NovelToon NovelToon

Aksara Untuk Arsyilla

Sebuah Bencana

Menjelang pagi hari itu. Seorang gadis berparas ayu tengah bangun dengan kesusahan. Merasakan badannya yang remuk redam, dan kepalanya begitu berat. Saat matanya mengerjap, dan kepalanya terasa begitu pening, justru gadis itu terlonjak kaget saat menyadari keadaannya yang tanpa busana. Keadaan yang begitu miris dan tidak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya. 

Air matanya berderai begitu saja, saat menyadari pakaian yang dia kenakan tengah berserakan di lantai kamar hotel, bahkan dirinya berbaring hanya terselimuti dengan sebuah selimut berwarna putih. Kemeja, celana panjang, bahkan pakaian dalamnya juga berhamburan begitu saja. Melihat semua busananya yang berserakan, pastilah terjadi hal yang tidak pernah dia inginkan. 

"Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan. Aku tidak ingat sama sekali. Bagaimana aku bisa berakhir seperti ini?" batinnya sembari memijat pelipisnya dan satu tangannya mempertahankan selimut putih yang menutupi area dadanya itu. 

Saat gadis itu mulai menggerakkan kakinya di dalam selimut, terasalah ada tubuh manusia di dalam sana. 

"Kaki … hah, ini kaki siapa?" gumamnya dengan masih berlinangan air mata. 

"Tangan … ini tangan siapa?" gumamnya lagi. 

Memberanikan dirinya untuk menoleh, ada punggung yang tanpa berbalut busana terlihat tengah berbaring di sisinya. Tiba-tiba gadis itu memejamkan matanya dengan dramatis, mungkinkah dia tengah melakukan sebuah dosa, sebuah hubungan terlarang. Lagipula, siapa pria yang memunggunginya sekarang ini? 

"Punggung … tanpa busana juga? Ya Tuhan, mati aku. Pasti Mama dan Papa tidak akan mengampuniku." jeritnya dalam hati. "Tuhan, aku salah apa? Sampai-sampai aku harus mengalami bencana ini. Pasti karena alkohol semalam. Sialan." gerutunya dan memegangi kepalanya yang terasa kian berat rasanya. 

Susah payah, dia mengumpulkan ingatannya nyatanya sia-sia, karena semakin dia berusaha mengingatnya, justru semakin membuatnya terasa pening. Berusaha mengingat bagaimana akhirnya dia bisa sampai ada di tempat ini, di dalam kamar hotel ini. 

Perlahan gadis itu, menundukkan wajahnya guna melihat penampilan dirinya di balik selimut ini. 

"Ya Tuhan … aku pun nyaris polos." batinnya sembari menyeka sendiri air mata yang keluar dari sudut matanya. 

Rasanya gadis itu ingin segera bangkit dari tempat tidur itu dan mengambili pakaiannya yang berserakan di lantai dan mengenakannya kembali. Akan tetapi, jika dia mengambili pakaian itu yang ada justru dia tidak bisa mempertahankan selimut putih yang membungkus area dadanya itu. Keadaan yang benar-benar serba salah. 

Hingga pergerakan dari gadis itu, nyatanya justru membangunkan pria yang berbaring di sisinya itu. Pria itu perlahan membuka matanya dan mengusap rambut yang beberapa helai menutupi keningnya. Pria itu memang tampan, terlebih dengan rambut acak-acakan di pagi hari, membuat pria itu terlihat seksi. Sayangnya, pemandangan pagi itu tidak ada yang menarik perhatian si gadis yang tengah menangis. 

"Kau sudah bangun?" tanya pria itu sembari mengubah posisinya dan kini bersandar di head board. Membiarkan dadanya polos begitu saja, selimut putih itu hanya menutupi bagian kakinya. 

Menyadari bahu gadis itu yang bergetar, pria itu lantas mendekati dan memberikan kecupan di bahu gadis itu yang terbuka lantaran tak tercover oleh selimut. 

