Gresia berdiri kaku didepan bangunan mansion mewah milik suaminya. Suami yang baru dia nikahi satu jam lalu. Gadis tujuh belas tahun berwajah sedikit bule itu melangkah dengan hati bergetar takut. Suaminya bahkan tak mengantarnya pindah ke Mansion, dia pindah ditemani supir pribadi Akeno suaminya. Gresia melangkah dengan ekspresi begitu tenang menuju pintu utama Mansion walau hatinya bergemuruh, tapi dia menampilkan sikap tenang seakan harinya berjalan baik sesuai rencananya.
"Nyonya silahkan ikut saya." seorang pelayan wanita berusia sekitar dua puluh limaan, menyambut Gresia diambang pintu utama mansion.
"Baik," sahut Gresia lalu melangkah masuk mengikuti wanita berseragam pelayan itu. Begitu masuk matanya dibuat takjub oleh kemewahan tempat tinggal suaminya.
"Ini kamar nyonya, yang disana adalah kamar tuan." ujar wanita itu saat tiba dilantai dua didepan salah satu pintu kamar dilantai itu. Netra bening Gresia menatap pintu kamar milik Akeno sekilas lalu beralih kekamarnya sendiri.
Dengan dibantu pelayan, Gresia menyusun barang bawaannya yang tak seberapa itu kedalam lemari pakaian.
"Nyonya mandi dan istrahatlah. Tuan tadi berpesan akan pulang untuk makan malam." ujar pelayan itu dengan hormat.
"Baik." sahut Gresia singkat. Pelayan itu pun berlalau pergi dari kamar Gresia dan menutup pintu kamar dengan gerakan pelan.
Gresia menghempaskan tubuh sintalnya diatas tempat tidur, lalu memejamkan matanya erat. Bayangan Akeno berkelebat dipelupuk matanya. Lelaki dengan paras oriental itu sah menjadi suaminya kini. Gresia mendesah lirih, tak tau apakah kehidupannya akan lebih baik dari sebelumnya setelah menikah.
Sebelum ini, dia tinggal bersama ayah dan kedua kakak tirinya. Tak ada kedamaian dirumah itu untuk dirinya, dia yang di cap anak haram oleh keluarga tirinya diperlakukan layaknya seorang pembantu.
Menurut ayahnya keluarga ibunya meninggal sejak usianya masih sangat kecil, itu sebabnya Della mengurusnya. Della adalah istri pertama ayahnya sedang ibunya Gresia adalah selingkuhan ayahnya.
Gresia kembali mendesah ringan, ingatannya kini beralih pada nenek Akeno yang menjemputnya beberapa bulan lalu. Memaksa keluarga melepas Gresia tinggal bersamanya. Walau tak setuju tapi papa Gresia tak punya kuasa oleh tekanan nenek Akeno. Hutang budi nenek Alin pada keluarga ibu dan janji perjodohan antara mereka membuat nenek nekat membawa Gresia pindah bersamanya. Apalagi dia tau perlakuan keluarganya terhadap Gresia.
Belakangan kesehatan nenek semakin memburuk dan dia terpaksa mempercepat pernikahan mereka tepatnya pagi tadi dan memaksa Gresia pindah bersama Akeno.
"Tinggallah bersama dengan cucuku setelah menikah. Bagaimanapun kalian tidak saling kenal sebelumnya jadi ada baiknya kalian tinggal bersama untuk saling mengenal. Ingat usiamu masih sangat muda, kalau hal itu terjadi lebih cepat jangan lupa pakailah pengaman untuk menunda kehamilanmu." itulah yang diucapkan nenek saat mereka sudah menikah membuat pipinya memerah oleh kalimat terakhir nenek Alin.
Tak terasa Gresia tertidur membawa lamunannya sampai ketukan dipintu kamar membangunkannya.
"Nyonya turunlah kebawah tuan sudah menunggumu." terdengar suara pelayan wanita dibalik pintu.
Gresia mendehem beberapa kali, menghilangkan serak ditenggoroan akibat bangut tidur. "Baiklah aku akan kebawah." sahutnya sembari beranjak bangkit lalu masuk kamar mandi.
Dengan langkah terburu-buru Gresia menuruni anak tangga. Sementara Akeno sudah menunggunya di meja makan.
