NovelToon NovelToon

Dikira Janda Sama Si Duda

Lele Dumbo

Namanya Laila Duma Wibowo, namun entah siapa yang memulai kini Laila lebih sering disapa Lele Dumbo. Entah karena singkatan nama yang dipelesetkan atau karena ia galak tapi kuat seperti lele. Ah, itu tidak membuat Laila pusing. Sudah terlalu banyak beban dalam hidupnya. Laila sama sekali tidak berminat menambah ocehan orang menjadi beban baru untuk hidupnya.

Laila memang galak pada dua keponakannya. Apalagi saat ia masih duduk di bangku SMP, ia sudah harus membantu ibunya mengurus dua keponakannya yang masih kecil. Satu-satunya kakak kandungnya berhasil membuat dunia Laila berantakan. Pria yang seharusnya menjadi pengganti ayahnya itu justru memberikan beban besar padanya.

"Kamu itu anak perempuan. Belajar ngurus anak dari sekarang," ucap Bang Deri saat Laila marah karena buku PRnya dirobek oleh Hasna.

Hasna adalah keponakannya yang kedua setelah Kayla. Hasna baru berusia delapan belas bulan. Terpaut lima tahun dengan kakaknya yang sudah berusia enam tahun setengah.

"Kamu ini, Laila masih kelas tiga SMP." Bu Rini memukul punggung Deri yang sedang duduk santai sembari mengisap sebatang rokok.

"Aduh Bu, sakit." Deri mengusap pungungnya.

"Jaga omonganmu," ucap Bu Rini mengingatkan.

"Kan namanya juga belajar bu. Boleh kali dari sekarang," ucap Deri membela diri.

Laila hanya bisa menghela napas dalam. Berusaha menenangkan dirinya dan berdamai dengan keadaan. Mencoba membiasakan diri dengan keadaan yang menurutnya sangat tidak nyaman.

Tidak bisa berbuat apa-apa. Laila hanya bisa menyalin kembali PRnya yang sudah dirobek oleh Hasna. Itupun ia lakukan malam, saat Hasna sudah tidur.

"Bang, kamu kerja dong."

Suara pelan Yanti terdengar samar di telinga Laila. Suasana malam yang sudah sunyi membuat Laila masih bisa mendengar suara Deri dan Yanti meskipun mereka sudah berusaha bicara sepelan mungkin. Letak kamar keduanya yang saling bersebelahan, mungkin membuat Laila masih bisa mendengar percakapan pasangan suami istri itu.

Percakapan? Ah lebih tepatnya perdebatan. Dan ini bukan kali pertama bagi mereka. Laila sudah sangat sering mendengar cekcok seperti ini. Bahkan nyaris tiap malam.

"Aku sudah coba mangkal di pangkalan. Tapi ojek sepi sekarang. Mau ojek kerek kayak orang-orang, aku gaptek. Ponsel butut, motor apalagi. Mana ada yang mau naek ojek butut," ucap Deri.

Ya, kehidupan mereka memang tidak seberuntung pasangan lain di lingkungannya. Namun meskipun begitu, Yanti masih berusaha bertahan dan tidak meninggalkan Deri sama sekali. Padahal Laila saja sebagai adik kandungnya kadang lelah dengan sikap Deri yang malas.

"Aku mau kerja ke saudi Mas. Cari uang buat masa depan anak-anak kita. Mereka semakin besar. Kebutuhannya semakin banyak," ucap Yanti.

Saudi? Mendengar hal itu Laila memegang dadanya. Tidak terasa air matanya menetes begitu saja. Ada ketakutan yang sangat luar biasa. Bukan hanya satu, lebih dari tiga kasus orang hilang setelah pergi bekerja sebagai TKW. Entah hilang atau sengaja menghilang, Laila tidak tahu. Yang pasti mereka pergi dan tidak kembali.

"Baguslah. Besok aku bantu urus ya!" ucap Deri dengan datar.