"Jangan menangis. Aku akan bertanggung jawab atas semuanya. Lagian semua ini terjadi karena kesepakatan bersama." ucapnya. 

Sementara gadis itu justru kian terisak, terlebih tubuhnya bereaksi dengan menghindar saat sebuah bibir justru dengan beraninya mengecup punggungnya. Rasanya gadis itu ingin menampar pria yang kurang ajar padanya itu. Bagaimana bisa mengatakan bencana itu sebagai sebuah kesepakatan bersama, lagipula sudah jelas saat ini gadis itu sama sekali tidak mengingat kejadian yang sudah menyeretnya dalam hubungan terlarang semalam. 

Perlahan pria itu beringsut, menyibak selimut yang menutupi area kakinya begitu saja. Menampilkan keadaan dirinya yang polos mutlak, lalu berjalan melenggang begitu saja ke kamar mandi. 

"Lagipula kamu semalam sudah melihatnya … pakai pakaianmu kembali, aku akan mengantarkan kamu pulang."

Masih dengan terisak, gadis itu berusaha mengambili pakaiannya dan mengenakannya kembali. Sedikit melihat tampilannya di cermin yang memperlihatkan wajahnya yang lusuh dengan mata yang begitu sembab. Jangan lupakan juga sebuah kissmark yang berada di lehernya. Sepanas apa, tragedi semalam terjadi? 

Kendati demikian, gadis itu berusaha berpikir jernih. Siap atau tidak siap, dia harus menghadapi Papa dan Mamanya. Sudah pasti Papa dan Mamanya akan murka. 

"Maafkan aku Pa, Ma …" isaknya dalam tangisan yang merasa berdosa karena gagal untuk menjaga nama baik dan kehormatan Papa dan Mamanya. 

Hingga akhirnya, pria itu keluar dari kamar mandi dan telah menggunakan pakaian lengkap. "Ayo, aku antar pulang. Di mana alamatmu?" tanya pria itu. 

Akan tetapi, gadis itu segera menggeleng, "Enggak … aku bisa pulang sendiri." ucapnya bersikeras tidak ingin diantar pulang oleh pria yang telah menghabiskan semalam dengannya itu. 

Pria itu justru menyeringai, "Jangan keras kepala. Ayo … lagipula, aku harus bertanggung jawab untuk semuanya kan."

"Tidak. Aku tidak mau menerima pertanggungjawaban dari pria sepertimu." sahutnya dengan memincingkan matanya. Seolah dia memang tidak benar-benar mau menerima pertanggungjawaban dari pria itu. 

Hingga handphonenya pun berdering. 

"Papa …" seketika gadis itu pun menjadi panik melihat nama Papanya keluar di layar smartphonenya. 

Di tengah keraguannya, gadis itu memberanikan diri menggeser ikon hijau di layar handphonenya. Beberapa kali menghela napasnya sebelum bersuara dan menjawab suara Papanya itu.

"Ya Pa …" sahutnya dengan bibir yang bergetar. 

"Kamu di mana Sayang? Barusan Mama ke kamar kamu, rupanya kamar kamu kosong. Segera pulang, Mama sudah mengkhawatirkan kamu." ucap sang Papa melalui panggilan selulernya itu. 

"Ya Pa … aku akan segera pulang. Tunggu aku, Pa .…" jawabnya dengan takut. 

Tidak tahu begitu telah sampai di rumah, apa yang akan diterimanya di rumah. Sudah pasti Papa dan Mamanya akan murka kepadanya. Membayangkan Papa dan Mamanya yang murka pun, rasanya begitu menyakitkan. Kendati demikian, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang terjadi semalam tidak bisa dihindari. 

"Kamu akan pulang dengan keadaan seperti itu? Kemeja yang tidak lengkap kancingnya? Dengan wajah sembabnya itu?" tanya yang pria yang kini terduduk di tempat tidur. 

