NovelToon NovelToon

Missing You

Perjumpaan Pertama

Kisah bermula di masa kecilnya anak gadis bertubuh tambun, bernama Lintang Rajendra.

Anak gadis tidak akan pernah melupakan anak laki-laki pertama yang ia suka. Walaupun kenangan perjumpaan pertamanya dengan anak laki-laki tersebut bukanlah kenangan yang indah.

Lintang Rajendra, anak gadis yang masih berumur sepuluh tahun, bertubuh tambun, dengan rambut yang selalu dikepang dua, dan pipinya merah karena jerawat, suka mengurung diri di rumah sepulang sekolah. Dan hanya bermain di taman dekat rumahnya sendirian jika ia jenuh berada di dalam rumah. Lintang tidak memiliki teman karena dia memang bukan anak gadis yang cantik dan tidak unggul di dalam hal apapun. Dia hanya unggul dalam hal menggemukkan badan.

Adalah seorang pemuda bernama Chandresh Kusuma, berumur tujuh belas tahun. Chandresh Kusuma merupakan anak tunggal dari seorang pengusaha yang tengah naik daun bernama Wintang Kusuma dan memiliki seorang mama yang mulai sakit-sakitan

Chandresh Kusuma, seorang pemuda yang sangat tampan, bertubuh jangkung dengan bentuk badan yang proporsional. Karena, Chandresh Kusuma adalah kapten tim basket di sekolahnya. Berkat ketampanan, kesempurnaan fisik, kecerdasan, dan keunggulannya di dalam bermain basket, membuat Chandresh Kusuma menjadi idola para kaum Hawa baik di sekolahan maupun di lingkungan tempat tinggalnya,

Di sebuah taman bermain yang tidak begitu luas, Lintang yang biasa bermain pasir di siang dan sore hari di taman itu, melihat Chandresh Kusuma tengah duduk seorang diri di bangku taman, tengah membaca buku sembari mendengarkan musik dari ponselnya. Lintang melihat ada headphone terpasang di kedua telinganya Chandresh.

Lintang terpesona melihat pemuda yang memiliki rambut lurus hitam, yang selalu Lintang dambakan karena, Lintang tidak memiliki rambut sesempurna pemuda itu. Rambut Lintang bergelombang dan itu sebabnya ia selalu mengepang dua rambutnya. Karena kalau tidak dikepang, rambutnya akan mengembang parah seperti jajanan anak-anak yang bernama Arum Manis.

Rambutnya Chandresh yang berkibar apik diterpa angin sepoi-sepoi membuat Lintang semakin terpaku menatap pemuda itu. Tanpa Lintang inginkan, dada Lintang berdebar kencang saat pandangannya teralihkan dari rambut ke hidung alis tebal, hidung mancung, bentuk kelopak mata yang indah, kulit putih bersih yang melekat pas di wajah tampan pemuda yang masih asyik membaca buku sambil mendengarkan musik yang mengalir indah di headphone.

"Dia seperti dewa yang turun dari kahyangan. Tampan sekali" Gumam Lintang dengan hati yang berdebar kencang.

Lintang tersentak kaget pada saat kedua bola matanya bersitatap dengan kedua bola mata pemuda yang duduk di bangku taman dengan buku dan headphone di atas kepala. Lintang semakin kebingungan, dia melompat lalu menggeser langkahnya ke kanan kemudian ke kiri dan panik ke mana harus melangkah ketika pemuda itu bangkit berdiri dan berjalan pelan ke tempat ia masih berdiri mematung tidak jelas.

Di jarak satu meter, akhirnya Lintang memiliki kesadarannya kembali untuk berbalik badan lalu berlari kencang meninggalkan pemuda tampan itu.

Pemuda tampan yang memiliki nama Chandresh Kusuma itu mengernyit lalu membungkuk untuk mengambil jepit rambut berbentuk capung yang jatuh dari salah satu kepangan rambut anak gadis bertubuh tambun yang lari darinya.

Chandresh Kusuma lalu menghela napas panjang dan berlari menyusul laju lari anak gadis bertubuh tambun, berambut keriting yang dikepang dua itu.

Di saat itu, untuk kesekian kalinya, Lintang membenci tubuh gemuknya karena, ia tidak pernah bisa berlari kencang. Ia bisa merasakan pemuda tampan yang ia kagumi di pandangan pertama sewaktu ia bermain di taman itu, mengejarnya, tapi ia tidak bisa berlari lebih kencang lagi.

