Hai Hai Hai ....
Author abal-abal datang lagi🤗
Pa kabar readersku tersayang. Kabar baik kan? Masih semangat kan?
Akhirnya setelah tujuh purnama berlalu, cerita ini hadir untuk menghibur kalian.
Author datang membawa cerita anaknya Babang Dicko dan Aruna.
Semoga cocok visual karakternya ya🤗
Setelah sekian lama mencari, gak tau kenapa Author malah mentoknya di mereka ini🤗
Semoga sehati sama readers ya😉
Mari kita perkenalkan dulu karakter yang akan mengisi cerita recehan Author abal-abal ini.
Nah, ini dia ... Jeng Jeng Jeng ....
Richardo Anggara
Nih, anaknya Babang Dicko. Sama gantengnya kan sama bapaknya😉
Richardo, begitu pulang ke Indonesia, langsung di daulat ayahnya untuk menduduki jabatan Manajer di divisi pemasaran. Sebelum menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dengan alasan agar ia belajar dari bawah. Sengaja ayahnya langsung memberinya pekerjaan, agar ia tidak sering berfoya-foya dan bermain wanita lagi. Beda banget dengan bapaknya yang super setia dan bucin akut.
Mungkin karena terlalu lama tinggal di Amerika, hingga taraf pergaulannya pun berubah. Padahal dulu, ia adalah seorang anak yang manis. Sifat dan perilakunya berubah seiring dengan perkembangan jaman.
Gloria Putri Dharmawan
Gloria, sosok wanita yang membuat Richardo penasaran. Karakternya yang selalu berubah-ubah. Bahkan suasana hatinya yang terkadang sulit di tebak, membuat seorang Richardo tertantang untuk menaklukkannya. Namun sayangnya, udah ada yang punya😏
Gloria sudah setahun bekerja di divisi Product Marketing (Pemasaran Produk) TRF. Nah, di sinilah awal pertemuan Richardo dan Gloria. Sifat Gloria yang tertutup membuat Richardo penasaran. Tidak pada sembarangan orang Gloria akan terbuka. Kecuali pada teman satu divisinya, yaitu Reva.
Aruna Larasati
Ini nih emaknya Richardo. Aura keibuannya makin kelihatan ya😉 Cuantik paripurna. Eonni kesayangan Author setelah Song Hye Kyo. Eh malah jadi pamer idola😍 Pokoknya emak yang satu ini bakal dibuat pusing sama kelakuan putra semata wayangnya. Yang mengulang sejarah sang ayah, yaitu jatuh cinta pada wanita yang sudah bersuami. Alias udah jadi milik orang. Pusying kan maknya? Ya iyalah. Sejarah berulang gitu loh. Tapi semoga saja gak sedramatisir kisah mak bapaknya😉
Dicko Adiguna Anggara
Kalau yang ini bokapnya Richardo. Gimana, guanteng to? Sama kayak anaknya. Bapak yang satu ini, sangat berwibawa. Meski dah tuir gantengnya masih kelihatan kan? Bapak yang perhatian, Bapak yang sangat menyayangi keluarga. Terutama istri dan anaknya.
Bram Arya Anggara
Kalau yang ini Babang Bram. Unclenya Richardo, ayahnya Leona. Akhirnya, punya anak juga dia. Semoga udah jadi Bapak, gak egois lagi seperti sewaktu muda. Semoga gak jadi Bapak yang emosian lagi ya🤗 Kan dah punya anak gadis tuh, harus jadi Bapak uang bijaksana ya😉
Clara Cecilia
Ini emaknya Leona. Istrinya Babang Bram. Gimana, cantik kan?
Oh iya, visual Leona nya belum tuh Author.
Tenang, Leona gak kalah cantik sama emaknya.
Leona Anggara
Leona ini adalah sepupunya Richardo, putrinya Bram. Leona adalah teman sekelas semasa SMA dulu dengan Gloria. Meski sekelas dulu, tapi mereka tidak terlalu akrab. Dari Leona lah Richardo mengetahui tentang Gloria. Melihat ada ketertarikan sepupunya terhadap Gloria, Leona pun menantang Richardo, mengajaknya taruhan. Sejak kecil Richardo ingin sekali mengerjai Leona. Richardo ingin melihat Leona mengenakan kostum badut.
