NovelToon NovelToon

I Am Yours,Mr Chevalier!

Part 1

Dengan mata sembab karena menangis semalaman Laras melangkahkan kakinya dengan gontai menuju ke kelasnya. Pikirannya begitu kalut. James, kekasihnya yang semalam secara tiba-tiba hengkang dari apartemennya dan mengakhiri hubungan mereka membuat Laras merasakan pukulan hebat dalam hidupnya.

Segalanya begitu pahit, mengingat semua kisah mereka selama setahun ini hanya tinggal kenangan belaka. Laras masih melangkah dengan wajah tertunduk tanpa memperhatikan sekeliling. Tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang yang datang entah darimana.

Buku dan kertas-kertas yang diapit Laras berserakan di lantai. Tanpa berpikir siapa yang menabrak duluan, emosi Laras tersulut.

"Bisa lebih hati-hati?" serunya sembari mendongakkan wajahnya dan melotot marah kearah seorang lelaki tampan berambut pirang panjang dan bermata biru, yang tengah menatapnya balik dengan ekspresi wajah yang tak kalah kesalnya. 

"Hey, kau yang menabrakku, seharusnya kau minta maaf!" Lelaki itu melipat kedua tangannya ke dada. 

Laras bersungut. Suasana hatinya sedang tidak bagus dan tidak ingin lagi melanjutkan perdebatan. Segera dipungutnya buku dan kertas-kertasnya dari lantai, kemudian berlalu. Lelaki itu mendesis. 

"Freak!"

Seketika Laras menghentikan langkahnya ketika mendengar makian lelaki itu, lalu menghampirinya. 

"Apa kau bilang tadi?" tanya Laras menahan emosi.

"Freak, orang aneh!" jawab lelaki itu menantang dengan mengangkat wajahnya. 

Laras mendengus kesal. Erggh, emosinya seketika meluap. Kedua tangannya sudah terkepal. Ingin sekali dipukulnya wajah sombong lelaki itu bertubi-tubi, mungkin dengan cara itu Laras bisa sekalian melampiaskan rasa marah dan sedihnya terhadap James.

"Aargggh!" teriaknya.  

Akhirnya Laras hanya bisa berteriak sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya ke lantai. Kemudian membalikkan badan dan menghambur pergi. Lelaki itu mengacungkan jari tengahnya ke arah Laras namun gadis itu tak melihatnya. 

***

Laras duduk melamun di sebuah bangku memanjang di bawah pohon rindang di depan kampusnya. Otaknya masih penuh dengan kejadian semalam ketika James mengemasi barang-barangnya dari apartemen.Dadanya masih terasa begitu sesak.Air matanya pun kembali tumpah. 

"Hey, di sini kau rupanya," seru seseorang sembari menepuk pundaknya. 

Laras buru-buru menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Catherine, sahabatnya segera duduk di samping Laras dan memperhatikan wajah Laras yang kusut dan mata yang sembab. 

"Kau habis menangis?" tanya Catherine cemas. 

"I broke up with James," jawab Laras sendu. 

"O nooo ...." Catherine memeluk Laras erat. 

"It's okay, aku akan baik-baik saja," ujar Laras seraya berusaha tersenyum. 

Catherine menggenggam tangan Laras, berusaha memberi kekuatan kepada sahabatnya itu. 

Mata Laras tertuju kepada sesosok berambut panjang keperakan yang tengah berjalan tak jauh dari tempatnya duduk menuju sebuah mobil mewah yang telah menunggunya. Laras mendengus. Lelaki menyebalkan itu. 

"Benjamin!" pekik Catherine tertahan sembari menunjuk ke arah lelaki berambut panjang itu. 

Secara tiba-tiba lelaki yang disebut Catherine bernama Benjamin menoleh ke arah kedua wanita itu, menatap Laras kemudian menyunggingkan senyum mengejeknya dan melambaikan telapak tangannya kecil. Laras hanya menatapnya sinis. Masih kesal dengan panggilan "freak" yang disematkan lelaki itu padanya. 

Catherine menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya. 

"Kau mengenalnya?" tanya Catherine penasaran. 

"Siapa?" Laras balik bertanya. 