Lintang akhirnya bisa bernapas lega dan tersenyum lebar sambil mencoba berlari lebih kencang lagi, ketika ia melihat ke arah depan dan menemukan pintu rumahnya hanya tinggal beberapa meter saja dari dia, tapi Bruk! Lintang jatuh tersungkur di depan pintu rumahnya saking semangatnya ingin segera membuka pintu rumahnya.

Anak laki-laki tampan yang mengejar Lintang, berdiri di sampingnya Lintang, lalu tanpa membantu Lintang bangkit berdiri, anak laki-laki itu menjatuhkan kucir rambutnya Lintang begitu saja sambil berkata, "Itu kucir kamu. Jatuh di taman tadi"

Lintang memungut kucir rambutnya sembari bangkit berdiri dengan susah payah karena kegemukannya. Lintang akhirnya berhasil bangkit dan berdiri di depan anak laki-laki tampan itu, menatapnya dan berkata, "Ka.....kamu, eh, Ka....Kakak mengejarku karena kucir rambut i.....ini?"

Anak laki-laki itu menganggukkan kepalanya dengan wajah datar dan sikap acuh tak acuh.

"Te.......terima kasih" Lintang lalu berlari untuk membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalamnya dengan napas menderu dan debaran jantung yang tidak biasanya.

Anak laki-laki itu melihat ke arah perginya Lintang dengan bergumam, "Anak yang aneh" Lalu ia masuk ke rumahnya yang letaknya bersebelahan dengan anak gadis yang ia katakan aneh barusan.

Dan seperti biasanya, Chandresh hanya bertemu dengan mamanya karena, papanya selalu pergi ke luar kota. Papanya adalah pemilik perusahaan yang sedang berkembang yang bergerak di bidang desain interior.

Mamanya Chandresh mulai sakit-sakitan sejak ia menemukan beberapa bukti bahwa suaminya berselingkuh, namun ia tidak menceritakannya ke Chandresh, ia simpan sendiri semua fakta yang mengatakan bahwa suaminya berselingkuh. Mamanya Chandresh tidak ingin putra tunggal kesayangannya terganggu studinya jika putranya itu tahu bahwa papanya berselingkuh. Mamanya Chandresh juga tidak mendamprat suaminya, wanita tangguh itu cukup puas suaminya masih pulang ke rumah untuk dia dan Chandresh, cukup puas suaminya masih memberikan nafkah lahir dan batin kepadanya walaupun hatinya sakit menahan kecewa karena, suaminya memiliki wanita idaman lain

"Ma, kenapa Mama masih memasak? Kita beli aja lauk lewat aplikasi online mulai dari sekarang. Mama, kan beberapa bulan ini sering pusing dan batuk yang Mama derita, nggak sembuh-sembuh" Chandresh memeluk mamanya dari belakang saat ia menemukan mamanya batuk-batuk di depan kompor.

Chandresh lalu membantu mamanya membawa mangkok besar berisi bakmi goreng Jawa ke meja makan lalu ia bergegas balik ke dapur untuk memapah mamanya yang masih saja batuk-batuk. Chandresh membantu mamanya duduk di meja makan lalu berkata sambil mengelus pipi mamanya, "Ma, kita periksa ke dokter lagi setelah ini, ya?"

Mamanya Chandresh mengelus pipi putra tunggalnya yang sangat tampan itu sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, "Mama baik-baik saja. Mama cuma kebanyakan minum es sirup. Kamu tahu sendiri, kan, Mama nggak bisa minum minuman manis sedikit aja"

"Tapi, pusing dan batuk yang Mama derita, nggak sembuh-sembuh sebulan ini. Chandresh rasa, Mama perlu kontrol lagi ke dokter. Mau, ya, Ma?" Chandresh menatap kedua bola mata hitam mamanya dengan sendu.

"Nggak usah. Papa kamu sebentar lagi pulang. Mama nggak mau pergi kalau Papa kamu ada di rumah. Papa kamu, kan, pulangnya seminggu sekali"

Chandresh hanya bisa menghela napas panjang lalu duduk di sebelah mamanya dengan wajah muram.

"Lintang! Tolong kamu kasih kue bolu pandan bikinannya Mama ini ke tetangga baru kita" Mamanya Lintang langsung menahan langkahnya Lintang masuk ke ruang makan

"Tetangga baru?"

