Bab 1. Ayah!
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Perumahan Taman Gading
***
Raka
Sepasang sepatu mengkilap yang membungkus kaki jenjang seorang pria tengah terlihat menapaki lantai marmer bersih nan licin. Kaki milik seorang pria yang berwajah letih dan lesu.
Ia berjalan menuju kedalam rumahnya yang besar malam itu. Rutinitas sama yang telah ia lakoni selama ini.
" Citra lagi apa mbak?" Ia bertanya kepada Mbak Nining, pengasuh Citra yang kedapatan tengah turun untuk mengambil air.
" Non Citra demam, Den. Itu Ibuk lagi ada di sini sama Mbak Kalyna!" Tutur wanita itu dengan wajah muram dan takut.
" Demam? Sejak kapan?" Sahutnya dengan nada bicara penuh kekhawatiran.
Raka tentu saja begitu terkejut. Baru tadi pagi ia menelpon putrinya itu dan mengutarakan jika ia akan pulang terlambat malam ini dan terdengar baik- baik saja.
" Siang tadi Den, tadi berantem sama temannya, terus jatuh!" Ucap Mbak Nining penuh sesal. Wajahnya muram karena dirundung ketakutan.
Mata Raka membulat, ia hendak memarahi penjaga anaknya itu. Namun sebuah suara, membuat niatnya urung.
" Dari mana aja jam segini kamu baru pulang Ka?" Andhira terlihat menapaki anak tangga rumah Raka dengan wajah ingin marah. Berjalan mendekati anaknya yang terlihat lelah.
" Mama!" Raka meninggalkan Nining dan segera menuju ke tempat Andhira dengan wajah suram. Jelas mamanya itu telah salah duga.
" Raka lembur hari ini, banyak banget masalah di kantor!" Wajah Raka menyiratkan lelah dan letih.
" Kamu ini apa enggak ada staff di kantor? Kok lembur terus. Perasaan dulu papa kamu gak begini-begini amat Lo!" Wajah Dhira besengut karena memprotes anaknya. Wanita itu tak bisa mentolerir jika menyangkut cucunya.
" Kamu harusnya bisa fokus ke Citra dong Ka!"
"Minimal tahu kalau anak kamu itu di sekolah lagi gak beres!"
" Kamu ada Niko yang bisa kamu bantu buat handle semuanya kan?" Dhira menatap putranya penuh sesal.
" Coba kamu buka hati kamu Ka. Banyak kok ibu sambung yang baik, yang bisa jadi temen buat Citra kalau kamu sibuk begini. Mau sampai kapan?"
Dhira sangat kasihan sekali dengan cucunya yang saat ini terlihat murung. Bocah TK Nol kecil itu kerap marah jika teman-temannya jahil dan menanyakan keberadaan sang mama. Bullying.
" Raka capek ma, gak usah bahas itu dulu!"
" Raka mau nengok Citra dulu!" Pria dengan kumis tipis itu melenggang pergi saat mamanya lagi-lagi membahas hal itu. Ia tak ingin mendebat sang mama. Meski ia tahu, tujuan mamanya pasti merupakan sebuah kebaikan.
Dhira membuang napasnya dengan wajah muram. Merasa kasihan sekali dengan hidup putranya yang harus menjadi duda di usianya yang masih muda.
Raka melempar jasnya ke kamarnya, melonggarkan dasi serta melepaskan sepatunya. Ia menggulung kemejanya lalu mencuci tangan dan wajahnya barang sejenak.
Menatap diri di dalam cermin. Ia terlihat lelah sekali. Luar dalam. Lahir batin.
" Visya?" Lirihnya dalam hati yang sebenarnya ingin menjerit. Memanggil nama almarhumah istrinya yang telah melesat ke nirwana.
Sejurus kemudian Raka membuka pintu kamar anaknya, terlihat adiknya Kalyna tengah membacakan cerita dongeng pada putrinya yang berbaring pucat diatas ranjang.
" Ayah!" Seorang gadis kecil berusia lima tahun dengan dua mata jernih kini terlihat menyambut kedatangan Raka.
" Hey! Lagi apa? Wah di temani onty ya?" Raka berucap seraya menutup pintu kamar putrinya itu.
" Onty jago banget kalau baca Yah!" Gadis kecil itu kini terlihat membetulkan posisi baringnya.
" Emm anak Ayah udah wangi banget!" Raka menciumi pipi dan rambut Citra. Penuh kasih. Penuh cinta.
" Citra susah banget makan mas. Dari tadi nanyain ayahnya terus. Makanya aku bacain ini dulu sambil nunggu mas Raka datang. Nih coba, ini baru diantar mbak Nining. Mau makan nunggu mas Raka katanya!"
Kalyna mengangsurkan semangkuk bubur yang memang masih hangat kepada Raka dengan wajah muram. Berharap Citra mau membuka mulutnya jika sang Ayah yang menyuapi.
" Kamu kapan datang?" Jawab Raka sembari mengaduk bubur anaknya.
" Tadi sore, mama di kabarin Mbak Nining. Mau telpon mas takut katanya. Jangan galak-galak sama pembantu mas!" Kalyna kini membantu Citra untuk berselanjar.
" Gitu mama nyalahin aku tadi!" Mendecak dalam hati. Sepertinya mamanya itu lebih sayang ke cucunya. Mengingat jika terjadi sesuatu kepada Citra, mamanya itu langsung sigap menuju TKP. Seperti saat ini misalnya.
Raka tak menyahut, ia lebih memilih fokus kepada Citra meski jiwa dan raganya tengah letih sekali.