Laila mengepalkan tangannya dan berusaha meredam amarahnya. Bagaimana bisa Deri dengan begitu mudah mengiyakan bahkan mendukung keinginan Yanti untuk pergi ke negeri orang. Padahal seharusnya Deri lah yang berkewajiban mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Rumah tangga yang sudah dibina selama hampir delapan tahun itu menjadi ketakutan tersendiri untuk Laila. Pernikahan Deri dan Yanti membuat Laila ikut kena imbasnya. Dari mulai pertengkaran-pertengkaran kecil yang terjadi, Laila sering menjadi pendengar setia bagi keduanya. Belum lagi kehadiran dua anak mereka membuat Laila seolah memiliki kewajiban yang seharusnya tidak terjadi padanya.

"Pagi Laila," sapa Yanti dengan ramah saat malam sudah berganti pagi.

"Pagi kak," sapa Laila dengan senyumnya.

Laila mengamati Yanti yang terlihat baik-baik saja. Seandainya Laila tidak mendengar pertengkaran keduanya, Laila tidak akan menyangka jika pertengkaran itu telah terjadi.

"Bu, aku berangkat pagi ya. Toko baru saja datang barang kemarin sore. Aku belum sempat beres-beres kemarin. Titip Hasna sama Kay ya!" ucap Yanti sambil mencium punggung tangan mertuanya.

Dari kejauhan Laila menatap sikap Yanti yang begitu lembut dan sangat ramah pada Bu Rini. Cerita yang ia dengar tentang mertua dan menantu yang jarang sekali akur ternyata dipatahkan oleh hubungan Yanti dan Bu Rini. Padahal suaminya sangat malas dan menjadikannya tulang punggung.

"La, Kakak berangkat dulu ya!" teriak Yanti sambil menyambar helm dan kunci motor.

Sebuah motor matic warna hitam selalu setia menemani Yanti bekerja. Padahal seharusnya ia bisa berangkat diantar suaminya yang bekerja sebagai tukang ojek. Namun sayangnya Deri selalu bangun siang dan tidak bisa mengantar Yanti ke toko.

Sudah setahun Yanti bekerja di toko pakaian. Letaknya tidak terlalu jauh namun tidak mungkin jika harus berjalan kaki setiap harinya. Sebelumnya Yanti bekerja sebagai ART di rumah tetangganya. Namun setelah mengandung Hasna, ia berhenti. Saat akan kembali bekerja, sudah ada penggantinya di sana. Beruntung Yanti bisa bekerja di toko pakaian. Meskipun ia harus meninggalkan Hasna sejak masih berusia enam bulan, namun Yanti menjaninya dengan senang hati.

Bagi Yanti, selelah-lelahnya bekerja saat ia sedang masa menyusui akan jauh lebih lelah saat ia tidak bisa menghasilkan uang. Jika harus mengandalkan suaminya, mana cukup untuk kebutuhan makannya sehari-hari.

"Bu, kasihan ya Kak Yanti." Laila menghela napas panjang saat melihat motor Yanti pergi semakin menjauh.

"Kita harus bersyukur bisa bertemu dengan wanita hebat dan kuat seperti Yanti," ucap Bu Rini.

"Iya Bu," ucap Laila.

Laila segera meraih handuk dan pergi mandi. Ia harus bersiap ke sekolah. Dalam kamar mandi, bayangan Laila sudah melayang jauh saat Yanti sudah benar-benar pergi ke negeri orang untuk menjadi TKW.

"Le, lama banget sih?" teriak Deri sambil menggedor pintu kamar mandi.

Laila yang tersadar dari lamunannya cepat menyelesaikan mandinya tanpa menjawab ocehan kakaknya. Oh ya, Deri juga termasuk orang yang memanggilnya Lele meskipun Deri adalah kakak kandungnya sendiri. Awalnya Laila keberatan namun akhirnya ia pasrah saat Deri tak kunjung kapok meskipun sudah diperingatkan ibunya.

"Lelet banget jadi cewe," gerutu Deri saat Laila sudah keluar dari kamar mandi.