Saat Leona menantangnya taruhan, Richardo langsung menyetujuinya. Lalu taruhannya apa?
Taruhannya adalah, jika Richardo mampu menaklukkan Gloria, maka Leona bersedia memakai kostum badut di hari ulang tahun Richard. Aneh kan taruhan mereka?
Danu Anggara
Ini Papa Danu. Eh salah, dah jadi Opa sekaramg🤗
Opa yang satu ini pun bakal dibikin pusying ma kelakuan dua cucunya.
Dah lah. Segini dulu ya🤗
Pantengin aja biar tahu kisahnya.
Jangan lupa tap Love, biar dapat notif kalau Author dah update. Jangan lupa like dan komennya juga ya. Jejak kalian adalah mood booster bagi Author abal-abal ini.
Saranghae Reader❤️
Salam hangat
Otor Kawe😘
Bab 1. Kembalinya Richardo
Kediaman keluarga Anggara, pagi itu.
Aruna Larasati atau yang lebih di kenal Nyonya Dicko. Wanita paruh baya yang garis-garis kecantikannya belum memudar itu tengah membantu memasangkan dasi di leher suaminya. Setelahnya ia membantu merapikan jas suaminya dengan senyuman yang hampir memenuhi seluruh wajahnya.
Sepasang mata teduh suaminya terus menatap parasnya tanpa ada rasa bosan. Semenjak dulu hingga kini masih seperti itu. Hampir tidak ada yang berubah. Hanya usia saja yang terus bertambah seiring perjalanan waktu.
Cinta dan kehangatan diantara sepasang suami istri itu masih sama sejak pernikahan beberapa puluh tahun yang lalu.
Sungguh cinta yang luar biasa. Ia masih terjaga apik meski rambut mulai memutih.
"Kenapa melihatku terus seperti itu? Apa matamu tidak bosan?" Pertanyaan yang sungguh lucu, dan selalu saja sama.
Bahkan jawabannya pun masih saja sama.
"Sampai mata ini menutup untuk selamanya, mata ini tidak akan pernah bosan memandangmu." Rayuan gombal seperti itu sudah sering terdengar sejak dulu hingga kini. Tetapi sepasang telinga Aruna pun tak pernah bosan mendengarnya.
"Hari ini putramu kembali dari petualangannya. Apa tidak bisa kamu kamu beri dia waktu luang sehari saja. Dia pasti kelelahan setelah kembali dari perjalanannya." Seorang ibu akan selalu membela anaknya. Tidak terkecuali dengan Aruna.
Sang putra yang ketahuan sering bermain wanita di negeri orang, membuat Dicko mengambil keputusan untuk segera memulangkannya ke Indonesia. Lalu memberinya hukuman dengan memberinya pekerjaan. Agar keseharian sang putra akan terus disibukkan dengan masalah pekerjaan. Bukan wanita.
Dicko tersenyum. "Tidak bisa. Aku harus jadi seorang ayah yang tegas di matanya." Lalu melabuhkan satu kecupan hangat di kening sang istri.
"Ayolah, Pa. Kasihanilah putra kita," rengek Aruna mengikuti langkah Dicko keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Dimana meja makan telah tertata rapi dengan beberapa menu spesial pagi ini.
Dicko menggeleng meski Aruna terus membujuk dengan memanggilnya Papa. Panggilan yang jarang terucap dari bibir Aruna selain Sayangku. Jika Aruna mulai memanggilnya seperti itu, itu artinya ada sesuatu yang diinginkan Aruna. Panggilan itu tidak lebih hanya untuk membujuknya saja. Agar ia mau memberikan keringanan terhadap sang putra.
Bujuk rayu Aruna tidak membuahkan hasil. Dicko tetap berada pada keputusannya untuk menghukum sang putra. Ia tak menggubris rengekan Aruna.
Bukan berarti ia tak sayang. Justru karena ia menyayangi sang putra. Ia hanya tak ingin putranya terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang tentunya akan membawa dampak buruk. Bukan hanya kepada keluarga tetapi juga pada putranya sendiri.
.
.
Di kediaman Danu Anggara. Di pagi yang sama.
Keluarga itu tampak terburu-buru. Bram berkali-kali melirik gelisah arloji di pergelangan tangan kirinya.