" Anak Ayah makan dulu yah! Nanti sambil cerita, kenapa kok princess nya ayah tiba-tiba demam!" Raka mengusap lembut rambut hitam Citra.
Bocah itu tersenyum dan mengangguk.
" Onty disini aja ya. Nemenin Citra, Citra takut ayah marah nanti!" Bocah bersuara lembut itu menarik lengan putih milik Kalyna.
Membuat Raka saling melirik dengan adiknya yang beda papa itu.
" Oke princess, nanti kalau Ayah marah, biar onty cubit deh!" Tukas Kalyna sembari terkekeh. Jelas ia tahu isi pikiran kakaknya itu.
Citra tersenyum meski dengan wajah pucat. Onty nya yang cerewet itu benar-benar tak pernah kehabisan kata-kata pamungkas.
" Aaaa!" Raka menyuapkan satu sendok bubur sembari turut membuka mulutnya.
" Aemmm!" Ucap Kalyna saat keponakannya itu melahap suapan dari Raka. Membuat Citra meringis.
" Anak pinter! Harus habis, biar besok sehat, terus kita bisa renang deh!" Tukas Kalyna senang seraya mengusap lembut rambut hitam berkilau milik keponakannya.
Raka tersenyum senang. Pasalnya, adiknya yang cerewet itu selalu bisa membuat suasana ceria. Terlebih, Citra kerap menangis seorang diri kala banyak yang menanyakan keberadaan ibunya .
Hati Raka sebenarnya menjerit. Tapi jalan hidup memang seperti sebuah buku. Cerita selanjutnya tidak akan pernah kita ketahui, jika kita tidak membukanya.
...🌺🌺🌺...
The Paradise Pub
***
Jodhistira
Sementara itu di waktu yang sama, namun berada di belahan bumi yang lain, seorang pria tengah tersenyum sembari meremas foto wanita.
Jodhistira. Pria kini menjadi cassanova yang tengah menyimpan dendam kepada seorang wanita yang ia kenal sejak dulu.
Lintang.
Singkat cerita Jodhi diam-diam menyukai Lintang sejak SMP. Pertemuannya saat di lapangan Voli beberapa tahun silam saat ia menunggui Raka, menjadi titik mula tumbuhnya rasa cinta monyet.
" Gue gak suka sama elo Jo. Sory! Tapi gue sukanya sama Raka!"
" Maaf Jo, tapi aku gak pernah suka dengan pria nakal dan bandel seperti kamu!" Ucapnya di lain hari sewaktu Jodhi mengutarakan kalimat mendayu pernyataan cintanya.
Well, Raka memang pribadi sempurna yang kerap di incar para gadis-gadis karena sikapnya yang tenang dan cerdas. Tak seperti dirinya yang bandel, berandal dan suka berkelahi.
Ia kehilangan jejak Lintang setelah lulus sekolah SMA. Menurut kabar angin, gadis itu pindah ke kota lain bersama keluarganya. Entah kemana.
Tahun-tahun telah berlalu,
Sampai suatu hari, ia yang telah lulus dari universitas di luar negeri dan mulai mengurusi pekerjaan bersama Papa Bastian, tanpa sengaja ia bertemu Lintang di sebuah cafe plus-plus.
Dan hari itu adalah hari ini.
Tapi, yang membuatnya cukup terkejut ialah, mengapa Lintang berpakaian sangat minim dan sibuk melayani tamu.
" Kau dulu menolak ku dengan alasan aku bandel dan nakal. Sekarang lihatlah dirimu? Bahkan kau seperti sedang melacurkan diri Lin!"
Jodhi Tersenyum sumbang sembari terus menata wanita yang kini sibuk menemani pria tua berjas hitam.
Malam itu, ia bersama Papa Bastian kebetulan tengah menemui calon investor untuk pelebaran Dapur Isun yang kini sudah memiliki banyak sekali cabang di seluruh kota di penjuru tanah air.
Relasi Papa Bastian kebetulan meminta mereka untuk bertemu di cafe plus-plus kelas kakap itu.
" Pa, aku ke toilet sebentar!" Ucap Jodhi sembari berdiri. Bastian membalas dengan anggukan. Hal lumrah yang terjadi saat kita berada di luar.
" Hey! Apa wanita itu bekerja disini sudah lama?" Jodhi bertanya kepada salah satu pegawai yang sepertinya merupakan sebuah cleaning servis disana.
" Yang mana Tuan?" Pria itu menyapukan pandangannya ke arah dimana mata Jodhi menatap.
" Yang pakai baju hitam, rambut sebahu!"
" Oh, itu...baru setahun Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
" Apa dia open BO?" Tanya Jodhi. Sungguh tak bisa berbasa-basi.
" Bisa jadi!" Ucap pria itu yang entah mengapa membuat Jodhi merasa marah.
" Kau dulu menolak ku dengan alasan aku seorang pria nakal . Dan sekarang kau menjual dirimu seperti ini?" Jodhi tersenyum licik.
" Bisa kau memesankan dia untukku!" Jodhi saling menatap dengan pria pekerja itu. Menyiratkan hal jika Jodhi akan membayar berapapun uang yang pria itu harapkan.
.
.
Meja 07
" Baik Tuan, sekali lagi terimakasih. Anda bisa menghubungi Putra saya Jodhi untuk info selanjutnya!" Bastian menjabat tangan rekan bisnisnya itu. Namun Jodhi malah celingak-celinguk mencari seseorang.
" Pssttt! Jo!" Bastian menyenggol lengan putranya karena tamu di depannya sudah mengatungkan tangannya ke arah Jodhi.
