PROLOG
❌❌❌
Selamat datang kembali. Sebelumnya aku ucapkan terima kasih karena sudah setia membaca cerita aku yang berjudul “Garis Dua buat Presdir”. Kali ini aku datang membawa Season 2 dari “Garis Dua buat Presdir”. Tapi di sini kisahnya akan jauh berbeda dengan kisah cinta Tuan Agung dan Marsya. Kisah cinta ini menceritakan tentang kisah cinta antara anak Tuan Agung dan Marsya bersama anak asuh dari Tarjok dan Ningrum.
Langsung saja ke intinya, ya.
Hai, nama aku Laksmana Aulia. Umurku masih 19 tahun. Walaupun aku masih berumur 19 tahun, tapi Papa dan Mama sudah mempercayakanku untuk memegang salah satu perusahaan cabang milik Papa yang berada di Luar Negeri, Paris. Bukan perusahaan tambang minyak seperti punya Papa. Perusahaan ini adalah perusahaan berlian dan barang berharga lainnya. Begini, sebenarnya Perusahaan ini milik Mama. Berhubung Mama tidak ingin jauh-jauh dari Papa, dan menurut Papa dan Mama, aku sudah cukup umur untuk mengelola Perusahaan. Jadi Papa dan Mama mempercayakannya kepadaku.
Awalnya aku menolak untuk pergi meninggalkan tanah air demi mengurus perusahaan milik Mama. Tapi, karena ada satu dorongan kecil membuatku bersemangat untuk pergi. Aku memutuskan untuk menerima permintaan itu. Dorongan kecil yang cukup sederhana dari seorang pria yang diam-diam aku cintai dan aku sukai mulai aku kecil hingga dewasa. Pria itu adalah…Upps..Maaf aku tak bisa memberi tahunya di sini.
Nah, Aku kini berada di Paris. Tepatnya sudah hampir 2 tahun lamanya sejak aku berumur 17 tahun. Di sini, aku tidak hanya belajar menjalankan bisnis, di sini aku sekalian melanjutkan Studi untuk mencapai gelar Sarjana (S2). Hem, awalnya ini adalah kisah cintaku dan pria yang diam-diam aku sukai mulai dari aku kecil. Tapi di kemudian harinya, di saat aku pulang ke tanah air. Aku di culik oleh seorang yang tidak aku kenal. Kepalaku di tutup penutup kain berwarna hitam, mulutku di bungkam dan aku langsung di bawah entah kemana.
Sewaktu mobil yang menculikku terhenti, aku di tarik paksa dan di gendong, lalu diletakkan di sebuah kursi keras di penuhi aliran listrik. Kedua tanganku di ikat di tangan kanan dan kiri, kemudian penutup kain berwarna hitam dilepaskan dari wajahku.
Aku terus memberontak dan menangis, jantungku berdegup kencang, tubuhku terasa gemetar. Aku merasa sangat takut melihat lima pria bertubuh kekar, dan terlihat sangat kuat sedang tertawa penuh keji di hadapanku. Sayup-sayup aku mendengar suara wanita yang berkata dari arah belakangku.
Wanita itu berkata : “Aku akan membuat anak berharga yang di miliki Agung Laksmana dan Marsya Aulia akan merasakan apa yang aku rasakan dulu.”
Aku terus memberontak dan memberontak, aku menangis tak karuan meratapi yang akan terjadi dan pasti tak akan ada yang tahu jika aku di bawa ke tempat seperti gudang yang sudah lama tak terpakai. Bukan itu saja aku juga mendengar suara air laut menghempas ke daratan. Aku yakin saat ini aku sedang di bawah ke suatu pantai yang terdengar sunyi tanpa pengunjung.
Akupun terus berdoa di dalam hati, aku berharap Allah mengabulkan doaku. Aku terus memohon kepada wanita memakai masker untuk melepaskan ikatanku, dan membantuku kabur dari lima pria seram yang berada di sini. Bukan jawaban yang aku inginkan keluar dari mulut wanita itu, melainkan wanita tersebut mengambil ponsel miliknya, mengarahkan ponsel itu kepadaku. Wanita tersebut melambaikan tangannya, membuat sebuah video dari tubuhku yang lemah.