Gadis itu pun kembali memperhatikan penampilannya dengan menggigit bibir bagian dalamnya. Tidak mungkin juga dia pulang dengan keadaan seperti ini. Supir taksi pun pasti akan curiga dengan keadaannya yang kacau dan kancing kemejanya yang juga hilang. 

"Sudah … aku antar pulang. Beritahukan di mana alamatmu, karena aku akan tanggung jawab atas semuanya." ucap pria itu yang kemudian berdiri dan menyentak tangan gadis itu untuk turut berdiri dan berjalan mengikutinya. 

...🌸🌸🌸...

Halo My Bestie,

Kembali bertemu dicerita terbaru aku ya. Aksara untuk Arsyilla. Siapa yang sudah baca Bab pertama?☝🏻

Dukung, ramaikan ya. Jangan lupa vote dan terus ikutin setiap harinya. 💓

Kejujuran Pahit

Lalu lintas Ibukota di pagi hari, nyatanya justru sangat lancar. Sehingga kurang dari setengah jam mengemudi, kini sebuah Mobil Mercedes Benz S600 Maybach berhenti di sebuah rumah berlantai dua yang terlihat begitu asri. Rumah itu terlihat indah dan sejuk dengan banyaknya bunga-bunga yang menghiasi area pagar.

Sementara di dalam mobil mewah itu, si gadis justru enggan untuk keluar. Ada rasa takut untuk menghadapi kedua orang tuanya. Namun, tidak mungkin juga dia akan terus menerus berdiam di dalam mobil mewah itu. Dengan helaan napas yang berat, akhirnya gadis itu membuka pintu mobil itu. Diikuti oleh sang pria yang mengekorinya.

Perlahan membuka gerbang, dan kemudian berjalan menuju pintu utama. Tangannya terangkat dan menyapa kedua orang tuanya.

"Mama, Papa … aku pulang." sapanya dengan sedikit berteriak.

Dari balik pintu keluarlah pasangan yang sudah tidak lagi muda, tetapi keduanya terlihat masih muda. Usia hanyalah angka, tetapi keduanya justru terlihat masih muda dan bugar. Akan tetapi, dengan bertambahnya usia, nyatanya tidak mengurangi kemesraan dan keharmonisan keduanya.

"Sayang, sudah pulang?" sapa sang Mama.

"Papa, cariin kamu. Untung tadi pagi, kamu angkat teleponnya, jika tidak Papa akan lapor polisi dan mengadukan kalau Putri Papa ini hilang." ucap sang Papa.

Akan tetapi, sapaan hangat dari kedua orang tua si gadis itu lenyap begitu saja saat menyadari ada sosok pria yang berdiri di belakang putrinya.

"Siapa Sayang?" tanya sang Mama kepadanya.

Si gadis itu pun bingung harus menjelaskan siapa pria yang kini berada di belakangnya. Dia pun menggigit bibir bagian dalamnya, berusaha mencari alasan yang tepat untuk menjelaskan semua yang terjadi semalam kepada Papa dan Mamanya.

Merasa si anak hanya diam, pasangan paruh baya itu mempersilakan tamunya untuk masuk terlebih dahulu.

"Ayo masuk dulu, masak juga harus berdiri di depan pintu seperti ini?" ucap sang Mama dengan begitu lembutnya.

Akhirnya si gadis dan pria itu masuk ke dalam rumah. Kini keempatnya sudah bersama duduk di sebuah sofa yang berada di dalam ruang keluarga itu.

"Nama kamu siapa, Nak?" tanya Papa Radit kepada pria yang datang pagi-pagi ke rumahnya bersama putri tunggalnya yaitu Arsyilla.

"Saya Aksara, Om …" ucap pria itu yang rupanya bernama Aksara.

"Kamu temannya Arsyilla ya?" kali ini giliran Mama Khaira yang bertanya kepada teman Arsyilla yang bernama Aksara itu.