" Oh...maaf maaf. Terimakasih banyak Tuan!" Sambut Jodhi dengan gelagapan. Haishh, anak itu!
Bastian menggelengkan kepalanya.
Usai rekan bisnisnya pergi, Bastian ingin mengajak anaknya pulang. Tentu saja ia tak ingin jika Rania ngomel nanti.
" Ayo Jo, mamamu udah ngamuk-ngamuk nih. Minta di bawain kwetiaw. Mana papa ngantuk banget lagi!" Tukas Bastian yang memang terlihat lelah.
" Papa duluan aja ya, Jodhi mau ketemu sama temen. Bilang aja sama mama kalau Jodhi ada urusan!"
Bastian menggelengkan kepalanya sembari tersenyum penuh arti. Oh jelas ia juga pernah muda.
" Teman apa teman?" Goda Bastian mengerlingkan matanya kepada Jodhi.
" CK, beneran? Udah papa pulang dulu. Nanti mama ngamuk baru tau rasa!" Jodhi terkekeh. Memperingati Bastian akan resiko yang bisa di dapat jika ia meninggalkan Rania terlalu lama.
" Anak sama mamanya sama aja. Sama-sama tukang ancam!" Dengus Bastian yang membuat Jodhi terkekeh.
" Ya udah, papa pulang ya. Cari istri yang bener Jo. Masa kalah sama Raka !" Papa Bastian menepuk bahunya.
Sejenak Jodhi tertegun. Dari dulu ia memang selangkah di belakang kakaknya itu. Tapi ia tak pernah mempermasalahkan. Ia tahu diri akan hal itu. Raka merupakan sosok kakak yang ideal.
" Dari dulu Raka memang selalu menang Pa!"
Lirihnya dalam hati yang merasa menjadi pengecut karena masih saja cemburu kepada Raka, bahkan meski tahu jika Raka tengah berada dalam titik nadir hidupnya saat ini.
.
.
.
.
To be continued...
.
.
.
Note:
Di beberapa part awal, author memang sengaja ngasih spill konflik Jodhi dan Lintang ya readers. Thanks for read 😘
Ingat, baca kisah mereka saat kecil dulu, agar lebih nyambung 🤟
Bab 2. Sepenggal kisah
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Raka
" Papa mandi dulu , kamu sama onty sebentar ya!"
Usai menyuapi Citra, ia kini hendak membersihkan dirinya dulu. Berharap rasa lelah yang menyerang dirinya sirna bersama tetasan air yang membasuh tubuh liatnya.
Sensasi air dingin ia resapi dalam-dalam. Mengalir di tiap inci kulitnya yang terlihat bersatu dengan otot-otot tubuhnya yang keras.
Ia menyurai rambutnya yang basah. Mata yang terpejam itu kini tanpa sengaja teringat akan bayangan wajah istrinya dulu.
" Titip Citra mas!''
Kalimat itu terus saja terngiang-ngiang di dalam pikirnya. Ucapan lembut yang keluar dari bibir sang istri sewaktu wanita itu menuju tempat operasi jelang Caesar anak kedua mereka.
Perasaan bersalah, menyesal, dan marah berkecamuk dalam hati. Menyerang sanubari terdalamnya.
" Raka!"
" Ka!"
Suara Mama sukses membuat dirinya mempercepat ritual mandinya. Tangan berotot itu terlihat menyambar handuk lalu membebatkannya ke bawah pinggang. Raka terlihat segar sekali.
CEKLEK
Pintu kamar mandi terayun dan menampilkan sebagian tubuhnya yang masih basah. Menatap Mama sambil menggosok rambutnya yang masih meneteskan air.
" Astaga kamu mandi lama amat! Ya udah mama tunggu di bawah, Citra barusan Mama lihat udah tidur. Mama pingin ngobrol sama kamu!"
Raka mengembuskan napasnya pasrah. Jelas Mama akan membicarakan soal ibu sambung untuk Citra lagi. Dan dia selalu No untuk hal itu.
Haish!!!
Tapi Raka tetaplah Raka. Pria yang selalu menuruti sang Mama sedari kecil. Kelamnya rekam jejak masa lalu papanya, seolah menjadi cermin dirinya untuk tak berlaku sama. Sebagai pria sejati, menyakiti hati wanita itu merupakan hal yang harus ia hindari.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kakinya yang terdengar jelas saat menapaki anak tangga. Disana sudah terlihat Papa Abimanyu.
" Papa! Kapan datang?" Raka mencium takzim tangan Abimanyu yang rupanya sudah datang ke rumahnya.
" Barusan. Kamu masih sering lembur?'' Ucap Abimanyu yang kini melihat Raka tengah mendaratkan tubuhnya ke sofa di hadapannya.
Menatap dirinya yang jelas tak bersemangat.
Raka mengangguk " Kasihan Niko Pah. Ada anak buah yang korup di divisi keuangan!" Tutur Raka sembari menyalakan remote TV malam itu.
" Kasih tahu dia Mas. Dulu mas juga enggak begitu amat kan? Citra ini butuh peran orang tua Ka!"
Sahut Mama yang muncul dari arah belakang, terlihat membawakan beberapa cangkir berisikan teh hangat dan kudapan.
Raka mengembuskan napasnya pasrah. Itu lagi- itu lagi. Abimanyu membenarkan posisi duduknya, menghadap ke arah anaknya yang kini fokus mengganti channel TV.
" Prinsip dari assiten itu untuk memudahkan pekerjaan kita Ka. Jadi jangan semua- muanya kamu yang ngerjain. Rugi bayar orang kalau kamu masih ngoyo begitu!"