Dengan gerakan pelan Gresia menarik kursi lalu duduk di sana. Dia memilih duduk di samping Akeno dengan jarak yang cukup jau. Itu dia pilih agar tidak bertatapan langsung dengan suaminya.
"Kau duduk terlalu jauh, aku tidak bisa melihatmu. Duduklah didepanku." suara dingin dan tegas Akeno sesaat membuat Gresia membeku. Dia pindah didepan Akeno dengan wajah tertunduk, sementara Akeno menatapnya tak berkedip.
"Kau akan pindah sekolah mulai besok. Belajarlah yang baik disana, jangan sia-siakan waktumu dengan hal-hal yang tak penting."
Gresia mengangguk patuh tanpa melihat lawan bicaranya.
"Pernikahan ini hanya karena nenek menginginkannya. Aku akan melepasmu bila waktunya tiba. Sebelum itu terjadi tetaplah berperan sebagai istriku didepan nenek. Karena aku tidak menginginkan pernikahan ini, jadi jangan mengusik ranah pribadiku." tegas Akeno dingin dan tegas. Gresia kembali mengangguk patuh.
"Makanlah." titah Akeno dengan nada sedikit lembut. Untuk pertama kalinya Gresia mengangkat wajahnya menatap Akeno didepannya. Hanya sepersekian detik dia sudah menarik pandangannya dari pria dewasa didepannya.
Wajahnya sangat tampan khas wajah oriental. Matanya tajam dan kelam sekelam langit malam. Jantung Gresia berdetak kencang saat mata mereka beradu pandang. Mata yang begitu mendominasi sepenuhnya membuat Gresia tak mampu menatap lama.
Mereka baru saja selesai makan saat pelayan datang tergopoh dengan ponsel ditangannya.
"Nyonya besar tuan." ucapnya sembari menyerahkan ponsel ditangannya pada Akeno.
Gresia menatap Akeno, dengan gerakan yang begitu elegan Akeno menerima ponsel dari pelayannya. Gresia mendesah pelan, lelaki ini sungguh mempesona.
"Baik nek," ucap Akeno sembari menatap Gresia didepannya. Lalu menyerahkan ponsel ditangannya pada Gresia. "Nenek ingin bicara denganmu." ucapnya sembari mengulur ponsel kearahnya.
Gresia menerima ponsel lalu mulai ngombrol dengan nenek, sesekali matanya menatap Akeno saat nenek menanyakan sikap Akeno padanya.
"Dia memperlakukanku dengan baik, nenek jangan khawatir." jawab Gresia santun, mata beningnya menatap Akeno sekilas.
"Baiklah nek, aku mendengar nasehatmu." sahut Gresia lagi. Gresia menyerahkan ponsel pada Akeno setelah nenek mengakhiri pangilannya.
"Pergilah beli baju dan perlengkapan lainnya. Walau kau bukan istri yang ku inginkan aku tetap ingin melihatmu tampil sempurna sebagai istriku." ucap Akeno sembari menatap Gresia dengan manik hitamnya.
"Iya." lirihnya pelan tanpa melihat Akeno. Dia tak mampu melihat bola mata kelam Akeno entah mengapa hatinya terasa bergetar oleh tatapan tajam suaminya.
"Aku akan pergi, kau bisa bertanya pada Andrian bila tak tau sesuatu. Dia akan menjadi asisten sekaligus pengawalmu mulai saat ini." jelas Akeno lagi. Gresia kembali mengangguk tanda setuju, walau hatinya bingung.
"Andirian kemari!" seru Akeno. Sosok yang dipanggil Adrian datang keruang makan.
"Dia Adrian, dia akan melaynimu mulai sekarang." terang Akeno.
Gresia mengangkat wajahnya menatap lelaki bernama Adrian. Lelaki dewasa seumuran Akenu itu memasang wajah kaku lalu sedikit membungkuk memberi hormat. Greria mengangguk pelan.
"Aku pergi." ujar Akeno sembari beranjak bangkit menuju kamarnya. Sementara Gresia mulai memberesi sisa makan mereka.
"Ya tuhan nyonya, ini bukan tugasmu!" seru pelayan ketakutan sembari merebut piring dari tangan Gresia.
"Tidak apa, aku biasa melakukannya." sahut Gresia dengan ekspresi kaget.
"Tidak nyonya, kami bisa dihukum tuan nanti." sahut pelayan itu gemetar ketakutan. Gresia menatapnya dengan heran.
