Tok tok tok!
"Zae! Bangun, oe!" Suara Zety yang begitu melengking tidak mampu membangunkan Zahra yang masih asyik bergulat dengan selimut. Bahkan, sampai tangan Zety terasa kram, tetapi pintu tersebut belum juga terbuka.
"Zae! Bangun! Udah setengah tujuh! Katanya elu hari ini pertama kerja!"
"Elu berisik banget sih, Suk!" Margaretha menghempaskan tubuhnya dengan kasar.
"Temen elu, noh! Kalau tidur udah kaya kebo. Jangan-jangan kalau diperk*sa enggak kerasa."
"Astaga! Mulut elu laknat banget, Suk. Sama bestie kok ngomongnya gitu." Margaretha meminum teh panas yang berada di depannya.
"Mar! Teh gue!" pekik Zety, tetapi Margaretha tidak peduli dan tetap menghabiskan teh tersebut dalam sekali tenggak.
"Mending elu siap-siap aja. Bentar lagi Mas Gatra dateng, loh." Margaretha memainkan ponsel dalam genggaman.
"Elu enggak lihat? Gue udah siap, cantik gini?" Zety menunjukkan penampilannya dari atas sampai bawah. Margaretha pun memindai tubuh Zety, dan mendes*h kasar setelahnya.
"Gue tahu kalau ketemu Mas Gatra itu elu pasti dandan cantik, tapi gaya sok paling cantik," hina Margaretha. Namun, sepersekian detik kemudian Margaretha menjerit saat Zety menarik telinganya dengan kencang. "Sial! Sakit, Suk!"
"Makanya kalau ngomong jangan seenak udel sendiri." Zety pun ikut mendudukkan kasar tubuhnya di samping Margaretha.
Namun, baru saja hendak memejamkan mata, terdengar bunyi klakson dan dengan bergegas Zety keluar dari rumah. Bahkan dia menyambar tas yang tergantung di dekat sofa dengan terburu. Margaretha hanya menggeleng melihat sahabatnya.
Kasihan banget elu, Suk. Moga aja Mas Gatra bisa ngebuka pintu hatinya dan bisa mencintai elu.
***
Zahra baru saja membuka kedua mata dan dia tersentak saat melihat jam beker sudah menunjuk angka tujuh. Zahra baru mengingat kalau ini adalah hari pertama kerja. Dengan langkah yang sangat terburu, Zahra turun dari tempat tidur, mengambil handuk lalu berlari ke kamar mandi.
Tidak peduli bersih atau tidak ketika mandi, yang penting sudah bau sabun. Mandi bebek kalau kata orang-orang. Hanya butuh lima menit, Zahra sudah keluar dengan badan yang masih sedikit basah karena Zahra menggunakan handuk secara asal. Lalu dia mencari seragam yang baru diterima kemarin, masih dengan terburu.
"Elu udah bangun, Zae?" Margaretha yang baru keluar dari dapur menatap tampilan sahabatnya
"Elu jahat banget sih, Mar. Gue udah bilang hari ini gue pertama masuk kerja. Kenapa kalian enggak bangunin?" Zahra memakai sepatu lalu menali dengan cepat.
"Lah, gue sama Suketi udah bangunin elu. Eh dasar elunya aja yang tidur kaya mayat." Margaretha menimpali untuk membela diri. Zahra hanya mendecakkan lidah.
Zahra segera mengambil kunci motor tanpa peduli pada teriakan Margaretha yang akan memakai motor tersebut untuk pergi. Bagi Zahra yang terpenting saat ini adalah dirinya bisa sampai di perusahaan milik Pandu tanpa terlambat.
Selama dalam perjalanan, bibir Zahra terus saja menggerutu saat merasakan laju motornya begitu lambat seperti siput. Bahkan, berkali-kali Zahra memukul speedometer untuk meluapkan kekesalan.
"Kenapa lagi ini?" Zahra bergumam saat motornya terasa oleng. Zahra pun menghentikan motor tersebut lalu turun dari sana dan melihat ban motornya bocor.
Zahra menggeram lalu menendang kencang ban motor yang telah kempes, tetapi sesaat kemudian dia mengangkat kaki dan merintih kesakitan.
"Oh, sial banget hidup gue! Kaki gue sakit banget pula!"
"Makanya, jangan sok jagoan."
Zahra terdiam saat mendengar suara dari arah belakang.
