NovelToon NovelToon

Gemuruh Cinta Sang Guntur

01. Pergi Dari Rumah

Derasnya hujan yang membasahi bumi malam ini tidak menghalangi Guntur untuk meninggalkan rumah. Setelah adu mulut dengan istri Ghani, sepupunya ia keluar dari rumah keluarga Emran, sang paman yang sudah ia panggil papa selama ini.

Suasana hatinya sedang dalam keadaan tidak baik. Mungkin karena banyak yang menanyakan kapan menyusul saat acara syukuran kehamilan istri Tomi.

Mama Ghani merupakan adik papanya, Rizal yang berprofesi sebagian dokter. Sedang Tomi anak dari mendiang kakak papa Ghani. Sejak kecil mereka tinggal satu atap.

Semua baik-baik saja ketika masing-masing dari mereka masih sendiri. Tapi sekarang, ketika dua orang pria yang bersamanya itu sudah memiliki istri, hidupnya jadi semakin ribet dan teraniaya.

Hujan yang sangat deras membuat jalanan tidak terlihat jelas. Guntur melihat sekelebat orang melintas di depan mobilnya.

"Ciiiittttt...!!" Ban mobil yang bertemu aspal itu berdecit nyaring karena Guntur rem mendadak.

Setelah memarkirkan mobil agar tidak mengganggu orang lewat. Pria itu turun dari mobil di bawah derasnya hujan dan suara guntur yang menyambar-nyambar. Ia ingin memastikan yang lewat benar-benar manusia bukan bayangan setan yang menghambat jalannya.

Ternyata benar-benar manusia, seorang perempuan yang hanya menggunakan piyama cream dengan rambut terurai. Sudah persis kuntilanak yang berkeliaran di malam hari.

"Heiii, kalau mau bunuh diri jangan di tengah jalan raya!! Itu tindakan bodoh yang bisa mencelakakan orang lain!!" Teriak Guntur geram, dia sudah tersulut emosi sejak di rumah tadi.

Gadis itu ingin memaki balik tapi tidak memiliki tenaga, sebab tubuhnya menggigil kedinginan.

"Kau tidak punya mulut, hah. Setidaknya mengucapkan terimakasih karena aku tidak membuatmu langsung ke neraka!!" Ucap Guntur yang benar-benar kesal. Menarik perempuan yang berdiri tegak seperti pohon itu ke pinggir jalan.

Ia kembali ke mobil, sebelum menjalankan mobilnya Guntur melihat gadis itu tidak bergerak.

"Apa yang kumaki itu bukan manusia?" Tanyanya dalam hati dengan bulu kuduk merinding. Ih, sudah dipegang-pegangnya lagi. Untung bukan dia yang dilemparkan kuntilanak itu ke neraka duluan.

Guntur cepat menghidupkan mobil, tapi sebelum mobil berjalan ia mendengar suara benda jatuh. Guntur menoleh, tubuh yang ditariknya tadi itu ambruk ke tanah.

"Bukan hantu," desisnya cepat turun menolong gadis itu.

"Kau ini menyusahkan saja!!" Omel Guntur, membangunkan perempuan itu dan memasukkan ke mobil. "Masih sadar," pikirnya. Tapi kenapa tidak menjawab, apa dia sedang menolong perempuan bisu.

"Aku harus mengantar ke mana, kau tidak perlu merepotkanku dengan mengurusmu yang sakit lagi." Guntur tidak berhenti mengoceh meluapkan kekesalannya.

Gadis itu menggeleng lemas kemudian menjawab dengan pelan, "aku tidak punya rumah."

"Kau ternyata tidak bisu dan benar-benar menyusahkanku." Guntur bernapas berat memikirkan kesialan hidupnya ini.

Terpaksa dia membawa perempuan itu ke hotel milik keluarga Emran, sang paman. Pegawai Emeral hotel menyambut Guntur dengan sopan. Ia minta disiapkan dua kamar dan pakaian ganti untuk dirinya dan gadis yang dituntunnya ini.

"Hapus setiap jejak saat aku masuk ke sini, jangan sampai terlihat aku membawa perempuan." Titah Guntur pada petugas keamanan hotel yang masih bisa di dengar gadis itu.