"Clara ... Papa ... Buruan. Kak Dicko sudah tiba di kantor. Persiapan penyambutannya sudah rampung. Sebentar lagi Richardo tiba di bandara," seru Bram tak sabaran.
Hari ini mereka akan menyambut kepulangan Richardo. Ponakan tercintanya itu sangat dekat dengannya. Richardo satu-satunya cucu lelaki yang akan menggantikan posisinya. Sesuai seperti wasiat Opa Danu. Dimana laki-laki yang akan menjadi penerus. Sementara Bram sendiri hanya memiliki seorang putri.
"Sabar sayang. Ini juga sudah siap dari tadi." Clara datang sambil menuntun ayah mertuanya yang berjalan lamban dengan tongkat sebagai alat bantu mertuanya berjalan.
"Kamu itu Bram, selalu saja tidak sabaran," ucap Opa Danu menimpali.
"Masalahnya, Pa. Kak Dicko sudah beberapa kali menghubungiku. Menanyakan apakah Papa sudah sampai di kantor."
"Katakan saja padanya, kita sudah dalam perjalanan ke sana. Bagaimana dengan Ardo. Apa cucu kesayangan Papa itu sudah tiba di bandara?" Sembari berjalan dengan dituntun Clara keluar rumah menuju mobil mereka yang terparkir di depan rumah. Dimana Bambang, sang supir setia telah menunggu.
"Pa, Papa juga punya cucu yang lain. Apa hanya Ardo cucu kesayangan Papa?" protes Bram sembari mengambil duduk di jok penumpang. Bersebelahan dengan Opa Danu. Sedangkan Clara mengambil duduk di depan.
Perlahan Bambang mulai menjalankan mobil. Meninggalkan kediaman itu.
"Leona juga cucu kesayangan Papa. Lalu ke mana cucu Papa yang satu itu? Sejak tadi Papa belum melihat dia."
"Dia sudah pergi dari tadi, Pa. Katanya dia mau ikut menjemput Ardo di bandara," sahut Clara. Menantu kedua keluarga Anggara.
Leona dan Ardo sudah sangat akrab sedari kecil. Kedua cucu Anggara tersebut sering dimanjakan Opa nya. Namun, walaupun begitu, mereka tidak seperti cucu kebanyakan. Meski terlahir dari keluarga berada, mereka masih suka membantu dan menolong sesama.
Leona adalah gadis yang cantik juga periang. Ramah, sedikit kecentilan, manja, tapi juga suka menolong. Sedangkan Ardo, sepupunya, entahlah dengan anak itu. Lama tinggal di luar negeri membuat sifatnya berubah. Bahkan taraf pergaulannya pun berubah seiring dengan perkembangan jaman.
.
.
The Royale Fashion Group.
Terlihat puluhan karyawan tengah berdiri berderet dari pintu masuk lobby kantor. Mereka tengah menunggu kedatangan seorang Richardo Anggara. Cucu penerus keluarga Anggara.
Kedatangannya telah dinanti semenjak berhembus kabar bahwa sang cucu akan kembali dan ikut ambil bagian di TRF. Sang ayah, Dicko, hendak menempatkannya di divisi Product Marketing bersama tim yang lain.
Menurut kabar yang berhembus, pria yang satu ini memiliki garis ketampanan yang menurun dari sang ayah. Karenanya, banyak dari para karyawan wanita yang tampil maksimal hari ini demi menyambut kedatangannya.
Tidak seperti karyawan wanita yang lain, ada salah seorang wanita yang tidak antusias bahkan tidak ingin ikut ambil bagian untuk menyambut kedatangan seorang Richardo.
Wanita itu bahkan datang terlambat. Ia berjalan kebingungan membelah deretan puluhan karyawan yang menatapnya aneh. Bahkan ada yang menegurnya terang-terangan.
"Hei, minggir kamu dari situ. Kami semua berdiri di sini bukan untuk menyambut kedatanganmu." Suara-suara itu jelas tertuju kepadanya.
"Dasar pemalas. Sudah datang terlambat, eh maunya disambut pula. Tidak tahu malu."
Wanita itu masih kebingungan saat tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangannya. Menariknya kasar, mengajaknya ikut berdiri dalam barisan karyawan.
"Ini ada apa sih? Kenapa semua orang berdiri di sini?" tanyanya bingung. Sembari menyapukan pandangannya ke sepanjang barisan.