"Tumben Bang Der bangun pagi," ucap Laila pada Bu Rini.

"Kemarin makan bakso pedas. Sekarang bangun pagi pasti buat nongkrong di WC," jawab Bu Rini.

Ternyata benar, karena setelah keluar dari kamar mandi Deri kembali tidur. Keduanya saling menatap saat pintu kamar Deri sudah tertutup rapat kembali.

"Aku berangkat ya Bu," pamit Laila.

Saat ia akan berangkat sekolah, ia melihat Kayla yang sedang menyuapi Hasna. Miris rasanya saat anak yang bahkan belum masuk SD sudah begitu terlihat dewasa. Namun begitulah kehidupan mereka. Dipaksa dewasa sebelum waktunya.

Laila segera pergi setelah pamit pada dua keponakannya. Letak sekolah dan rumahnya yang tidak terlalu jauh membuatnya bisa berjalan kaki setiap hari. Sebenarnya ada keinginan seperti yang lain, bisa diantar ke sekolah setiap hari oleh Kakaknya. Namun hal itu bagaikan sebuah kemustahilan baginya. Walaupun kadang-kadang Yanti lah yang mengantarnya ke sekolah saat bisa berangkat lebih siang ke toko.

Panggil yang bener

"Bu, Bu, aku dapat hadiah." Laila berteriak kegirangan saat pulang sekolah.

Bukan hanya Bu Rini, Hasna dan Kayla juga memburu kedatangan Laila. Saat membawa sebuah bungkusan, Hasna adalah orang yang tak kalah kerasnya berteriak.

"Hasna mau ini?" tanya Laila saat melihat Hasna memburunya.

Hasna mengangguk-angguk kegirangan. Bungkusan berisi beberapa makanan ringan itu segera diberikan pada Hasna. Laila juga meminta Kayla membawa bungkusan itu ke dalam agar Hasna bisa memakannya.

"Itu dari mana?" tanya Bu Rini.

"Aku dapat hadiah dari guru PKL, Bu. Tadi ada kuis di kelas. Aku bisa jawab banyak pertanyaan jadi hadiahnya juga banyak," jawab Laila senang.

"Bukan dari om-om kan?" celetuk Deri yang keluar dengan membawa helm.

Bu Rini memukul Deri yang segera pergi membawa motornya. Niatnya mau ngojek. Ya meskipun sudah terlalu siang, tapi Bu Rini cukup menghargai anak sulungnya itu dari pada harus tidur seharian.

"Sudah, biarkan saja." Bu Rini segera mengusap punggung Laila saat tahu anak bungsunya itu tengah marah.

Laila pun segera masuk meskipun dadanya terasa bergemuruh. Kesal rasanya dengan bahasa Deri yang selalu menganggapnya remeh. Namun lagi-lagi kedua keponakannya selalu berhasil mencairkan suasana hatinya yang sedang memanas.

"Maaaaa," teriak Hasna saat saat melihat Yanti pulang.

Sebuah kantong kresek hitam segera diburu oleh Hasna. Yanti memang selalu membawa oleh-oleh setiap pulang kerja. Meskipun hanya sekedar jajanan murah di warung yang ia lewati saat pulang.

"Anak Mama gak nakal kan hari ini?" tanya Yanti sambil menggendong Hasna.

"Hasna baik dong Maaa. Iya kan?" jawab Laila sambil mencubit gemas pipi Hasna.

Selalu ada kehangatan saat Yanti berada di rumah. Semenjak perdebatan Yanti dan Deri, Laila tidak mau jauh dari Yanti. Sebenarnya Laila ingin menanyakan tentang rencana Yanti untuk menjadi TKW, namun nyalinya ciut. Ia takut jika Yanti menganggapnya nguping.

"Kak, cape ya? Mau aku pijit?" ucap Laila.

Tanpa menjawab, Yanti hanya menatap Laila dengan dahi yang berkerut. Seolah ada pertanyaan yang sangat besar namun tak sanggup diucapkan.