Raka tertegun sambil memperhatikan Andhira yang meletakkan cangkir ke hadapan dua pria itu. Mengabaikan siaran berita lokal yang menayangkan aksi demontrasi para mahasiswa.
" Mama kamu benar, soal Citra ini jangan kamu anggap enteng. Papa enggak mau cucu papa kenapa-kenapa!" Ucap Abimanyu terlihat serius.
" Besok Raka mau datang ke sekolahnya!" Sahutnya cepat. Berusaha membuat kedua orangtuanya tahu jika ia juga seorang papa yang responsible.
" Bukan masalah kamu datang ke sekolahnya atau enggak, bukan juga soal kamu bisa marahin semua guru bahkan anak yang nyerang anak kamu, bukan itu!" Abimanyu berusaha memberikan pengertian untuk Raka.
" Ini soal peran kamu sendiri!"
Raka tertegun dan memilih mematikan Chanel TV yang makin membuat pikiranya semrawut saja.
" Kamu enggak bisa terus- terusan begini. Kamu masih muda, Citra juga butuh sosok wanita Ka. Pikirkan ini agar jalan kamu kembali seimbang!" Ucap Mama lagi-lagi.
Andhira menatap wajah putranya serius. Sudah sering sekali mereka berbicara serius begini. Mereka ingin Raka mau membuka hatinya untuk orang lain.
" Papa tahu kamu mencintai Visya. Tapi dalam perjalanannya, Citra membutuhkan Ibu nak!"
Sekarang Raka semakin mumet. Bukannya tidak ada yang mau dengannya, ada banyak bahkan berlomba-lomba malah. Namun, jujur posisi Visya di hatinya benar-benar telah paten.
" Jika kamu menolak rekomendasi dari papa, papa kasih kesempatan kamu untuk mencari sendiri!" Ucap papa Abimanyu. Jelas makin mengusik keteguhan hatinya.
Baru beberapa Minggu yang lalu, Papa Indra dan Mama Anggi juga memintanya mencari Ibu sambung untuk Citra. Sekarang, Papa Abimanyu dan Mama Dhira juga melakukan hal yang sama.
Oh astaga, ingin rasanya Raka menenggelamkan diri ke dasar bumi saja. Huh!
.
.
...🌺🌺🌺...
Jodhistira
" Maaf Tuan, Melati belum free. Dia penuh malam ini!" Tutur pria yang tadi ia temui. Membuatnya sedikit mendengus kecewa.
" Jadi nama malamnya Melati?"
" Berani sekali dia menolakku, aku ingin bertemu dengan manager cafe ini!" Sorot mata Jodhi begitu mengintimidasi pria itu.
" Ta.. tapi.."
" Ambil dan bawa aku kesana!" Ucap Jodhi mengeluarkan koceknya yang lumayan.
Pria itu meneguk ludahnya dengan tubuh bergetar, uang bergambar proklamator berjumlah lebih dari tujuh lembar itu jelas membuat dirinya goyah.
" Sebelah sini Tuan!"
Jodhi membuang puntung rokoknya usai hisapan terakhir sebelum ia mengikuti pria itu. Benar-benar tidak sabar untuk menemui Lintang.
Ia membuntuti pria itu melewati lorong-lorong gelap dengan suara musik yang memekakkan telinganya.
Tok
Tok
Tok
Pria itu terlihat mengetuk sebuah ruangan dengan pintu dari kaca tebal, terlihat eksklusif sekali.
" Masuk!"
Ia turut mendengar suara sahutan dari dalam. Tanpa menunggu lagi, ia kini memasukinya ruangan luas dimana ia melihat pria gemuk yang tengah memangku wanita sexy, terlihat buah dadanya menyembul keluar. Wow!
" Bos saya ma.."
" Saya ingin bicara dengan anda!" Ucap Jodhi memotong ucapan pria itu. Membuat pemilik papan nama bertuliskan Zaky itu membulatkan matanya.
" Kita lanjutkan nanti sayang!" Zaky mencium mesra bibir wanita binal itu. Benar-benar menjijikkan.
Ia hanya diam dengan wajah dingin saat wanita dan pria itu keluar. Kini, menyisakan dirinya dan seorang manager cabul dalam ruangan bercat monokrom itu.
" Aku ingin Melati malam ini juga!"
Pria itu tertawa " Melati tidak open BO, dia hanya pelayan. Kau bisa menyewa..."
KLAK
KLEK
Zaky mendelik saat Jodhi dengan gerakan cepat menarik pistol dan mengokangnya dalam waktu sepersekian detik. Sial!
Ya, Jodhi memang selalu membawa benda itu untuk melindungi dirinya.
" Jangan main-main kamu!" Zaky ketakutan, kenapa bisa ada pria kurang ajar di cafenya. Sial!
" Apa kau polisi?" Tanya Zaky dengan wajah pias.
" Apa aku terlihat bukan seperti bajingan?" Jodhi menarik senyuman licik.
Oh Shiit!
" Melati tidak open BO, sudah aku katakan. Dia hanya pelayan!"
" Lagipula jadwal dia penuh malam ini!" Zaky tentu saja bingung, jelas ia akan mendapatkan masalah jika main comot wanita yang jelas sudah di order itu.
" Oh ya? Kau pikir aku percaya? Bagiamana bisa wanita dengan pakaian minim tidak open BO?"
.
.
BRAK
Lintang yang tengah sibuk menuangkan minuman kepada tamunya dibuat terkejut akan kehadiran seorang pria yang memasang wajah dingin bersama managernya.