"Siap Pak, semua akan aman." Jawab petugas keamanan itu. Guntur segera membawa gadis yang hampir mati kedinginan ke kamar.

"Maaf Pak, semua kamar penuh karena sedang ada perusahaan yang gathering memesan seluruh kamar malam ini. Bapak bisa menggunakan kamar Pak Ghani biasanya."

Guntur terpaksa mengikuti saran resepsionis itu. Bukan dia yang mengurus hotel ini, jadi tidak tau kalau sedang ada perusahaan yang gathering.

"Kau masih bisa mandi dan ganti pakaian sendirikan. Tidak perlu aku yang memandikan!!" Sarkas Guntur tidak ada ramah-ramahnya, gadis itu mengangguk takut. Apalagi hanya berduaan dengan lelaki asing yang menolongnya.

Guntur melemparkan pakaian yang diberikan pegawai hotel padanya. Gadis itu langsung masuk kamar mandi setelah mengambil pakaian yang Guntur lempar tapi jatuh ke lantai. Sepuluh menit kemudian keluar dengan menggunakan kimono.

Sedang Guntur mandi di ruang kerja Zaky, suami Ghina yang mengelola hotel ini. Ghina merupakan adik Ghani, umur mereka hanya selisih tiga menit.

Guntur kembali ke kamar tadi, untuk memastikan gadis yang dibawanya bisa menggunakan fasilitas mewah di kamar president suite itu.

"Kenapa masih belum pakai baju, kau sengaja ingin menggodaku, hah. Atau kau pura-pura tertabrak agak bisa memerasku!!" Teriak Guntur murka karena merasa terjebak dengan situasi yang menyulitkan ini.

"Bu—bukan," ucap gadis itu gagap karena ketakutan. "Aku mau pake bajunya tapi gak ada pakaian dalamnya."

Kalimat paling panjang yang Guntur dengar. Pria itu benar-benar frustasi kerena hidupnya dibuat susah perempuan. Pertama Khalisa istri Ghani, kedua Anindi istri Tomi dan sekarang. Perempuan tidak dikenal ini juga ingin menyiksa hidupnya.

"Berapa ukurannya?" Tanya Guntur dengan berteriak, "apa perlu aku juga yang mengukurnya!!" Sarkasnya, membuat pipi pucat perempuan yang kedinginan itu memerah karena malu.

Malu-malu perempuan itu menyebutkan ukuran pakaian dalamnya.

"Tunggu nanti ada yang mengantarnya. Aku tidur di luar!!" Kesal Guntur, malam ini dia ingin tenang, bukan malah repot mengurus perempuan yang tidak dikenal.

"Terimakasih, maaf menyusahkanmu. Tapi aku takut sendirian di kamar sebesar ini." Ucap gadis itu pelan karena takut.

Guntur memijat kepalanya yang berat karena mandi hujan malam-malam.

Gadis itu mengambil bantal dan selimut, karena ruangan itu super besar jadi dia bisa tidur di sofa tanpa mengganggu orang yang sudah menolongnya. Ia yakin lelaki itu orang baik jadi tidak khawatir kalau diapa-apain.

Tidak lama petugas hotel datang membawakan pesanan Guntur.

"Cepat ganti baju, jangan sampai ada yang berpikir aku menggagahi tubuhmu. Atau itu sengaja kau lakukan untuk menjebakku!!" Tuduh Guntur lagi, gadis itu merasakan hatinya tersentil. Ia cepat kembali ke kamar mandi.

Ditolong saja sudah syukur, ingin membalas ucapan Guntur dia tidak berani. Setelah berganti pakaian ia membaringkan tubuh di sofa dan berkelumbun selimut. Karena tubuhnya masih kedinginan.

Sedang Guntur sudah terlelap lebih dulu saat gadis itu berada di kamar mandi. Dia tidak peduli gadis itu mau tidur dimana.

Gadis itu terbangun lebih dulu, ia sudah mandi dan tetap menggunakan pakaian tadi malam. Netranya menatap ke luar jendela, setelah hari ini tidak tau harus kemana. Dia tidak memiliki uang sepeserpun dan tidak punya pakaian.