“Buat mereka menyesali perbuatan mereka!” Ucap wanita tersebut sambil tertawa keji.
Satu orang pria bertubuh kekar memegangi kursi bagian belakangku, sedangkan satu orang lainnya berjalan ke arahku sembari melepas tawa keji penuh makna. Pria tersebut membuka perlahan gesper tali pinggang miliknya. Pria tersebut berdiri di hadapanku, menundukkan sedikit tubuhnya, kedua tangannya diletakkan di atas pahaku. Tangan kasar, berotot itu merayap masuk dari balik pakaianku.
Aku yang sedang di ikat di kursi berjingkrak ketakutan, terus memohon sambil menangis. Tapi mereka semua terus tertawa tanpa belas kasih. Wanita memakai masker itu terus mereka, tawa keji serta tatapan penuh kebencian terus mengarah kepadaku. Apa salahku? hanya itu yang bisa aku pertanyakan di dalam hati.
Kini kedua tangan pria itu terhenti di tempat yang tidak aku inginkan, nanar kedua bola mataku membulat sempurna. Aku ketakutan dan berteriak: “Tolong jangan lakukan itu, karena aku belum pernah melakukan hal seperti yang sedang kalian lakukan.”
Saat aku terus memohon, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuat dari papan yang sedikit lapuk di dobrak kuat.
Brakkk…
Semua mata memandang menatap ke arah pintu yang sedang di dobrak, menatap siapa yang berani mengusik ketenangan dan permainan mereka. Aksi pria yang hampir merenggut kesucianku pun terhenti. Aku yang sangat ketakutan merasa tenang dan nyaman saat kedua mataku sayup-sayup melihat seorang pria yang tinggi, dan badan bugar menolongku. Sebelum aku pingsan, aku sempat mendengar suara pria itu berkata:
“Tenanglah. Saat kamu tubuh di dalam rahim dan lahir ke dunia ini aku sudah berjanji akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Aku akan membuat mereka semua membayar perbuatan mereka karena telah berani menyentuh kamu.”
Setelah mendengar ucapan yang cukup membuat hatiku tenang, aku langsung pingsan.
🌹🌹🌹
Next, cerita selanjutnya.
Setelah semuanya berlalu dengan baik, aku jadian dengan cinta pertamaku, dan aku segera menuju ke pelaminan. Aku malah bertemu dengan seorang pria aneh. Awalnya pria aneh, dan terkenal keji itu seperti hendak balas dendam kepadaku. Tapi, entah apa yang ada di dalam pikirannya. Lelaki itu malah jatuh cinta padaku, bahkan sempat ingin menggagalkan pernikahanku dengan cinta pertamaku.
Perselisihan, dan perdebatan untuk memiliki sempat terjadi cukup lama yang akhirnya cinta masa kecilku lah yang memenangkannya, aku berhasil menikah dengan seorang pria yang aku cintai.
Percintaan dan pernikahan kami awalnya begitu sangat manis, penuh kehangatan. Cinta pertamaku sekaligus suamiku, kini dia membuka cafe, tepatnya kota yang sama denganku menjalankan bisnis. Namun, rumah tangga kami tidak semulus itu. Aku dan dia belum dikaruniai keturunan, sampailah suatu hari pria aneh yang terkenal kejam itu datang kembali, berharap bisa merebutku dari suamiku.
Seolah Sang Pencipta tidak berpihak padaku. Di tengah kesusksesan suamiku yang membuka caffe, Allah malah mengambil dengan cara mendadak, aku sangat terpukul. Setelah kehilangan sosok yang membuat aku hidup, dan selalu semangat. Aku malah kembali mengalami hal buruk, hingga suatu saat pria aneh yang terkenal kejam menanam benih di rahimku.
Inilah kisahku.
Aulia adalah seorang wanita cantik dan memiliki pesona memikat. Dengan penampilan menarik dan sikap percaya diri, dia telah berhasil meraih kesuksesan dalam bisnis yang ia tangani. Hari ini, dia memiliki pertemuan penting dengan seorang pebisnis VIP yang merupakan mitra bisnis kedua orang tuanya.
