NovelToon NovelToon

Dibalik Kesetiaan Nayla

Part 1 Awal Pertemuan

Dibalik Kesetiaan Nayla

Nayla Prasetio Andini, dia seorang gadis yang sederhana, terlihat dari sifat dan pergaulannya sehari-hari, tidak menyolok dan biasa-biasa saja.

Ternyata dibalik kesederhanaanya itu, dia seorang wanita karir yang sukses. Walau diusianya yang masih terbilang muda, Nayla telah memiliki lima toko butik, yang saat ini sedang melejit, spontan membuat Namanya ikut melambung tinggi.

Apa lagi desain-desain yang dirancangnya sendiri sangat indah dan menarik, sehingga banyak para wanita dan kaula muda menggandrungi hasil desainnya itu.

Sebenarnya Nayla seorang yatim piatu, diusianya yang masih muda, dia telah ditinggal oleh keluarganya. Kecelakaan tragis, telah merenggut nyawa mereka semua termasuk seorang adik perempuan Nayla.

Mulai hari itu Nayla membiasakan diri untuk mandiri. Di usia yang masih dua belas tahun, Nayla harus berjuang keras untuk melanjutkan hidup sendirian.

Hingga akhirnya dia mampu mewujudkan cita-cita menjadi seorang Designer terkenal.

Meski demikian Nayla tampak seperti gadis pada umumnya, jika dilihat sepintas, tak ada yang menonjol dari penampilannya sehari-hari.

Suatu hari, Nayla mengalami demam tinggi, dan para karyawan membawa Nayla kerumah sakit. Disana Nayla ditangani oleh dr. Prayuda. Pria yang sering disapa Yuda itu ternyata mendapat perhatian khusus dari setiap pasiennya, termasuk Nayla.

Dr. Prayuda berasal dari kota Payakumbuh. Dia adalah anak dari Maryudi dan Kartini, seorang petani cengkeh yang terkenal dengan keuletannya. Dia juga memiliki saudara kembar yang bernama Prayoga. Mereka berdua sangat mirip sekali dan berperilaku sederhana.

Didikan kedua orang tuanya telah melekat di diri pribadi kedua anak itu Jika salah menilai orang akan mengira kalau Yuda itu adalah Yoga.

Hanya sedikit perbedaan yang terkadang mencolok diantara mereka berdua, Yuda memiliki sifat yang keras sementara Yoga memiliki sifat lembut dan pendiam.

Pagi itu dr. Yuda, memeriksa ruangan Nayla yang sudah tiga hari terbaring lemah.

“Gimana kabarnya Nay, ada perubahan sejak dirawat disini?” tanya dr. Yuda dengan suara lembut.

“Alhamdulillah, dok! Nay udah baikan kok, tapi?”

“Tapi apa Nay?”

“Apa Nay udah boleh pulang dok?”

“Belum, kalau besok mungkin udah bisa.”

“Kenapa dok?” Nayla balik bertanya.

“Hasil sempel darahmu belum keluar hari ini, menunggu sampai besok.”

“Sebenarnya Nay sakit apa sih dok?” tanya Nayla penasaran.

“Menurut perkiraan kami, kamu itu kena tipes.”

“Apa? sakit tipes?”

“Benar, mungkin kamu terlalu kecapaian, jadi kurang istirahat, agar penyakit itu nggak menyerang kekebalan tubuhmu, beristirahat lah yang cukup dan untuk saat ini kamu nggak perlu kuatir, nanti saya akan berikan obat untuk masa penyembuhannya.”

“Baik, dok.”

“Nah, sekarang kamu istirahat dulu, nanti kalau ada perlu sesuatu kamu tinggal panggil suster aja.”

“Baik, dok. Terimakasih!” jawab Nayla singkat.

Siang itu, teman dari sekolah Nayla datang berkunjung, dengan didampingi oleh kepala sekolah serta beberapa orang guru mereka berniat memberikan semangat kepada Nayla.

“Gimana keadaanmu Nay?” tanya kepsek seraya memegang kepala Nayla.

“Alhamdulillah, kata dokter besok Nay udah boleh pulang, Pak.”

“Kenapa harus terburu-buru Nay?” potong Bu Siska.

