"Duuuh ... sepertinya aku akan telat sampai di rumah sakit hari ini," gumam El.
Brukkkk!!!
El tidak sengaja menabrak sebuah mobil mewah yang ada di depannya.
"Sh*it! What the fu*ck! Tara, lihat siapa yang menabrak!" umpat Kai.
Merasa sang big boss sedang kesal, Tara yang merupakan asisten Kai pun keluar untuk melihat.
Saat tahu siapa yang menabrak, Tara mengerutkan kening, menggelengkan kepala kemudian menghampiri El.
"Maaf, aku nggak sengaja soalnya nggak sempat menghindar lagi pula aku buru-buru harus ke rumah sakit," jelas El penuh penyesalan sambil mengatupkan kedua tangan.
Tara tak menyangka jika yang menabrak adalah seorang wanita plus penampilannya seperti anak geng motor.
Sulit dipercaya, tenyata dia cewek.
Sudah, nggak apa-apa. Cuma tergores sedikit. Lanjutkan saja perjalananmu, mungkin keluargamu sudah menunggu,'' balas Tara.
"Terima kasih, Mas," ucap El dan dibalas dengan anggukan kepala oleh Tara.
Saat El kembali menaiki motornya, suara bariton sang pemilik mobil membentaknya. Ia mengarahkan pandangan ke arah sumber suara.
"Tunggu! Mau ke mana kamu! Kamu nggak boleh pergi sebelum membayar ganti rugi atas kerusakan mobilku!" Kai mendekat.
"Maaf, tapi aku benar-benar nggak sengaja, jika harus ganti rugi sekarang, aku nggak punya duit."
"Baik, kalau kamu nggak mau ganti rugi sekarang, aku akan melaporkanmu ke pihak berwajib, biar kamu tahu rasanya mendekam di penjara, atau ... aku punya pilihan kedua untukmu."
"Katakan ... jika aku mampu aku akan melakukannya,'' sahut El dengan nada lembut.
Kai mendekatkan wajah lalu berbisik di telinga El. "Pilihan kedua itu adalah, jadilah bed partnerku selama seminggu."
Mendengar ucapan Kai, El meletakkan helmnya lalu kembali berdiri. Dengan perasaan geram, ia melayangkan satu tamparan keras ke wajah tampan pria blasteran itu.
Sontak saja ulah gadis itu membuat Kai merasa dipermalukan di muka umum. Tangannya terangkat ingin mencengkeram leher El.
Namun dengan secepat kilat pula, El langsung menahan tangannya lalu menatap nyalang manik hazel pria itu.
"Beraninya kau ....!!"
Belum sempat Kai melanjutkan kalimatnya El sudah menyela.
"Dengarkan aku baik-baik Tuan yang terhormat! Lebih baik aku masuk penjara daripada harus menjadi bed partnermu selama seminggu. Kamu pikir aku ini wanita ja*lang ... hmm? Aku bukan boneka yang seenaknya bisa kamu atur. Jangan samakan aku dengan wanita-wanitamu itu. I'm different, Sir,'' tegas El lalu menghempaskan tangan Kai.
Setelah itu, ia kembali menunggangi kuda besinya lalu segera meninggalkan tempat itu.
Keberanian gadis itu seketika membuat Tara takjub. “Baru kali ini ada gadis yang berani pada Kai. Cukup menarik.”
"Tara, cari tahu di mana gadis sialan itu tinggal! Jika dalam seminggu dia nggak datang kepadaku, dia harus menerima konsekuensinya akibat sudah berani menampar dan mempermalukanku!!"
"Tapi Kai, memang aku yang salah karena mengerem mendadak. Lagian nggak ada yang rusak hanya tergores sedikit saja."
"Apa kamu membantahku!'' gertak Kai.
Tara hanya bisa pasrah jika Kai sudah bertitah.
Kasian gadis itu jika harus menghadapi Kai. Tapi sepertinya dia bukanlah gadis yang lemah dan mudah ditindas.
Sedangkan El, di sepanjang jalan menuju rumah sakit, ia hanya bisa meneteskan air mata sekaligus kesal.
Setelah tiba di rumah sakit tempatnya magang, El langsung menyapa teman-teman juga beberapa pasien yang berpapasan dengannya dengan senyum ramah.
"El, kamu habis nangis ya?''
"Nggak Mike, tadi mataku kelilipan karena kemasukan binatang kecil.''
"Hmm ... apa kamu sudah siap memeriksa pasien hari ini?'' tanya Mike dan di jawab hanya dengan anggukan kepala.
"Bagus ... semangat, ya."
"Siap, Dok," kata El lalu terkekeh.
Keduanya berjalan terpisah, karena hari ini jadwal gadis itu yang akan berkunjung dari satu kamar rawat inap ke kamar lainnya.