Sendal saja tidak punya, dia keluar rumah hanya menggunakan pakaian di tubuhnya tanpa sendal.

"Apa kau tidak punya pekerjaan lain selain melamun!" Seru Guntur.

Gadis itu menegang ketakutan, tubuhnya selalu membunyikan alarm tanda bahaya saat Guntur bicara.

"Maaf," ucapnya pelan tanpa membalikkan badan.

"Apa maaf bisa mengembalikan waktu yang terbuang percuma?" Tanya Guntur garang, gadis itu menggeleng pelan. Ingin menangis, tapi ini tidak ada apa-apanya dibanding kenyataan hidupnya yang tragis.

"Sampai kapan kau mau menumpang di kamarku ini?"

"Sekarang juga saya akan pergi," jawabnya gemetar.

Ingin sekali ia menghajar laki-laki yang sangat kasar itu, andai tidak berhutang budi.

Gadis itu berjalan pelan keluar kamar. Karena kakinya yang luka baru terasa sakit. Tadi malam ia berlari tidak menggunakan alas kaki.

Guntur menyadari ada yang terluka di kaki gadis itu, tapi dia sangat gengsi untuk memberikan pertolongan. Tidak ingin gadis itu semakin besar hati karena ditolongnya.

...💥💥💥...

Ternyata Guntur masih takut sama kuntilanak 😄

Awas kalau kamu jatuh cinta Guntur. Author gak akan tanggung jawab.

02. Pertolongan

Disarankan membaca story Ajari Aku Mencintaimu terlebih dulu untuk mengenal keluarga Guntur 😊.

Bantu support cerita ini biar banyak diihat pembaca lain, aku usahakan up setiap hari buat kalian😊.

...🌷🌷🌷...

Yumna tidak tau harus kemana, dia berjalan tanpa menggunakan sendal keluar dari hotel. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu nekat kabur dari rumah tanpa membawa apa-apa.

Karena berjalan sambil melamun Yumna menabrak seorang perempuan cantik, “maaf,” lirihnya sambil menundukkan kepala malu.

Entah sudah sejauh mana dia menyisiri jalan dengan kakinya yang sakit. Ia berada di depan sebuah ruko dekat taman. Yumna melirik ke toko yang menjual berbagai macam makanan, perut yang sejak siang kemaren tidak diisi melakukan aksi protesnya. Tapi ia tak memiliki uang.

“Ah, tidak papa.” Perempuan itu meneliti penampilan Yumna dari atas hingga bawah, pakaiannya bermerek tapi gadis itu tidak menggunakan alas kaki.

“Kakinya terluka mbak. Ayo saya obati di dalam,” ajak perempuan itu.

“Jangan takut, ayo.” Anindi menuntun Yumna masuk ke tokonya. Ya, perempuan itu adalah Anindi, istri Tomi.

Yumna mengangguk mengikuti perempuan itu, dia di ajak ke sebuah ruangan yang besar.

Anindi meminta pegawainya untuk mengambilkan air dan kotak obat. Ia berjongkok memasukkan kaki Yumna ke dalam baskom. Gadis itu cepat mencegahnya.

“Jangan Bu, saya bisa sendiri.” Tolak Yumna halus, memasukkan kakinya sendiri ke dalam baskom dan mencucinya.

“Bibiiii, kaki kakaknya kenapa?” tanya Arraz saat melihat kaki yang diamati bibinya itu luka-luka.

Arraz merupakan putra Ghani, ia baru datang berkeliling bersama babysitter. Kedua orang tuanya sedang berbulan madu, jadi ia ikut sang bibi.

“Luka Sayang, Arraz duduk di sana ya. Bibi obatin kaki kakak ini dulu,” ujar Anindi. Bocah berusia tiga tahun itu mengangguk. Menurut pada bibinya, duduk di samping Yumna.

“Saya sendiri aja Bu,” Yumna mengambil salep di tangan Anindi dengan sopan.

“Kamu mau kemana?” tanya Anindi hati-hati. Gadis yang sedang dia tolong ini seperti sedang punya masalah.