"Bukan Ma … aku sendiri tidak tahu kenapa bisa bersama dengannya." sanggah Arsyilla yang benar-benar tidak tahu bagaimana dirinya bisa berakhir dengan pria yang kini berada di rumahnya itu.

"Lalu, siapa? Bagaimana mungkin jika bukan seorang teman kalian berdua bisa bersama-sama?" tanya Mama Khaira lagi kepada putrinya itu.

Hal yang sama, Radit pun mulai menyorot pria muda yang kini duduk di hadapannya. Dalam benaknya, Radit telah menduga ada sesuatu yang salah di sini.

"Ceritakan yang sebenarnya Syilla." ucap Papa Radit dengan suaranya yang dalam. Pria itu meminta anaknya untuk bisa bercerita yang sebenarnya.

Arsyilla yang semula diam pun tampak memilin ujung kemeja yang dia kenakan. "Pa … Ma …," Arsyilla mulai bersuara, tetapi ada getar dalam suaranya itu. Bahkan tanpa dia sadari air matanya menetes begitu saja.

"Katakan Nak, jangan membuat Papa dan Mama bertanya-tanya seperti ini." ucap Mama Khaira saat ini.

"Papa … Mama, aku mau minta maaf. Semalam sudah terjadi sesuatu yang di luar kendaliku." ucapnya dengan berusaha tegar, sayangnya di akhir kalimatnya Arsyilla kembali terisak.

Menyadari Arsyilla yang sudah menangis, bahkan isakan yang keluar terasa begitu menyayat hati. Perlahan pria yang diketahui bernama Aksara itu mulai berbicara.

"Saya akan bertanggung jawab untuk apa yang terjadi semalam Om, Tante …" ucap pemuda itu dengan penuh keyakinan. Sekalipun tahu, mungkin saja orang tua dari gadis yang baru dikenalnya itu bisa saja menolaknya.

Sebagai orang tua, runtuh lah harkat dan martabat keduanya yang harus menerima kenyataan bahwa putrinya yang selama ini mereka banggakan. Berpendidikan tinggi, mencapai karir yang cemerlang, justru mencoreng nama orang tua karena pergulatan satu malam di ranjang dengan pria yang asing bagi Radit dan Khaira.

Tak kuasa, Khaira pun meneteskan air matanya. "Apa semua ini benar Sayang?" tanyanya masih dengan suara yang lembut kepada Arsyilla.

"Iya Ma … Ma, maafkan aku. Maafkan aku yang sudah berdosa dan mencoreng nama baik Mama dan Papa. Maafkan aku, Ma." tangisan Arsyilla kembali pecah. Hatinya jauh lebih sakit melihat wanita yang sangat dicintainya, untuk pertama kali meneteskan air mata karena kesalahan yang sudah dia buat.

Sementara Arsyilla menunduk, membiarkan derai air matanya mengalir begitu saja. Sekadar melirik wajah Papanya yang sudah merah padam di hadapannya.

Perlahan Arsyilla pun berdiri, kemudian dia bersimpuh di kedua kaki Mama dan Papanya.

"Maafkan aku, Pa … Ma. Aku memang berdosa. Aku merusak kepercayaan yang sudah Papa dan Mama berikan kepadaku selama ini."

Radit tampak memalingkan wajahnya, rasanya pria itu enggan untuk menatap putri satu-satunya yang dia miliki yang tengah bersimpuh di kakinya itu. Khaira pun menangis menerima kenyataan bahwa putrinya pulang dalam keadaan ternoda.

"Lebih baik, kamu pulang dulu saja Aksara. Nama kamu Aksara bukan? Tinggalkan nomor handphone kamu, karena kami akan datang dan meminta pertanggungjawaban dari kamu," ucap Radit saat itu.

Dalam pandangannya sekarang ini, dia harus membereskan terlebih dahulu masalah keluarga. Tidak ingin ada orang lain seperti Aksara yang mengintervensi masalah dalam keluarga.