"Iya. Kita punya tetangga baru. Rumah di sebelah kita persis sudah ditempati penghuni baru. Kamu nggak tahu emangnya?"

Lintang menggelengkan kepalanya.

"Nih! Kasih kue bolu pandan bikinannya Mama ke tetangga baru kita. Nanti sore pas Papa kamu pulang kerja, kita berempat berkunjung ke sana"

Lintang melihat adiknya yang masih berumur lima tahun, duduk di meja makan sambil menikmati kue bolu pandan bikinan mama mereka.

Lintang menenteng paper bag berisi kue bolu pandan hasil kreasi mamanya dan berbalik badan lalu melangkah keluar rumah dengan malas-malasan.

Ting tong! Begitulah bunyi bel pintu rumah yang ia pencet.

Lintang tersentak kaget dan langsung mematung saat ia melihat anak laki-laki yang telah membuat hatinya berdesir nggak jelas membukakan pintu dan berdiri di depannya. Wangi cologne anak laki-laki itu menusuk hidungnya Lintang dan Lintang sangat menyukai wangi segarnya.

"Kamu?" Chandresh menatap Lintang dengan menautkan alisnya.

Mamanya Chandresh muncul di depan pintu dan langsung tersenyum ramah ke Lintang, "Ada apa, Nak?"

"Ah, i......ini, Tante" Lintang langsung menyodorkan paper bag yang ia pegang dengan kedua tangannya ke wanita cantik yang dia panggil Tante.

Mamanya Chandresh menerima paper bag tersebut dengan tanya, "Apa ini?"

"I......itu kue bolu pandan bikinan Mama saya, Tante. Saya permisi" Lintang menganggukkan kepalanya dengan cepat dan langsung memutar badan ke samping kiri, lalu berlari kencang yang ia pikir kencang, untuk masuk kembali ke dalam rumahnya.

Chandresh dan Mamanya sampai melongokkan kepala cukup jauh ke luar untuk melihat laju larinya anak Hadi bertubuh tambun dan berkepang dua itu, lalu Chandresh menoleh ke mamanya saat anak gadis itu sudah menghilang dari penglihatan mereka dan Chandresh berkata, "Dia anak yang aneh. Suka banget berlari padahal ia nggak bisa berlari dan dia pergi sebelum kita sempat mengucapkan terima kasih?"

Mamanya Chandresh menutup kembali pintu rumahnya sambil tersenyum lebar ia menepuk bahunya Chandresh dan berkata, "Iya tentu saja lucu, Chan, dia, kan, masih kecil"

Sore harinya, Lintang terus didorong oleh mamanya untuk pergi ke rumah tetangga baru mereka. "Kamu tuh berat banget tahu, nggak? Kenapa harus Mama dorong dari belakang kayak gini? Jangan direm terus kaki kamu! Ayok kita bersilaturahmi ke tetangga baru kita!" mamanya Lintang terus berteriak karena, Lintang terus menahan kakinya.

Lintang terus mengerem langkahnya dan berteriak, "Aku nggak mau pergi, Ma!"

Lintang nggak mau pergi karena, ia tidak mau bertemu lagi dengan anak laki-laki tampan yang sudah membuatnya salah tingkah. Lintang juga merasa malu karena anak laki-laki itu telah melihatnya jatuh tersungkur di aspal. Lintang tidak mau merasa malu dan canggung lagi, untuk itulah ia tidak mau diajak bersilaturahmi dengan tetangga barunya itu.

"Oke, cukup!" Mamanya Lintang menarik kedua tangannya dari punggung lebarnya Litbang laku ia bersedekap dan menoleh ke suaminya, "Pa, gendong Lintang dan ........."

Lintang langsung berlari menjauhi papa dan mamanya, namun tanpa ia sadari, ia justru berlari keluar dari rumahnya dan berdiri termangu di depan pintu rumah tetangga barunya.

Lintang mengumpat kesal di dalam hatinya saat ia gagal memutar badan untuk kembali masuk ke dalam rumahnya karena, mamanya langsung menahan langkahnya Lintang dan papanya langsung memencet bel pintu rumah tersebut sambil menggendong adik laki-lakinya Lintang.

Lintang hanya bisa menundukkan kepala dan berdoa di dalam hatinya semoga ia tidak melakukan hal bodoh lagi, nanti

Santai

Lintang terus menunduk dan tidak berani menggerakkan anggota badannya yang lain selain tangan kanan yang dia pakai untuk makan. Karena, mamanya yang super ceriwis, di sepanjang acara makan malam bersama dengan keluarganya Chandresh, selalu berkata kalau Lintang hanya punya hobi makan, tidur dan bermain di taman.