“Sebenarnya Nay udah sembuh kok, Bu. Tapi Nay harus menunggu hasil lab dulu, dan besok baru keluar hasilnya.”

“Emangnya kamu sakit apa Nay? kok pakai periksa labor segala?” tanya Anton ingin tau.

“Katanya Tipes!”

“waaah! Itukan penyakit yang berbahaya Nay?”

“Iya sih, habis gimana lagi? udah kejadian!”

“Kalau gitu, kamu harus banyak istirahat Nay, biar penyakitmu itu nggak kambuh lagi,” kata kepsek.

“Iya Pak! saran dokter juga begitu,” jawab Nayla singkat.

Setelah beberapa saat mereka bercerita, kepala sekolah beserta yang lainnya mohon pamit untuk kembali kesekolah. Rasa sepi dan sunyipun, mulai datang menghampiri Nayla, tapi tiba-tiba saja disaat bersamaan, dr. Yuda masuk dan menghampirinya.

“Hai Nay!” sapa dr. Yuda.

“Hai juga dok,” jawab Nayla agak sedikit kikuk.

“Santai aja, nggak perlu sungkan!”

“Ada apa ya dok?” tanya Nayla heran.

“Nggak boleh saya keruangan ini, atau mungkin kamu sedang memikirkan sesuatu?”

“Ah nggak juga dok,” jawab Nayla tersipu malu.

“Lalu memikirkan apa dong?”

Mendengar pertanyaan dari dr. Yuda, Nayla tak langsung menjawab, melainkan hanya melirik tajam kearah pria itu. Dalam hati Nayla, berjuta pertanyaan telah tersusun rapi tentang kehadiran pria itu di ruangannya., namun dia enggan untuk melakukannya.

Sementara itu, dr. Yuda yang memiliki ilmu kejiwaan, dalam bidang kedokteran, dia tak ingin membuat pasiennya berfikir yang bukan-bukan tentang dirinya.

“O iya, usiamu udah berapa tahun saat ini Nay?”

“Kok tumben dokter nanyain usia Nay?”

“Emangnya nggak boleh,seorang dokter nanyain usia pasiennya?”

“Boleh sih, tapi untuk apa?”

“Untuk memastikan aja, agar jangan salah dalam membagikan obat nantinya.”

“Ooo, gitu ya,” jawab Nayla memahami pertanyaan dari dr. Yuda.

“O iya, Nay! semenjak kamu dirawat disini, saya nggak pernah melihat orang tuamu datang membesuk? atau saudara dekatmu barangkali, juga nggak pernah?"

" Nay udah nggak punya siapa-siapa lagi dok.”

“Maksudmu ?”

“Di dunia ini Nay hanya hidup sebatang kara. Nggak punya orang tua, saudara dan bahkan adik sekalipun. Mereka semua udah pergi menghadap sang penciptanya.”

“Maksudmu, mereka semua udah meninggal?”

“Iya, mereka semua udah lama meninggal, semenjak Nay masih berusia dua belas tahun.

" Kenapa?"

"Mobil yang dikendarai Papa mengalami kecelakaan, Nay melihat sendiri bagaimana Mama, Papa dan adik Nay meregang nyawa. Oh… tidak…!” ujar Nayla saat mengingat masa lalu itu.

“Maaf, saya udah mengungkit masa lalu mu.”

“Nggak apa dok, Nay juga udah berusaha melupakannya, walau kejadian itu selalu menghantui pikiran Nay. Dan semenjak itulah Nay hidup sebatang kara, tanpa kehadiran mereka lagi.”

“Lalu semenjak kejadian itu, kamu tinggal dengan siapa?”

“Sendiri,” jawab Nayla singkat.

“Sendiri?” tanya dr. Yuda tak percaya.

“Iya, sendiri! tanpa siapa-siapa.”

Mendengar penjelasan dari Nayla, dr. Yuda hanya manggut-manggut, bertanda dia sangat mengerti dengan cerita yang diutarakan Nayla.

Semenjak saat itulah, benih cinta mulai tumbuh dihati mereka berdua, benih itupun dijaga dan dirawat degan sepenuh hati, sehingga menuaikan hasil yang diinginkan.