"Nyonya pelayan itu bicara benar. Sebaiknya nyonya bersiap kita akan pergi berbelanja keperluanmu." sela Adrian.
"Aku tidak membutuhkan apapun." sahut Gresia. Andrian tersenyum sembari menatap baju lusuh yang dikenakan Gresia. Dengan tatapan itu Gresia menjadi paham.
"Baiklah kita pergi sebentar lagi."
To be continuous
Hay readers emak ini novel baru emak, tolong beri dukungan ya readers sayang 🙏🙏🙏🙏🥰🥰
Gresia terlihat canggung ditengah keramaian mall ternama dikota A. Sudah tujuh belas tahun usianya, tapi belum sekalipun dia datang ketempat seperti ini. Dia hanya tau mall dari ponsel usang yang dia miliki. Tapi tak sekalipun dia pernah berkunjung ketempat ini.
"Apakah nyonya hanya akan berdiri saja disini?" tanya Adrian membuyarkan lamunan Gresia. Dia menatap Adrian dengan gugup. "Aku tidak tau harus mulai dari mana. Bisakah kau membantuku menunjukkannya. Jujur aku baru pertama pergi ketempat seperti ini." jelas Gresia dengan wajah merona karena malu. Gadis seusianya tentu takkan asing dengan tempat ini, tapi dia bahkan tau harus apa.
Adrian tersenyum simpul, dia tau apa yang diucapkan Gresia adalah benar. Sebelum dia memasuki keluarga Akeno Adrian telah menyelidiki kepribadian nyonya mudanya itu.
"Silahkan nyonya ikut saya." pinta Adrian dengan sopan. Gresia mengikuti langkah lebar Adrian menuju butiq dengan brand ternama dunia. Bahkan Gresia beberapa kali harus membulatkan matanya oleh harga yang begitu pantastis yang tertempel pada baju yang akan dia beli.
"Adrian aku rasa baju ini terlalu mahal," bisik Gresia pada Adrian yang berdiri disampingnya.
"Bagi nyonya Akeno harga ini sudah yang standart." jawab Adrian dengan senyum.
"Tolong pilihkan baju yang sesuai dengan nyonyaku, lalu kirim kealamat ini." titah Adrian pada pelayan butiq.
"Baik tuan."
Gresia diam mematung, tak hanya baju. Adrian juga membawanya membeli sepatu juga beberapa tas. Lagi-lagi Gresia sesak napas melihat harga pada barang-barang yang dibeli Adrian.
Grasia sudah lelah belanja berjam-jam dan mulai meminta pulang. Tapi lagi-lagi Adrian memintanya membeli sesuatu.
"Ini yang terakhir. Nyonya harus membeli perlengkapan sekolah." ujar Adrian sembari tersenyum.
"Tidak perlu, aku sudah punya dirumah." tolak Gresia.
"Maaf nyonya, tuan memindahkan nyonya kesekolah elite dikota A ini. Jadi barang-barang nyonya tak memenuhi standar disekolah baru nyonya nanti." Jelas Adrian masih dengan senyum dibibirnya.
Grasia terdiam, sekolah elite? Mendengarnya saja membuatnya pusing. "Baiklah terserah padamu Adrian." sahut Gresia pasrah.
Menjelang makan malam Gresia dan Adrian baru sampai di mansion. Saat makan malam tak ada Akeno di meja makan. Itu menandakan Akeno tidak pulang malam ini. Ketidak hadiran Akeno di meja makan justru membuat Gresia lega. Dia enggan bersitatap dengan tatapan tajam yang terlihat gelap bak malam kelam itu.
Malam harinya Gresia dibantu pelayan wanita menyusun barang-barang yang dia beli tadi siang.
"Nyonya, barang lama milik nyonya harus disingkirkan. Itu sudah tak layak pakai." ucap pelayan dengan sangat hati-hati. Dia tak ingin menyinggung nyonya mudanya dengan kata-kata.
Gresia mendesah pelan. "Tidak apa singkirkanlah. Tapi buku sekolahku biar saja disitu. Ada banyak catatan yang masih aku perlukan."
"Baik nyonya."
Pelayan wanita itu membawa semua barang yang sudah susah payah Gresia bawa dari rumah dan kini akan menjadi penghuni tong sampah.