Chandresh yang tidak pernah tersenyum sejak mamanya mulai sakit-sakitan hanya mengangguk sopan ke mamanya Lintang untuk menanggapi cerita mamanya Lintang mengenai Lintang.

"Suami saya adalah seorang dokter umum di salah satu rumah sakit negeri, saya heran kenapa putri saya tidak bisa pinter seperti Papanya. Apalagi nilai matematikanya, parah banget" Mamanya Lintang masih meluncurkan keceriwisannya.

Lintang langsung menendang kaki mamanya dan mamanya langsung menoleh ke Lintang, "Itu benar. Makanya belajar lebih rajin lagi!"

Mamanya Chandresh tersenyum lalu berkata, "Suami saya adalah pemilik perusahaan yang lumayan berkembang. Bergerak di desain interior, jadi jarang di rumah, pulang seminggu sekali. Kebetulan Chandresh sangat unggul di semua bidang ilmu pengetahuan, Chandresh bisa mengajari Lintang kalau Lintang mau. Daripada Chandresh kesepian di rumah hanya berduaan dengan saya terus sepanjang hari"

Chandresh dan Lintang bersitatap dan secara kompak mereka menggelengkan kepala mereka di saat mereka mendengar ide yang dilontarkan oleh mamanya Chandresh.

"Saya setuju. Saya memang nggak bisa lagi mengajari Lintang sejak adiknya lahir. Saya fokus ngurus adiknya. Bahkan saya berhenti kerja. Saya dulu adalah perawat, hehehehe. Tolong ya, Nak Chandresh!? Ajari Lintang! Tante akan bayar nak Chandresh sesuai dengan honor guru les private di luar sana"

"Ah, nggak usah dibayar" Mamanya Chandresh melambaikan tangannya sambil tersenyum tulus.

"Tidak! Saya akan tetap memberikan honor yang sesuai untuk Nak Chandresh. Tolong bimbing belajarnya Lintang, di bidang Matematika saja" Mamanya Lintang menatap Chandresh dengan sorot mata memohon dan Chandresh akhirnya menganggukkan kepalanya karena tidak tega melihat mata sendunya mamanya Lintang.

Lintang menatap Chandresh dengan wajah cemberut dan mewek di dalam hatinya. Lintang kemudian berkata di dalam hatinya, apa yang akan aku lakukan saat Kak Chandresh mengajariku Matematika nanti? Bisa-bisa aku pingsan jika duduk berdekatan dengan Kak Chandresh, nanti, hiks, hiks, hiks, ah! Mama! Apa yang sudah Mama lakukan, hiks, hiks, hiks.

Papanya Chandresh dan Papanya Lintang kemudian melanjutkan obrolan mereka di teras depan sambil bermain catur. Mamanya Lintang mengajari mamanya Chandresh memasak kue. Lintang menjaga adiknya di ruang tamu.

Chandresh duduk di depan Lintang. Dia mengamati Lintang dan Chandresh tersenyum tanpa ia sadari di saat ia melihat Lintang begitu peduli dan sayang sama adiknya.

"Kalian lucu. Aku dari dulu ingin punya adik, tapi sayangnya Mamaku udah nggak bisa punya adik lagi setelah rahimnya diangkat karena mioma" Chandresh membuka suaranya untuk membuat suasana menjadi lebih akrab.

Lintang tersentak kaget dan tidak berani menoleh ke arah suara. Lintang berpura-pura asyik menyuapi adiknya makan puding padahal jantungnya mulai berdegup tidak jelas lagi.

"Kamu kelas berapa dan berapa umur kamu?"

Karena itu kata tanya, Lintang terpaksa menoleh dan menjawab tanpa berani menatap kedua matanya Chandresh, "Aku masih sepuluh tahun, tapi aku udah kelas enam. Aku harus mulai rajin belajar untuk menghadapi ujian nasional"

"Kok bisa di usia sepuluh, kamu udah kelas enam?"