Diusia Nayla yang mencapai dua puluhan, dr. Yuda langsung melamar dan menikahinya,

yang terkenal begitu cantik.

Pernikahan kedua pasangan ini pun, berjalan harmonis dan langgeng. Nayla yang memiliki budi pekerti baik, ternyata mudah sekali untuk dikendalikan oleh suaminya.

Semua permintaan suaminya selalu dipatuhi, tanpa ada penolakan sedikitpun. Begitu juga dengan dr. Yuda, walau memiliki sifat keras, tapi dia sangat sayang sekali pada Nayla. Hatinya begitu lembut, dan tutur katanya sangat menyenangkan hati, itulah yang menyebabkan Nayla tak pernah membantah ucapan suaminya.

Sementara itu Nayla sebagai seorang istri, begitu menyadari posisinya, sehingga tak pernah terlintas dihatinya untuk berprasangka buruk pada Yuda.

Meski perbedaan usia sedikit berbeda diantara keduanya. Namun hal itu dijadikan sebagai pengingat antara satu dengan yang lainnya.

Selain kebaikan Nayla pada suaminya, dia juga menjaga hubungan baik dengan keluarga Yuda. Khususnya pada Ibu mertuanya yang sudah lanjut usianya. Dan adiknya yang bernama Prayoga.

Bersambung...

*Selamat membaca*

Part 2 Kemuliaan hati Nayla

Selain hubungan dalam rumah tangga, dengan para tetanggapun Nayla sangat pandai, begitu juga dengan ibu mertuanya dia begitu cocok sekali.

Semua terlihat rukun dan damai. Nayla sering sekali berkunjung kerumah Ibu mertuanya, maklum Ibu Yuda saat itu hidup sebagai seorang janda.

Setelah ditinggal oleh almarhum suami tercinta. Sejak saat itu, Ibunya tak ingin mencari pengganti lagi. Dia hanya ingin membesarkan kedua putranya itu sendirian.

“ Gimana keadaan Mama sekarang?” tanya Nayla, saat mengunjungi Kartini dikampung.

“Mama baik-baik saja Nak, gimana dengan kalian?” ujar Kartini balik bertanya.

“Kami juga baik-baik saja Ma, tapi?”

“Tapi apa Nay?” tanya kartini ingin tau.

“Tapi hingga saat ini kami belum juga memiliki keturunan, Nay belum hamil Ma?”

“Sabar Nay, kalian kan baru dua tahun menikah,masih banyak waktu untuk berusaha sayang, yang terpenting jangan menyerah, tetap terus berusaha dan berdo’a.”

“Iya Ma, Nay akan selalu mengingat pesan Mama.”

“Anak pintar,” kata Kartini seraya mengelus rambut Nayla.

Kasih sayang yang dicurahkan Kartini, membuat Nayla sangat menghormatinya, apa lagi Nayla sudah lama tak merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Yoga saudara kembar Yuda, sangat menyukai kebaikan hati Nayla dia selalu menghormatinya dan tak pernah menyakiti keduanya.

Di toko butik milik Nayla, para karyawan pun sangat menghormatinya, suatu ketika Nayla datang mengunjungi butiknya. Para karyawan kaget, karena semenjak menikah, Nayla tak pernah lagi mengunjungi mereka.

“Bagai mana keadaan kalian semua?” tanya Nayla dengan suara yang lembut.

“Baik, Bu,” jawab mereka serentak.

“Ibu ingin kalian bekerja dengan bersungguh-sungguh, karena dengan kesungguhan kalianlah toko ini bisa berjalan dengan lancar tanpa kendala. Dan jika kalian butuh bantuan, sakit atau punya keperluan penting, kalian jangan sungkan untuk melaporkanya pada Pak Darman, karena beliau itu orang yang Ibu percaya mengurus butik Ibu selama ini.”

“Baik, Bu.”

“Ya sudah, sekarang kalian boleh bekerja kembali.”

“Baik Bu, kami permisi.”

“Silahkan,” jawab Nayla singkat.

Setelah mendatangi setiap butiknya, Nayla pun kembali pulang, setiba didepan rumah, ternyata Yuda telah menanti kedatangannya.

“Gimana kabarnya dengan butik mu Nay?”