" Apa-apaan ini?" Ucap tamu pria yang tengah di layani oleh Lintang. Terlihat tidak suka.
" Sa..saya mohon maaf Tuan. Tapi..Melati harus..!" Zaky benar-benar bingung harus memulai dari mana. Pria gila itu terus saja mengancamnya lewat tatapannya yang begitu mengintimidasi.
Lintang terlihat bingung, apa maksudnya?
Zaky melakukan gerakan kepala sebagai tanda bagi Lily untuk membawa pria itu keluar. Menyisakan Lintang yang dibuat bingung.
" Tuan, Melati hari ini saya gantikan. Mari!" Ucap Lily dengan kalimat penuh rayuan yang sukses membuat tamu itu melupakan Melati.
Kini Lintang alias Melati benar-benar dibuat tak mengerti. Ada apa ini? Mengapa Zaky main ganti begitu saja.
" Melati, layanilah Tuan ini dengan baik. Dia sudah membayar empat kali lipat!" Ucap Zaky menatap sendu wajah Lintang. Menyiratkan jika ia terpaksa.
.
.
Lintang
Sejak kematian papanya, ia menjadi tulang punggung untuk keluarganya. Ibunya sedang sakit keras. Kanker payudara yang di derita ibunya kian memperburuk kondisi keuangan mereka.
Kemoterapi dan juga pengobatan pendukung yang membutuhkan dana yang tak sedikit, jelas menjadi hal yang sifatnya memaksa Lintang untuk berbuat apapun.
Kehidupannya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat, ia yang kesulitan mencari pekerjaan terpaksa bergabung menjadi pemandu lagu juga pelayan demi membiayainya diri dan juga keluarganya.
Zaky merupakan pria yang pernah di tolong Lintang. Pria itu nyaris mati saat akan di keroyok oleh preman. Beruntung, Lintang yang lewat , mampumenolong meski ia sendiri babak belur dan harus berteriak meminta pertolongan orang lain.
Dari pertemuannya itulah, ia mendapat tawaran pekerjaan. Merasa berhutang budi, Zaky kemudian memperkerjakan Lintang di cafe plus-plus miliknya.
" Tenang, saya akan memilihkan tamu yang tidak akan macam-macam sama kamu!"
" Nanti kalau kamu sudah dapat kerjaan lain, kamu bisa keluar dari sini!"
Mungkin tidak akan ada yang percaya jika Lintang masih perawan. Zaky yang baik hati memang menjaga betul wanita itu. Dari kisah sulit yang dibeberkan olehnya, Zaky merasa iba dengan jalan terjal wanita manis itu.
Namun, saat datang seorang pria kurang ajar yang berani menodongkan pistol ke arahnya, ia tak tahu akan seperti apa nasib Lintang kemudian.
Jodhistira sialan!
"Melati, layanilah Tuan ini dengan baik. Dia sudah membayar empat kali lipat!" Hanya itu yang bisa ia ucapkan. Ia kini tahu siapa Jodhi. Orang yang cukup berpengaruh dan anak pemilik Dapur Isun.
Ia bisa melihat sorot mata penuh tanya dari mata pria berkepribadian ganda itu. Ia kini terlihat memandang wajah pria yang menurutnya tak asing. Pria bertinggi diatas seratus delapan puluh itu terlihat sangat familiar.
Tapi dimana mereka pernah bertemu?
.
.
.
.
To be continued...
Bab 3. Losing Valuable Things
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Jodhistira
Ia menutup pintu ruangan itu dengan cepat, bahkan ia mengantongi kunci itu dengan semaunya. Tak membiarkan wanita itu lolos.
" Apa-apaan ini?" Lintang beringsut mundur dan terlihat ketakutan. Setelah main comot order tanpa konfirmasi, kini pria itu terlihat sangat menakutkan.
Jodhi terus berjalan, kini tubuh Jodhi dan Lintang semakin tak berjarak. Jodhi meraba pipi dan kini menyentuh dagu wanita itu. Menatap Lintang dengan sorot mata tajam dan dingin.
" Aku sudah membayarmu mahal, jadi kau harus melayaniku dengan baik!" Jodhi berkata sembari menatap Lintang penuh arti.
Lintang bahkan bisa menghirup aroma tubuh kita itu. Benar-benar liar.
Wanita itu justru ketakutan dengan sikap Jodhi yang begitu mengintimidasi. Apalagi, ia sempat menangkap raut ketakutan dari wajah manager- nya tadi saat berkata kepada dirinya.
Ada apa sebenarnya?
" Iku aku!" Jodhi menarik lengan Lintang dengan paksa.
"Lepas!" Lintang memberontak. Sungguh, ini adalah kali pertamanya Lintang mendapatkan client seperti itu. Kasar dan kurang ajar.
" Apa kau tidak pernah datang kemari? Aku hanya melayani tamu di ruangan ini saja, aku tidak open BO!" Ucap Lintang yang mengusap pergelangan tangannya karena cekalan tangan Jodhi cukup kuat. Ia kini menatap sengit ke arah Jodhi.
" Kau bahkan tidak mengenaliku Lin!" Jodhi membatin, hatinya tertawa sumbang, sungguh ia rindu sekali dengan wanita itu. Tapi, bayangan Lintang yang menolaknya dulu benar-benar membuat Jodhi merasa terhina.
" Aku tidak perduli, bosmu sudah setuju dan aku sudah membayar ku mahal. Lagipula, wanita sepertimu harusnya beruntung bisa laku semahal itu kan?"
" Aku adalah satu-satunya orang yang berani membayarmu mahal. Kau tahu itu!"