Lelah, itu yang dirasa Gresia saat ini. Dengan mata terpejam dia berbaring di tempat tidur mencoba untuk tidur. Dalam hitungan menit dia sudah terlelap.
Sementara Akeno pulang hampir jam satu malam disaat semua penghuni rumah sudah terlelap. Kehadirannya disambut oleh Adrian.
"Apa istriku merepotkanmu seharian ini?" tanya Akeno datar.
"Tidak tuan."
"Baguslah. Seberapa banyak dia menghabiskan uangku saat belanja?" tanya Akeno lagi sembari menatap Adrian di sampingnya.
Adrian tersenyum simpul. "Sepertinya nyonya bukan wanita yang pandai menghamburkan uang, tuan." jelas Adrian.
"Benarkah? Aku tidak yakin, tunggulah sebentar lagi. Aku yakin dia takkan mampu menahan diri untuk tidak menghamburkan uangku." ucap Akeno dengan seringai dibibirnya.
"Mungkin saja tuan." sahut Adrian ragu. Dia tidak melihat tanda-tanda itu pada diri nyonya mudanya.
"Aku mau istrahat, kau juga istrahatlah."
"Baik tuan." sahut Adrian sembari membungkukkan setengah tubuhnya dan menunggu tuannya beranjak pergi.
Akeno menghentikan langkahnya di deapan kamar Gresia, berusaha membuka handle pintu dan ternyata tidak terkunci sama sekali.
"Gadis ceroboh!" umpatnya sembari masuk perlahan kedalam kamar. Manik hitamnya menatap lekat tubuh molek diatas ranjang. Sinar yang temaram membuat pandangannya tak begitu jelas melihat raut wajah istrinya yang tengah terlelap.
Tapi lekuk tubuh sintalnya dapat terlihat walau temaram. Gresia memiliki tubuh yang sangat sempurna diusianya yang baru tujuh belas tahun dan Akeno mengakui itu.
Setelah puas menatap tubuh Gresia dia pun pergi meninggalkan kamar itu menuju kamarnya. Tubuhnya sudah terasa sangat lelah butuh istrahat.
***
Gresia menuruni tanga dengan tergesa menuju meja makan. Sementara Akeno sudah menunggunya disana.
Akeno sudah membuka mulutnya ingin memarahinya tapi kalimatnya tertelan begitu saja. Manik hitamnya terpaku pada sosok Gresia yang terlihat bak putri bangsawan ingris dengan seragam sekolahnya. Seragam dengan rompi pas badan membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna ditambah rok mini berbiku yang memperlihatkan kaki jenjang nan mulus bak poslen. Akeno menelan salivanya dengan kasar.
"Maaf aku kesiangan." ucap Gresia merasa bersalah membuat suaminya menunggu lama.
"Kalau tidak biasa bangun pagi. Putar Alarm, jangan membuat orang menunggumu!" sahut Akeno dengan ekspresi dingin.
Gresia hendak menyangkal ucapan Akeno, dia biasa bangun pagi tapi melihat sorot mata kelam itu dia tak berani angkat bicara.
"Cepat makan kau tak punya banyak waktu." titah Akeno. Gresia mengangguk patuh, menghabiskan sarapannya lalu pergi kesekolah bersama Adrian.
Gresia menatap takjub gedung sekolah barunya. Rata-rata murid datang diantar dengan mobil super mewah seperti dirinya. Ini benar-benar sekolah para anaknya sultan.
Adrian mengantar Gresia sampai kebangku sekolahnya. Adrian tak mau nyonyanya mendapat kesulitan dihari pertamanya.
"Nona saya permisi dulu, semoga hari nona menyenangkan." ucap Adrian saat pamit. Kata nona yang diucapkan Adrian membuatnya lega. Setidaknya menyembunyikan status istri dihadapan teman sekolahnya terasa lebih baik.
Gresia gadis pendiam, dia jarang bicara juga tak pandai berintraksi dengan orang lain. Saat dirumah lama tak satupun dari penghuni rumah yang mau mengajaknya ngobrol. Mereka bicara pada Gresia hanya saat memerintah dia untuk melakukan pekerjaan rumah dan lainnya. Begitu juga disekolah, pengaruh hasutan adik tirinya membuat teman sekolah memjauhinya. Keadaan itu membuatnya terbiasa tenggelam pada dunianya sendiri tak perduli orang sekitar.