"Benjamin Chevalier!" seru Catherine.

"Siapa dia?" tanya Laras dengan lugunya. 

Catherine menepuk jidatnya. 

"The Rebellion, Laras .. Ben from The Rebellion," ujar Catherine gemas. 

Laras membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Ya tentu saja nama band itu tidak asing, band bergenre stoner metal itu memang terkenal seantero USA, tetapi Laras tidak pernah memperhatikan para personelnya, bahkan satu lagu dari mereka pun tidak pernah didengarnya.

"Sedang apa dia disini?" Laras mengajukan pertanyaan konyol. 

"O Gosh, kemana saja kau selama ini? Apa kau tidak tahu dia kuliah di sini?" jawab Catherine.

Laras menggeleng, hari-harinya begitu

disibukkan dengan bekerja dan kuliah hingga tidak ada waktu untuk memperhatikan sekitarnya.

"So, kau berhutang penjelasan padaku, Laras,

kenapa Ben melambaikan tangannya kepadamu?" ujar Catherine tak sabar mendengar penjelasan Laras. 

"Aku tidak sengaja bertabrakan dengannya tadi, kami terlibat konflik kecil, cuma itu."

"Hmm .. aku kira kau berhubungan secara diam-diam dengannya ...." Catherine tertawa terbahak-bahak. 

"Sembarangan!" hardik Laras sembari memukul kepala Catherine dengan buku pelan. 

Part 2

Satu notifikasi email masuk di ponsel Laras. Segera dibukanya pesan tersebut dan gadis itu pun tersenyum membaca isinya. 

Maid Home Magic, agen penyalur asisten rumah tangga menerimanya untuk bergabung. Beberapa hari yang lalu laras memasukan berkas ke agen tersebut untuk melamar sebagai asisten rumah tangga di akhir pekan. 

Laras harus bekerja ekstra sejak James pergi karena pemasukan hanya tinggal dari dirinya saja. Sedang biaya hidup di New York tidaklah murah. 

Laras segera bersiap-siap untuk datang ke alamat kantor agen yang telah di sebutkan di dalam email untuk melakukan wawancara. 

Jika semua lancar, akhir pekan ini dia sudah bisa mulai bekerja. Laras menyemangati dirinya dan mengingatkan dirinya bahwa dia adalah wanita kuat.

Laras menatap wajahnya di depan cermin, dan mengangguk mantap. 

 

***

 

Alamat yang diberikan agennya berada di kawasan elit. Dan kebetulan hanya 23 menit dari apartemennya di Tudor City, Manhattan.

Setelah beberapa saat mencari nomer rumah yang dituju, akhirnya Laras tiba di depan sebuah rumah yang bercat merah muda.

Madame Rose . C .

Nama pemilik rumah yang tercantum di atas alamatnya. Laras menarik nafas dalam-dalam,

kemudian menekan bel rumah dengan mantap. 

Tak berapa lama kemudian seorang perempuan paruh baya berseragam asisten rumah tangga muncul dan membukakan pintu untuknya. Sepertinya sudah menanti kedatangan Laras. 

"Tunggadewi Larasati Soetodjo?" tanya perempuan itu ramah. 

"Yes, mam," jawab Laras. 

Perempuan itu mempersilahkan Laras masuk. Laras menatap sekeliling ruangan dengan kagum. Semua benda tertata rapi. Dinding yang dibalut dengan wallpaper klasik dan beberapa lukisan yang terpajang sepertinya adalah karya-karya dari pelukis terkenal. 

"Saya Penelope, saya akan jelaskan tugasmu di sini ...."

Mendengar perkataan perempuan bernama Penelope itu, Laras segera mengalihkan pandangan kepadanya. 

Penelope menerangkan kalau dirinya mengajukan libur di  tiap akhir pekan kepada majikannya, oleh karena itu Madame Rose mencari asisten rumah tangga untuk menggantikannya di akhir pekan.Tugas Laras hanya bersih-bersih, membantu Madame Rose ke kamar mandi dan menemani jalan-jalan di kebun belakang rumah. Penepole mengatakan kalau majikannya itu lumpuh dan menggunakan kursi roda. 