Jodhi menatap Lintang tajam, entah mengapa ia sebenernya tak tega mengucapkan hal itu. Namun, rasa egonya benar-benar telah mengalahkan kewarasannya.
Mata dan hidung Lintang memanas. Ia terluka dengan ucapan Jodhi yang membombardir harga dirinya itu. Ia memang bukan manusia yang tahir dari dosa, tapi ia masih bisa menjaga mahkotanya yang berharga hingga saat ini. Meski ia bekerja dalam kubangan lumpur dunia malam.
" Aku tidak mau, aku bekerja hanya untuk menemani minum, bukan untuk tidur!" Lintang masih mendebat Jodhi.
" Wanita murahan sepertimu berani menolakku?" Jodhi mencengkeram rahang Lintang, membuat Wanita itu mendongak.
Mata Jodhi membulat dan urat matanya memerah. Ia sebenarnya marah karena melihat Lintang yang pasti sudah pernah ditindih dan di tiduri oleh banyak pria.
Jodhi sebenarnya tak terima akan hal itu.
PLAK!!
Lintang yang sudah diujung batas kesabarannya melayangkan tamparan kepada Jodhi, membuat pria itu kini menatap Lintang dengan napas memburu.
"Sial, bahkan aku masih tidak tega untuk menyakiti wanita ini!"
Jodhi sebenarnya merasa pipinya langsung kebas dan panas. Namun, entah mengapa ia sedikit tak tega melihat wanita itu menangis. Ia sadar jika mulutnya terlalu tajam dalam menyakiti Lintang.
Lintang menangis, hidupnya selama ini benar-benar sulit. Dan kini, tiba-tiba ada pria tak taat aturan saat bertamu di cafe itu dan berbicara hal yang begitu menyakitkan. Tahu apa pria itu soal hidupnya?
" Ikut!" Jodhi langsung merengkuh tubuh Lintang seperti memanggul karung beras. Sedikit menggelitik sih, tapi pria itu benar-benar ingin membawa Lintang pergi.
" Kalau pria lain bisa meniduri kamu dengan harga ratusan ribu, aku akan membayar sepuluh kali lipat. Aku ingin kamu tahu Lin, orang yang dulu kau hina kini bahkan bisa membeli seluruh tubuhmu!"
" Lepas!" Kau memang pria gila!"
Jodhi hanya diam meski Lintang memukul punggungnya tiada henti. Ia menatap tajam Zaky yang juga ketakutan
" Jika kau tak memberikanku wanita itu malam ini. Jangan harap dia tau bahkan kau bisa membuka tempat kecilmu ini besok!" Ucapnya sesaat setelah ia berhasil mengintimidasi Zaky di ruangannya tadi.
Zaky tak berani menolong, ancaman akan masa depan cafenya itu membuat dirinya tak memiliki nyali. Jodhi benar-benar berhasil mengintimidasi Zaky dengan kuasanya.
Sial!!!
Banyak pasang mata melihat kejadian itu, namun mereka mengira jika Lintang pasti tengah mabuk. Hal seperti itu sudah sangat lumrah terjadi di dunia malam. Bisnis lendir dengan segala *****-bengeknya sudah bukan rahasia umum.
Jodhi memasukkan Lintang secara paksa kedalam mobilnya melalui pintu kanan, sejurus kemudian ia turut masuk dan berada di depan kemudi. Anak dari Rania itu kini mengunci pintu mobilnya dengan automatic lock agar wanita itu tidak kabur.
" Buka Tolong!"
" Tolong!" Lintang memukul-mukul kaca mobil, namun tak satupun yang bisa mendengar.
" Sekalipun kau berteriak hingga serak, kau tidak akan pernah bisa keluar dari sini!" Ucap Jodhi tersenyum licik. Pria itu sejurus kemudian menginjak pedal gasnya dengan cepat, mobil itu benar-benar bermanuver kasar.
Kini Lintang benar-benar merasa mati kutu, entah apa yang akan terjadi nanti. Kenapa ia bisa mendapatkan tamu pria gila seperti itu. Oh astaga!
Sialan!
.
.
Raka
Malam itu, Papa Abi dan Mama Dhira serta adiknya Kalyna pamit pulang saat suhu tubuh Citra sudah mendekati normal. Meninggalkan dirinya bersama Citra.
Kini, Raka terlihat menarik selimut untuk anaknya, mencium kening Citra penuh kasih sayang. Ya, malam ini Raka akan menemani putrinya itu.
" Good night girls!" Ucapnya tersenyum sembari mengusap lembut rambut berkilau anaknya, sesaat setelah ia mencium kening Citra.
Hati Raka sesak, ia tahu mental anaknya benar-benar goyah. Apalagi, usia citra merupakan usia yang tengah butuh-butuhnya sosok pendamping.
Tapi keadaan selalu punya kenyataan. Huft!
DRRRTT!!
Papa Indra memanggil...
Raka menghembuskan nafasnya. Jangan sampai jika papanya tahu bila cucunya sakit beliau juga akan meminta hal yang sama. Tidak!
" Ya Pah, ada apa?" Ia terlihat memijat keningnya seraya membetulkan posisi setengah duduk, saat benda pipih itu sudah menempel ke cuping telinganya.
" Jatayu barusan lihat story WA nya Kalyna. Mereka lagi di rumah kamu? Apa Citra sakit?"
Raka memejamkan matanya seketika, adiknya itu benar-benar.
" Iya tadi demam, tapi sekarang udah mendingan!" Sahutnya dengan wajah lesu meski Papa Indra tidak bisa melihatnya.