Dengan langkah mantap, Aulia tiba di lokasi pertemuan. Dia mengenakan gaun elegan dan tampil dengan penampilan sempurna. Ketika dia memasuki ruangan, sorotan semua orang langsung tertuju padanya. Dia tidak hanya mempesona secara fisik, tetapi juga memiliki kepintaran dan keahlian bisnis yang luar biasa.
Pertemuan tersebut berjalan lancar. Aulia berhasil membujuk pebisnis VIP tersebut untuk menandatangani kontrak yang sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Setelah menyelesaikan tanda tangan kontrak, Aulia merasa puas dengan pencapaian hari itu.
Namun, alih-alih ingin segera kembali ke tanah air, Aulia memiliki rencana kejutan untuk kedua orang tuanya, serta Tarjok, sebut saja tangan kanan Papa dan istrinya, Ningrum. Karena Aulia ingin memberi kejutan kepada mereka semua termasuk pria yang ia cintai. Dia memutuskan untuk naik pesawat VIP yang sudah disiapkan dari jauh hari. Aulia merasa senang bisa memberikan kejutan bagi kedua orang tuanya, walau masih berumur 19 tahun, Aulia menganggap dirinya sudah menjadi wanita dewasa karena ingin menjaga dan melindungi Papa dan Mamanya.
Aulia keluar dari gedung dengan langkah mantap, senyuman manis terukir di wajahnya. Sambil melangkah cepat, dia memperhatikan foto seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang selalu dia simpan di dompetnya. Anak laki-laki itu adalah cinta masa kecilnya, sosok yang selalu memberinya semangat dan kebahagiaan di setiap langkah hidupnya.
“Aku akan segera pulang. Tunggu aku. Jika kamu tak menyatakan cinta kepadaku, maka aku akan menyatakan perasaanku setelah aku pulang. Suka atau tidak suka kamu harus menerimaku sebagai cinta dan kekasih masa kecilku.”
Tiba-tiba, langkahnya terhenti ketika dia mencapai samping mobil mewah buatan Paris. Di sana, seorang pria tampan bersama pria berusia 40 tahun sudah menunggunya dengan pintu mobil terbuka. Pria tampan itu adalah penjaga sekaligus asisten pribadinya, selalu setia menemani dan membantunya dalam segala hal, dimulai saat Aulia berumur 12 tahun. Sedangkan pria berumur 40 tahun adalah bodyguard suruhan Mamanya.
Dengan senyuman tak pernah pudar dari wajahnya, Aulia duduk di kursi belakang mobil mewah itu. Dia merenung sejenak, membiarkan pandangannya terlempar pada lalu lintas yang ramai di sekitar mereka. namun, di dalam hatinya, dia merasa berbunga-bunga karena berhasil menyelesaikan tugasnya hari ini.
“Semua sudah dipersiapkan untuk perjalanan kembali ke rumah. Apakah nona muda ingin kabar kepada Presdir Agung Laksamana, dan nona besar? Agar sesampainya di bandara tanah air, nona muda dijemput. Dan…agar nona muda terlindungi dari orang-orang jahat,” ucap pria itu, Venus masih berdiri di samping pintu mobil.
“Tidak perlu, Venus. Aku bisa kembali sendirian tanpa ditemani siapapun, jika aku pulang bersama bodyguard, bukannya itu malah terlihat mencolok?” sahut Aulia menolak sambil menutup pintu mobil.
Aulia menolak untuk dijemput oleh bodyguard, karena tidak ingin membuatnya terlalu mencolok di depan publik, tidak suka banyak orang mengetahui jika dirinya terlahir dari keluarga terpandang nomor satu di dunia. Tidak ingin membuat gempar banyak kalangan pebisnis, yang akan merebutnya, lalu jatuhlah sebuah pernikahan politik. Aulia bersikeras menutupi identitasnya, sebab ia sudah memiliki tambatan hati.
Venus dengan cekatan mengambil tempat di kursi pengemudi, menutupi pelan pintu mobil.
“Baiklah, saya tidak bisa membantah jika itu yang nona inginkan. Saya hanya bisa mengatakan, hati-hati di jalan, jangan sampai bertemu orang jahat,” ucap Venus.