“Gak tau mau kemana Bu,” jawab Yumna sambil tersenyum. Tiba-tiba perutnya berbunyi nyaring.

“Kakak belum makan?” tanya Arraz.

Yumna mengangguk malu, mau tidak jujur dia bisa semakin kelaparan. Biarlah harga dirinya anjlok karena meminta belas kasihan orang lain.

"Kakak tunggu sebentar," Arraz turun dari sofa berlari kecil keluar diikuti babysitter.

Anindi tersenyum melihat keponakannya yang sangat murah hati itu. Dia tau kemana Arraz pergi.

“Tinggallah di sini untuk sementara, kebetulan saya sedang mencari karyawan.” Ucap Anindi sedikit berbohong, agar gadis itu tidak menolak dan menjatuhkan harga dirinya karena merasa dikasihani. 

“Benarkah saya boleh bekerja di sini.” Ucap Yumna dengan berbinar cerah, “tapi saya tidak membawa ijazah atau apapun."

“Tidak perlu ijazah, yang penting kamu bekerja dengan sungguh-sungguh dan jujur. Saya bisa memanggilmu siapa?” ujar Anindi ramah.

“Yumna,” jawab gadis itu ceria karena sudah mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan sekaligus.

Sungguh Tuhan Maha baik mengirimkan orang-orang baik untuk menolongnya, dari tadi malam hingga sekarang. Tanpa tau dua orang yang menolongnya itu tinggal satu atap.

“Saya Nindi, kamu jangan sungkan. Nanti ada yang mengajarimu di sini." Istri Tomi itu mengambil posisi duduk di samping Yumna.

“Terimakasih bantuannya Bu,” ucap Yumna tulus. Dia merasa sangat terbantu dengan pekerjaan dan tempat tinggal ini.

“Tidak perlu memanggil dengan formal begitu,” ucap Anindi seraya tersenyum.

"Kakak makan dulu, Arraz sudah belikan makanan buat kakak." Ujar Arraz meminta pada babysitter untuk meletakkan makanan di meja.

"Makanlah, jangan malu." Anindi mendudukkan Arraz di sampingnya.

"Dedek mau makan juga?" Gumam Arraz seraya mengelus-elus perut Anindi.

"Belum Sayang, kita nanti makan bareng Paman aja ya."

Yumna tersenyum melihat bocah kecil yang sangat penurut pada perempuan yang dipanggilnya bibi itu. Ia membuka plastik yang berisi nasi lengkap dengan air minumnya.

"Kakak mau kue enak?" Tawar Arraz, "semua kue di sini enak." Promosi bocah itu.

"Eemm, ini sudah cukup." Tolak Yumna sungkan sambil menyuap nasi porsi jumbonya.

Tapi anak lelaki itu tidak mendengarkan perkataan Yumna. Turun dari sofa kemudian berlari kecil meminta pegawai toko untuk membawakannya beberapa potong kue.

"Jangan malu-malu, habiskan makannya. Atau saya pergi dari sini dulu biar kamu gak malu." Perempuan yang sedang hamil itu khawatir gadis di sampingnya ini malu untuk makan karena ada dia di sana.

"Jangan, Ibu di sini aja." Cegah Yumna, mana mungkin dia mengusir pemilik toko yang baru menjadi bosnya ini.

"Ini semua buat kakak," seru Arraz dengan senyuman cerah saat pegawai meletakkan tiga potong kue di meja kaca.

Yumna sontak membulatkan mata, "kakak mana bisa makan sebanyak itu dek, nasinya aja banyak banget." Gadis itu meringis melihat jamuan di hadapannya.

"Kakak benar Sayang, mana bisa ngabisin semuanya sekaligus." Anindi terkekeh kecil menyisir rambut keponakannya dengan jemari.

"Tapi bisa buat dimakan nanti kan Bi?" Arraz menoleh pada Anindi.

"Bisa, biar kakaknya makan dulu. Jangan Arraz ganggu ya."

"Arraz main dulu boleh?" Izin putra Ghani itu setelah mengangguk.

"Boleh, tapi mainnya di dalam sini aja ya."