Lintang menghela napas panjang lalu menoleh kembali ke Chandresh dan tanpa menatap kedua bola matanya Chandresh dia berkata, "Mamaku memasukkan aku ke SD lebih cepat karena ia punya bayi waktu itu. Adikku lahir saat aku masih berumur lima tahun. Aku diterima di SD karena, aku sudah bisa membaca dan berhitung dengan baik dan Mamaku lega saat itu karena, ia bisa fokus mengurus bayinya selama aku ada di sekolahan" Lintang lalu mengalihkan pandangannya ke adik laki-lakinya lagi

Chandresh tersenyum lalu bertanya, "Kau pintar berarti. Cuma mungkin kau butuh perhatian, jadi nilai akademis kamu mulai menurun"

Lintang akhirnya menggendong adik laki-lakinya dan dengan dalih adiknya pup, ia pamit pulang dan berlari sambil menggendong adik laki-lakinya.

Chandresh tertawa lirih melihat Lintang, "Dia tidak bisa berlari cepat, tapi kenapa ia hobi banget berlari, lucunya anak itu"

Keesokan harinya, Chandresh berangkat ke sekolah dan ia mendapatkan beberapa amplop berwarna pink. Chandresh menghela napas.lqlu menggeleng-gelengkan kepalanya dan seperti biasanya, dia memasukkan semua amplop tersebut ke dalam tasnya, tanpa membacanya.

Deo teman sebangkunya Chandresh langsung meletakkan tangannya di pundak Chandresh dan bertanya, "Amplop yang mana yang akan kau kembalikan ke pemiliknya dengan kata, aku juga menyukaimu?"

Chandresh menepis.tangannya Deo dari atas pundaknya dan berkata, "Nggak ada yang akan aku kembalikan. Aku nggak ada waktu untuk pacaran"

"Apa kau masih mencintai mantan kamu? Emm, Shinta? Kakak kelas kita yang sekarang udah lulus dan pergi meninggalkan kamu begitu saja?"

Chandresh menepuk bahunya Deo dan berkata, "Bukan mantan karena, nggak pernah ada kata putus di antara aku dan Shinta. Dan iya, kamu benar. Aku masih sangat mencintainya dan masih terus mencari keberadaannya"

"Emangnya dia nggak kuliah di sini?" tanya Deo.

"Kabarnya sih, dia kuliah di luar negeri. Di Singapore, tapi email dan nomernya nggak bisa aku hubungi lagi. Emailku nggak pernah dibalasnya sama sekali" Sahut Chandresh.

"Ya udah lah, lupakan saja! Masih banyak gadis yang mengantre di belakang kamu. Kamu tinggal nengok ke belakang dan memilih salah satu dari mereka"

"Kau pikir gampang melupakan cinta pertama" Chandresh kembali menepuk bahunya Deo dan Deo langsung menggemakan suara tawanya yang cempreng.

Sepulang sekolah, Chandresh kaget setengah mati saat ia melihat mamanya Lintang berlari ke arahnya dan langsung menarik tangannya Chandresh sambil berkata, "Tante udah nunggu kamu dari tadi. Tolong ajari Lintang Matematika mulai hari ini sampai hari Jumat di jam segini, ya?! Jangan khawatir, Tante udah masak untuk kamu dan udah anter lauk untuk Mama kamu" Mamanya Lintang langsung menyuruh Chandresh duduk di depan meja makan dan menyuruh Chandresh makan.

"Tapi, kenapa saya makan sendirian? Tante nggak makan?"

"Tante dan anak-anak Tante udah makan tadi. Makan aja jangan sungkan! Tante lihat, Mama kamu juga belum masak, tadi"

"Lalu Lintang mana, Tante?"

"Lintang ada di dalam kamar dan Tante kunci kamarnya sebelum ia kabur bermain ke taman. Dia selalu kabur bermain ke kamar setelah menyelesaikan makan siangnya. Maka dari itu setelah kamu selesai makan, Tante akan antar kamu masuk ke kamarnya Lintang dan........"

"Belajarnya di ruang tamu atau di sini aja, boleh kan, Tante. Saya nggak enak kalau harus masuk ke kamarnya Lintang" Sahut Chandresh

"Oh, oke! Setelah kamu selesai makan, Tante akan ajak Lintang keluar dari dalam kamarnya" Mamanya Lintang tersenyum lebar di depan Chandresh dan Chandresh membalasnya dengan senyum kikuk.

Dan di hari itulah, Lintang mulai menjalani hari-harinya belajar Matematika bersama dengan Chandresh.

Di awal belajar bersama dengan Chandresh, Lintang masih belum berani menatap Chandresh sampai membuat Chandresh tergelitik untuk bertanya, "Kenapa kamu kalau bicara denganku, tidak mau menatapku? Apa kamu takut padaku?"