"Kenapa?" tanya Laila sambil menggaruk tengkuknya.

Yanti mendekat dan menyentuh dahi Laila dengan punggung tangannya.

"Masih normal," ucap Yanti sambil tertawa.

"Ih, Kakak." Laila cemberut kesal.

"Ini tanggal tua. Tumben kamu mau mijitin Kakak. Gak ada upahnya kalau tanggal tua begini. Bekal Kakak udah pas-pasan," ucap Yanti sambil mengusap kepala Laila.

Laila berusaha sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi pipinya. Mengingat semua kebaikan dan ketulusan Yanti, Laila merasa tidak sanggup kehilangan Yanti.

"Kak, maaf ya!" ucap Laila sambil memeluk Yanti.

"Eh kenapa?" tanya Yanti saat bahunya terasa basah.

Yanti segera menurunkan Hasna dan meminta Kayla untuk membawanya ke kamar. Setelah itu, ia segera pergi ke kamar Laila. Menenangkan adik iparnya dan berusaha menyembunyikan tangisan Laila dari Bu Rini.

"La, kamu kenapa?" tanya Yanti sambil merapikan rambut Laila yang berantakan.

"Aku malu sama Kakak," jawab Laila ditengah isak tangisnya.

"Hah? Malu kenapa?" tanya Yanti bingung.

Dugaannya atas tangisan Laila ternyata meleset. Awalnya Yanti berpikir jika Laila menangis karena sedang bertengkar dengan pacarnya atau temannya. Namun ternyata semua berhubungan dengan dirinya. Ada apa?

"La, apa kita ada masalah?" tanya Yanti.

Laila menggelengkan kepalanya lalu memeluk Yanti kembali. Yanti menghentikan pertanyaannya. Ia hanya mengusap punggung Laila dan membiarkannya menangis. Menunggunya sampai kembali tenang.

"Kak, jangan pernah ninggalin aku sama ibu ya!" ucap Laila saat tangisnya sudah mereda.

"Maksudnya?" tanya Yanti bingung.

Laila tidak berani mengatakan ketakutan yang sebenarnya. Ia hanya menjelaskan bahwa ia mendapat sosok yang sangat luar biasa pada diri Yanti. Tiba-tiba Yanti ingat perdebatannya dengan Deri malam tadi. Yanti pun menduga jika hal itu yang membuat Laila bersikap seperti ini.

"La, apapun yang terjadi nanti kamu harus percaya kalau kakak sayang sama kamu. Jangan pernah berpikir buruk tentang kita ya!" ucap Yanti.

"Aku gak mau kehilangan Kakak. Kalau kakak mau pergi, bawa aku. Jangan tinggalin aku sendiri," ucap Laila.

"Hey, kamu gak sendiri. Kita semua ada buat kamu," ucap Yanti meyakinkan.

"Ngapain sih berduaan di kamar?" Bentak Deri yang datang tiba-tiba.

Laila segera mengusap air matanya. Ia berusaha menyembunyikan semuanya. Percuma Deri tahu, itu tidak akan membuatnya paham.

"Kenapa? Mewek Le?" tanya Deri saat melihat mata Laila sembab.

"Bang, namanya Laila. Panggil yang bener," ucap Yanti.

"Ya elah, semua orang juga tahunya dia itu si Lele dumbo." Deri mendengus dan segera pergi meninggalkan Yanti dan Laila.

"Maafin abangmu ya! Dia sebenarnya baik kok," ucap Yanti.

"Seharusnya aku yang minta maaf Kak. Abang bukan suami yang baik buat Kakak. Aku malu sama Kakak ya karena ini. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari keluargaku," ucap Laila.

"Loh, kok kamu ngomongnya gitu sih?" ucap Yanti.

Yanti yang sudah tahu kekurangan suaminya sama sekali tidak berpikir sejauh yang Laila pikirkan. Ia hanya kecewa dengan sikap suaminya yang malas bekerja. Tapi sedikitpun ia tidak merasa Laila dan ibu mertuanya itu menjadi beban. Baginya, diterima keluarga Laila sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.