"Hari ini katanya cucu Tuan Danu pulang dari Amerika. Makanya kita berdiri di sini untuk menyambutnya," sahut Reva. Teman satu divisinya.
"Oh, begitu ya. Tapi maaf deh, sepertinya aku tidak bisa. Aku ke ruangan saja. Lagipula masih ada banyak pekerjaan yang belum selesai kan?" Wanita itu lantas bergegas meninggalkan barisan tanpa mempedulikan teman yang memanggilnya.
"Eh, Glori. Glori tunggu dulu." Reva tidak bisa memanggilnya dengan suara kencang jika tidak ingin menjadi bahan olokan yang lain. Ia hanya bisa memanggil temannya dengan suara pelan.
"Aku bahkan belum bilang kalau cucu Tuan Danu itu adalah atasan baru kita. Glori ... Glori, apa sih yang bisa mengalihkan perhatian kamu sebentar. Kamu itu terlalu memforsir diri. Terlalu menyibukkan dirimu dengan pekerjaan." Reva hanya bisa bergumam sembari memandangi punggung wanita itu yang mulai menjauh.
Di depan pintu masuk, Danu Anggara baru saja tiba. Dengan dibantu Bambang pria tua itu turun dari mobil. Menyusul Bram dan Clara. Mereka bertiga berjalan membelah barisan karyawan. Semua karyawan setengah membungkuk sebagai tanda hormat.
Mereka lantas ikut bergabung bersama Dicko dan Aruna yang juga baru tiba beberapa saat yang lalu.
Tidak ada yang berubah, masih sama seperti puluhan tahun yang lalu. Teddy yang masih setia mendampingi Bram. Hingga Andre pun yang masih setia mendampingi Dicko. Mau bagaimana lagi, mereka telah nyaman bekerja bersama keluarga Anggara.
Beberapa saat kemudian ...
Di depan pintu masuk, Ferrari 488 Spider Red telah menepi. Semua pasang mata pun tertuju ke arah pintu masuk. Seorang satpam bergegas membukakan pintu mobil.
Dengan hati berdebar-debar, baik Aruna sebagai ibunya, Dicko sebagai ayahnya, Bram dan Clara sebagai uncle dan aunty nya, serta Opa Danu sebagai kakeknya, tengah menanti kedatangan seorang Richardo. Sudah lama mereka menantikan kepulangan cucu yang satu ini.
Setelah menyelesaikan studi, cucu yang satu ini tidak pernah pulang lagi ke negaranya. Hanya karena ia kedapatan sering bermain perempuan, sehingga sang ayah mengambil tindakan tegas. Dengan mengembalikannya ke negaranya sendiri.
Pintu mobil terbuka, semua pandangan tertuju ke arah mobil sport merah itu.
Namun agaknya tak seperti kabar yang berhembus. Seorang pria yang turun dari mobil itu bahkan tidak seperti yang diharapkan oleh banyak wanita.
Bahkan keluarga Anggara yang sedari tadi menunggu kedatangannya pun dibuat terkejut bukan kepalang. Bukan seorang pria tampan seperti yang di dengung dengungkan banyak wanita. Yang turun dari mobil itu melainkan seorang pria bertubuh jangkung dan berambut kribo. Lengkap dengan kacamata tebal yang membingkai wajahnya.
Pria jangkung itu berjalan penuh percaya diri membelah barisan karyawan. Hampir semua karyawan tertawa-tawa menyaksikan pemandangan itu. Tetapi tidak berani memperdengarkan tawanya.
Pria itu menghentikan langkahnya tepat di hadapan keluarga Anggara. Ia tak peduli meski puluhan karyawan tengah menertawainya. Ia hanya menjalankan perintah.
"Loh, Ardo ke mana? Kenapa malah kamu yang turun dari mobil? Kamu siapa?" Opa Danu langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
Pria itu malah menampakkan cengiran lebarnya. "Saya teman nya Ardo Opa. Saya Donal."
"Benar-benar anak itu," geram Dicko menahan amarahnya.
"Sabar, sayang. Dia pasti ada di suatu tempat sekarang." Aruna mencoba menenangkan suaminya yang mulai diliputi amarah.
.
.
Sementara itu, di sebuah kamar hotel berbintang.
