...***...
Jakarta, Indonesia.
2020.
Rei Adhitama Arion, terdiam di belakang pagar besi yang membatas jalan dekat laut tempatnya berada. Kedua manik mata indahnya menatap lekat ke arah hamparan laut lepas yang membentang luas di depan sana.
Angin sore berhembus cukup kencang menerpa wajah tampan yang terlihat begitu tenang walau rasa lelah menggelayut di tubuhnya.
Hiuk-piuk ibu kota Jakarta tampak kontras dengan banyaknya orang berlalu-lalang di sepanjang jalan. Kendaraan yang melaju, dan kemacetan seakan menjadi ikon utama yang tak pernah lepas dari kesan ibu kota.
"Huft…" Rei menghela nafas panjang. "Semoga aku datang ke tempat yang tepat. Aku harap di sini aku bisa menemukan sedikit informasi mengenai diriku, menemukan petunjuk tentang siapa sebenarnya aku sebelum kehilangan semua ingatanku. Siapa tahu… ada seseorang yang mengenalku ditempat ini," gumamnya dengan suara pelan.
Rei merekahkan senyum, entah untuk yang ke berapa kali dirinya kembali menaruh banyak harapan pada tempat baru yang menjadi persinggahannya.
Langit semakin tampak menguning menandakan malam akan segera tiba.
Matahari akan segera berganti peran dengan sang bulan yang sudah mempersiapkan diri menyambut malam.
Tas backpack besar dengan dominasi warna hitam dan biru masih melekat di punggungnya.
Waktu terus berjalan, Rei baru saja tiba di kota dan dirinya masih belum menemukan tempat untuk bermalam.
...*...
"Argh, menyebalkan. Mentang-mentang dia atasanku, seenaknya dia memerintahku merevisi semua laporan yang sudah aku buat dengan susah payah. Jelas-jelas tidak ada yang salah dengan hasil laporanku, tapi dengan seenaknya dia memerintahku mengganti semuanya dan menghitungnya ulang," Elvina Tarissa, menggerutu sepanjang jalan. Wanita berparas cantik itu baru saja mendapatkan hari yang kurang menyenangkan di kantornya, seharian ia terus dibuat jengkel dengan tingkah bosnya yang menyebalkan.
Elvina sedang berada dalam perjalanan pulang, sepanjang jalan tadi ia terus menggerutu dan mengumpati sifat menyebalkan bosnya, Elvina berjalan dengan kedua kaki yang dihentak-hentakan keras membuat semua orang yang berjalan disekelilingnya beralih fokus padanya.
"Aku tidak habis pikir dengan aturan baru yang dibuatnya. Kenapa aku harus secara langsung diawasi olehnya? Padahal status jabatan kami begitu jauh dan tidak seharusnya aku berhubungan langsung dengannya," Elvina tiba di jalan dekat laut. Orang-orang yang lalu lalang di dekatnya menoleh pada Elvina dengan raut wajah bingung sebab dirinya terus menggerutu sendiri.
Elvina tak memperdulikan tatapan mereka semua dan terus melangkah menghampiri satu bangku yang ada.
Ia meremas kertas laporan di tangannya hingga membentuk sebuah gundukan tak beraturan. Elvina melemparkan kertas itu ke arah tong sampah.
Elvina menghampiri pagar besi. Ia berdiri sekitar setengah meter dari laki-laki bertubuh tinggi yang membawa tas backpack besar di punggungnya.
"Huft…" Elvina menghela napas panjang. Ia sudah mulai merasa sedikit tenang setelah beristirahat beberapa saat, apalagi dengan melihat pemandangan indah laut yang membentang luas tepat dihadapannya.
"Melihat pemandangan seindah ini, membuat rasa kesalku seakan meluap begitu saja," Elvina merekahkan senyum, membuat wanita berambut kecoklatan itu, terlihat lebih cantik.
"Indah sekali…" Tuturnya pelan.
"Ya, memang indah…" Lelaki disampingnya menyahut. Elvina tertegun, ia membulatkan matanya.
Suara ini… Elvina membatin. Ia menoleh ke arah lelaki yang baru saja berucap.
Elvina melongok, tak bisa berkata-kata melihat lelaki itu.
"Rei…" Gumamnya.
...***...
...***...
Rei, merasa diawasi kedua pasang mata Elvina yang berdiri disampingnya. Ia lantas menoleh, membuat pandangan mata mereka saling beradu satu sama lain.