***

Sepeninggal Aksara, Khaira dan Radit sama-sama menatap dengan sorot mata yang tajam pada putrinya itu.

“Bagaimana semua bisa terjadi Syilla?” tanya Radit yang masih berusaha menahan emosinya.

Arsyilla pun kembali menangis, air matanya bercucuran begitu saja membasahi kedua pipinya. “Syilla tidak tahu, Pa …” jawabnya dengan bibirnya yang terasa bergetar.

“Itu jawaban apa Syilla? Apa Mama dan Papa pernah mengajari kamu seperti itu?” tanya Radit lagi.

Perlahan Khaira mengusap lengan suaminya yang tengah emosi itu, “Sabar Pa … kalau kita emosi, semua tidak akan ada jawabannya.” ucap Khaira yang berusaha menenangkan suaminya itu.

“Maafkan Syilla, Pa … Syilla merasa gagal kali ini.” aku gadis yang tengah berduka itu dengan menutup kedua wajahnya yang masih saja berlinangan air mata dengan kedua tangannya.

Melihat hancurnya Arsyilla, Khaira pun tak kuasa menahan air mata. Lagi, dia kembali menangis dan kemudian berdiri. “Ayo, bersihkan diri kamu terlebih dahulu, Syilla. Nanti kita bicara lagi,” ucapnya sembari membawa anaknya itu untuk masuk ke dalam kamarnya.

Begitu sampai di dalam kamar, Arsyilla segera memeluk Mamanya itu. “Maafkan Syilla, Ma … Maaf.” lagi Arsyilla berbicara kepada sang Mama. Setidaknya kelembutan dan kasih sayang dari Mamanya cukup bisa membangkitkan hati dan hidup Arsyilla yang telah hancur lebur dalam satu malam.

Khaira pun memeluk Arsyilla, menggerakkan telapak tangannya dengan lembut di punggung Arsyilla. “Semua sudah terjadi, Syilla … tidak dipungkiri Mama pun kecewa sama kamu. Akan tetapi, sebagai seorang Ibu, apakah Mama akan tega membiarkan kamu seperti ini?” tanya Khaira.

Saat anak terluka, yang membebat lukanya adalah orang tuanya. Sementara jika luka itu membuat kedua orang tuanya merasa pedih dan menanggung malu apa yang harus dilakukan?

“Selesaikan semuanya Syilla. Hubunganmu dengan Vendra juga harus kamu pikirkan? Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Satu noda, juga akan berimbas ke banyak hal. Oleh karena itu, pikirkan baik-baik semuanya. Kamu sudah dewasa, kamu harus mengambil keputusan.” pinta Khaira saat ini kepada anaknya.

Perlahan Arsyilla mengangguk, gadis itu masih sesegukkan dan menggigit bibir bagian dalamnya. Apa yang disampaikan sang Mama benar, kali ini dia harus berpikir dan mengambil keputusan. Ada juga Vendra, calon tunangannya yang juga harus keputusan yang akan dia ambil.

Sekelumit Memori

Saat ini Arsyilla tengah mengguyur badannya di bawah dinginnya air shower. Berharap air yang dingin itu bisa mendinginkan kepala dan hatinya yang begitu kalut. Tidak dipungkiri kejadian semalam yang membuatnya berakhir di ranjang dengan pria yang tidak pernah dia lihat sebelumnya benar-benar membuatnya merasa dosa, jijik dengan dirinya sendiri. Air matanya kembali menetes, sekalipun kalah dengan guyuran air shower yang mengalir dengan begitu deras. Kedua bola matanya memerah lantaran sembab karena menangis dan juga bercampur dengan percikan air dari atas.

Usai mengguyur badannya dengan air dingin, Arsyilla yang hanya mengenakan bathrobe kemudian melihat penampilan dirinya di cermin. Mata yang sembab, wajahnya yang pucat tercetak jelas di pantulan cermin saat itu. Perlahan dia menyibak rambutnya sendiri, melihat noda merah di lehernya dan noda merah di atas dadanya. Gadis itu berlinangan air mata.