Ya, Yanti memang melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya. Ia hamil sebelum menikah dengan Deri. Setelah berusaha memberi tahu kehamilannya dan berharap bisa dinikahkan, ternyata Yanti justru diusir. Sejak itu, Yanti sama sekali tidak dicari dan ia pun tidak berniat mencari keberadaan keluarganya.

Yanti menganggap Laila dan Bu Rini lah keluarganya. Walaupun semua keluarganya sudah membuangnya karena disebut mencoreng nama baik keluarga, namun Bu Rini tetap menerima kehadirannya. Bahkan cacian dan hinaan dari keluarganya untuk Bu Rini sama sekali tidak membuat dirinya dikucilkan di keluarga barunya itu.

Yantu berjanji akan membalas semua kebaikan Bu Rini dan Laila dengan kesabaran yang tak berujung. Apapun tidak akan membuatnya menjauh apalagi membenci.

"Iya, sebentar sayang." Yanti pamit pada Laila untuk menenangkan Hasna yang sedang menangis.

Tangisan Hasna menyudahi kesedihan dan ketakutan Laila saat itu. Walaupun begitu, masih ada rasa takut yang menyelinap di hati Laila. Namun ia berusaha bersikap tenang. Apalagi di depan ibunya. Laila tidak mau jika Bu Rini ikut memikirkan ketakutannya.

"Makan," ucap Deri pada Laila saat Laila keluar dari kamarnya.

"Udah kenyang," jawab Laila sambil pergi ke luar.

"Bocah putus cinta kali ya Bu? Sensitif banget," ucap Deri.

"Makan ya makan aja. Gak usah ngeledekin adekmu Der," ucap Bu Rini.

"Kalau aja gak ada dia, mungkin hidup kita gak susah begini ya Bu." Deri terlihat santai dengan ucapannya.

"Husssst, Deri. Jangan sampai ibu mendengar ucapanmu yang seperti itu lagi. Apalagi di depan Laila," ucap Bu Rini tegas.

"Bela terus Bu, bela. Dia kan anak kesayangannya ibu," ucap Deri kesal.

"Deri, cukup! Ibu gak mau ada kekacauan apapun di rumah ini," ucap Bu Rini.

Tidak ingin bahasan tentang Laila semakin melebar, Bu Rini segera pergi meninggalkan Deri yang masih menikmati makanannya. Dada Bu Rini berdebar. Tiba-tiba ia merasa cemas dengan sikap Deri yang semakin tidak terkontrol.

Semoga semuanya baik-baik saja.

Takuuuut

Bu Rini melihat Rini yang sedang duduk di teras. Tangannya sibuk dengan ponsel sementara bibirnya mengerucut menandakan jika kekesalannya tak kunjung pergi.

"Makan yu!" ajak Bu Rini.

"Aku belum lapar, Bu. Ibu makan duluan aja," jawab Laila pelan.

Bu Rini mendekat dan duduk di samping Laila. Ia memperhatikan Laila yang terasa berubah. Hari ini Laila tidak berteriak-teriak marah pada Hasna ataupun Kayla. Mungkin karena hari ini mereka berdua sedang bersikap sangat manis, pikir bu Rini. Tapi sebenarnya bukan itu, Laila memang sedang tidak mood saja. Kekesalannya pada Hasna dan Kayla kalah oleh sikap Deri hari ini.

"La, kamu kan sudah lima belas tahun lebih tinggal bersama abangmu. Kamu paham kan dia seperti apa? Jangan dimasukin hati ya," ucap Bu Rini.

Laila tersenyum miris. Ya, memang benar. Sudah lima belas tahun mereka hidup bersama, tapi selama itu pula Laila harus menahan beban atas semua sikap Deri yang semaunya dan semena-mena.