Ketika Zahra berbalik, dia terkejut saat melihat Arga sedang berdiri dengan sudut bibir tertarik membentuk senyuman tipis. Arga baru saja hendak ke rumah pribadi milik Pandu untuk menjemput atasannya tersebut. Namun, dia menghentikan mobilnya saat melihat Zahra yang sedang berdiri di samping motor.
"Pantesan gue sial ternyata ada Tuan Arga di sini," gumam Zahra.
"Kamu bilang apa?"
"Ti-tidak, Tuan." Zahra tergagap saat mendengar suara Arga yang begitu tegas. Bahkan, membuat tubuh Zahra seketika menciut.
"Hari ini adalah hari pertama kamu bekerja. Ingat! Kalau sampai terlambat maka Tuan Pandu tidak akan segan-segan memecatmu meski kamu adalah sahabat Nona Rasya!"
Zahra menelan ludah kasar saat mendengar omelan Arga yang panjangnya seperti rel kereta api. Apalagi saat melihat senyum Arga yang begitu meledeknya.
"Tapi, Tuan ... motor saya bannya bocor." Zahra memasang wajah memelas untuk menarik simpati, tetapi Arga tidak peduli.
Arga justru masuk ke mobil begitu saja. Zahra yang melihatnya pun tak kuasa menahan emosi. Berbagai umpatan keluar saat melihat mobil Arga perlahan menjauh.
"Gue sumpahin Tuan Arga kalau buang air besar kakinya ditekuk alias jongkok!" serapah Zahra.
"Neng, dimana-mana orang kalau buang air besar pasti jongkok kecuali closet duduk," timpal seorang warga yang berdiri di belakang Zahra.
"Eh iya, ya. Kenapa gue jadi kaya orang bod*h gini?" Zahra menonyor kepalanya sendiri hingga membuat orang tadi tertawa saat melihatnya.
Zahra pun dengan terpaksa mendorong motor yang beruntungnya berjarak tidak cukup jauh dari tempatnya tadi. Ketika baru saja di bengkel, Zahra terdiam saat melihat seseorang berhenti di sampingnya. Namun, saat melihat siapa orang itu, senyum Zahra merekah sempurna.
"Mas Yudha!" pekik Zahra.
Yudha melepas helm lalu turun dari motor, "Motormu kenapa?" tanya Yudha.
"Bocor." Zahra menjawab manja.
"Astaga, kalau begitu taruh motormu di sini aja dan kamu berangkat sama aku." Yudha menawari. Tanpa menunggu lama, Zahra langsung menyanggupi. Dia tidak menyangka kalau akan bertemu lelaki yang dia kagumi dan selalu menjadi malaikat penolong untuknya.
Setelah Zahra duduk membonceng, Yudha pun segera melajukan motornya menuju ke Perusahaan ADS Group. Yudha sedikit mempercepat lajunya karena waktu yang sudah sangat mepet.
Sepuluh menit berada dalam perjalanan, Yudha memarkirkan motornya di parkiran, sedangkan Zahra bernapas lega karena dirinya tidak jadi terlambat. Zahra pun menghubungi Margaretha untuk mengambil motornya di tukang tambal ban tadi.
"Ayo, Ra. Kita masuk." Yudha hendak menggandeng tangan Zahra, tetapi baru saja Zahra hendak meraihnya, Yudha sudah menarik tangannya kembali. Dia baru mengingat kalau saat ini sedang di area kantor dan Yudha tidak ingin ada gosip beredar tentang dirinya yang notabene masih anak baru.
Zahra mendesis kecewa. Padahal baru saja dia akan bergandengan tangan dengan Yudha, tetapi lelaki itu sudah keburu menarik tangannya.
"Aku naik dulu, Ra. Kamu di lantai bawah?" tanya Yudha saat mereka sudah memasuki lobby.
"Iya, Mas. Hati-hati." Zahra berkata gugup. Yudha hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan Zahra.
Sementara Zahra, mendekati seorang lelaki yang memakai seragam yang sama dengan dirinya. Zahra pun menghela napas lega karena lelaki tersebut merupakan office boy yang berada di satu bagian dengannya. Dengan langkah antusias, Zahra mengikuti lelaki tersebut menuju ke ruangan khusus untuk mereka. Zahra tidak mengetahui kalau jauh di belakangnya ada seorang lelaki yang sedang mengepalkan tangan saat melihat Zahra berjalan dengan lelaki lain.