“Venus, aku sudah membelikan tiket pesawat untuk pulang ke tanah air. Aku sengaja memisah tiket pesawat kita, karena aku sangat merindukan Papa dan Mama, sampai-sampai aku lupa membawa barang-barangku. Jadi, tolong bawakan semua barang pentingku, ya?”
“Siap, nona muda!”
Pak Samto, seorang bodyguard yang duduk di sebelah Venus hanya melirik. Sebuah lirikan penuh arti dan makna dalam, tersirat dari wajahnya dan sebuah tatapan misterius itu.
Mobil itu meluncur dengan lancar ke arah bandara. Selama perjalanan, Aulia terus memandang foto anak laki-laki berusia 10 tahun di genggamannya. Foto itu adalah kenangan indah dari masa kecilnya, cinta pertamanya.
Di tengah perjalanan menuju bandara, kedua mata Aulia tidak sengaja menangkap pergerakan Venus yang berusaha meraih ponselnya. Wajah Venus tampak serius, terlihat dari pantulan spion kanan mobil. Menyadari Venus akan menghubungi kedua orangtuanya, Aulia segera menghentikannya.
“Venus, Venus. Aku tahu kamu khawatir, tapi jangan hubungi Papa dan Mama. Aku mohon, please!” pinta Aulia menggeleng, dan senyuman manis untuk meluluhkan Venus, ia pancarkan.
Venus menghentikan pergerakan tangannya, melirik wajah Aulia yang saat ini masih memelas dengan raut wajah yang sulit untuk di mengerti. Venus akhirnya benar-benar menyerah, tak kuasa melihat ekspresi Aulia.
Setelah beberapa saat, mobil itu tiba di bandara. Dengan gerakan cekatan, Venus dan Pak Samto membantu Aulia keluar dari mobil. Bak seorang ratu yang turun dari kereta kudanya, dan disambut hangat oleh pengawal-pengawalnya. Itulah yang terjadi saat ini pada Aulia. Sebuah keamanan ketat terlihat begitu Aulia turun dari mobil.
“Nona muda, kita sudah sampai. Apakah ada yang perlu saya bantu?” tanya Pak Samto.
“Tidak. Bapak bisa pulang bersama dengan Venus, dan jangan lupa beritahu Venus untuk segera mengemas barang-barang penting milikku sebelum kembali ke tanah air,” sahut Aulia sambil meletakkan tangannya di salah satu bahu Pak Samto.
“Baik, nona muda. Saya dan Venus pamit undur diri.”
“Nona muda, hati-hati. Saya akan segera menyusul Anda!” teriak Venus terdengar nada khawatir.
Aulia memberikan jempol tangannya. Ia berjalan sendirian dengan langkah mantap, siap untuk melanjutkan perjalanan menuju pesawat VIP yang akan membawa Aulia pulang ke tanah air dengan kejutan special untuk kedua orang tuanya, dan pria yang ia cintai.
*****
Setelah perjalanan panjang dari Paris menuju tanah air, Aulia akhirnya mendarat dengan pesawat VIP-nya di bandara. Meskipun merasa lega karena kembali ke tanah air, namun ada perasaan aneh yang mengganggunya. Saat dia melangkah keluar dari pesawat, dia merasa seperti ada seseorang yang mengikutinya dengan diam-diam.
Dengan hati-hati, Aulia melangkah menuju terminal bandara. Dia mencoba untuk tidak menarik terlalu banyak perhatian, namun perasaannya tetap waspada. Di dalam hatinya, dia berusaha menenangkan diri sendiri, berpikir mungkin itu hanya perasaan berlebihan.
Namun, ketika dia sampai di parkiran bandara, perasaan itu semakin kuat. Sebuah kain hitam tiba-tiba dilemparkan ke atas kepala Aulia dengan cepat, menutupi penglihatannya dalam sekejap. Tanpa peringatan, Aulia merasa tubuhnya ditarik secara kasar dan dipaksa masuk ke dalam sebuah kendaraan yang tak dikenal. Bau alkohol yang menyengat langsung menusuk indra penciumannya. Aulia menyadari dengan terkejut bahwa dia telah diculik oleh segerombolan pria yang terpengaruh oleh alkohol.
