersaudara. Dan adiknya Ayah yang aku sebut lek (Om/Tante dalam bahasa Jawa) tinggal di desa sebelah.
" Yah, itu rumah budhe kan yang catnya warna hijau?." Tanyaku pada Ayah sambil menunjuk ke arah depan.
" Iya yang itu, kamu masih hafal kan." Jawab Ayah.
Terlihat budhe, pakdhe, dan saudara yang lain telah menunggu kami. Dan akhirnya kami sampai ditempat tujuan.
Kami pun turun dari mobil, dan ku lihat budhe langsung menghampiri kami. Budhe memeluk Ayahku, sepertinya dia sangat rindu, karena sudah lima tahun kami tidak mudik ke Jawa karena pekerjaan Ayah yang padat, dan aku pun bersalaman pada budhe dan pakdhe dan juga orang-orang yang ada disana.
Tiba-tiba budhe menangis memelukku.
" Ya Allah nduk, wes gede saiki (udah besar sekarang)." Budhe langsung memelukku.
Aku membalas pelukannya. Betapa tulus cintanya padaku dan keluargaku. Aku selalu mendapatkan banyak kehangatan sebuah keluarga.
Kami pun masuk dan berbincang bincang tentang perjalanan yang kami lalui, dan tiba-tiba budhe berkata padaku.
" Betah ya nduk disini, walau di desa tapi disini nyaman, banyak teman nanti disini."
" Iya budhe, seru kok disini."
" Iya Shen, pada baik baik orang sini tuh, pada ramah." Ayahku selalu meyakinkanku.
" Nanti sekolahnya dimana ya budhe? Jauh dari sini?." Tanyaku pada budhe.
" Lumayan deket, cuma lewat perempatan tadi toh, terus belok kiri, tadi kamu ngelewati." Jawab budhe menjelaskan.
" Iya, lumayan deket, pakdhe juga banyak yang kenal sama guru-guru disitu," timpal pakdhe.
Aku hanya tersenyum bingung apa yang harus dikatakan.
Hari pun menjelang siang, budhe telah menyiapkan makanan untuk kami, dia memasak banyak hari ini.
" Ayo dimakan, masakan Jawa itu enak, makan nduk." Perintah budhe sambil menyerahkan beberapa makanan dihadapan ku.
" Iya budhe."
" Tuh Shen lihat, makanannya pasti enak." Kata Mama.
" Kayak gini masakan Jawa tuh." Kata Pakdhe.
" Ini apa budhe?." Sambil memegang semangkuk makanan.
" Oh itu namanya tempe bacem, disini tempenya dibungkus pakai daun jati, dibentuk kecil-kecil." Budhe menjelaskan.
" Oh, ini enak banget." Aku tersenyum pada mereka.
" Dihabiskan kalau enak, ayo dimakan, seneng budhe kalau gitu."
Masakan budhe sangat enak, dan masakan Jawa tidak begitu beda dengan masakan Sunda, jadi lidahku dengan senang hati menerimanya.
Setelah selesai makan siang, Ayah tertidur pulas, mungkin karena perjalanan panjang yang kami lalui selama berjam jam. Ku lihat Mamaku tengah di dapur bersama budhe sedang sibuk mencuci beberapa piring kotor, dan pakdhe pergi ke kandang sapi untuk memberinya makan.
Aku baru ingat, aku belum mengabari temanku Dinda. Aku mengambil ponsel disaku celanaku lalu aku segera menelepon Dinda. Tanpa menunggu lama, Dinda pun mengangkat telepon dariku.
" Assalamualaikum Din."
" Waalaikumsalam Shen."
" Aku baru sampai tadi pagi disini," ucapku memberitahu Dinda.
" Syukurlah kalau gitu, gimana disana seru gak?." Tanya Dinda.
" Aku rasa gitu Din, disini sangat asri dan sejuk, aku suka". Jawabku dengan nada semangat.
" Wih, semoga betah ya Shen, baik-baik disana, jangan lupa sama aku."
Dinda sepertinya sedih karena jarak kami yang sekarang jauh.