" Berantem lagi sama temannya? Atau karena kenapa?"
" Makanya Ka, Papa udah bilang berkali-kali pindahin sekolah aja, atau kalau enggak kamu nikah lagi aja deh. Udah empat tahun kamu menduda!"
" Pikirkan anak kamu. Banyak ibu sambung yang baik, gak semua ibu tiri itu jahat. Contohnya mama Anggi!"
Tuh kan benar, itu lagi- itu lagi yang di bahas. Haduh, kini Raka benar-benar mumet dengan pembahasan yang ujung-ujungnya meminta dirinya menikah lagi. Tapi sungguh, ia benar-benar belum bisa melupakan cinta pertamanya.
.
.
Jodhistira
Ia membawa Paksa Lintang alias Melati ke sebuah hotel berbintang kelas terbaik di kota itu. Sebuah kamar executive suite room ia pesan bahkan dengan mudahnya. Saking seringnya pria itu menggunakan kamar yang sama.
The Royal Hotel.
Lintang kini pasrah saat tangan kekar itu mencengkeram kuat pergelangan tangannya. Benar-benar tak bisa lolos dari sang predator.
Lintang bahkan heran, kenapa Pria itu seolah membuat kesemua karyawan disana bungkam. Kalau begini ceritanya, jelas Lintang akan sangat susah untuk kabur.
Bahkan saat berada di dalam lift, aura mencekam kian begitu kentara. Membuat Lintang benar-benar ketakutan.
" Siapa sebenarnya kamu?" Lintang memberanikan diri untuk bertanya saat lift itu terlihat naik. Ia merasa seperti pernah melihat pria yang tengah memaksanya itu.
" Aku?" Jodhi menatap Lintang yang terlihat ketakutan di sampingnya. Menyunggingkan senyuman licik.
" Aku orang yang akan memilikimu 24 jam kedepan!" Jodhi tersenyum smirk. Membuat Lintang kini menelan ludahnya karena senyum pria itu sungguh mengerikan. Mati aku!
" Tuan kumohon lepaskan saya, saya...!" Lintang bahkan kini mengeluarkan jurus untuk memohon. Wanita itu bahkan memanggil Jodhi dengan penuh kesopanan. Ia benar-benar takut jika pria itu memakannya ( mengandung makna konotasi).
Jodhi bergeming, kini wanita itu bahkan merengek seperti bocah setelah beberapa waktu yang lalu ia sempat merasakan tamparan dari tangan halus itu. Damned!
Pintu lift itu terbuka, kini Jodhi dengan wajah datar dan tatapan dingin berjalan seraya tekun menyeret lengan Lintang dengan posesif dan kasar. Benar-benar pria asu!
Sebuah card lock terlihatlah digunakan Jodhi untuk membuka kamar hotel yang jelas berharga mahal itu. Membuat Lintang menelan ludahnya dengan susah. Sungguh ia takut.
.
.
Lintang
"AAAAAAA!"
Lintang berteriak karena Jodhi mendorong tubuh Lintang dengan kasar , hingga membuat tubuh wanita itu terpantul- pantul di atas kasur pegas ukuran besar itu.
Tubuh Lintang sudah sangat bergetar hebat saat ini, aduh bagiamana caranya kabur kalau sudah begini?
Ia beringsut mundur kala pria itu mulai mendekat. Mau apa pria itu?
" Istirahatlah dulu, karena 24 jam kedepan kau harus bisa memuaskan ku seperti kau memuaskan orang lain!" Ucap Jodhi penuh penekanan dan tersirat aura kemarahan di mata pria itu. Aneh sekali pikirnya.
Lintang benar-benar sedih kala hatinya dihujam dengan kata-kata pedas Jodhi. Pria itu sedari tadi tak hanya menyakiti Lintang dengan perbuatannya, namun juga dengan ucapannya yang terlontar bagai racun.
" Saya bukan pelacur!"
Ucapnya dengan suara bergetar menahan tangis. Ia memang bekerja di cafe plus-plus itu, namun hanya sebatas memegang dan juga mengelus barang pusaka pria berkantong tebal. Ia tidak pernah menemani tidur apalagi melayani naf su para pria nakal.
Itu sudah perjanjian, dan selama ini ia melakoni hal itu aman-aman saja.
Jodhi tertawa mengerikan. Oh andai saja Lintang tahu jika pria yang memaksanya itu merupakan pria yang pernah menyatakan cinta untuk dirinya dulu.
" Bukan pelacur? Lalu di sebuah apa? Lon te?"
Lintang terlihat mengeraskan rahangnya sembari menahan buncahan emosi yang membara.
Sejurus kemudian Lintang menangis, sungguh ia tak peduli jika selama ini banyak pasang mata yang memandangnya kotor, atau bahkan banyak bibir yang kerap mencibir. Ia hanya mementingkan ibunya. Dari mana lagi ia bisa mendapatkan uang untuk pengobatan ibunya?
Namun, entah mengapa ucapan Jodhi yang setajam silet itu membuat hatinya sakit. Di sandangi predikat yang bukan sebenarnya itu, jelas membuat hati Lintang terluka.
" Tolong Tuan, tolong jangan sakiti saya. Saya bisa memuaskan anda dengan cara lain!" Ia memberanikan dirinya untuk berbicara, bahkan merendahkan diri. Sungguh ia takut jika sampai Jodhi akan melahap selaput daranya.
" Bahkan saat aku sudah membayar mu dengan mahal pun, kau masih saja tidak mau Lin. Apa jika Raka yang memesanmu kau akan dengan sukarela menyerahkan tubuhmu?"