Aulia berusah membenarkan posisinya, saat tangannya hendak membuka penutup kain kedua tangannya dicekal kuat, tangan kasar terasa begitu besar dari tangannya. Terdengar suara kasar seorang pria yang cukup dekat dengan wajahnya, sehingga tercium bau alcohol tersebut.
“Kau mau memberontak?! Apa kau ingin berusaha kabur dengan begitu mudah dari kami? Coba saja, sayang. Sekeras apapun kau ingin kabur, tetap saja kau tidak bisa lolos dari cengkraman kami, sebelum kita bersenang-senang bersama.”
Suara tamparan cukup keras terdengar. Suara pria yang terdengar serak dan berat itu tidak lagi terdengar oleh Aulia. Suara itu tergantikan oleh suara omelan pria lain, yang mungkin salah satu dari mereka.
“Cari mati kau? Apa kau ingin membocorkan rahasia kita kalau kita ingin menikmati tubuh wanita cantik yang sangat berkelas. Jika kamu banyak bicara lagi, maka wanita tua itu tidak akan memberikan kamu upah yang pantas.”
“Berisik. Sudah cepat sana jalan! Aku sudah tidak sabar lagi dengan tugas lainnya yang diberikan wanita jelek itu.”
Kalimat-kalimat dari kedua pria itu membuat Aulia ketakutan. Tidak ingin mati konyol sebelum bertemu kedua orang tuanya, dan pria yang ia cintai. Aulia memikirkan sebuah rencana, ingin menawarkan sejumlah untuk demi bisa membebaskan dirinya.
“A-aku akan memberikan kalian uang lebih banyak dari wanita tua itu. Aku juga tidak akan melaporkan kasus penculikkan ini kepada siapapun, termasuk kedua orangtuaku. Asal kalian mau membebaskanku.”
“Maaf sayang, sepertinya permintaan itu tidak bisa kami turuti,” sahut pria tersebut.
Dalam keadaan terikat dan penglihatan terhalang, Aulia merasa mobil yang menculiknya melaju dengan cepat, menempuh jalan-jalan berliku di sekitar bandara. Dia tidak dapat melihat apa pun di luar kendaraan, tetapi dia merasakan getaran mesin mobil dan suara angina yang berdesir di sekelilingnya.
Setelah beberapa saat perjalanan yang menakutkan, mobil akhirnya berhenti. Aulia merasa mobil itu berhenti di sebuah tempat yang gelap dan sunyi. Dia merasakan getaran mesin yang mati, diikuti oleh pintu mobil yang dibuka dengan kasar.
“Tolong lepaskan aku. Aku sungguh-sungguh berjanji untuk memberi kalian uang. Percayalah padaku, aku tidak pernah mengingkari setiap janji yang aku ucapkan,” Aulia kembali memohon dengan berlinang air mata yang tertutup kain hitam.
“Jangan percaya dengan ucapan wanita itu. Dia pasti sama dengan kedua orang tuanya. Cepat lakukan saja perintah yang aku buat, atau kalian semua akan menyesalinya!” ancam seorang wanita bersuara lembut namun penuh intimidasi di setiap kalimatnya.
“Jika Anda seorang wanita yang sama sepertiku. Aku mohon, lepaskan aku. Aku berjanji akan memberikan imbalan apa pun yang Anda inginkan.”
Tanpa ampun, Aulia ditarik keluar dari mobil oleh segerombolan pria yang berbau alkohol. Mereka mendorongnya dengan kasar, membawanya ke arah sebuah bangunan tua yang terletak di tepi pantai tak berpenghuni. Bangunan itu tampak angker, dengan pintu-pintu dan jendela-jendela sudah lama tidak terawat.
Aulia diangkat dengan kasar dan didudukkan di sebuah kursi besi dingin dan mengintimidasi. Tanpa ampun, dia terikat erat, tidak bisa bergerak. Namun, lebih menakutkan lagi adalah adanya kabel-kabel yang terhubung dengan kursi tersebut, menandakan bahwa kursi itu memiliki aliran listrik.