"Hay, kau anak baru ya?" sapa gadis cantik teman sebangku Gresia. Senyumnya mengembang sempurna menatap Gresia. Gresia hanya mengangguk kecil.
"Kenalkan aku Ayana, putri ketiga keluarga Samata." ucap Ayana sembari mengulurkan tangannya.
"Aku Gresia." sahut Gresia singkat. Dia sengaja tak menyebutkan nama belakang dari keluarga ayahnya dia yakin Ayana tak mengenalnya.
"Apa bisnis papamu?" tanya Ayana dengan ramah.
"Ayahku memiliki beberapa tempat makan, tidak terlalu besar tapi cukup untuk menghidupi kami sekeluarga." sahut Gresia apa adanya.
Ayana terbahak mendengar jawaban Gresia. "Aku suka padamu, kau gadis yang rendah hati." ucapnya sembari menepuk bahu Gresia dengan gerakan pelan. Siapa yang percaya bahwa papanya memiliki usaha hanya cukup untuk makan, sementara tas sekolahnya seharga puluhan juta rupiah.
"Aku tidak bohong," tegas Gresia meyakinkan.
"Tentu aku percaya padamu," sahut Ayana sembari tersenyum penuh arti sementara netranya memindai barang-barang yang dikenakan Gresia, semua berharga pantastis bahkan dia tak mampu membelinya.
To be continuous
Mohon dukungannya ya readers sayang 🥰🙏
Kehadiran Gresia disekolah barunya menyita perhatian lawan jenisnya. Wajahnya yang sangat cantik dengan bentuk tubuh sempurna membuatnya tampil bak dewi yunani.
Sikap acuh dan tak perduli orang sekitar menyempunakan penampilannya sebagai putri bangsawan sungguhan. Tidak ada yang menyangka dia hanya anak luar nikah dan dianggap sampah oleh keluarganya. Dalam sekejap Akeno merubah identitasnya, dia menjelma menjadi nona muda yang dikagumi semua orang.
Gresia menatap lembaran buku didepannya, membaca isinya dengan cermat. Dia benar-benar mengikuti ucapan Akeno agar memanfaatkan waktunya dengan baik. Di perpustakaan ini Gresia bisa mendapatkan buku yang dia mau dengan mudah. Perpustakaan megah dengan koleksi bukuh berlimpah, tapi sayang tak banyak peminatnya. Hanya segelintir orang yang berada disana. Salah satunya seorang siswa teladan yang berdiri tak jauh dari Gresia. Dia Harisah putra dari tuan Barma pengusaha perhotelan.
Sekilas dia melihat kearah Gresia, wajah baru yang baru pertama dia lihat di dalam perpustakaan ini. Dia penghuni lama di perpustakaan ini jadi dia paham betul siapa-siapa saja pengunjung perpustakaan.
Dahinya mengernyit saat melihat apa yang dibaca Gresia, buku yang ditulis oleh penulis dunia. Dia tak pernah melihat siswa mau membaca buku berisi tema yang begitu berat dan rumit di pahami. Tapi Gresia membacanya dengan santai dan menikmati lembar demi lembar halaman buku.
"Economics in One Lesson, pertama kali diterbitkan pada tahun 1946." desis Haris sembari menatap Gresia di depannya. Gresia menurunkan separuh bukunya untuk melihat siapa yang baru saja bersuara menyebut judul buku yang tengah dia baca.
Haris melambaikan tangannya sembari tersenyum ramah. "Hay!"
Gresia mengangguk pelan sebagai balasan, lalu kembali mengangkat halaman buku menutupi seluruh wajahnya, kembali tenggelam dengan bacaannya. Ini adalah Gresia, gadis yang tak perduli dengan sekitarnya. Dia biasa tengelam dengan dunianya sendiri, seakan tak ada orang lain disekitarnya. Sikapnya dingin dan terkesan angkuh.
Mata haris menyipit menatap halaman buku, seakan dia bisa melihat dengan jelas raut acuh dibalik lembaran buku dihadapannya.
Tapi dia juga tak ingin mengusik kesenangan Gresia, dia memilih ikut tenggelam dengan buku ditangannya.