“Aman Bang, semua baik-baik saja. Begitu juga dengan karyawannya mereka nggak ada yang mengeluh.”

“Syukurlah kalau begitu, tapi kamu harus ingat Nay, keselamatan dan kesehatan karyawan itu harus diutamakan, agar mereka bisa bekerja maksimal.”

“Iya Bang, Nay akan selalu mengontrol mereka semua.”

“Bagus itu,” kata Yuda singkat.

“O iya Bang Nay mau kedalam dulu, ganti baju, gerah soalnya,” kata Nayla .

“Ya, pergilah!”

Begitulah setiap hari tak ada yang perlu mereka perselisihkan, semua berjalan dengan normal dan biasa-biasa saja. Tapi meskipun demikian, hari-hari mereka terasa begitu sunyi, karena tak ada yang berlari, tersenyum dan menangis dirumah itu.

Nayla merasa jenuh, tanpa seorang anak diantara mereka. Yuda juga pernah menyarankan pada Nayla untuk mengadopsi anak, tapi Nayla menolaknya.

“Kenapa harus mengadopsi anak sih Bang?"

“Abang kasihan padamu Nay, kau terlihat sedih sekali.”

“Nay, baik-baik saja kok Bang!”

“Benar nggak apa-apa? ingat Nay, ini kali ketiga Abang menyarankan mu untuk mengadopsi anak, jika Nay masih menolak juga, Abang janji nggak akan memberi saran itu lagi.”

“Nay akan selalu bersabar, Bang. Sampai Allah memberikan seorang anak untuk kita.”

“Baguslah kalau itu yang menjadi keputusan Nay, Abang akan menghormatinya. Karena untuk mendapatkan amanah itu, tidak semudah yang kita inginkan. Kalau Allah belum berkehendak, ya! Kita mesti sabar.”

“Iya Bang, Nay akan selalu bersabar.”

“Ya udah, mari kita tidur,” ajak Yuda pada istrinya.

Keesokan harinya Yuda sengaja, tidak kerja, karena dia ingin buat kado sepesial untuk istrinya tercinta. Pagi-pagi sekali dia bangun dan menuju ruang tamu, kado sepesial untuk sang istri tercinta, telah tersedia didalam lemari.Yuda pun mengambilnya dan langsung bergegas masuk kamar.

“Nay bangun!" bisik Yuda di telinga istrinya.

Bisikan lembut itu membuat Nayla menggeliatkan tubuhnya yang ramping dan indah.

Dan dengan perlahan dia membuka kelopak matanya. Dengan ucapan memelas.

“Ada apa sih, Bang? Nay masih ngantuk Nih?”

“Coba Nay lihat, apa yang Abang bawakan untuk istri tersayang.”

“Apa sih, coba lihat?”

“Pejam dulu matanya!”

“Apa sih, Bang? Nay jadi penasaran nih,” ucap Nayla manja.

“Nah sekarang coba buka!”

Setelah mata Nayla terbuka, ternyata ada sebuah bingkisan kecil, dihadapannya. Dia pun keburu-buru bangun, untuk segera membuka bingkisan itu.

“Untuk Nay ini, Bang?” tanya Nayla tak yakin.

“Iya untuk mu, masa untuk orang, kan Cuma kita berdua yang ada disini,” jawab Yuda seraya mencolek hidung istrinya yang mancung.

“Oh..so sweet! terimakasih sayang! Nay senang sekali,” kata Nayla seraya membuka kado pemberian suaminya itu.

“Happy anniversary, sayang! Nay telah berhasil menjadi istri yang terbaik selama ini, buat Abang.”

“Apa? Ini kado pernikahan kita? oh sayang, Nay jadi lupa kalau hari ini hari jadi kita!” kata Nayla seraya memeluk suaminya.

“Nay lupa ya?”

“Nggak, Cuma Nay nggak ingat aja!”

“Sama doang!” kata Yuda seraya mencium kening istrinya.

Dengan berhati-hati sekali Nayla membuka kado pemberian Yuda, alangkah terkejutnya Nayla saat kado itu terbuka, ternyata isinya kalung berlian yang sudah lama diinginkannya.

“Hah! Kalung?” ucap Nayla kaget.

“Nay suka?” tanya Yuda memastikan keinginan istrinya.