Dalam kegelapan ruangan yang menyelimuti mereka, Aulia mencoba untuk tetap tenang meskipun rasa takutnya semakin memuncak. Dia tahu bahwa dia harus tetap kuat, meskipun terjebak dalam situasi mengancam.
.
.
.
...Bersambung ...
Dalam keadaan terjebak di kursi besi yang mengancam nyawa, Aulia merasa putus asa. Dalam usaha terakhir untuk menyelamatkan dirinya, dia terus meminta tolong kepada wanita itu, berharap bisa mendapatkan bantuan atau setidaknya sedikit dukungan.
“Aku mohon! Apakah Anda bisa membantuku? Tolong lepaskan aku, dan aku akan memberi imbalan yang pantas,” desak Aulia dengan suara gemetar, mencoba menjangkau hati wanita tersebut.
Namun, jawaban yang dia terima tidak sekalipun sesuai harapan. Wanita itu menoleh ke arah Aulia dengan ekspresi acuh tak acuh, dan dengan nada kasar, dia menolak permintaan Aulia tanpa belas kasihan.
“Apa?! Tadi kamu bilang apa? Kamu pikir siapa berani memerintah saya?!”
“A-aku berjanji akan memberikan apa pun yang Anda inginkan, asal bisa melepaskan saya. Sa-saya memohon dengan sangat tulus. Bukankah sesama seorang wanita, kita harus saling membantu.”
“Kamu adalah musuhku! Tadi kamu bilang akan memberikan imbalan apa pun. Bagaimana jika imbalan itu adalah Papamu, termasuk harta dan lainnya yang kini kamu miliki?”
Wanita itu mendekat ke kursi Aulia, berdiri di belakangnya. Sebuah bisikan halus namun tajam terdengar. “Bagaimana jika Mamamu sebaiknya meninggalkan Papamu. Apakah kamu juga rela?”
Aulia merasa terpukul oleh sikap wanita itu. Dia merasakan kekecewaan yang dalam.
“Kalian semua jangan dengarkan celotehan wanita manja ini. Kalian harus menyelesaikan tugas yang sudah aku berikan. Ingat, jangan takut dengan ancaman atau bahaya apa pun. Aku telah membayar kalian, dan keselamatan kalian semua adalah tanggungjawabku. Cepat, bereskan wanita ini. Lakukan sesuka hati kalian sampai puas!” tegas wanita itu memberi aba-aba.
“Baik.”
“Kenapa tidak dari tadi kamu memberikan tugas ini. Aku sudah tak sabar untuk mencicipi tubuhnya.”
Terdengar suara sahut-sahutan dari segerombolan pria di gedung itu. Aulia merasa dunia mulai berputar saat dia menyadari betapa sendirinya dia dalam situasi yang mencekam ini. Sebelum dia sempat bereaksi lebih lanjut, wanita itu memberikan perintah pada segerombolan bertubuh besar yang berada di sekitar mereka. Dengan cepat, salah satu pria mendekat, memegang kedua bahu Aulia, menekannya dengan sangat kuat, lalu membuka penutup kain hitam.
“Saatnya kita bermain” ucap pria itu menyeringai dengan penuh nafsu.
Meskipun dalam situasi mencekam, Aulia tidak menyerah begitu saja. Dengan tekad yang membara, dia mencoba melakukan negosiasi dengan keempat pria yang berada di depannya, dan satu pria yang masih berdiri di belakang, menekan kedua bahunya, berharap ada sedikit belas kasihan yang tersisa di hati mereka.
“Dengarkan aku, tolong lepaskan aku,” ucap Aulia dengan suara gemetar, tetapi penuh dengan tekad. “Aku akan memberikan imbalan yang sesuai jika kalian melepaskanku. Kalian bisa mendapatkan uang, barang berharga, apapun yang kalian inginkan tanpa ada sebuah laporan mengenai kasus penculikanku. Tolong, biarkan aku pergi.”
Dalam keadaan semakin memburuk, Aulia terus bermohon kepada wanita itu dengan penuh putus asa, berharap aka nada sedikit belas kasihan yang tersisa di hatinya. Suara penuh ketakutan, tangisnya hampir terdengar tercekat di tenggorokannya. Namun, wanita itu tidak memperdulikan permintaan Aulia. Sebaliknya, dia justru menanggapi dengan tawa keji yang menusuk hati. Tawa itu terdengar menggelikan, tapi juga penuh dengan kekejaman tak terbayangkan.