Pemandangan ini membuat beberapa pasang mata para gadis menatap cemburu pada Gresia. Mereka tidak suka membaca, tapi sengaja datang kesini demi bisa melihat Harisah. Harisah yang biasanya acuh tak acuh, hari ini terlihat begitu peduli oleh kehadiran Gresia. Benar-bena rmemancing kecemburuan. Tapi Gresia tak memperdulikan keberadaan Harisah sama sekali. Dia berlalu pergi begitu bell tanda masuk kelas berbunyi, meninggalkan Harisah yang masih mematung ditempatnya.
Harisah mengejar langkah Gresia dengan tergesa. "Hey tunggu, kita satu kelas."
Gresia menghentikan langkahnya, menatap Harisah dengan mata beningnya. "Benarkah?"
"Iya."
Gresia mengangguk samar, lalu kembali melangkah pergi menuju kelas. Harisah termangu di tempat nya, Gresia mengabaikan pesonanya? Ini baru pertama kali terjadi dan menurutnya sangat menarik. Senyum samar mengiringi tatapanya pada punggung Gresia yang meningalkannya.
Pulang sekolah Adrian sudah menunggunya di depan gerbang sekolah membawanya menuju mobil mewah milik Akeno.
Di belakangnya tampak Harisah berjalan tergesa mengejarnya. "Gresia tunggu!" Gresia dan Adrian berhenti sejenak menatap kebelakang.
"Ada apa?" tanya Grasia datar.
"Bisa minta nomor mu?" Harisah menyodorkan ponselnya pada Gresia. Gresia menatap ponsel Harisah sekilas lalu beralih menatap Harisah.
"Maaf aku tidak bawa ponsel. Nomorku juga aku lupa." ujar Gresia.
Harisah berdecak kecewa, dia percaya kalau Gresia tidak membawa ponsel, sebab seharian dia tak melihat benda itu ada bersamanya. Tapi lupa nomor ponselnya itu mustahil. Gadis yang mampu membaca buku dengan memakai bahasa asing jelas memiliki ingatan yang kuat.
"Baiklah, semoga lain kali kau sudah ingat berapa nomor ponselmu." ucap Harisah akhirnya. Gresia tersenyum samar lalu beranjak pergi.
Harisah terpaku ditempatnya, lengkungan kecil dibibir Gresia membuat jantungnya berdetak kencang. Dia benar-benar dingin tapi begitu mempesona.
Adrian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali dia melirik nyonya mudanya melalui kaca spion tengah. Gresia sedang menatap keluar jendela dengan pikiran yang entah terbang kemana. Adrian ingat bahwa ponsel nyonya mudanya sudah tak layak pakai dan dia kemarin lupa membelikannya yang baru.
"Nyonya apa sebaiknya kita membeli ponsel baru agar bisa nyonya bawa kesekolah?" tanya Adrian sembari focus menatap kedepan.
Gresia mendesah pelan. "Tidak perlu, aku tidak biasa membawa ponsel saat sekolah." sahutnya tanpa beralih pandang.
Adrian melirik nyonya mudanya sekilas lalu kembali focus kejalan. "Baiklah nyonya."
Malam ini Akeno kembali tidak pulang makan malam. Gresia kembali makan malam seorang diri tanpa Akeno suaminya.
Selesai makan Gresia tak langsung masuk kedalam kamarnya. Dia pergi kehalaman samping duduk dibangku panjang sembari menatap sinar bulan yang tampak bersinar penuh. Dia mendesah berat saat menatap kedalam rumah, rumah besar ini benar-benar terasa sunyi dan sepi. Rumah yang di penuhi aura sangat dingin, yang membuat hati penghuninya terasa membeku. Tapi tinggal disini masih lebih baik ketimbang di rumahnya sendiri. Di jam-jam seperti ini biasanya dia masih sibuk mencuci piring bekas makan malam keluarganya. Sementara disini dia dihargai dan di hormati sebagai nyonya rumah.
"Nyonya angin diluar sangat dingin, pakailah ini." Kepala pelayan datang dengan membawa switer ditangannya. Gresia menoleh menatap kepala pelayan itu dengan ramah. "Trimakasih bik."
"Boleh saya duduk nyonya?"
"Silahkan."
Bik Sumi kepala pelayan di mansion ini duduk disebelah Gresia sembari ikut menatap bulan.
"Apakah yonya merasa kesepian tinggal di sini?" tanya bik Sumi masih menatap bulan.
Gresia menarik tubuhnya bersandar pada bahu kursi, menatap bik Sumi dengan tatapan lembut. "Aku suka kesunyian dan ketenangan, suasana itu membuat hatiku nyaman."