Lintang menggelengkan kepalanya.

"Lalu kenapa?"

"Nggak papa" Lintang masih menundukkan wajahnya.

"Kalau nggak papa dan nggak takut sama aku, anggap aku ini Kakak kamu, jadi tatap aku sekarang! Lagian kalau murid nggak mau menatap gurunya pas gurunya kasih penjelasan, nanti, bagaimana mungkin murid itu bisa paham" Chandresh menatap Lintang.

Lintang memberanikan diri menatap Chandresh dan wajahnya langsung merah karena malu.

"Wajah kamu merah? Kamu malu? Tapi, kenapa kamu malu?"

"Karena aku berjerawat dan aku jelek" Lintang langsung menundukkan wajahnya kembali.

Chandresh menghela napas panjang dan berucap, "Apa aku pernah bilang begitu ke kamu?"

Lintang menggelungkan kepalanya.

"Makanya nggak perlu malu sama aku. Mulai sekarang angkat wajah kamu, tatap aku dengan santai dengan menganggap, aku ini Kakak kamu"

Lintang mengangkat kembali wajahnya dan menatap Chandresh.

Chandresh tersenyum ke Lintang. Senyum pertama yang Chandresh berikan untuk seorang wanita sejak ia ditinggal pergi oleh cinta pertamanya.

Lintang membalas senyumannya Chandresh dan seketika itu pula, Lintang mulai bisa bersikap santai dengan Chandresh.

Bahagia Tiada Tara

"Lintang, kamu dari tadi menatapku pas aku menerangkan soal cerita itu, berarti harusnya kamu paham, kan? Kenapa cuma kamu pandangi terus soal cerita itu dan tidak kamu kerjakan?" Chandresh mulai mengerutkan keningnya.

Lintang menggelengkan kepalanya ke Chandresh dengan wajah datar tanpa dosa.

"Oke, kita mulai dari soal Matematika yang kamu kuasai aja dulu. Apa yang kamu bisa? bangun ruang karena, aku lihat untuk bangun datar, kamu tidak begitu menguasai, atau soal cerita, atau satuan volume dan debit, FPB dan KPK, atau operasi hitung? Pilih salah satu yang kamu kuasai atau yang kamu sukai" Chandresh menarik senyum di bibirnya dan menganggukkan kepalanya ke Lintang.

Lintang menatap Chandresh dan mengerjap-ngerjapkan kedua kelopak matanya beberapa kali, lalu berkata, "Aku cuma tahu soal Matematika tentang mengantre"

"Mengantre? Soal apa itu?" Chandresh langsung menautkan alisnya.

"Soal Matematika mengantre itu, simple banget, cuma berhitung satu, dua, tiga, hehehehehe" Lintang lalu meringis di depannya Chandresh.

Chandresh menatap Lintang dengan sedikit kesal, lalu berkata, "Lintang, aku serius kok kamu malah ngajak bercanda? Selain itu, apa yang kamu kuasai?"

Lintang masih memamerkan deretan gigi putihnya, satu-satunya hal baik yang ada pada dirinya ya cuma deretan gigi putihnya yang sempurna, lalu berkata, "Selain itu, aku cuma tahu soal berdua satu tujuan, hehehehehe"

Chandresh langsung meraup wajah tampannya dengan kasar dan meraup oksigen di sekitarnya sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya secara irit untuk menekan emosinya. Kemudian Chandresh berkata, "Darimana kamu kulakan hal-hal semacam itu? Kamu tuh masih kecil, kenapa bisa kulakan kata-kata seperti berdua satu tujuan?"

Lintang menatap Chandresh dengan wajah ketakutan.

Chandresh akhirnya menghela napas panjang dan berkata, ".Huffftttt! Oke, lupakan saja! Kita baca lagi soal yang tadi dengan pelan, Chandresh kembali menghela napas panjang, lalu ia menarik buku paket Matematika yang ada di depannya Lintang dan kembali membacakan soal latihan yang terpampang nyata di salah satu halaman yang ada di dalam buku paket Matematikanya Lintang, "Sebuah persegi panjang memiliki luas yang sama dengan sebuah persegi, yaitu 64 cm2. Apabila panjang sisi persegi 2 kali lebar persegi panjang, berapakah keliling persegi panjang tersebut?"

Lintang menggelengkan kepalanya dengan wajah yang mulai ketakutan.