Lagi-lagi Laila dituntut untuk bersikap dewasa. Berpura-pura nyaman dan sangat mengerti posisinya. Kebahagiaan ibunya jauh lebih penting dibanding perasaannya saat ini. Bahkan jika boleh jujur, saat ini alasannya bertahan di rumah itu adalah Bu Rini dan Yanti.

"Nah kalau senyum begitu kan cantik," ucap Bu Rini sambil memeluk Laila.

Malam ini Laila masuk kamar lebih awal. Ia bahkan tidak peduli saat Hasna dan Kayla masih terbangun. Laila hanya berharap bisa tidur lebih cepat karena takut mendengar perdebatan kedua kakaknya itu.

Sayangnya saat sudah jam satu malam, Laila terbangun karena suara dua orang yang sedang bicara di samping kamarnya. Siapa lagi kala bukan Yanti dan Deri. Laila segera menarik bantal dan menutup telinganya.

Aku gak mau denger apa-apa. Aku hanya berharap semua baik-baik aja.

Suasana malam yang terlalu sunyi membuat suara mereka berdua merangsek ke telinga Laila. Akhirnya semua harus Laila dengar meskipun ia berusaha menghindar. Kali ini Yanti tidak membahas keberangkatannya ke luar negeri. Yanti justru meminta suaminya untuk bekerja sebagai jasa antar barang pesanan di tokonya.

"Ah, ada-ada aja." Deri menolak permintaan Yanti.

"Apanya yang salah?" tanya Yanti.

"Ah sudahlah. Kamu ini tidak bersyukur. Tiap hari kan aku juga ke pangkalan. Masih aja kamu suruh ini dan itu," dengus Deri.

Setelah penolakan itu, suasana kembali sunyi. Tidak ada lagi yang Laila dengar. Air matanya kembali menetes. Ia membayangkan betapa sakit dan lelahnya menjadi Yanti. Laila pun berpikir untuk tidak menikah. Ia tidak mau kehidupan yang sama akan dialami olehnya suatu saat nanti.

Kokok ayam membangunkan Laila yang baru tidur sebentar. Kepalanya terasa pusing karena jadwal tidur yang berantakan. Untungnya hari ini libur. Laila bisa tiduran sebentar nanti.

"La, titip Hasna sama Kayla ya!" ucap Yanti.

"Kakak kerja?" tanya Laila.

"Iya. Minggu kemarin kan udah libur," jawab Yanti sambil memasang helm.

"Sarapannya udah ibu bungkus nih," ucap Bu Rini sambil memberikan kantong kresek berwarna hitam.

Yanti menerimanya dengan senang hati. Senyuman dan wajah yang ceria membuat Yanti terlihat sangat cantik. Laila menatap Yanti miris. Betapa hebatnya Yanti di mata Laila. Setelah disakiti dan lelah dengan sikap suaminya, tapi Yanti masih bisa terlihat tegar dan bahagia.

Kak Yanti memang pandai menyembunyikan perasaannya.

Hari ini pesanan baju sedang tinggi di toko. Sejak seminggu lalu, Yanti mencoba menjual pakaiannya lewat online. Berbekal ponselnya yang tidak terlalu canggih, namun ia berusaha memanfaatkannya. Karena itu, Yanti harus berangkat lebih pagi karena saat ini tidak ada orang lain di toko. Yanti mengurus semuanya sendiri. Mulai dari membereskan toko, melayani pembeli di toko dan memasarkan pakaianmya di akun jual beli miliknya.

Pemilik toko hanya datang sebentar dan memeriksa laporan keuangan. Yanti juga sudah meminta izin tentang usaha onlinenya. Pemilik toko senang karena berkat usaha Yanti, penjualan di tokonya mengalami peningkatan.

Ada keuntungan lebih yang Yanti dapatkan. Tapi kadang, Yanti juga kerepotan. Disela-sela sepi pembeli, Yanti harus mengepak pakaian yang dipesan customernya. Pulang kerja, Yanti juga harus mengantar pesanan itu ke ekspedisi untuk dikirim ke alamat customer.