"Siap Bibi, minta cokelat dulu." Ujarnya seraya mengulurkan telapak tangan ke hadapan Anindi.

"Cukup tiga ya, kata bunda gak boleh lebih kan." Anindi memberikan tiga buah cokelat koin pada Arraz. Bocah laki-laki itu sangat suka cokelat koin.

"Tapi bunda gak ada di sini Bibi," sebut Arraz agar diberikan jatah lebih.

"Bibi bisa telepon Bundamu sekarang," ucap Anindi sambil terkekeh kecil melihat wajah putra Ghani dan Khalisa itu cemberut.

"Arraz cuma mau ngasih buat kakak," katanya lesu.

"Kasih punya Arraz aja, berbagi itu kan baik. Apalagi memberikan apa yang sangat kita sukai. Itu pahalanya banyak," nasehat Anindi.

"Iya deh, biar Arraz dapat banyak pahala." Tukas Arraz memberikan dua cokelat koin pada Yumna.

"Buat Arraz aja, Kakak sudah makan nasi terus masih ada kue yang belum dimakan." Tolak Yumna, kasihan pada bocah kecil yang terlihat sangat suka pada cokelat koin itu.

"Bisa kakak simpan buat dimakan nanti," paksa Arraz meletakkan cokelat koin di telapak tangan kiri Yumna. Gadis itu menurut saja menerima pemberian Arraz.

03. Hotel

“Kha pernah tertinggal pakaian di sini, Sayang?” tanya Ghani saat melihat ada pakaian yang terlipat rapi di atas tempat tidur. Mereka sedang berada di kamar hotel yang biasa mereka gunakan.

“Itu kayaknya baru deh Bang, kita kan udah lama gak ke sini.” Khalisa mengambil pakaian itu dan meletakkannya dalam lemari. Dia tidak ingin repot-repot memikirkan.

Tapi tidak dengan Ghani yang menganggap itu seperti teka-teki silang. Harus ditemukan jawabannya.

“Apa Guntur yang membawa perempuan menginap di sini tadi malam ya?” gumam Ghani sambil berpikir. Karena kamar president suite ini hanya digunakan keluarga mereka.

Khalisa mengendikkan bahu naik ke atas tempat tidur. "Maybe yes, maybe no,” jawabnya acuh.

Karena penasaran, Ghani menelpon Zaky. Meminta iparnya itu untuk datang ke kamar. Suami Ghina itu kantornya memang di hotel ini.

“Ngapain Abang kepo sih, cuma masalah pakaian yang tertinggal loh!”

“Sayang, bukan kepo. Abang sedang mencari kebenarannya. Kalau memang Guntur meniduri anak orang, kita harus laporkan sama Papa biar mereka cepat dinikahkan.” Ghani mengerling jahil.

“Yang usil itu sebenarnya Abang,” gumam Khalisa kesal.

“Abang gak usil Sayang,” Ghani tertawa kecil membanting tubuhnya di samping Khalisa.

“Kalian mau di videoin untuk bikin konten panas, hah!!” Seru Zaky dari depan pintu sambil bersedekap dada, kala melihat Ghani ingin menyosor Khalisa.

“Pas banget. Iya nih lagi bingung naroh hpnya dimana, biar videonya gak goyang," ujar Ghani menjadi-jadi.

Khalisa menarik bantal untuk menutupi wajah, suaminya ini sangat suka membuatnya malu.

Ghani tertawa gelak melihat istrinya bersembunyi dibalik bantal. “Kha, Sayang. Itu cuma Zaky, ngapain malu-malu.” katanya memindahkan bantal dari wajah Khalisa.

“Abang itu bercandanya malu-maluin,” rajuk Khalisa.

“Abang gak bercanda, Sayang. Kalau Zaky mau mideoin, ya hayook.” Ucap Ghani yang mendapat timpukan bantal dari Zaky.

“Ganggu orang kerja aja!!” desis Zaky.

“Coba cek cctv siapa yang masuk kamar ini tadi malam,” Pinta Ghani serius pada Zaky.

“Mana ada orang yang make kamar ini, cuma kalian yang sering ke sini."