"Ah satu lagi, di sini sudah ada juru masak jadi kau tidak perlu menyiapkan makanan, hanya tinggal antarkan saja ke kamar Madame."

Laras mengangguk-angguk tanda mengerti. 

"Biasanya setiap akhir pekan cucu Madame datang, jadi ketika beliau sedang ditemani cucunya, kau cukup melakukan tugas yang lain saja"

"Okay, mari saya perkenalkan dengan Madame."

Penelope mengajak Laras ke lantai atas. Lalu memasuki sebuah kamar yang sangat luas, bahkan jauh lebih luas dari apartemen Laras. 

Nampak seorang perempuan tua berambut putih tengah bersandar di ranjangnya.

"Madame, ini Nona Soetodjo, yang akan menggantikan saya setiap akhir pekan."

Perempuan itu menoleh ke arah mereka, Laras tersenyum. 

"Hallo Madame, call me Laras," sapa Laras dengan sopan. 

Madame Rose mengembangkan senyuman ramah. 

"Kau cantik sekali," ucapnya memuji Laras. 

"Kemarilah, nak ...." Madame Rose melambaikan tangannya pada Laras. 

Setelah Penelope berpamitan, Laras melangkah ke arah Madame Rose dan duduk di tepian ranjang. 

"Siapa namamu tadi, nak?" tanya Madame Rose. 

"Laras, Madame."

"Dari mana asalmu?"

"Indonesia, Madame, dan saya juga sedang berkuliah S2 di Columbia."

"Oow benarkah, cucuku Benji juga kuliah di sana, mungkin saja kalian saling kenal."Madame Rose terkekeh. 

"Sepertinya saya tidak punya teman bernama Benji, Madame."

"Baiklah, Laras, ayo ceritakan lebih banyak tentang dirimu," pinta perempuan itu. 

Laras kemudian bercerita tentang dirinya kepada Madame Rose. Perempuan tua ini begitu hangat. Laras merasa tengah berbincang dengan neneknya sendiri. 

Beberapa saat kemudian keduanya terlibat dalam obrolan yang hangat. Sesekali diselingi dengan tawa-tawa kecil.

Part 3

Jam menunjukan pukul 12 siang. Benjamin membuka matanya pelan, disingkirkannya sebuah tangan lentik yang melingkar di perutnya. Perempuan cantik yang terlelap di sampingnya itu menggeliat pelan. 

Benjamin segera bangkit dari ranjangnya,

bertelanjang dada, tubuh atletisnya yang hampir penuh dengan tattoo tampak begitu menggairahkan. Rambut panjangnya yang melebihi bahunya acak-acakan. 

Ben melangkah ke kamar mandi, beberapa saat kemudian terdengar suara air mengalir dari shower. Ben membersihkan dirinya.

Sepuluh menit kemudian Ben keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit sebatas pinggangnya.

Perempuan yang berada di atas ranjangnya memandang Ben dengan tatapan penuh gairah. 

"Hi Sid ...."

Ben menyapanya singkat seraya mencari pakaian di lemari yang hendak dikenakannya. 

Sidney, perempuan cantik itu adalah teman kencannya, mereka berdua tidak ada status apa-apa, namun hubungan mereka dekat. Ben adalah lelaki yang tidak puas dengan satu wanita saja.Tentu saja, dia adalah seorang rockstar. 

"Mau kemana, sayang?" tanya Sidney manja. 

"You know, ini hari sabtu, aku mau ke tempat Rose" 

Sidney mendengus kesal. Tidak terlalu suka dengan jawaban Ben. 

"Tak bisakah kita menghabiskan akhir pekan ini bersama? Rose bisa menunggu minggu depan kan?"

Sidney memang tak begitu menyukai Rose, nenek Ben. Itu karena Rose juga tidak terlalu menyukainya, atau lebih tepatnya tidak penah suka dengan semua perempuan yang dekat dengan Ben. Rose tidak pernah ramah kepadanya, ketika beberapa kali Ben mengajaknya menemui perempuan tua itu.

"Rutinitas," jawab Ben singkat. 

Sidney bangkit dari ranjang lalu menggelayutkan tangannya manja di leher Ben, berusaha menggodanya. 