Arga berjalan di belakang Pandu menuju ke lantai teratas di mana ruangan Pandu berada. Ekor mata Arga terlihat melirik ke kanan dan kiri untuk mencari sosok gadis yang terus saja mengganggunya. Sudut bibir Arga tertarik sedikit saat melihat Zahra sedang membersihkan area lobby.
Gadis itu tampak cantik dengan memakai seragam office girl, rambut panjang yang dikucir tinggi meskipun tanpa polesan make-up. Namun, kecantikan Zahra benar-benar alami hingga membuat Arga terpesona apalagi saat Zahra sedang sangat ceroboh. Begitu menggemaskan menurut Arga.
"Aduh!"
Arga mengaduh saat wajahnya menabrak punggung belakang Pandu yang berhenti secara mendadak. Pandu berbalik lalu menatap Arga penuh selidik. Sementara Arga menunduk, dia sangat yakin setelah ini Pandu akan memarahinya habis-habisan.
Arga tidak tahu kalau Pandu sedang menatap sekitar lalu tersenyum sinis saat melihat keberadaan Zahra yang sedang bekerja. Pandu tahu, apa yang membuat asistennya tersebut menjadi ceroboh seperti saat ini.
"Maaf, Tuan." Melihat Pandu yang hanya diam, Arga menjadi tidak enak sendiri.
"Ga, apa kamu mau kuturunkan menjadi seorang office boy di kantor ini?" tanya Pandu setengah meledek.
"Anda kejam sekali, Tuan." Arga mendongak, lalu menatap Pandu dengan memelas. Sementara Pandu berusaha untuk menahan tawa.
"Sekali lagi kamu tidak fokus seperti tadi maka aku akan membuatmu benar-benar memakai seragam OB!" tegas Pandu. Arga hanya mengangguk mengiyakan. Mereka berdua pun melanjutkan langkahnya, lalu masuk ke lift dan menuju ke lantai atas.
***
Zahra sangat menikmati pekerjaannya. Bahkan, sesekali dia berdendang lirih sembari membersihkan lantai yang tidak terlalu kotor tersebut. Di saat sedang sibuk melakukan pekerjaannya, gerakan tangan Zahra terhenti sesaat ketika melihat Yudha keluar dari lift bersama seorang wanita cantik.
Bahkan, mereka berdua terlihat sangat akrab. Zahra meremas gagang sapu yang sedang digenggam saat merasakan sebuah rasa sakit terasa menusuk ulu hatinya. Zahra berusaha menepis perasaan itu, tetapi ketika Yudha dan wanita itu makin dekat, hati Zahra makin seperti diremas kuat.
Apalagi, saat Yudha tidak acuh padanya. Ketika Zahra memanggil nama Yudha, lelaki itu hanya tersenyum tipis dan berlalu pergi begitu saja. Kembali mengobrol dengan wanita cantik yang memakai kemeja warna merah muda juga blazzer warna hitam. Zahra pun berusaha menghilangkan pikiran jelek yang begitu mengganggu.
"Ra, kamu sudah selesai nyapu?" tanya Office boy bernama Regar yang bersamanya tadi.
"Hampir, Mas." Zahra menjawab sopan. Walaupun mereka sama-sama tukang bersih-bersih, tetapi Zahra menghomati Regar yang sudah menjadi senior di sana.
"Kalau begitu aku akan mulai mengepel." Zahra hanya mengangguk saat Regar mulai melakukan tugasnya dan dia pun menyelesaikan kegiatannya.
Tanpa terasa, jam makan siang telah tiba. Regar mengajak Zahra menuju ke kantin kantor yang memang disediakan untuk para karyawan ADS Group. Awalnya Zahra menolak karena malu, tetapi cacing di perutnya seolah meronta meminta jatah. Dengan terpaksa, Zahra pun menerima ajakan Regar.
Namun, belum juga sampai di kantin, Zahra menghentikan langkahnya saat mendengar suara yang tidak asing memanggil namanya. Zahra berbalik dan tersenyum semringah saat melihat Rasya sedang melambai ke arahnya.
"Zaenab!"
Zahra pun berlari mendekati Rasya untuk memeluk sahabatnya itu. Namun, Zahra tidak melihat kalau Arga juga sedang berjalan mendekati Rasya, Zahra pun berusaha keras untuk menghentikan langkahnya, tetapi terlambat. Zahra tetap saja menubruk tubuh bidang Arga hingga jatuh terjerembab di atas lantai.
"Astaga, pantat gue!" Zahra merintih saat pant*tnya terasa nyeri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!