"Rei…" Elvina bergumam, suaranya mampu di dengarnya dengan sangat jelas.
Rei menatap Elvina dengan raut wajah bingung. Wanita itu terdiam tak bersua. Perlahan senyuman terangkat bersamaan dengan matanya yang terus bergerak menatap Rei dari atas sampai bawah. Setelah beberapa saat terdiam, Elvina bergerak cepat memeluk tubuhnya hingga membuat Rei nyaris terjatuh.
"Rei, ini benar-benar dirimu, 'kan? Ini bukan mimpi, 'kan?" Elvina memastikan ini bukan halusinasinya. Wanita itu mengencangkan pelukannya hingga Rei kesulitan bernafas. Air mata Elvina pecah seketika dalam pelukannya.
Rei termangu. Otaknya masih berusaha memproses setiap kejadian yang sedang terjadi. Ia tak mengerti siapa wanita yang kini memeluknya itu atau alasan kenapa dia menangis dalam pelukannya.
Elvina melerai pelukan. Ia mendongakkan kepala menatap wajah Rei yang berada tepat dihadapannya. Rei dapat melihat kedua mata Elvina yang berbinar memandangnya.
"Darimana saja kau selama ini? Lama sekali kau pergi. Apakah kau tidak tahu, kalau aku sangat merindukanmu? Apakah kau juga tidak merindukanku?"
Tangan Elvina terulur memegang kedua pipi Rei. Sentuhan itu nyata. Elvina benar-benar tidak sedang bermimpi.
Sementara Elvina terlihat begitu senang, beda halnya dengan Rei yang merasakan setruman arus listrik kecil begitu permukaan kulit mereka saling bersentuhan satu sama lain untuk pertama kalinya.
Apa ini? Kenapa aku merasakan setruman kecil saat kita saling bersentuhan? Ini belum pernah terjadi sebelumnya, padaku. Batin Rei.
"Darimana saja kau selama ini? Kau pergi kemana? Kenapa kau tidak pernah menghubungi aku, atau Will? Kenapa?" Elvina kembali mengajukan pertanyaan. Tapi diantara semua tanya yang bermunculan di benaknya, Rei sama sekali tak menjawab satupun.
Alih-alih menjawab, Rei malah tampak bingung. Elvina mulai merasa ada yang tidak beres, ia mengguncang butuhnya untuk memastikan.
"Rei? Ada apa? Kenapa kau diam saja?"
"Kau… siapa?" hanya kata itu, yang mampu keluar dari mulutnya. Elvina membelalakkan mata. Ia benar-benar terkejut dengan pertanyaan yang baru terlontar dari mulutnya.
"K… kau tidak ingat denganku? Ini aku, Elvina. Sepupumu," ucapnya.
Rei terdiam berusaha mengingat nama itu. Tetapi, tidak ada sedikitpun reaksi terhadap otaknya terkait namanya.
"Aku… tidak ingat," ujar Rei.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau bisa melupakan aku? Apakah kau kecelakaan hingga hilang ingatan, atau terjadi sesuatu yang membuatmu tidak bisa mengingatku? Astaga Rei, jangan membuatku cemas," Elvina berubah panik. Ia membolak-balik tubuh Rei seraya terus menatapnya dari atas sampai bawah. Tidak ada sedikitpun lecet ditubuhnya.
"Apakah kita saling kenal sebelumnya?"
"Lebih dari saling mengenal. Kita ini sepupu, dan kita sangat dekat sejak kecil. Satu tahun yang lalu… kau menghilang. Aku dan Will, berusaha mencarimu. Tapi, kami tidak bisa menemukanmu. Sampai-sampai kami mengira, kau sudah meninggal. Aku bahkan sampai tidak bisa menjalani kehidupanku dengan baik. Aku selalu berharap kau kembali. Aku selalu berharap kau hadir di sini. Di tempat kita saling berjumpa. Setiap pulang bekerja, aku selalu kemari, dan berdoa. Berharap kau pulang dengan selamat. Dan tampaknya… tuhan mengabulkan doaku. Sekarang kau berdiri tepat di hadapanku," Elvina tidak bisa membendung rasa senang yang kini menjalar dihatinya.
...***...
...***...
"Tapi apa yang terjadi denganmu sampai-sampai kau tidak ingat denganku?" Elvina menatapnya penuh tanya.