" Perempuan sok suci?" Jodhi mendorong tubuh Lintang dengan gerakan cepat, membuat dirinya langsung terlentang ke atas kasur itu.
Astaga bagaimana ini?
Jodhi merayap ke atas tubuh Lintang, kini pria itu mulai membuka kemejanya dengan cepat. Mata Lintang membulat demi melihat dada liat pria itu yang penuh dengan tato hingga ke punggungnya. Benar-benar sangar.
Lintang menangis, jelas ia akan habis oleh pria itu. Oh astaga, bagaimana ini?
.
.
Jodhistira
Ia benar-benar tersulut dengan ucapan Lintang yang makin membuatnya geram. Bayangan ucapannya sewaktu dulu kian membuat Jodhi marah. Bahkan, Jodhi merasa Lintang sok suci.
Ia sebenarnya ingin melakukan hal itu dengan lembut meski ia tahu jika Lintang seorang wanita penghibur. Namun kesombongan yang di tunjukkan Lintang membuat dirinya tak bisa berfikir jernih.
Jodhi terlihat menarik baju Lintang dengan Paksa. Membuang baju wanita itu ke sembarang arah.
Jakun Jodhi seketika naik turun demi melihat dua gundukan indah seputih susu yang benar-benar menggiurkan.
" Tubuhmu pasti sudah puluhan bahkan ratusan kali di jamah orang kan?" Mata Jodhi memerah, dengan gerakan kasar ia masih terus melucuti pakaian Lintang dengan tak sabar.
" Tuan kumohon, hanya ini yang aku punya untuk suamiku nanti!" Lintang bahkan sampai berucap memohon.
" Tolong kasihani aku Tuan!" Lintang bahkan masih memohon saat tubuhnya sudah setengah telan jang.
" Apa kau pikir aku percaya jika wanita sepertimu masih suci, hah?" Dalam hatinya terus saja menyangkal. Sakit hatinya benar-benar harus terlampiaskan. Ia ingin mencabik-cabik wanita itu saat itu juga.
Jodhi melu*mat bibir lintang dengan kasar, pria itu benar-benar telah menyakiti Lintang. Ia memilin puncak dada Lintang yang benar-benar menggairahkan itu. Sedikit merasa marah karena benda dengan bentuk seindah itu pasti sudah terobralkan.
Brengsek!
" Mmmmm!" Lintang yang kehabisan nafas kini memukul dada bidang Jodhi. Membuat Jodhi kini melepaskan sejenak ciumannya.
Jodhi menindih dan mengunci pergerakan Lintang, cassanova kelas kakap itu jelas lihai saat bertarung diatas ranjang. Oh man! jangan ragukan hal itu!
Kedua tangan lintang ia rentangkan senada dengan kedua tangan kekarnya yang bermasa otot liat. Jodhi melahap kuncup dada wanita itu. Lintang menggelinjang, secara fisik menolak namun naluri alami justru menyambut. Sial.
Jodhi meraba ujung pangkal pa ha Lintang yang rupanya sudah basah. Dengan seringai licik Jodhi kini menyambar bibir Lintang kembali.
Terasa begitu menggairahkan.
" Sepertinya kau juga menginginkannya!" Bisik Jodhi sekilas, membuat Lintang menoleh dengan wajah merah. Jelas itu diluar kendali Lintang.
Sialan!
Kelelakian Jodhi yang sudah mengeras jelas kini menuntut lebih. Pria itu benar-benar larut dalam gelombang hasrat. Niat hati ingin memberikan pelajaran untuk Lintang, kini malah ia harus menerima simalakama dari perbuatannya. Aset berharganya meronta- ronta ingin segera memasuki kedalaman sempit itu.
Jodhi mengarahkan aset pentingnya itu menuju celah sempit milik Lintang, ada hal yang aneh saat ia menghentak. Ini benar-benar sempit. Terlalu sempit.
Lintang merasakan sangat sakit dan perih saat sesuatu yang besar dan tumpul itu memaksa dan mendesak ingin memasuki dirinya.
Jodhi setengah terperanjat, benarkah jika wanita itu sedari tadi telah mengatakan kejujuran? Bagiamana ini?
Sudah kepalang tanggung, kepala benda pentingnya telah berada di ambang daging lembab itu. Jodhi melu*at bibir Lintang dengan harapan membantu wanita itu untuk mengurangi rasa sakit.
Oh sial, bagiamana ini? Apa dia telah melakukan sebuah kesalahan.
Otot lengan Jodhi kini terlihat mengetat saat ia memangku kepala lintang sambil terus mencium dan melakukan gerakan menghentak secara perlahan. Oh sial, she's still a virgin!
Really really virgin!
Jodhi merasa miliknya kini harus berusaha lebih keras saat celah sempit itu seolah sulit tertembus, dengan beberapa kali hentakan yang cukup ekstra, akhirnya Jodhi mampu menembus celah sempit itu.
Ahhhh!
Ia membiarkan sejenak kelelakianya yang sudah terbenam di antara celah sempit nan lembab milik Lintang itu. Kini, mereka berdua benar-benar tengah menyatu.
Sesal, merasa bersalah, marah, emosi. Entahlah, semua rasa bergabung bertangkup senada. Benar-benar sial!
Tanpa Jodhi ketahui, Lintang menitikkan air matanya kala bagian bawahnya kini terasa perih, seperih perasaan hatinya.
Sesuatu yang amat berharga, sesuatu yang selama ini ia jaga, telah hilang begitu saja.
Maaf Ibu!
.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!