“Apa ini semua? Kenapa aku sama sekali tidak bisa mengingatnya,” gumamnya lirih sembari mengusap tanda merah di lehernya itu. Berharap hanya dengan mengusapnya tanda merah itu akan hilang, nyatanya usahanya sia-sia. Tanda itu justru terlihat semakin menyala di kulitnya yang putih.

Perlahan Arsyilla memejamkan matanya dan mencoba mengingat-ingat lagi peristiwa yang terjadi semalam. Mungkin saja ada sekelumit memori yang masih tersisa di otaknya.

***

Delapan Jam Sebelum Petaka Satu Malam …

Di pesta yang dia datangi bersama kekasihnya, Ravendra Wardhana atau yang biasa dipanggil Vendra itu Arsyilla masih ingat bahwa malam itu, dirinya hanya duduk sembari menunggu Vendra yang sedang ngobrol dengan beberapa temannya.

“Aku ke sana dulu ya? Itu ada temen aku yang datang dari London.” ucap pria yang sudah menjadi kekasih Arsyilla selama satu tahun terakhir.

Arsyilla pun mengangguk, “Iya … aku tunggu di sini saja.” ucapnya yang enggan untuk bertemu dengan banyak orang, lagipula dia sendiri tidak tahu juga dengan teman-teman Vendra.

Sekilas tentang Ravendra Wardhana, dia adalah pria muda yang bekerja untuk Ayahnya di perusahaan yang dibangun oleh Ayahnya sendiri. Berbekal dengan Ilmu Bisnis yang dia geluti, nyatanya bisa mengantarkan pria itu pada posisinya sekarang ini.

“Oke, jangan kemana-mana ya … aku cuma sebentar. Lima sampai sepuluh menit, tunggu aku.” ucap Vendra sembari berbalik badan dan tersenyum kepada kekasihnya itu.

Arsyilla hanya mengangguk. “Iya, sana-sana.” ucapnya.

Akan tetapi, baru beberapa saat Vendra pergi, pria itu kemudian kembali menemui Arsyilla dan menyodorkan segelas Orange Jus untuk Arsyilla.

“Ini … minumlah terlebih dahulu, sambil menungguku.” ucap pria itu sembari mengedipkan matanya.

Arsyilla kemudian mengangguk dan mulai menyesap Orange Jus itu. Dia melihat sekeliling, di tempat yang begitu ramai itu sayangnya sama sekali tidak ada yang dia kenali. Wajah-wajah di sana begitu asing untuknya. Hingga akhirnya, Arsyilla kembali menegak habis Orange Jus itu. Sialnya, usai menghabiskan segelas Orange Jus, matanya menjadi berkunang-kunang, dan gadis itu merasakan ada sesuatu yang aneh dalam perutnya, hingga membuatnya sedikit berlari menuju toilet.

Dalam setiap langkah yang dia ambil dan pandangannya yang mulai mengabur, satu telapak tangannya ditaruh untuk menutupi mulutnya. “Kumohon … jangan sampai aku muntah di sini.” batinnya dalam hati.

Berlari sembari menyeret kakinya, akhirnya Arsyilla sampai di toilet wanita. Rasa menyeruak dia rasakan di tenggorokkannya, dan dadanya menjadi begitu panas. Gadis itu memuntahkan semua isi perutnya di toilet. Air matanya berlinang begitu saja dari sudut matanya.

“Ya Tuhan … minuman apa ini.” gumamnya sembari membasuh mulutnya dengan air yang mengalir dari kran wastafel di hadapannya.

Sayangnya, saat itu pandangan matanya kian kabur … yang dia ingat adalah saat itu dirinya mungkin saja terjatuh atau tertidur di Toilet wanita. Akan tetapi, bagaimana dia berakhir di ranjang bersama seorang pria dan itu bukan Vendra.

