NovelToon NovelToon

Jamu Gendong -Janda Muda Gebetan Brondong-

Bab 1. Sosok Di bawah Curug

Srek ... Srek... Srekkk...

Suara gesekan daun-daun kering yang beradu dengan alas sandal, mengiringi langkah kaki seorang wanita yang nampak lelah dengan beban yang berada di punggungnya. Tetes-tetes peluh nampak menghiasi kening sebagai pertanda bahwa hari ini cuaca begitu panas, beradu dengan rasa lelah yang ia rasakan hingga membuat penat yang tiada terkira.

"Hah ... siang ini rasanya panas sekali. Keringatku sampai bercucuran ke mana-mana."

Dialah Lingga Sari Andini. Wanita berusia dua puluh lima tahun yang berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Setiap pagi, ia selalu berkeliling menjajakan dagangannya. Dari satu kampung ke kampung yang lain. Dan di jam satu siang seperti ini merupakan waktu untuk kembali pulang ke kediaman.

Siang hari ini rasanya begitu berbeda dari biasanya. Cuaca yang begitu panas membuat Lingga ingin sejenak mengistirahatkan tubuhnya. Ia pun mengedarkan pandangannya ke arah sekitar dan ia teringat akan satu tempat yang sepertinya akan sangat pas untuk ia jadikan tempat beristirahat sejenak.

"Bukankah di balik hutan ini ada sungai? Ah, sepertinya akan sangat menyegarkan jika aku menyempatkan untuk mandi terlebih dahulu."

Lingga sibuk bermonolog lirih. Cuaca hari ini benar-benar membuatnya gerah tiada tara. Ia berpikir, dengan mandi di sungai bisa mengurai segala rasa penat, gerah dan lelah yang menyergap tubuhnya. Pada akhirnya, wanita itupun memilih untuk mandi terlebih dahulu di sungai sebelum pulang ke kediamannya.

Telapak kaki yang berbalut sandal jepit itu menyusuri jalan setapak yang akan mengantarkannya ke sebuah sungai yang berada di balik hutan ini. Sebuah sungai yang alirannya begitu deras yang berhulu di gunung Slamet. Setelah kurang lebih lima belas menit memasuki kawasan hutan, Lingga pun sampai di tepian sungai ini.

Senyum mengembang membingkai bibir tipisnya kala netranya memandang segala pesona yang tersaji. Aliran air yang begitu jernih yang dihiasi oleh batu-batu kali. Dan tak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah curug kecil yang tidak terlalu tinggi.

Tak ingin berlama-lama lagi, Lingga menurunkan sebuah tenggok (bakul khas penjual jamu gendong) dari punggungnya dan ia ambil sebuah kain jarik yang memang selalu ia letakkan di dalam tenggok itu. Lingga kembali melangkah ke balik batu besar untuk menanggalkan seluruh pakaian yang ia kenakan dan akan menggantinya dengan kain jarik itu.

Byurr!!!!

Air membasahi tubuh Lingga saat wanita itu menceburkan dirinya ke dalam salah satu bagian sungai yang sedikit dalam. Rasa segar seketika terasa mengaliri saat tetes demi tetes air khas pegunungan ini membasahi tubuhnya. Tak mengherankan jika rasa gerah yang sebelumnya menyergap kini berganti dengan rasa segar dan sejuk tiada terkira.

Berkali-kali Lingga membenamkan kepalanya ke dalam air untuk menyempurnakan kesegaran dan kesejukan yang ia rasa. Bak sebuah candu, mandi di sungai di bawah hamparan langit siang hari dan ditemani oleh pohon-pohon khas hutan tropis yang menjulang tinggi seakan membuat Lingga tidak ingin cepat-cepat mengakhiri ritual ini. Ia mengambil sebuah batu kali yang nampak begitu halus dan menggosok-gosokkanya di atas permukaan kulit. Salah satu cara sederhana untuk menghilangkan daki.

"Astaga, itu apa? Mengapa ada orang di sana? Apa yang sedang ia lakukan di sana?"

Lingga tiba-tiba memekik dengan kedua mata menyipit di kala menangkap bayangan sesuatu yang berada tepian sungai tepat di bawah curug. Bayangan berbentuk sosok manusia dengan posisi tengkurap.

"Apakah itu adalah salah mayat pendaki yang jatuh dari curug? Atau salah seorang pemburu yang diterkam oleh binatang buas? Ihhh... Ngeri sekali!"

.

.

. bersambung...