"Ah come on Sid, I have to go, okay, I'll see you next week."

Ben mengecup bibir Sidney sekilas lalu melepaskan tangan Sidney dari lehernya.

Menyambar tasnya lalu berlalu dari kamar itu. 

Sidney hanya bisa menelan kekecewaan. 

 

***

 

Laras merenggangkan otot-ototnya setelah selesai bersih-bersih di rumah Madame Rose. Saat ini dia sedang berada di dapur untuk makan siang, bersama seorang juru masak bernama Lupita, seorang perempuan asal Meksiko. 

"Apa Madame Rose menyukaimu?" tanya Lupita.

"Sepertinya begitu," jawab Laras seraya memasukan sepotong kentang ke dalam mulutnya. 

Terdengar seseorang membuka pintu depan dan melangkah ke lantai atas. 

"Siapa yang baru saja datang?" tanya Laras. 

"Sepertinya Benji, seperti biasa setiap akhir pekan menginap di sini," jawab Lupita.

Laras mengangguk-angguk, lalu menghabiskan makan siangnya. 

"Laras, kau bawa makan siang ke kamar Madame ya," perintah Lupita seraya menunjukan satu nampan menu makan siang yang telah siap. 

Laras mengangguk. Membetulkan rok seragamnya yang sedikit terangkat, lalu membawa nampan itu ke lantai atas. 

Laras mengetuk pintu kamar Madame Rose yang sedikit terbuka, terdengar suara Madame Rose menyuruhnya masuk. Laras membuka pintu kamar dengan sikunya karena tangannya memegang nampan. Dilihatnya seorang lelaki berambut panjang keperakan yang diikat asal sedang berbincang hangat dengan perempuan itu.

"Ow Laras, ini Benji cucuku ...."

Madame Rose mengenalkan cucunya

kepada Laras. Lelaki itu menoleh ke arah Laras, keduanya terkejut. 

"Kau?" ujar keduanya secara bersamaan. 

Madame Rose terkekeh melihat reaksi keduanya. 

"Sudah aku bilang kan pasti kalian saling kenal," ujar Madame Rose senang. 

"Emh Ah tidak Madame, pernah bertemu sekali, tapi tidak saling kenal," jawab Laras gugup. 

"Ohya?" Madame Rose kembali terkekeh. 

"Ben, kau tahu Laras satu universitas denganmu?"

"Tidak, emh .. maksudku, baru beberapa hari yang lalu," jawab Ben sedikit gugup. 

Laras meletakkan nampan di atas meja di samping tempat tidur. Dia merasakan Ben memperhatikan setiap gerak-geriknya, dan itu membuatnya gugup. 

"Permisi, Madame," ujar Laras setelah meletakan nampan itu di atas meja. 

Laras memandang Ben sekilas, kemudian melangkah keluar dari kamar itu. 

"Gadis yang baik, aku menyukainya ....," kata Madame Rose sepeninggal Laras serasa menyendokan makanan ke mulutnya. 

Ben tak menyahut, dalam benaknya masih teringat insiden kecil di kampus dengan gadis itu. Gadis aneh dan galak, batinnya. 

"Laras itu pekerja keras, Benji, dia bahkan mengambil dua pekerjaan sekaligus, sambil tetap kuliah." Madame Rose menceritakan tentang Laras dengan semangat. 

"Dia bilang baru putus dari pacarnya,gadis malang ...." 

Ben teringat wajah sembab Laras ketika insiden dengannya terjadi. Ah, mungkin itu alasannya kenapa gadis itu terlihat sangat kacau.

"Dari mana asalnya? Philippine, Thailand?"

tanya Ben. 

"Laras is Indonesian .... "

Ben menuangkan orange juice ke gelas neneknya.

"Kau mau aku temani jalan-jalan di kebun belakang, Nana?" tanya Ben ketika Madame Rose menyelesaikan makan siangnya. 

"Tidak, nanti sore saja, Nana ingin istirahat dulu"

Ben mengecup kening Madame Rose lembut. Lalu membawa nampan dengan piring dan gelas yang kosong ke lantai bawah. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!