***

Sekarang, Arsyilla membaringkan dirinya di tempat tidurnya dan membenamkan wajahnya ke bentalnya. Matanya terpejam dan masih berupaya untuk mengumpulkan kembali ingatannya.

“Ingatanku tidak mungkin salah … ya, ingatan terakhir yang kumiliki adalah aku berada di Toilet memuntahkan isi perutku dan menyeka mulutku. Lalu, bagaimana aku bisa berakhir di ranjang dengan pria itu?” gumam Arsyilla lagi.

Lagi-lagi buliran bening air matanya menetes membasahi bantalnya. Arsyilla berusaha mengumpulkan kembali memori dalam ingatannya.

“Ayolah otakku … setelah itu apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa jatuh dalam dosa itu? Padahal aku sendiri tidak mengingatnya.” Arsyilla tampaknya mulai setengah gila, berbicara kepada otaknya sendiri untuk mengumpulkan memorinya. Masih banyak potongan memori yang berusaha dia kumpulkan. Sayangnya terasa begitu sulit untuk mengingat semua peristiwa petaka yang terjadi malam itu.

Saat Arsyilla tengah berusaha mencari sekelumit memori yang mungkin saja masih tersisa, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.

“Masuk,” jawab Arsyilla dari dalam dan dia segera mengangkat wajahnya, menyeka sisa-sisa air mata dan juga merapikan rambutnya.

Rupanya Mamanya yang datang dan membawa secangkir Teh Madu hangat dalam sebuah nampan kecil.

“Diminum dulu, Syilla …” ucap sang Mama sembari memberikan secangkir Teh Madu itu untuk Arsyilla.

“Makasih Ma …” jawab Arsyilla dengan bibirnya yang bergetar. Tidak menyangka ternyata Mamanya masih menaruh perhatian kepadanya, dan Teh Madu ini adalah minuman kesukaannya. Kali ini sang Mama datang dan membawakan minuman kesukaannya justru membuat Arsyilla menangis.

“Maaf Ma … Mama baik banget sama Syilla, padahal Syilla tahu bahwa Syilla sudah mengecewakan Mama dan Papa. Maaf Ma.” ucapnya dengan suara yang serak lantaran menangis.

Mama Khaira pun mengangguk, “Kasih seorang Ibu sepanjang zaman, Syilla … walaupun demikian, Mama tidak mentolerir apa yang kamu lakukan. Kesalahan tetaplah kesalahan. Tetap saja kamu bersalah dalam hal ini, tetapi cinta dan kasih sayang Mama tidak akan menghiraukan anaknya begitu saja bukan?” ucapnya.

Perlahan Arsyilla mengangguk, “Iya Ma … Syilla tidak bisa berbicara apa-apa lagi, selain meminta maaf kepada Mama dan Papa. Syilla benar-benar menyesal Ma.” akunya lagi. Tidak dipungkiri dirinya begitu menyesal dan Arsyilla hanya bisa meminta maaf kepada Mama dan Papanya.

“Kamu minum dulu Teh Madu hangat kesukaanmu itu, setelah ini turun ke bawah. Mama sudah memasak makanan untukmu. Jangan biarkan perutmu kosong yang akan membuatnya masuk ke Rumah Sakit nantinya,” nasihat dari Mamanya.

Usai mengatakan itu, Mama Khaira pun berbalik dan hendak meninggalkan kamar Arsyilla. Akan tetapi, ada tangan Arsyilla yang tampak memegangi pergelangan tangan Mamanya. Gadis itu kemudian berdiri dan memeluk Mamanya. “Maafkan Syilla, Ma … jauh di atas semuanya Syilla sangat menyayangi Mama dan Papa. Maaf Ma.” ucapnya lagi-lagi meminta maaf dan membiarkan air matanya luruh sepenuhnya di dalam pelukan sang Mama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!