“Suka! suka banget,” jawab Nayla serius.

“Tapi ingat, Nay nggak boleh lagi bersedih, sebab kalau Nay bersedih terus karena belum dapat anak, maka Abang merasa berdosa sekali. Karena nggak mampu ngasih keturunan untuk istrinya.”

“Iya Bang, Nay janji nggak akan sedih lagi,”

jawab Nayla seraya memeluk suaminya.

kebahagian terpancar diwajah Nayla, Yuda merasa senang, karena baginya kebahagian

istrinya adalah faktor utama dalam rumah tangga yang sedang di bina.

Apapun yang sedang dialami istrinya, pasti menjadi beban dalam hidup Yuda, dan membuat kebahagian rumah tanggapun menjadi kurang harmonis.

Dibalik semua itu, ternyata Allah memberikan suatu keajaiban pada Nayla. Sebulan setelah itu, Nayla positif hamil. Dia mengandung anak pertama, yang selama ini dinantikan.

Mereka berdua sangat bahagia, penantiannya selama ini mendapat jawaban dari Allah Swt, atas kebahagiannya itu Yuda mengadakan sukuran dan mengundang para tetangga terdekat.

Beberapa tahun telah berlalu, rasa suka dan duka mulai menyelimuti kehamilan Nayla, saat kandungannya mulai mencapai bulan kelahiran, Nayla diuji kesabarannya oleh Allah.

Waktu itu, telah terjadi bencana alam tsunami, yang menimbulkan banyak korban berjatuhan, saat itu dr. Yuda terpanggil untuk ikut menjadi relawan di daerah bencana.

Sebenarnya berat sekali hatinya untuk meninggalkan Nayla yang sedang hamil tua dan menunggu masa kelahiran anak mereka, apalagi ini anak pertama yang ditunggu selama tujuh tahun, tapi apa daya tugas telah menanti, keselamatan orang banyak lebih diutamakan dari pada urusan pribadi.

“Bagai mana, Nay? sebenarnya Abang begitu berat sekali, meninggalkan Nayla sendiri dirumah, apa lagi ini udah bulan kelahiran bayi kita. Tapi ini tugas yang nggak bisa Abang tolak,” kata Yuda dengan suara lembut.

“Pergilah Bang, Nay ikhlas kok. Walau Abang nggak mendampingi Nay melahirkan, nanti Nay akan tetap berusaha memberi yang terbaik untuk buah hati kita ini.”

“Terimakasih sayang, kamu istri yang sangat pengertian dan berhati mulia, semoga Allah memberikan kemudahan padamu saat melahirkan nanti.”

“Amiiin! Semoga Allah mengabulkan do’a mu, Bang.”

" Insyaallah."

Nayla memang seorang istri yang setia dimata suaminya, dan hal itu tak pernah diragukan Yuda. Nayla selalu menjaga kehormatan keluarga nya. Sehingga tak pernah terdengar oleh tetangganya tentang keburukan yang dilakukan Yuda sekeluarga.

Bersambung...

*Selamat membaca*

Part 3 Bantuan Yoga untuk Nayla

Nayla yang memiliki wajah cantik dan hati yang bersih, bagi Yuda merupakan karunia dari Allah, untuk dirinya.

Begitu pula sebaliknya, Yuda yang memiliki wajah tampan juga mempunyai hati yang mulia, seperti itulah Allah berbuat menurut kehendaknya.

Mereka berdua selalu menjaga keharmonisan rumah tangga yang selama ini mereka bina.

“Hilangkan rasa cemburu saat aku sedang bertugas,” itu yang selalu diingatkan Yuda pada istrinya. Dan hal itupun selalu dimengerti Nayla.

Pagi itu, saat ayam jantan mulai berkokok, Yuda telah bersiap-siap untuk berangkat, ketempat bencana.

Di pandanginya wajah Istrinya sekali lagi, dikecupnya kening Nayla dengan lembut. Terasa berat sekali kakinya melangkah saat itu.

namun tugas kemanusiaan telah menanti, dan Yuda pun pergi meninggalkan rumah di saat istrinya masih tidur. Yuda sengaja tidak membangunkan Nayla saat hendak pergi, karena Yuda takut kalau Nayla akan sedih saat melepas kepergiannya.

