NovelToon NovelToon

Rahasia Rumah Tepi Danau

BAB 1 JILENA MARGARETHA

Gadis cantik blasteran Indo Belanda yang kini berusia 28 tahun, bernama lengkap Jilena Margaretha Ginanjar. Dia memiliki wajah sangat cantik, kulit putih mulus, tubuh ramping semampai dengan rambut kecoklatan panjang sepinggang, bola mata yang senada dengan warna rambutnya menunjukkan kecantikan seorang gadis blasteran. Dengan kecantikan yang dimilikinya, seharusnya dia lebih cocok jadi model ataupun artis.

Nih visualnya JILENA MARGARETHA GINANJAR. Gimana menurut kalian? 😊😊

Dia adalah putri kedua dari pasangan Rafael Ginanjar dan Lidwina Anouk. Kakak perempuannya bernama Sarah Arabella Ginanjar. Keluarganya menetap disebuah kota kecil Lembayung yang berlokasi didaerah puncak. Papanya berprofesi sebagai seorang pengacara dan membuka kantor biro hukum dikota tersebut, sedangkan sang mama menggeluti bisnis mengelola bakery & cafe serta kebun bunga.

Sang mama sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Sarah mengambil alih bisnis mamanya setelah ibunya meninggal dunia. Semenjak kepergian mama tercintanya, Jilena memutuskan untuk tidak pernah kembali ke kampung halamannya.

Jilena dan Sarah lahir di kota Lembayung, sampai dia menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah. Dia sudah menetap di ibukota sejak usia tujuh belas tahun dan menyelesaikan kuliahnya sambil bekerja untuk membiayai dirinya.

Akibat sesuatu hal yang terjadi dimasa lampau, yang membuat sang papa marah besar dan mengusirnya. Membuat dia bertekad pindah ke Jakarta dan menjalani kehidupannya sendiri tanpa bantuan siapapun. Memang, ia seorang gadis keras kepala dan tangguh. Di usianya yang masih belia tinggal sendiri dikota besar dan menjalani hari-harinya dengan belajar dan bekerja.

Sangat berbeda dengan Sarah, kakak perempuannya yang tinggal dikota Lembayung. Menikmati semua fasilitas yang diberikan orangtuanya, meskipun Sarah keliatan seperti seorang gadis baik-baik, namun sebenarnya dia sangatlah nakal. Kenakalannya bisa disembunyikan dengan rapi sehingga tidak pernah diketahui oleh kedua orang tuanya. Dia pandai mengambil hati papa dan mama nya, sehingga apapun yang dilakukannya diluar sana takkan ada yang percaya kalau dia gadis nakal.

Di Jakarta, Jilena bekerja disebuah kantor surat kabar ternama. Dia tinggal di apartemen sederhana yang terletak tidak begitu jauh dari kantornya. Namun beberapa hari yang lalu Jilena harus kehilangan pekerjaannya. Akibat perusahaan tempatnya bekerja mengalami penurunan, mengakibatkan pihak manajemen harus mengurangi pekerja. Dikarenakan masyarakat lebih memilih membaca berita online, sehingga penjualan surat kabar menurun drastis.

'Ahhh kenapa nasibku tiba-tiba apes begini ya' Sekian lama aku menikmati kehidupanku tanpa bergantung pada siapapun' Kini aku hanya bergantung pada uang tabungan saja, sampai aku mendapatkan pekerjaan baru' pikirannya kacau, sudah beberapa perusahaan yang dia datangi untuk interview namun belum juga mendapatkan pekerjaan yang ia inginkan.

#Visual Jilena Margaretha Ginanjar

'Apa aku harus minta tolong pada Romi? Ahhh tidak tidak tidak....sambil menggelengkan kepala. Bisa-bisa Romi salah paham lagi, terlebih sejak Jilena tau kalau Romi menyukainya sejak lama. Bahkan pria itu pernah mengungkapkan perasaannya langsung pada Jilena.

Akhirnya bunyi ponsel menyadarkannya. Ada notifikasi dari email yang menyatakan dia diminta hadir untuk wawancara kerja. 'Huffff sedikit lega....setidaknya ada secercah harapan muncul. Moga aku bisa mendapatkan pekerjaan ini, ujarnya.

Dia menatap layar ponselnya, membaca ulang email yang diterimanya lantas menyimpan alamat tempat interview. Besok pagi jam 8 dia sudah harus hadir disana karena interview berlangsung pada pukul 9 pagi. Hari sudah menjelang pukul 8 malam, dia melangkah mendekati lemari pakaian, memilih pakaian yang akan dikenakannya esok hari. Membersihkan diri lantas berbaring di ranjang kecilnya dan tertidur pulas. Rasa letih di tubuh maupun pikirannya, membuatnya langsung tertidur.