Bik sumi memandang Gresia dengan tatapan aneh. Dia tak menyangka Gresia akan menjawab pertanyaannya dengan kata-kata seperti itu. Usianya baru tujuh belas tahun. Dinikahkan dengan Akeno yang tak memberi perhatian padanya sedikitpun, gadis lain mungkin akan menangis setengah gila. Tapi Gresia malah sebailiknya, dia terlihat tenang dan begitu dewasa.
"Nyonya gadis seusia nyonya diluar sana lebih suka menghabiskan uang dan waktu demi kesenangan. Apa nyonya tidak berpikiran sama dengan mereka?" selidik bik Sumi.
Gresia mendesah pelan. "Aku sudah lupa caranya bersenag-senang bik. Saat usiaku tujuh tahun, aku pernah diam-diam keluar rumah untuk bermain bersama teman sekolahku. Waktu itu disekitar rumah ada pasar malam, aku bermain disana hingga lupa waktu. Aku pulang saat ibu tiriku datang dengan sebatang kayu panjang. Dia memukulku dan mengiringku pulang dengan kayu ditangan." Gresia menarik napas panjang menjeda ucapannya.
"Saat papaku pulang, ibu tiriku mengadukan kenakalanku seharian itu. Dengan sangat marah ayahku menyeret tubuh mungilku lalu mengunciku didalam gudang. Bibik tau apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Gresia dengan senyum tipis dibibirnya. Bik Sumi menggeleng pelan.
"Mereka mengurungku berhari-hari hingga aku hampir mati. Mulai saat itu aku tidak berani keluar rumah untuk bermain. Kata main dan bersenag-senang sangat tabu untuk di ucapkan. Untuk mengisi rasa bosan aku memilih membenamkan diri diperpustakaan keluarga."
Bik sumi terdiam, dia paham kenapa Gresia memilih menutup diri dari orang lain. Dia sudah mengalami pahitnya hidup di usia yang sangat muda.
Gresia menyentuh tangan bik Sumi dengan lembut. "Bibik orang pertama yang mengetahui kisah ini. Maaf membuat bibik mendengar kisah piluku."
"Tidak apa nyonya, saya senang nyonya bisa lebih terbuka kepada saya." sahut bik Sumi, balas menggenggam jemari Gresia.
"Trimakasih bik." lirih Gresia. Bik Sumi mengangguk haru.
"Nyonya sebaiknya kita masuk kedalam. Udara diluar sudah semakin dingin."
"Iya mari bik."
Malam ini Akeno kembali pulang larut malam. Kedatangannya langsung disambut oleh Adrian pengawal sekaligus Asisten pribadi istrinya.
"Apa sekolahnya berjalan lancar?" tanya Akeno sembari melonggarkan dasinya. Dia duduk diruang tamu, sementara Adrian berdiri di hadapannya.
"Sangat lancar tuan. Bahkan nyonya langsung populer diantara siswa. Dia berhasil membuat siswa teladan meminta nomor ponselnya." lapor Adrian penuh semangat.
Akeno yang sedang membuka dasinya mendadak menghentikan gerakannya, menatap Adrian dengan tatapan tajam. "Kau lupa Gresia itu istriku? berani kau laporkan hal seperti ini padaku!" hardik Akeno berang. Adrian seketika dilanda kegugupan, buaknkah itu yang diperintahkan Akeno padanya. Melaporkan kegiatan Gresia sekecil apapun.
"Maaf tuan, lain kali saya akan memilah mana yang boleh dilaporkan mana yang tidak." ujar Adrian sedikit tak ikhlas.
Akeno berdecak kesal. "Tidak bisa, kau harus laporkan semuanya padaku! Tapi lain kali jangan biarkan hal seperti itu terjadi lagi. Bagaimanapun dia masih tujuh belas tahun belum pantas mengenal lelaki terlalu intim. Ingat aku membayarmu untuk menjaganya dari ganguan seperti murid teladan itu. Bukan malah menjadi penonton!" hardik Akeno lalu beranjak dari hadapan Adrian berlalu menuju kamarnya.
"Baik tuan." sahut Adrian patuh. Adrian mendesah berat sembari menatap punggung Akeno.
To be continuous
Makasih buat Readers emak yang udah mampir dan ninggalin jejak🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!