Ditengah ketakutan melilit, Aulia melihat salah satu dari segerombolan pria itu mendekat, langkahnya berat di hadapannya. Aulia hanya bisa memejamkan mata, menahan getaran yang mengguncang tubuhnya saat pria itu semakin mendekat.
Dia bisa merasakan napas pria itu yang bau alkohol memburu di wajahnya, menyebabkan rasa mual melilit di perutnya. Tetapi dia tahu dia tidak punya pilihan selain menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Saya akan membuat anak berharga yang di miliki Agung Laksmana dan Marsya Aulia akan merasakan apa yang kurasakan dulu!” ucap wanita itu dari belakangku, suara tawa keji terdengar lembut namun mematikan.
Tangis Aulia semakin keras terdengar di tengah keheningan mencekam. Dia merasakan keputusasaan merajalela di dalam dirinya, namun tekadnya untuk bertahan bersumpah untuk tidak menyerah begitu saja.
Aulia mengedarkan matanya, melihat satu pria sudah berdiri tepat di depannya, sedangkan satu orang pria masih menekan kedua bahunya, dan sisa ketiga pria terdengar tertawa puas dari arah belakang pria yang berdiri di hadapanku.
“Awalnya mungkin sedikit sakit. Tapi kamu akan menikmatinya jika kamu tidak memberontak,” ucap pria di hadapannya dengan kedua tangannya yang sudah berada di atas paha Aulia.
“Jangan!”
Aulia menggeliat, ketakutan, menangis dengan mata terpejam. Dalam keadaan yang penuh ketidakpastian dan keputusasaan, Aulia berdoa agar ada keajaiban yang bisa menyelamatkannya dari nasib mengerikan ini. Meskipun hatinya hancur oleh kekejaman wanita itu, dia tetap mencari cara untuk membebaskan dirinya sendiri, tanpa bergantung pada belas kasihan mereka.
Kini wanita keji yang memakai masker hitam mengeluarkan ponsel miliknya, memulai rekaman video dengan tawa keji. Aulia, tadinya memejamkan mata kini kedua matanya terbuka lebar saat tangan pria yang ada di depannya telah menyentuh area terlarang.
Braakkk!!
Terdengar pintu di dobrak, semua mata tertuju ke asal suara. Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah yang mendekat dari arah lain. Semakin dekat, semakin jelas terdengar. Sejenak, suasana gelap dan mencekam di gedung itu terasa terganggu.
Tanpa diduga, seorang pria muncul dari bayang-bayang, tampaknya menghadapi segerombolan pria dengan sikap tegas. Dia menatap mereka dengan tatapan tajam, menyiratkan bahwa dia tidak akan mengizinkan mereka melanjutkan apa yang mereka rencanakan.
Aulia merasa nyaman dengan kehadiran pria itu. Rasa takutnya kini berubah menjadi rasa nyaman, perlahan kedua matanya tertutup, namun indra pendengarannya sempat mendengar suara bisikan halus yang membuatnya nyaman.
“Saat kamu berkembang di dalam rahim, dan lahir ke dunia ini. Aku sudah berjanji akan selalu menjaga, dan melindungimu. Maaf sedikit terlambat, tapi aku janji akan membuat mereka semua membayar perbuatan mereka yang berani menyentuhmu!”
Suara itu membuat Aulia nyaman, tak sadar tubuh melemah, pingsan dalam dekapan pria bertubuh bugar itu.
*****
Tidak tahu berapa lama Aulia pingsan. Namun, saat Aulia akhirnya tersadar dari pingsannya, dia merasa seperti terbangun dari mimpi buruk. Dia terbaring di atas kasur yang nyaman dan mewah, dengan cahaya lembut memancar dari lampu-lampu disekelilingnya. Dia merasakan kehangatan dari selimut yang menutupinya dengan lembut.