*Hi para readers....tolong di like, komen dan supportnya biar up. Moga kalian suka novelku*

BAB 2 MASALAH BERUNTUN

Keesokan harinya, tepat jam 8 pagi Jilena telah sampai ditempat interview. Terlihat ramai yang menunggu giliran, duduk di kursi panjang. Saat gilirannya di interview, Jilena melangkah dengan pasti dan penuh kepercayaan diri seolah-olah yakin bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan hari ini.

Tak lama berselang, terlihat dia berjalan keluar dari ruang interview dengan wajah kesal, terlihat marah dan kecewa. Langsung melangkah keluar menuju area parkir dimana dia memarkirkan mobil Toyota yang selama ini setia menemaninya.

"Wanita bodoh, sialan itu!" Jilena tergagap saat dia duduk di belakang kemudi dan membanting pintu dengan keras. "Aku tidak mendapatkan pekerjaan itu." Dia memasukkan kuncinya ke kunci kontak dan memutarnya. Mesin mobil toyota yang berusia dua belas tahun itu mengerang beberapa kali, dia mencoba kembali. "Tidak tidak tidak!" dia berteriak, sambil memukul mukulkan tangannya ke setir mobil. "Aku tidak butuh ini sekarang, sial! Kenapa harus mogok sih?"

Matahari yang terik di bulan Juli membuat bagian dalam mobil terasa seperti oven, panas terpanggang. Rambutnya yang panjang mulai menempel akibat keringat yang menetes ke lehernya dan ke blus sutra putihnya. Dia menurunkan kaca jendela mobil untuk melepaskan panas yang menyesakkan. Mesin mobil masih belum menyala menambah kekesalannya hari ini, seakan kesialan beruntun menimpanya.

Pagi ini Jilena pergi wawancara kerja dengan setelan bisnis warna biru laut, berharap dapat memberi kesan terbaiknya, tetapi dia bisa mengetahui dari cara pewawancara bertanya, dan bersikap kurang berminat, bahkan wanita itu pergi begitu saja tanpa menunjukkan reaksi apaun pada Jilena, sepertinya wanita itu sudah memutuskan siapa yang akan dia pekerjakan.

Jilena berusaha menenangkan diri didalam mobilnya dan berdoa dengan menyilangkan jarinya, dia mencoba kembali menyalakan mobilnya beberapa kalu. Berhasil! Mobil akhirnya menderu menyala dan terdengar stabil. Menyalakan AC, menyetel ac sedingin-dinginnya, dia melajukan mobilnya keluar dari tempat itu, pulang menuju ke apartemen.

Jilena Margaretha, bekerja sebagai reporter untuk sebuah surat kabar di Jakarta selama lima tahun terakhir, namun baru-baru ini bosnya memberinya kabar bahwa perusahaan terpaksa berhemat dan memberhentikan Jilena.

"Maaf, tetapi lebih banyak orang membaca secara online akhir-akhir ini dan itu berdampak buruk pada perusahaan." Sejak hari itu, Jilena telah mengirimkan seratus resume dan pergi wawancara yang jumlahnya tidak terhitung, yang membuatnya cemas, belum ada tawaran kerja. Hingga akhirnya dia merasa putus asa, dia tidak bisa pilih-pilih lagi, secepatnya harus mendapatkan pekerjaan.

Meskipun profesi sebagai reporter adalah pilihan utamanya, pada saat ini jika ada pekerjaan apapun akan diterimanya, baik sebagai sekretaris, teller bank, atau pegawai toko jika terpaksa. Gelar sarjana bidang jurnalisme dan tujuh tahun pengalaman bekerja di surat kabar tidak membawa karir yang cemerleng baginya. Bahkan, saat ini jika harus bekerja sebagai pelayan restoran ataupun kerja hotel, sudah tidak ada masalah, yang penting kerja!

"Bagaimana ini? Tabunganku kian menipis, tak lama lagi bakal habis." Ia mengeram. "Sewa bulan ini sudah telat berapa hari, bahkan aku belum membayar sewa bulan lalu." Semakin berat beban pikirannya. Apalagi mobilnya sekarang rusak dan tidak ada uang untuk memperbaikinya. Tidak mungkin kan pergi wawancara kerja tanpa transportasi?

Dia memarkir mobil di halaman gedung apartemennya dan menaiki tangga luar apartemen di lantai tiga. Saat mendekat, manajer yang berbadan gemuk memakai baju kaos dan celana pendek berdiri di depan pintu menempel selembar kertas. Huffff....apalagi ini?

BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN

"Tuan Manan?"

Laki-laki itu berbalik menoleh pada Jilena, sedikit terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. "Hai," katanya, dengan senyum tipis dan sedih. "Saya minta maaf, nona Jil, saya tidak punya pilihan lain, saya beri anda waktu tiga hari untuk keluar dari apartemen ini."