Di tengah ranjang king size, dua anak manusia berlainan jenis tengah berpacu memuaskan dahaga di jiwanya yang kian bergelora.
Dua desah berpadu di udara, memenuhi ruangan dengan nuansa putih. Senada dengan seprai yang kini terlihat acak-acakan itu.
Erangan panjang terdengar kala nikmat berpacu tercapai. Seorang pria tampan turun dari tempat tidur. Sembari melangkah menuju kamar mandi, ia berkata,
"Ambil cek yang ada diatas meja itu. Aku sudah membayarmu. Dan tugasmu sudah selesai. Sekarang pakai kembali pakaianmu dan tinggalkan tempat ini."
Wanita yang masih dalam keadaan tak berbusana itu tersenyum lebar.
"Thankyou Baby (terima kasih sayang)."
Wanita itu pun turun dar ranjang. Lekas ia mengenakan kembali pakaiannya. Setelahnya ia hendak melangkah ke pintu. Namun belum sempat wanita itu mengayunkan langkahnya, seseorang menerobos masuk dengan kasar.
"Dimana Kak Ardo?" tanya seorang gadis cantik dengan amarah yang meliputinya.
Bersambung
Assalamualaikum🙏
Author gak jelas ini bawa cerita receh untuk menghibur kalian. Jangan lupa tap love, like dan juga komennya ya☺️ Biar otor makin semangat update.
Salam😘
Otor Kawe
Bab 2. Salah Masuk Toilet
"Dimana Kak Ardo?" tanya seorang gadis cantik dengan amarah yang meliputinya.
Wanita seksi yang telah selesai melayani pelanggannya itu mengendikkan bahu. Kemudian melenggang keluar dari kamar hotel itu tanpa mempedulikan ekspresi wajah gadis cantik itu yang tengah menahan geram.
"Dasar perempuan murahan!" umpat gadis itu kemudian melenggang menuju kamar mandi. Dimana terdengar bunyi keran air yang terbuka. Tangannya telah terangkat hendak mengetuk pintu kamar mandi, saat tiba-tiba pintu itu malah terbuka sebelum sempat ia mengetuk.
"Aw! Kak Ardo apa-apaan sih?" Sontak gadis itu menutup mata dengan kedua telapak tangannya.
Tampilan Ardo dengan handuk yang melilit di pinggangnya, sungguh meresahkan gadis itu.
Pria tampan yang dipanggil Ardo menarik sudut bibirnya. Ia lantas melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi setelah mengacak rambut gadis itu.
"Kamu yang apa-apaan. Untuk apa kamu datang kemari, Leona? Apakah Papa yang memintamu datang kemari? Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?" ucap Ardo sembari mendaratkan pantatnya di tepian ranjang.
Ia acuh tak acuh saja dengan tampilannya saat ini. Bahkan terkesan tak peduli, meski gadis yang bernama Leona masih enggan membuka matanya.
"Tidak usah banyak tanya. Apa Kak Ardo lupa siapa aku ini? Aku Leona, sepupumu yang paling cantik. Hal yang mudah bagiku untuk menemukanmu. Meski kamu bersembunyi di lubang semut sekalipun, aku selalu bisa menemukanmu." Leona masih enggan berbalik.
Ardo tersenyum tipis melihat tingkah sepupunya itu.
"Sudahlah. Tidak usah sok lugu. Buka saja matamu. Bukankah kamu sudah sering melihatku dalam keadaan seperti ini?" goda Ardo usil.
"Tidak mau. Kak Ardo belum juga berubah, masih saja suka main perempuan. Apa Kak Ardo tahu, Opa dan Uncle sangat marah saat ini." Lagi, Leona mengingatkan Ardo akan kemarahan ayahnya. Tetapi ia tetap cuek. Sebab ia tahu, ada ibu yang akan selalu membelanya.
"Biarkan saja mereka marah. Aku tidak peduli." Ardo bangun dari duduknya. Ia membungkuk, memunguti pakaiannya yang berserakan tak karuan di lantai kamar hotel itu. Ia lantas kembali mengenakan pakaiannya.
Sebenarnya sudah dua jam lalu ia tiba. Dari bandara ia langsung bertolak ke hotel. Dengan bantuan Donal ia bisa memesan seorang wanita panggilan untuk memuaskan hasratnya.