Assalamu'alaikum para pembaca semua... Alhamdulillah bertemu lagi dengan tulisan saya yang ke-9. Hihi hihihihi semoga tidak bosan ya.. 😘😘😘

Untuk novel ini setiap bab nya mungkin akan jauh lebih pendek namun inshaAllah akan saya update sehari 4x. Doakan agar author yang sedang merangkak untuk pemes ini tetap sehat ya kak sehingga bisa menyelesaikan tulisan ini sampai tamat..🥰🥰

Akhir kata, selamat membaca kakak-kakak semua. Salam love, love, love❤️❤️❤️

Bab 2. Masih Bernyawa?

Tiba-tiba saja tubuh Lingga bergidik ngeri di saat membayangkan bahwa yang ia lihat itu merupakan salah satu mayat salah seorang pendaki yang jatuh dari tebing curam dan pada akhirnya sampai di bawah curug. Bukan hanya sekedar dongeng ataupun isapan jempol belaka. Di kawasan ini memang sering ditemukan jenazah para pendaki yang biasanya tersesat lalu mencoba mengikuti aliran sungai untuk bertemu dengan rumah penduduk. Namun ketika tengah tersesat di gunung mengikuti aliran air sejatinya justru merupakan salah satu kesalahan. Dengan mengikuti aliran sungai sejatinya justru akan mengantarkan ke sebuah tebing curam hingga pada akhirnya mereka terpeleset, terjatuh dan akhirnya mempertemukan mereka dengan akhir hayatnya.

Selain kisah para pendaki, tidak sedikit pula ditemukan mayat para pemburu liar yang berkeliaran di hutan ini. Macan kumbang, rusa, burung elang bahkan harimau Jawa sering menjadi incaran mereka. Tanpa mereka tahu sejatinya binatang-binatang itu tidak boleh diburu untuk tetap menjadi salah satu keragaman hayati di negeri tercinta yang kaya akan flora dan fauna.

Lingga memilih untuk mengakhiri ritual mandi yang ia lakukan. Ia yang sebelumnya berendam, kini bangkit dan mulai menepi. Gegas, ia kenakan kembali pakaiannya meski masih dalam keadaan basah dan buru-buru meninggalkan tempat ini.

"Tolong ... tolong saya... Tolong saya...."

Baru beberapa langkah Lingga mengayunkan tungkai kaki, sisi nuraninya sebagai seorang manusia sedikit terusik. Entah bisikan dari mana, tiba-tiba saja telinganya berdengung seperti meniupkan suara seseorang yang sedang meminta tolong. Suara itu terdengar begitu lirih namun begitu jelas di dalam indera pendengarannya. Seketika Lingga menghentikan langkah kakinya dan sedikit berbalik badan.

Aneh, sangat aneh. Sosok manusia yang berada di tepian sungai di bawah curug itu masih tidak bergerak sama sekali, namun entah mengapa Lingga merasa bahwa sosok itulah yang sedang meminta tolong yang suaranya terdengar di dalam telinga.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Orang itu sepertinya sudah mati namun mengapa aku merasa dia masih hidup? Ataukah mungkin itu merupakan salah satu makhluk penunggu curug yang menyerupai manusia?"

Lingga semakin dilema dengan apa yang harus ia lakukan. Antara meninggalkan tempat ini atau tetap berada di tempat ini mencoba untuk menolong sosok yang tengah terdampar itu. Sepuluh menit Lingga diserang oleh dilema seperti seorang wanita yang tengah bimbang dalam memilih calon pendamping hidupnya. Hingga pada akhirnya, ia memilih untuk melihat sosok yang tengah terdampar itu. Ia berpikir, barangkali sosok itu masih bernyawa dan memerlukan pertolongan.

"Tolong .... tolong .... Tolong saya...."

Lagi, suara lirih itu semakin terdengar jelas di telinga Lingga. Dengan susah payah, Lingga mencoba menyusuri tepian sungai yang dipenuhi oleh batu-batu kali ini untuk segera bisa menjangkau sosok manusia yang berada di dalam posisi tengkurap itu. Hingga pada akhirnya, Lingga sampai di dekat sosok manusia itu.

Lagi-lagi Lingga dibuat terperangah oleh keadaan sosok manusia ini. Sosok seorang laki-laki yang bahkan dalam keadaan tidak sadarkan diri namun entah dari mana suara minta tolong itu berasal. Meski ada rasa takut yang menyergap, namun Lingga tetap memberanikan diri untuk menolong lelaki ini. Lingga meletakkan kembali tenggok yang ia bawa di samping batu besar dan perlahan, ia memangkas jarak yang tercipta dengan mendekatkan tubuhnya ke tubuh lelaki ini. Kedua bola mata Lingga sedikit terbelalak kala melihat punggung lelaki ini masih naik-turun sebagai pertanda bahwa ia sosok manusia ini masih bernyawa.

"Ternyata ia masih hidup. Aku harus bersegera menolongnya!"

.

.

. bersambung...