Tapi bagi Nayla, lebih sedih lagi jika Yuda pergi secara diam-diam, di saat Nayla terjaga dia tidak melihat Yuda ada bersama dengan dirinya di ranjang.

Segera di raihnya ponsel yang berada di sebelahnya dan dihubungi Yuda yang saat itu masih berada diperjalanan.

“Assalamu’alaikum, Bang!”

“Wa’alaikumsalam, sayang. Nay udah bangun?”

“Kenapa sih Abang perginya diam-diam, Nay kan jadi kuatir."

“Bukankah jika Nay bangun itu lebih parah lagi?”

“Abang kok bicara gitu sih, Nay kan jadi sedih!”

“Maaf, bukan maksud Abang gitu sayang!”

“Lalu apa?” tanya Nayla bermanja.

“Yang terpenting Nay udah tau kalau Abang udah berangkat, sekarang pesan Abang jaga diri Nay baik-baik dan jaga juga buah hati kita.”

“Baik, Bang. Tapi Abang harus jaga kesehatan pula disana, jangan sampai sakit.”

“Baik sayang, Abang pasti ingat pesan Nay.”

“Tapi Abang kapan pulangnya?”

“Belum tentu sayang, belum bisa dipastikan, sebab tempat yang akan Abang tuju ini jauh di pelosok kampung, dan harus mencari suasana tepat untuk ke sana.”

“Wah, Nay jadi merinding!”

“Nggak usah kuatir Nay, lagian Abang perginya nggak sendirian kok, banyak dokter lain yang ikut bersama Abang.”

“Tapi yang terpenting Abang harus jaga kesehatan, tetap sehat dan tetap bugar!”

“Iya Nay, terimakasih. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab Nayla dengan tetesan air mata.

Kendaraan yang dikemudikan Yuda pun melaju dengan tenang, setenang hatinya setelah menerima telfon dari sang istri tercinta. Sesaat kemudian, matahari mulai tenggelam, Yuda tak mau melewati malam itu di atasi mobilnya, dia pun mencari tempat, dan perjalanan dilanjutkan esok hari.

Dua hari dua malam diperjalanan , barulah Yuda tiba ditempat yang telah mereka sepakati, Tampaknya disana telah banyak yang hadir berkumpul, para dokter, sukarelawan dan para aktifis lainnya.

Setelah pengaturan dilakukan oleh Timsar, ternyata Yuda harus menunggu lagi hingga esok hari, untuk menuju daerah tempat lokasi bencana. Karena pada saat itu, gelombang laut masih tinggi, sehingga sangat sulit untuk dilewati.

Hati Yuda semakin sedih, mengingat para korban yang saat itu sangat membutuhkan pertolongan para medis. Dalam hati Yuda selalu berdo’a pada Allah agar gelombang pasang segera mereda dan bisa untuk dilewati.

Bertepatan dengan saat itu, perut Nayla mulai mengalami kontraksi, tapi sakitnya masih bisa ditahan. Karena dalam hati Nayla masih berharap, agar bayinya lahir saat suaminya sudah kembali pulang.

Nayla terus saja berjalan hilir mudik, mondar mandir di ruang tamu sendirian, Nayla bekerja dan berbuat sesuatu agar rasa sakitnya bisa berkurang, namun rasa sakit itu semakin menderanya.

Nayla mencoba menghubungi suaminya dan Yuda langsung mengangkat telfon itu.

“Ada apa Nay?”

“Perut Nay, Bang! perut Nay udah mulai terasa sakit. Apa Abang bisa pulang?”

“Gimana Abang pulang sayang, Pergi saja belum. Saat ini masih di kota.”

“Apa ? Abang belum berangkat ketempat tujuan?”

“Belum Nay, gelombangnya masih tinggi, kami sebagian masih ditahan disini.”

“Jadi gimana Bang, kalau Nay melahirkan, siapa yang akan menemani Nay nantinya?”

“Sabar ya sayang, Abang akan carikan nanti jalan keluarnya, yang terpenting Nay persiapkan aja dulu segala sesuatunya, nanti kalau bisa minta izin, Abang segera pulang,” kata Yuda menenangkan hati istrinya.