"Oke, nggak usah tegang kayak gitu. Kita santai aja. Maafkan aku kalau aku agak kesal tadi. Matematika itu harus dipahami dengan santai" Chandresh menepuk puncak kepalanya Lintang lalu menarik kembali tangannya untuk menuliskan penyelesaian soal cerita yang dia baca tadi. Chandresh menulis penyelesaian soal tersebut dengan mengeluarkan suara dan menjelaskannya dengan nada suara penuh dengan kesabaran, "Apa rumus luas persegi?"

"Luas persegi sama dengan sisi kali sisi" Sahut Lintang

Chandresh tersenyum dan kembali menepuk puncak kepalanya Lintang, lalu menarik Kemabli tangannya dan berkata, "Bagus. Pinter. Nah, Luas persegi sama dengan sisi kali sisi kan, berarti 64 cm2 \= sisi x sisi

Sisi \= 8

Sisi \= 2 x lebar

8 \= 2 x lebar

lebar \= 8 : 2

lebar \= 4 cm

Luas persegi panjang \= p x l

64 cm2 \= p x 4 cm

p \= 64 : 4 cm

p \= 16 cm

Keliling persegi panjang \= 2 x (p x l)

\= 2 x (16 + 4)

\= 2 x 20 cm

\= 40 cm. Nah, ketemu kan, udah paham?"

Dan ajaibnya, setelah merasakan hangatnya tangan Chandresh yang menepuk puncak kepalanya sebanyak dua kali, Lintang mendadak paham akan soal cerita itu. Lintang menganggukkan kepalanya dengan senyum semringah.

Chandresh tersenyum lega dan berkata, "Aku akan kasih soal yang sama cuma aku ganti angkanya"

Dan benar-benar ajaib, Lintang bisa menyelesaikan soal dari Chandresh dengan sempurna dan beberapa materi yang sering keluar di ujian nasional tingkat Sekolah Dasar, yang Chandresh jelaskan berikutnya, bisa menempel di ingatannya Lintang dengan sangat baik dan beberapa soal latihan yang Chandresh berikan, juga bisa Lintang selesaikan dengan sempurna.

Dua jam les privat itu berlangsung dengan baik dan Chandresh tersenyum puas. Dia kembali menepuk puncak kepalanya Lintang dan berkata, "Kamu sebenarnya bisa kalau mau fokus. Kamu pinter, kok"

Blush! Lintang langsung menundukkan wajahnya saat ia merasakan wajahnya panas dengan jantung yang mulai berdegup nggak jelas lagi.

Chandresh menarik tangannya lalu berkata, "Aku pamit, besok kita belajar lagi" Chandresh melangkah ringan meninggalkan Lintang yang masih menunduk dan mematung.

Mamanya Lintang yang tengah menunggu adiknya Lintang bermain di teras depan langsung mengucapkan terima kasih ke Chandresh saat Chandresh mengatakan kalau Lintang sebenarnya anak yang pintar kalau mau fokus.

Lintang lalu berlari ke wastafel yang ada di ruang makan dan membasuh wajahnya di sana karena setiap kali ia teringat tepukan hangat tangannya Chandresh di puncak kepalanya, wajahnya terus terasa panas dan jantungnya kembali berdegup tidak jelas.

Keesokan harinya, Lintang mendapat pujian dari guru Matematikanya, "Lintang, selamat, ya! Nila Matematika kamu dapat seratus. Kalau begini terus, kamu bisa masuk ke Sekolah Negeri favorit"

Lintang tersenyum lebar dan perasaan kagumnya untuk Chandresh semakin mekar mengembang indah karena berkat bimbingan belajar dari Chandresh, Lintang mendapatkan nilai seratus untuk pertama kalinya di mata pelajaran Matematika.

Mobil antar jemput, salah satu fasilitas yang diberikan oleh pihak sekolah tempat Lintang mereguk ilmu, hanya bisa berhenti di pinggir jalan besar dan untuk sampai ke rumah, seperti biasanya, Lintang harus berjalan kaki masuk gang yang tidak sempit dan tidak lebar juga.

Di ujung gang, Lintang dihadang tiga anak laki-laki seusianya yang berasal dari Sekolah Dasar Negeri yang ada di dekat wilayah rumahnya. Ketiga anak laki-laki itu memang sering menghadang Lintang untuk memalak Lintang karena, mereka tahu Lintang anak orang kaya yang tinggal di kawasan elit yang berada tidak jauh dari Sekolah Dasar Negeri tempat mereka bersekolah.