Bab 3. Napas Buatan

Lingga sedikit berjongkok untuk bisa menjangkau tubuh lelaki ini. Jika dilihat dari pakaian yang dikenakan, lelaki ini merupakan salah satu orang yang berasal dari kalangan berada atau bahkan mungkin kaya raya. Celana jeans, sepatu khas pendaki dan tubuh yang dibalut oleh hoodie warna putih yang nampak sangat mahal. Terlihat dari brand yang sama sekali belum pernah dilihat oleh Lingga.

"Mas ... Mas ... apakah kamu masih hidup? Kalau masih, bangunlah. Menjauhlah dari tempat itu agar kamu tidak masuk angin."

Lingga menggoyang-goyangkan tubuh lelaki yang masih dalam posisi tengkurap ini untuk membuatnya tersadar. Namun sayang, lelaki ini bahkan tidak memberikan respon sedikitpun. Seolah berada di dalam posisi yang begitu nyaman.

"Mas, bangunlah. Mari saya bantu untuk keluar dari tempat ini. Bangunlah Mas!"

Lagi, Lingga berupaya untuk membangunkan lelaki ini. Namun sayang seribu sayang, sosok ini tetap saja tidak memberikan respon sama sekali. Pada akhirnya, Lingga mencoba untuk mengubah posisi si lelaki. Dari yang sebelumnya berada dalam posisi tengkurap, kini dalam posisi terlentang.

"Astaga, kasihan sekali lelaki ini. Sebenarnya dia ini siapa dan apa yang sebenarnya terjadi dengannya?"

Lingga menatap iba wajah pemuda yang sudah dipenuhi oleh goresan-goresan luka. Seperti goresan akibat terkena rumput-rumput liar yang pada saat lelaki ini berusaha merayap untuk menyusuri hutan perawan yang masih belum terjamah sama sekali. Dan luka yang berasal dari bebatuan yang mengenai wajahnya saat terjatuh dari tebing tinggi.

"Apakah lelaki ini memiliki ajian sakti mandraguna? Jika ia jatuh dari atas curug, seharusnya ia tidak akan selamat mengingat di bawah sini banyak terdapat batu-batu kali. Tapi mengapa ia masih tetap hidup? Sungguh sangat mengherankan."

Kepala Lingga mendongak, melihat dengan lekat curug yang ada di hadapannya. Meski tinggi curug ini hanya sekitar tujuh sampai sepuluh meter, namun sangat mustahil bagi seseorang yang bisa tetap hidup saat terjatuh dari atas sana. Sedangkan lelaki ini masih bernyawa meski napasnya terdengar terputus-putus.

"Ya ampun Lingga, mengapa kamu malah sibuk bertanya-tanya tentang ajian sakti mandraguna yang dimiliki oleh lelaki ini? Seharusnya kamu segera memberikan pertolongan untuknya. Bukan malah keheranan dengan ajian sakti itu."

Lingga harus menepuk jidatnya kala beberapa pikiran-pikiran aneh tiba-tiba berkeliaran di otaknya. Ia tersadar bahwa ia harus segera memberikan pertolongan untuk pemuda ini. Lingga meraih tangan si pemuda dan memeriksa denyut nadinya. Meski lemah, namun nadi pemuda ini masih berdenyut. Hal inilah yang membuat Lingga semakin yakin bahwa si pemuda masih hidup.

Lingga menempelkan telinganya ke bagian dada. Masih terdengar lirih detak jantung dari tubuh pemuda ini. Lingga memindai suasana sekitar, tidak ada satupun orang yang berlalu lalang di tempat ini. Mau tidak mau harus dirinya sendiri yang memberikan pertolongan untuk pemuda ini.

"Sepertinya, aku harus memberinya napas buatan untuk bisa menyadarkan pemuda ini."

Lingga mengangkat sedikit dagu milik si pemuda. Ia jepit hidungnya dan sedikit membuka mulutnya. "Maaf ya Mas, saya tidak bermaksud lancang untuk mencium Anda. Namun keadaan sangat darurat dan saya harus melakukan ini."

Tanpa banyak berkata-kata, Lingga membungkam mulut si pemuda dengan mulutnya untuk membuat segel kedap udara dan ia berikan napas saat rongga dada pemuda ini terangkat.

Lingga segera menjauhkan tubuhnya dari tubuh si pemuda saat merasakan ada sebuah respon.

Uhuk... Uhukk... Uhuk...

Seperti seseorang yang tengah tersedak, rongga mulut pemuda itu mengeluarkan air yang lumayan banyak. Tak selang lama, kelopak mata pemuda itu terbuka dan ia edarkan pandangannya ke arah sekitar.

"Syukurlah, Anda sudah sadar Mas!"

.

.

. bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!