“Benarkan Bang, Abang akan pulang?”

“Insya Allah.”

Kemudian dr. Yuda berfikir sejenak, dan mencoba melangkah keluar rumah. Diluar Yuda melihat banyak para dokter dan para relawan berkemas-kemas, untuk segera berangkat.

Yuda pun merasa ragu mengutarakan niatnya, dalam kekalutannya saat itu, tiba-tiba terlintas dibenaknya Yoga, saudara kembar yang selama ini mendukung karirnya. Tampa berfikir Panjang lagi, Yuda langsung menghubunginya.

“Assalamua’alaikum, Yog.”

‘Wa’alaikumsalam, ada apa Yud?”

“Yog, aku minta tolong, bisa nggak.”

“Minta tolong apa?”

“Begini Yog, saat ini aku sedang berada di daerah bencana tsunami, lagi dipinggir laut nih, agak sedikit bising.”

“Nggak apa Yud, katakan aja kamu ada perlu apa ?”

“Begini Yog, Istriku Nayla saat ini sedang sakit perut, mungkin dia hendak melahirkan, tolong kau ke sana dan bawa dia kerumah sakit. Kamu bisakan Yog?”

“Ooo, gitu. Baiklah Aku akan ke sana sekarang juga.”

“Terimakasih Yog, dan untuk sementara, tolonglah berjaga-jaga dulu dirumah, siapa tau Nayla membutuhkan sesuatu!”

“Baik Yud, perintah akan dilaksanakan.”

“O iya Yog, Mama jangan di beritahu dulu.”

“Baik, pagi ini juga aku akan ke sana memastikannya. Kau jangan kuatir, fokus aja sama tugasmu, aku akan berusaha membantu sebisa yang dia butuhkan.”

“Ya, Baiklah,” kata Yuda setelah memastikan semuanya aman.

Bersamaan dengan itu Yoga langsung berangkat menuju rumah Yuda, Setelah mendapat izin dari Mamanya.

Dengan kecepatan tinggi, sepeda motor yang dia kendarai melaju dijalan raya, raungan suara mesinnya membuat bising telinga yang mendengarnya.

Tapi Yoga tak memperdulikannya, dia malah semakin bersemangat menggas sepeda motornya, hingga melaju lebih kencang lagi.

Setelah tiga jam perjalanan, tibalah Yoga dirumah Yuda. Pintupun langsung diketuknya dari luar, namun tak ada jawaban.

“Apa Nay udah pergi kerumah sakit Ya?” batinnya. ”Ah tak mungkin dia kerumah sakit sendiri. kalau begitu kucoba lagi aja ah, siapa tau dia masih berada didalam,” kata Yoga seraya mengetuk pintu itu secara berulang-ulang.

”Assalamu’alaikum, Nay! Assalamu’alaikum.”

“Siapa diluar? tolong Nay! siapa? Tolong, Nay udah nggak kuat lagi. Oh, tolong!” teriak Nayla dari dalam kamarnya.

“Ini aku Nay, Yoga!”seru Yoga dari balik pintu.

“Oh tolong Nay, Bang? Nay udah nggak kuat lagi?”

“Tapi pintunya terkunci, ada apa? Nay baik-baik saja kan?”

“Nay nggak kuat lagi Bang!"

“Aduh gimana nih!” kata Yoga seraya mencoba mendorong pintu dari luar.

“Coba kau dobrak aja pintunya Bang!"

“Waduh aku nggak berani Nay, nanti kalau pintunya lepas gimana?”

“Kau ini ! kebanyakan komentar tau,” balas Nayla dari dalam kamarnya.

Atas perintah Nayla, Yoga terus berusaha mencoba untuk mendorong pintu dari luar, berkali-kali Yoga mencoba, namun hasilnya tetap saja nihil.

“Aduuuh! kenapa begitu susah ya!” keluh Yoga yang sudah bermandikan keringat.

“Gimana Bang?” tanya Nayla dari balik kamarnya dengan suara pelan.

Sepintas, Yoga mendengar suara Nayla yang sangat pelan, Yoga begitu yakin kalau Nayla pasti sudah begitu lemah dan tak bertenaga.

Bersambung...

*Selamat membaca*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!