Sengaja ia berbohong kepada sang ayah. Dengan tujuan agar ia masih punya waktu untuk bersenang-senang. Ia tahu, begitu dirinya menginjakkan kaki di TRF, tak ada lagi waktu untuknya bersenang-senang.
Sang ayah sudah sangat geregetan ingin memberinya hukuman. Untuk itu, sebelum ia menjalankan hukuman dari ayahnya, apa salahnya jika ia bersenang-senang sebentar?
"Kak Ardo seperti ini karena Aunty Runa selalu membela Kakak. Iya kan?" Leona akhirnya memutar tubuhnya berhadapan dengan Ardo yang sudah berpakaian rapi.
"Mendengar kamu menyebut namanya, aku jadi rindu ibuku yang cantik itu. Bagaimana kabarnya?" Ia tersenyum kala mengingat sang ibu yang sangat menyayanginya.
.
.
"Ardo kok belum datang-datang juga ya?" gerutu Donal sembari melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Ia baru saja keluar dari toilet. Saat hendak beranjak pergi, sepasang netra dari balik kacamata tebalnya menangkap sesosok wanita anggun yang membuatnya terpesona.
Wanita itu melangkah lesu memasuki toilet wanita yang bersebelahan dengan toilet pria.
Wanita itu, Glori, wajahnya terlihat pucat. Ia tampak tak bersemangat. Ia melenggang begitu saja memasuki toilet wanita. Mungkin lantaran tidak fokus dan tidak memperhatikan keadaan hingga ia tidak menyadari Donal tengah memandanginya sampai menghilang di balik dinding toilet.
"Ck ck ck ... ternyata di kantor ini banyak makhluk indah yang sayang jika dilewatkan mata." Donal berdecak sambil menggeleng pelan.
Pria berkacamata tebal itu lalu bersiul. Melihat ada seorang karyawan pria memasuki toilet, seketika timbul ide usil dalam benaknya.
Sembari celingak-celinguk memperhatikan keadaan sekitar, ia melangkah pelat menghampiri tanda yang menggantung di dinding toilet pria. Dilepasnya tanda itu kemudian. Diam-diam ia lantas menukar tanda untuk toilet pria dengan tanda untuk toilet wanita.
Bila tidak ada yang menyadari tanda itu telah ditukar, orang-orang akan salah memasuki toilet nantinya. Setelah menukar tanda itu, Donal lalu bergegas meninggalkan toilet.
.
.
Tak ingin terkena imbas kemarahan berkepanjangan sang ayah, Ardo memutuskan datang ke TRF bersama Leona. Sepupu cerewet yang tak henti-henti mengingatkannya akan kemarahan Dicko, ayahnya. Bisa-bisa hukumannya akan bertambah berat karena berbohong kepada ayahnya.
Leona sedikit kesulitan mengimbangi langkah Ardo yang tergesa-gesa menyusuri lobby kantor.
Banyak pasang mata yang terpukau oleh pesona seorang Richardo. Menyadari ia tengah menjadi perhatian para wanita saat ini, dilepasnya kacamata hitam yang membingkai wajah tampannya.
Ia sedikit tebar pesona dengan menyunggingkan senyum menawannya. Sehingga membuat para wanita klepek-klepek, mabuk oleh pesonanya.
Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti, membuat Leona yang berjalan dibelakangnya hampir saja menabrak punggungnya jika saja Leona tidak segera menghentikan langkahnya.
"Kak Ardo kenapa sih? Pake berhenti segala. Kalau sampai kepalaku benjol gara-gara menabrak punggung Kak Ardo, gimana?" kesal Leona dengan wajah cemberutnya.
"Mana ada menabrak punggung kepala langsung benjol. Toilet dimana?" Ia menyapukan pandangannya ke sekeliling, mencari-cari di mana toilet berada.
"Oh, toilet. Ayo ikut aku."
Ia pun mengikuti langkah Leona menuju tuilet yang tak jauh dari lobby.
"Itu toiletnya." Leona menunjuk toilet yang berada di ujung koridor.
Dengan melihat tanda yang menggantung di dinding itu, bergegas Ardo memasuki toilet yang menggantung tanda untuk pria. Yang berarti itu adalah toilet untuk pria.