" Iya Din, gak bakalan kok, kamu juga baik-baik ya disana."
" Iya Shen, sering sering telpon ya."
" Iya Din, yaudah ya aku mau istirahat dulu."
" Oh iya Shen, sampai nanti, assalamualaikum."
" Iya Din, waalaikumsalam."
Kami pun menutup telepon masing-masing, aku sangat sedih mendengar suara Dinda yang kini hanya bisa ku dengar ditelepon saja. Aku pasti akan merindukan dia.
Hari pun mulai sore, aku berjalan menyusuri sawah - sawah yang berada dibelakang rumah budhe dan pakdhe ku. Aku mengambil beberapa foto pemandangan itu untuk ku perlihatkan pada teman-teman ku di Bandung.
Setelah menunggu beberapa menit, yang aku tunggu akhirnya tiba. Ya, aku sedang menunggu senja. Kalian tahu, sore ini, senjanya begitu terpancar, itu sangat indah. Aku menikmati pemandangan itu, dan aku membuang semua rasa lelahku bersamanya diganti dengan keindahan yang sesungguhnya. Terima kasih Tuhan, sampai detik ini aku masih diberi kuat.
Aku kembali ke rumah budhe, dan disana ada Ayah dan Mamaku yang sudah menunggu diteras rumah.
" Darimana mainnya Shen?." Tanya Mama.
" Dari belakang mah, lihat senja, senjanya bagus banget." Aku menjelaskan dengan apa yang aku lihat.
" Yaudah, ayo masuk, udah hampir gelap." Ayahku memerintahkan kami untuk masuk rumah.
Aku sedang duduk diruang tamu, dan jam menunjukkan pukul delapan malam, aku menikmati secangkir teh hangat yang dibuatkan oleh budhe. Di tengah tengah aku melamun, budhe datang bersama Mamaku.
" Nduk, 3 hari lagi nanti kamu ke sekolah, daftar ulang, nanti diantar sama pakdhe." Sambil merangkul bahuku lalu duduk disebelah ku.
" Oh iya budhe, nanti pakai seragam SMP kan?." Tanyaku padanya.
" Iya pakai seragam SMP, bawakan?."
" Bawa kok budhe."
" Nanti gak usah malu, temannya baik-baik nanti disekolah." Budhe meyakinkanku.
" Iya Shen, kamu kan berani, belajar yang rajin ya." Kata Mamaku.
Aku hanya bisa tersenyum, rasanya bahagia dan sedih juga bakalan jauh dari orang tua, tapi budhe sama pakdhe sangat baik padaku.
Dua hari sudah kami di Jawa, Ayah dan Mamaku akan pulang ke Bandung karena pekerjaan Ayah yang sangat banyak. Hari ini pun Ayah dan Mama berpamitan padaku untuk saatnya pulang ke Bandung, dan mereka selalu meyakinkanku untuk jadi anak yang mandiri dan menjalani kehidupan yang baik disini.
" Mama pulang ya Shen, kamu hati-hati disini, harus mandiri ya, belajar yang rajin."
Mamaku memelukku sambil menahan tangisannya.
Aku hanya bisa mengangguk dan membalas pelukannya, aku tak sanggup berbicara, aku hanya menangis saat Mamaku mengatakan itu. Dan Ayah pun berpamitan padaku.
" Baik-baik ya disini, kalau butuh apa apa telpon Ayah, jangan ngerepotin budhe sama pakdhe, belajar yang rajin ya." Kata Ayahku sambil memelukku.
Dan aku pun hanya membalas dengan anggukkan sambil memeluknya.
" Mbak, mas pamit nggeh, titip Shena ya, maaf kalau di repotin." Kata Ayahku sambil memeluk budhe dan pakdhe.
" Nggeh, hati-hati ya." Jawab budhe.
Setelah Mama dan Ayahku berpamitan, mereka akhirnya berangkat dan memulai perjalanan pulang. Aku hanya menatapnya, makin jauh mobil mereka melaju, aku makin tenggelam dalam kesedihan, aku rasa aku pasti akan merindukan Ayah dan Mama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!