"Hei, Gajah udah muncul tuh" Teriak salah satu dari ketiga anak laki-laki nakal itu.

"Iya benar. Gajah udah muncul" Teriak yang satunya lagi.

Lintang menghela napas panjang. Dia udah terbiasa dipanggil Gajah oleh teman-temannya karena, ia memang bertubuh tambun, lebih tinggi dari anak gadis seusianya dan lebih besar pula dari anak gadis seusianya.

Lintang berhenti di depan ketiga anak laki-laki itu dan seperti biasanya, ia bisa lewat jalan itu setelah ia menyerahkan uang tiga puluh ribu rupiah ke ketiga anak laki-laki nakal itu.

"Hei, Gajah! Jangan pergi dulu!"

Lintang menoleh dan bertanya, "Kenapa?"

"Kurang ini!"

"Biasanya kan, juga segitu" Sahut Lintang

"Ini tidak biasanya" teriak pimpinan dadi ketiga anak laki-laki nakal itu.

Lintang langsung berteriak, "Aku nggak punya uang lagi dan ini terakhir kalinya aku kasih uang ke kalian! Dan jangan panggil aku Gajah lagi!"

Pimpinan anak laki-laki nakal itu langsung mendorong Lintang sampai Lintang jatuh terduduk di atas aspal. Dan di saat anak nakal itu hendak memukul Lintang, Chandresh langsung menarik kerah baju anak itu dan berkata, "Jangan ganggu Lintang!"

Anak laki-laki nakal itu menarik dirinya dan berhasil melepaskan kerah bajunya dari cengkeraman tangannya Chandresh.

Anak nakal itu bersama dua orang temannya yang biasa dia ajak untuk memalak Lintang, menatap Chandresh. "Siapa kamu?! Kenapa kau membela Gajah?" teriak anak laki-laki yang berlagak menjadi pimpinan dari kedua temannya.

"Pergi atau aku akan membuat kalian berakhir di IGD?" Chandresh menghunus tatapan mematikannya ke ketiga anak laki-laki di depannya.

"Aku tidak takut!" anak laki-laki yang berlagak pimpinan itu langsung maju dan menyerang Chandresh dan hanya menggerakkan satu tangannya saja, Chandresh berhasil membuat anak laki-laki itu jatuh tersungkur di atas aspal.

Anak laki-laki itu berhasil bangkit berdiri dengan bantuan kedua temannya.

"Pergi dan jangan ganggu Lintang lagi! Kalau aku lihat kalian mengganggu Lintang lagi, aku akan menghajar kalian semua lebih dari ini" teriak Chandresh.

Ketiga anak laki-laki itu langsung berlari kabur.

Chandresh berjongkok di depannya Lintang saat ia melihat Lintang menangis dengan duduk bersimpuh di atas aspal. Chandresh bertanya dengan wajah panik, "Kenapa kamu menangis? Ada yang terluka?"

Lintang masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan masih menangis lalu ia menggelengkan kepalanya.

"Kalau gitu, kenapa kamu menangis?"

"Karena Kak Chandresh jadi tahu nama panggilanku. Aku sering dipanggil Gajah, huhuhuhu dan aku malu Kak Chandresh tahu soal itu, huhuhuhu" Lintang semakin keras tangisannya.

Chandresh mengulum bibir menahan geli, lalu berucap, "Aku justru senang dengan Gajah. Kau tahu, Gajah itu binatang yang tangguh, ia selalu menjadi tameng buat teman-temannya, itu berarti ia setia kawan, lalu ia juga suka bersosialisasi, berumur panjang, dan baik hati"

Lintang langsung menghentikan tangisannya, mengusap kedua pipinya yang penuh dengan sisa air mata lalu ia menatap Chandresh, "Kakak suka sama Gajah?"

Chandresh membantu Lintang berdiri dan berkata, "Iya. Aku suka dengan Gajah" Lalu Chandresh menggandeng tangannya Lintang yang sudah ia anggap sebagai adiknya dan mengajak Lintang berjalan bersama menuju ke rumahnya Lintang.

Rasa kagum di hati Lintang akan sosok Chandresh, semakin mengembang luas dan saat tangannya digandeng oleh Chandresh, hati Lintang berbunga-bunga dan wajahnya terus melukis senyum bahagia tiada tara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!