"Aw! Dasar pria mesum. Sedang apa kamu di toilet wanita? Hah? Apa kamu mau mengintip? Dasar, tidak tahu malu."
Namun, baru saja ia memasuki toilet itu, tiba-tiba seorang wanita memekik histeris saat menyadari kehadirannya di dalam toilet yang tak seharusnya ia masuki.
Bagaimana pula wanita itu tidak akan memekik histeris bila mendapati seorang pria berada di dalam toilet wanita. Bukan hanya meresahkan, bahkan juga menakutkan. Bagaimana jika pria itu memang punya niatan jahat?
Wanita yang memekik histeris itu, Gloria, tengah membuka tautan beberapa kancing kemejanya di depan cermin saat Ardo memasuki toilet itu. Dada putih mulusnya terpampang jelas dan sempat tertangkap indera penglihatan Ardo.
Cepat, dengan panik, Gloria menautkan kembali tautan kancing kemejanya. Kedua tangannya lantas ia silangkan di depan dada. Lalu ia menghunuskan tatapan tajam menghakimi kepada Ardo yang memandanginya berani dengan mata tak berkedip.
Pemandangan seperti itu sebenarnya sudah biasa bagi Ardo. Bahkan hampir setiap hari ia menikmati dada semulus itu. Jadi mendapati pemandangan seperti itu tiba-tiba, sedikitpun tidak membuatnya kaget.
Ia justru menarik sudut bibirnya. Memandang remeh Gloria yang tampak ketakutan bercampur marah.
"Heh, pria mesum. Sedang apa kamu di sini? Jika kamu ingin mengintip, aku teriak sekarang juga. Biar semua orang di kantor ini mendengarnya. Lalu orang-orang akan menghajarmu sampai babak belur. Dasar laki-laki kurang ajar." Gloria benar-benar emosi dengan pria yang tak beretika seperti Ardo ini. Ia langsung berada pada mode waspada.
Ardo mengulas senyum tipisnya. Bahkan senyum tipisnya pun terlihat begitu menawan. Tetapi sayangnya, sedikitpun tidak menarik di mata Gloria.
"Lagi pula untuk apa kamu buka baju segala di dalam toilet. Kamu sengaja kan karna kamu tahu ini adalah toilet pria. Kamu sengaja mau menarik perhatian laki-laki. Kenapa? Apa kamu butuh belaian?" Ardo meremehkan Gloria.
Bukan tanpa sengaja Gloria membuka kemejanya. Sebab ada sesuatu hal yang tengah ia pastikan. Yaitu tanda-tanda kemerahan di tubuhnya. Tanda yang sering ia dapatkan jika nasib buruk menimpanya.
"Toilet pria? Apa kamu buta ya? Ini toilet wanita. Keluar kamu sekarang juga," sentak Gloria berani. Ia tidak mengenali siapa pria yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.
Ini pertamakalinya Ardo menginjakkan kaki di TRF. Wajar jika tak ada yang mengenalinya. Acara penyambutannya beberapa jam lalu bahkan ia lewati.
"Kak Ardo, ada apa ini?" Beruntung Leona datang. Sehingga Ardo bisa meredam amarahnya terhadap Gloria. Padahal emosinya sudah mencapai ubun-ubun.
"Kak Ardo, ini toilet wanita. Kenapa Kakak malah masuk ke sini?" ujar Leona hingga Ardo menganga tak percaya.
"Serius kamu?" ia yakin penglihatannya tidak salah. Yang ia masuki adalah toilet pria, bukan toilet wanita.
"Iya, Kakak. Ini toilet wanita. Ayo Kak, cepat keluar." Ucapan Leona terdengareyakinkan. Sehingga mau bagaimana lagi. Rupanya memang Ardo yang salah. Ia pun pasrah mengikuti Leona. Namun sempat ia melayangkan pandangan sinisnya kepada Gloria sebelum dirinya keluar dari toilet itu.
"Awas kalau sampai kita bertemu lagi. Aku akan buat perhitungan denganmu." Ardo mengarahkan telunjuknya kesal kepada Gloria yang memandanginya dengan senyum meremehkan.
"Coba saja. Aku tidak takut." Gloria malah berani menantangnya.
Ardo menyeringai tipis. "Kamu belum tahu siapa aku."
Bersambung
Nih, penampakannya Ardo nih. Gimana?🙄
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!