Berkat keramahan dan kejujuran Yanti, akhirnya usha online yang baru dirintisnya mulai banyak diminati. Saat lelah dengan pekerjaan yang setumpuk, Yanti harus tersenyum. Bayangan Hasna dan Kayla yang menunggunya di rumah menghancurkan kelelahannya seketika.

Seperti semangat Yanti hari ini, Hasna dan Kayla juga sangat semangat. Mereka sudah sangat lincah mengacaukan satu ruangan dengan mainan yang berserakan. Bu Rini dan Laila membiarkan apa yang terjadi selama mereka aman dan tidak menangis.

"La, hari ini ada acara kemana?" tanya Bu Rini.

"Gak ada, Bu. Aku di di rumah aja," jawab Laila.

"Titip Hasna sama Kayla ya!" ucap Bu Rini.

"Loh, ibu mau kemana?" tanya Laila.

"Bu RT mau hajatan. Ibu mau bantu bikin kue. Upahnya lumayan. Gak apa-apa kan kamu ngurus mereka dulu?" ucap Bu Rini.

"Aku aja yang bikin kue. Ibu di rumah aja," ucap Laila.

"Ibu tahu kamu bisa bikin kue. Tapi Bu RT takut gak percaya. Ini kan buat acara hajatan," ucap Bu Rini.

Ya, meskipun masih kelas 3 SMP Laila memang sudah pandai membuat kue. Tapi belum ke tahap penjualan. Hanya untuk dinikmati anggota keluarga saja. Meskipun berat harus melihat ibunya bekerja, namun Laila tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah.

"Astagaaa," teriak Laila.

Mendengar suara benturan yang segera diikuti tangis Hasna, Laila segera memburu mereka berdua. Teriakan Laila justru membangunkan Deri. Bukannya membantu Laila untuk menenangkan Hasna, Deri justru membuat tangisan Hasna semakin keras.

"Jaga anak aja gak becus. Jadi cewek bisanya apa sih?" bentak Deri pada Laila.

Laila menatap Deri dengan mata terbelalak. Ia tidak menyangka jika Deri bisa memarahinya. Padahal teriakannya bukan marah pada Hasna. Ia juga bukan lalai karena sedang tidur seperti Deri yang merupakan ayah kandungnya. Seharusnya Deri yang bertanggung jawab mengurus kedua keponakannya itu.

Sekarang Deri bilang tidak becus? Bahkan Laila adalah orang pertama yang memburu Hasna saat terjatuh. Di saat yang bersamaan, Laila juga sedang menyiapkan makan untuk kedua keponakannya itu. Tapi apa yang Laila dapat? Hanya kemarahan Deri yang selalu menyalahkannya.

"Apa melotot begitu? Mau marah? Ayo marah kalau berani," teriak Deri.

Saat itu, ingin rasanya Laila mencekik leher Deri yang nampak menantangnya. Meskipun badannya jauh lebih kecil dibanding Deri, namun ia yakin kemarahannya bisa mengalahkan besarnya tubuh Deri. Laila mengepal erat-erat karena menahan emosi yang membara.

"Takuuut," teriak Kayla sambil menangis di pojokan.

Seketika tatapan Laila beralih pada Kayla. Sambil menggendong Hasna, Laila mendekat dan menenangkan Kayla yang sedang ketakutan. Sementara Deri hanya pergi ke kamar, melanjutkan tidur yang katanya sudah terganggu karena tangisan anaknya sendiri.

"Tenang ya Kay. Ada Lala di sini," ucap Laila sambil mengusap-usap punggung Kayla.

Lala adalah panggilan Kayla dan Hasna padanya. Mungkin karena Yanti dan Bu Rini yang sering memanggilnya dengan panggilan La, hingga Kayla terbiasa dengan sebutan Lala sejak kecil. Dan sekarang, Hasna pun mengikuti Kayla untuk memanggilnya dengan sebutan Lala.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!