Dia melirik kembali ke catatan yang ditempelkan di pintu depan, dan menunjuk kearahnya. "Tidak, kumohon.....beri aku sedikit waktu," pinta Jilena dengan raut memelas. "Saya yakin saya akan dapat pekerjaan secepatnya."

"Maaf, tapi aku harus lakukan ini, Jil--ini kebijakan manajemen gedung. Jika terserah saya, saya akan memberimu waktu lebih lama, tetapi saya harus menjawab kepada pemiliknya, anda tahu kan?"

"Jil, andai aku bisa menolongmu".

"Tuan Manan, apakah aku bisa meminta nomor telpon atau alamat pemilik apartemenku? Mungkin aku bisa membujuknya untuk memberiku waktu."

"Maaf, kurasa itu bukan ide bagus, Jil. Kamu tau kan kalau dia itu pria brengsek? Bisa saja dia akan meminta tubuhmu sebagai bayaran."

Ya, aku kenal pria pemilik apartemenku, dia laki-laki bejat. Pria paruh baya berusia sekitaran 50 tahun, ya....meskipun boleh diakui dia memang memiliki wajah yang masih tampan diusianya, tapi laki-laki itu buaya darat. Dulu saja, dia pernah menggodaku saat datang menagih sewa." Ahhhhh benar-benar sial nasibku.

Tuan Manan mengetuk-ngetukkan jari yang gemuk pada pemberitahuan itu beberapa kali, sebelum akhirnya pergi. "Kamu punya waktu tiga hari -- bayar uang sewamu atau kamu harus keluar." Jilena membuka pintu dan bergegas masuk, mencoba menahan airmata. Dia mencoba yang terbaik tapi semua tidak berjalan sesuai keinginannya. Bahkan dia merasa makin terpuruk, seandainya dia bisa bicara pada ibunya.

Dia melepas jaket yang dipaksinya dan melemparkannya ke atas kursi. Lantas melepas sepatu dan menendangnya kesudut ruangan, dia melepaskan blus sutra yang sudah basah oleh keringat dan menjatuhkan diri di sofa, meregangkan kaki dan menyilangkannya di atas meja. Tenggelam dalam lamunan, menutup matanya, dan menyandarkan kepala ke bantal, berharap akan ada jalan keluar dari masalahnya.

Apa yang akan dia lakukan sekarang? Mungkin kakak perempuannya Sarah bisa meminjamkannya uang, atau mungkin Tante Dewi, meskipun dia merasa sangat enggan untuk meminta tolong pada mereka.

Setelah meninggalkan rumah pada usia tujuh belas tahun, Jilena selalu hidup mandiri, tidak pernah meminta bantuan orang lain. Orangtuanya bersikeras untuk membayar uang kuliahnya, tetapi dia menolak dan membiayai dirinya sendiri. Sekarang, hidupnya sangat terpuruk dan dia tidak tau apa yang harus dilakukan.

Andai, ibunya masih ada. Dia bisa bicara pada ibunya dan menangis di bahunya, bertanya padanya apa yang harus dilakukan. Tetapi, ibunya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Terbayang wajah ayahnya yang tegas, tidak mungkin meminta bantuannya dalam bentuk apapun.

Dia meraih ponsel dari tas nya, mencoba menghubungi Romi. Ya, Romi pasti bisa menolongnya secara dia anak orang kaya dan punya karir bagus meskipun pria itu dikenal seorang playboy.

"Hai, Jil. Tumben kamu nelpon? Kangen ya sama wajah tampanku?" cihhhh diakuinya dia enggan menelpon Romi jika bukan karena kepepet. "Koq diam? Kamu ada masalah? Butuh bantuanku? Atau memang kamu rindu ya?" rentetan pertanyaan itu membuat Jilena mencerucutkan bibirnya kesal.

"Kamu nanyanya kayak polisi aja". Ia mencoba tenang, meskipun dadanya bergemuruh. "Gak ada apa-apa koq, maaf yang ganggu waktumu". "Ehhh....tunggu, jangan tutup telponnya". Namun Jilena sudah terlanjur menutup telpon. Tak ada keberaniannya untuk meminta bantuan Romi. Yang ada malah nanti dia minta hal lain sebagai balasannya.

Ting.

Chat masuk dari Romi 'kenapa telponnya ditutup? Kalau kamu mau aku bisa menemuimu sekarang'. Enggan membalas, Jilena menyandarkan kepalanya di sofa sambil memejamkan mata. Berkali-kali ponselnya berdering, telpon dari Romi. Jilena mengacuhkannya, pikirannya lagi mumet dan tak ingin bicara dengan siapapun saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!