Aulia memalingkan pandangannya ke sisi ranjangnya. Di sana, dia melihat Mamanya tertidur lelap dengan wajah tenang, seolah-olah melindungi Aulia bahkan dalam tidurnya. Sorotan lampu menggambarkan kecantikan dan kedamaian di wajah Mamanya, meski wajah itu tampak pucat.
Namun, ketenangan Aulia terusik ketika dia melihat ke sisi ranjang lain. Di sana, berdiri sang Papa, menatapnya dengan pandangan campuran antara kelegaan dan kekhawatiran. wajahnya penuh dengan ekspresi campur aduk, mencerminkan perasaan campur baur yang memenuhi hatinya.
Sementara Aulia merasa terhibur dan diliputi oleh cinta keluarganya, tetapi ada sesuatu yang membuat hatinya terasa hampa. Pria yang sangat ia cintai, biasanya selalu ada untuknya dalam setiap situasi, tidak terlihat di ruangan itu.
Dengan hati berat, Aulia mulai menyadari bahwa kekecewaan dan kesedihan merasuki hatinya. Pria yang telah mendukungnya melalui setiap tantangan dan kebahagiaan, selalu menjadi tempat berlabuhnya, tidaklah hadir di sisinya di saat-saat genting ini.
“Maafkan Mama,” ucap Mamanya, Marsya.
Menyadari Aulia telah bangun, Marsya ikut terbangun, tubuhnya refleks memeluk tubuh mungil Aulia terasa lemah. Suara serak yang terus meminta maaf terus terdengar. Aulia membalas pelukan itu, mencoba menenangkan sang Mama dengan mengelus punggung Marsya. Tidak ingin mendengar tangisan dan permintaan maaf, Aulia melepaskan pelukannya, memandangi langsung wajah penuh bersalah.
“Ma, aku ini adalah putri kalian. Seorang wanita yang hebat yang tidak takut dengan apa pun. Jadi, Mama dan Papa tidak perlu khawatir.”
Papa, Agung Laksmana mendekat, duduk di tepian ranjang. Ingin ikut memberikan kehangatan untuk putrinya, Agung Laksmana membawa tubuh mungil Aulia ke dalam pelukannya. Tangan besar itu membelai rambut bagian belakang Aulia, menengadahkan wajahnya keatas agar tidak terlihat air mata di ujung matanya.
“Kamu ini sangat kerasa kepala. Kamu dan Mamamu sama saja. Kalian berdua tidak pernah mau mendengarkan ucapan Papa. Aulia, Papa sudah bilang, setiap kamu ingin pulang ke tanah air, harus memberi kabar ke Papa dan Mama, atau Om Tarjok, tante Ningrum.”
“Tapi Pa, aku ingin memberikan kejutan untuk Papa, Mama, dan lainnya. Dan…aku tidak ingin menjadi beban untuk Papa, Mama, dan lainnya,” sahut Aulia sambil membenamkan wajahnya ke bidang dada sang Papa, berharap tidak dimarahi.
Agung Laksmana melepaskan pelukannya, memegang kedua tangan Aulia, menatapnya dengan tatapan antara kehangatan sebagai kedua orang tua, dan terselip rasa cemas yang sulit diartikan.
“Sekarang kamu sudah sukses membuat kejutan untuk kami semua. Aulia, kamu bukanlah beban bagi kami semua. Kami sangat menyanyangimu lebih dari apa pun. Jadi, jangan buat kami cemas seperti ini lagi. Jika kamu terluka, maka kami semua akan ikut terluka.”
“Ok!” sahut Aulia seperti biasa, dengan salah satu mata menyipit.
Entah apa yang dicari Aulia, kini kedua matanya itu liar menyapu sekeliling ruang kamar, dan berhenti di pintu kamar. Di depan pintu kamar yang ada hanya Tarjok, dan Ningrum.
“Cari siapa Aulia?” tanya mereka serentak.
Mereka tahu bahwa Aulia sedang mencari pria yang begitu dirindukannya, namun para orang tua pura-pura bertanya, ingin melihat bagaimana reaksi Aulia. Aulia membalasnya dengan tertawa.
“Tidak cari siapa-siapa, kok!”
“Yakin?” tanya seorang pria dari balik tubuh Tarjok dan Ningrum.
...Bersambung…...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!