“Tuh ada baju cewek di dalam lemari, tadi malam Guntur gak pulang. Mungkin dia yang ke sini," Ghani sangat yakin Gunturlah yang menggunakan kamar ini.

“Jangan bercanda Gha, kita bisa dipenggal Papa kalau Guntur menghamili anak orang.” Ujar Zaky dramatis membuka pintu lemari yang di maksdud Ghani.

Khalisa meringis ternyata bukan cuma suaminya saja yang lebay. Iparnya itu juga lebih lebay, kalau pun Guntur membawa perempuan belum tentu mereka melakukan hubungan terlarang. Gumam Khalisa berbaik sangka.

“Anak SMA mana yang Guntur bawa,” gerutu Zaky melihat ukuran pakaian dalam yang sangat kecil itu.

“Astaghfirullah kalian ini ya otaknya geser semua!!” Khalisa berdecak kesal. Sempat-sempatnya mengomentari ukuran dalaman orang.

"Beneran kecil Kha," dengan polosnya Zaky menenteng benda penutup gunung kembar itu.

Khalisa menutup mata dengan kedua tangannya. "Abaaang, bawa Zaky keluar!!" Teriaknya, dia yang jadi malu sendiri karena ulah iparnya itu.

"Zaky, aku memintamu memeriksa cctv bukan mengukur besarnya gunung kembar perempuan lain. Mau dipecat jadi adik ipar, hah!!" Sarkas Ghani.

Suami Ghina itu mendengus, meminta bagian keamanan untuk memeriksa seluruh cctv. Tapi tidak ada yang merekam kalau Guntur datang ke hotel. Juga tidak ada cctv yang merekam orang masuk ke kamar president suite ini. Zaky mengernyitkan kening, “aneh,” gumamnya.

“Siapa lagi yang bisa menghapus rekaman cctv kalau bukan Guntur,” ayah Airil itu meminta aistennya memeriksa cctv pribadi miliknya di laptop.

Setelah menunggu beberapa saat Zaky menerima rekaman cctv dari sang asisten. Mulutnh menganga melihat rekaman itu, mengundang rasa penasaran Ghani dan Khalisa. Keduanya mendekat ke ponsel Zaky.

Dalam rekaman itu terlihat Guntur sedang memapah perempuan yang basah kuyup ke kamar ini. Wajah perempuan itu membelakangi kamera, jadi tidak dapat dikenali.

“Tuhkan, Abang gak asal nuduh Kha. Gak ada yang berani masuk ke kamar ini kalau bukan keluarga kita juga.” Seru Ghani yang merasa menang.

“Abang lihatkan perempuan itu basah, belum tentu Guntur melakukan hal yang gak bener.” Balas Khalisa tidak mau kalah.

“Tadi malam kamu marah sama Guntur, sekarang kenapa belain dia?” Ghani menatap istrinya cemberut.

“Karena Abang asal tuduh, tidak dicari tau dulu kebenarannya. Abang gak lihat tuh perempuan nyeker, Guntur gak mungkin memapahnya kalau sehat wal'afiat. Bisa saja perempuan itu korban kecelakaan atau kekerasan," sarkas Khalisa geram.

"Tapi Abang sering menggendong kamu Kha, padahal kamu gak sakit Sayang." Ucap Ghani usil, Khalisa memberengut masam. Dia lelah meladeni suaminya ini.

“Sana puas-puas kalian selidiki diluar, aku mau tidur!!” Usir Khalisa karena kesal, kenapa orang-orang sangat suka membuatnya kesal.

“Sayang, kenapa Abang diusir juga, Kha?” ujar Ghani memelas.

“Karena Abang ngeselin,” jawab Khalisa tanpa dosa.

Zaky terkekeh geli, lebih baik dia pergi daripada kena sasaran lagi. Suami Ghina itu meninggalkan pasangan yang sedang ingin berbulan madu, entah sudah yang keberapa kalinya mereka lakukan.

"Abang gak ngeselin, tapi ngangenin Sayang. Ghani memeluk gemas Khalisa setelah Zaky menghilang di balik pintu. Dia senang menggoda istrinya yang sekarang suka marah-marah ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!