"Aku tidak tahu," Rei menggeleng pelan.
"Kalau kau tidak tahu denganku, apakah kau tahu siapa dirimu? Apa nama depanmu?"
"Rei."
"Nama belakangmu?"
"Adhitama Arion."
Dia memang Rei. Tapi, kenapa dia tidak ingat denganku? pikir Elvina. Entah kenapa, namun Rei dapat dengan jelas mendengar suaranya walaupun sudah jelas-jelas, Elvina tidak membuka mulutnya sama sekali.
Kenapa dia berbicara tanpa membuka mulut? Ini aneh. Rei membatin.
"Kalau begitu, berapa usiamu?"
"Entahlah, mungkin 16 atau 17 tahun… aku tidak tahu pasti mengenai itu." Rei menjawab seadanya.
Sekarang aku semakin yakin. Dia adalah Rei yang aku kenal. Tahun ini usia Rei seharusnya menginjak 16 tahun. Tapi, kenapa dia tampak ragu menjawab pertanyaan dariku? Apakah dia juga tidak tahu pasti dengan kapan ulang tahunnya? pikir Elvina yang kembali terdiam dalam lamunannya.
"Aku memang tidak tahu dengan kapan ulang tahunku, maka dari itu… aku ragu untuk menjawab." jujur Rei yang spontan membuat Elvina tersentak kaget.
Kenapa dia tahu apa yang aku pikirkan? Apakah Rei bisa membaca pikiranku? Oh, tidak. Tidak mungkin. Pikiranku sungguh konyol, tidak ada orang biasa yang dapat membaca pikiran seseorang di dunia ini. Elvina menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku bisa mendengar suaramu."
"A… apa?" Elvina membulatkan kedua matanya. "Kau bisa mendengar isi pikiranku?"
"Aku tidak yakin, tapi… sepertinya begitu."
Apakah jangan-jangan dia juga evolver? Sama sepertiku?
"Evolver? Apa itu?" Tanya Rei dengan polosnya. Elvina yang mendengarnya, refleks bergerak ke arahnya. Ia membekap mulut Rei dengan tangan hingga membuat lelaki itu tak bisa berbicara.
Rei terkejut dengan reaksi Elvina, ia menatap wanita itu bercampur bingung.
Elvina mengedarkan pandangannya ke sekeliling guna memastikan keadaan aman.
Syukurlah, tampaknya tidak ada yang mendengarkan pembicaraan kita. Elvina menghela napas lega.
Kenapa kau begitu cemas ada orang yang dengar? Rei menaikkan sebelah alisnya bingung.
Elvina melongok, ia mendongak menatap Rei. Suara lelaki itu, baru saja terngiang dengan jelas di kepalanya.
"Kau mengatakan sesuatu?" Elvina menjauhkan kedua tangannya dari Rei.
"Kau mendengarnya? Aku baru saja berpikir, kenapa kau cemas kalau ada orang yang mendengar pembicaraan kita."
Tidak mungkin. Rei benar-benar bisa membaca isi pikiranku, dan kenapa aku juga bisa mendengar isi pikirannya? Apakah jangan-jangan… Rei adalah evolver dengan kemampuan telepati? Elvina memandang Rei lekat.
FYI/ Evolver adalah istilah yang author ambil dari game Mr. Love Queen's Choice. Istilah Evolver merujuk pada manusia yang telah berevolusi dari manusia biasa menjadi manusia dengan kemampuan khusus.
...*...
Pria itu menghentikan langkahnya begitu kedua manik matanya menangkap sosok wanita yang tengah dicarinya.
Akhirnya, aku menemukanmu. Sekarang… akan aku pastikan, kau tidak bisa lari dariku, pikirnya sambil menyeringai.
Ia melanjutkan langkahnya lebih pelan agar tak menarik perhatian buruannya. Kedua tangannya perlahan terangkat, mengumpulkan seluruh energinya. Kemudian, dalam satu kali hempasan kedua tangannya. Keadaan seketika membeku.
Waktu berhenti bergerak. Orang-orang yang semula berjalan, lalu lalang di sekitar, mendadak berhenti bak patung. Pun angin yang berhembus, dan air yang mengalir. Semuanya sama-sama berhenti bergerak.
Diantara waktu yang membeku, hanya dirinya dan dua orang di sana yang tidak terpengaruh.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!