"Selamat pagi menjelang siang Pak, Bu, gimana kabarnya hari ini? Apa masih ada keluhan?" tanya El dengan seulas senyum pada Pak Mulia yang sudah tiga hari di rawat di ruangan itu.
"Pagi juga, Dok, terima kasih, hari ini saya sudah merasa jauh lebih baik.''
"Maaf, saya periksa tekanan darahnya dulu ya, Pak.''
El pun memeriksa tekanan darah Pak Mulia. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja. Ia kembali mengulas senyum menatap Pak Mulia dan Bu Arini.
"Besok, Bapak sudah bisa kembali berkumpul lagi dengan keluarga. Maksud saya, Bapak sudah bisa pulang."
"Dokter, apa bisa sekarang saja kami pulang?Soalnya, suami saya sudah dalam kondisi baik-baik saja," tanya Bu Arini.
El kembali tersenyum lalu mengangguk.
"Oh ya, Pak, Bu, doain saya ya, mudah-mudahan saya mendapat nilai yang baik selama magang di rumah sakit ini," ucap El sambil mengatupkan kedua tangan.
Pak Mulia dan Bu Arini tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Jadi kamu Dokter magang?'' tanya Bu Arini. Pikirnya, El adalah Dokter tetap di rumah sakit itu.
El hanya mengangguk.
"Ibu dan Bapak tetap doain kamu semoga mendapat nilai yang bagus dan sukses menjadi Dokter Profesional," kata Bu Arini dengan tulus.
"Makasih ya, Bu, Pak, doanya. Kalau begitu saya permisi," pamit El lalu meninggalkan ruang rawat VIP itu.
Setelah meninggalkan ruang VIP, El kembali ke ruang kerjanya.
"Pah, aku pikir tadi dia sudah bekerja tetap di sini, anaknya ramah, sopan dan profesional pula."
"Iya, kamu benar, Mah. Papa juga tadinya berpikiran seperti itu. Semoga gadis itu sukses kedepannya menjadi Dokter Profesional.
Sementara El yang berada di ruangan kerja, kembali mengingat kejadian yang menimpanya tadi.
"Dasar laki-laki maniak, menyebalkan, dia pikir aku ini wanita nggak benar apa?! Seenaknya saja ingin aku menjadi bed partnernya. Lebih baik aku masuk penjara daripada harus melayaninya, cih!"
"Woooiii, kamu sawan, ya? Sudah seperti orang stres saja ngomong sendiri," tegur Lois sahabatnya sekaligus seniornya.
El mengarahkan pandangan ke arah sumber suara.
"El, sebentar malam kamu kerja nggak?"
"Kerjalah, Lois. Terus mau makan apa aku jika nggak kerja? Biaya kuliahku mau bayar pakai apa? Daun?" celetuk El lalu terkekeh.
Lois ikut terkekeh mendengar celetukkan sahabatnya itu.
"El."
"Hmm."
"Kok, kamu mau bekerja di Bronze Bar, padahal kamu bisa saja di cap perempuan nakal."
"Bodoh amat, si amat saja nggak bodoh. Why not, gajinya lumayan besar, apalagi membernya orang-orang seperti kamu, tajir melintir,'' jawab El.
"Aku dengar desas desus, pemilik bar itu bad boy. Masih muda, tampan dan tajir pula. Keknya bad boy lebih menantang."
"Setidaknya bad boy itu nggak munafik. Namanya juga bad boy, sudah terlihat jelas kalau dia itu casanova and player," sahut El. "Tapi itu sangat menjijikkan. Kamu bisa bayangin nggak? Eeww."
El langsung terbahak sekaligus merasa jijik membayangkan milik pria itu sudah keluar masuk lorong ajaib dengan banyaknya wanita bayaran.
''Haishh ... apa-apaan sih, kamu El,'' jawab Lois sambil terkekeh.
"Sudah, ah. Sebagai seorang dokter, kamu sudah tahu kan akibat dari itu semua?"
"Hmm." Lois mengangguk.
"Aku hanya ingin fokus kuliah karena sebentar lagi aku akan lulus," pungkas El.
********
Setelah seharian bertugas di rumah sakit, sorenya El pun pulang ke rumah lalu beristirahat.
Mah, Pah, seandainya kalian masih hidup, aku nggak akan sesepi ini. Semoga mimpiku bisa terwujud menjadi seorang dokter dan bisa membantu serta menyelamatkan banyak orang.
El menatap langit-langit kamar lalu memejamkan mata.
...----------------...
El tampak sudah siap berangkat ke Bronze Bar. Tempat di mana ia bekerja sebagai seorang bartender.
"Waktunya bekerja,'' ucapnya dengan semangat.
Setelah mengunci pintu, El menghampiri motor kesayangannya lalu menggulung rambut panjangnya sebelum memakai helm.
"Let's go baby,'' ucap El lalu mulai memacu motornya ke tempat kerjanya.
Mungkin sebagian orang akan menyangka jika gadis itu adalah pria yang sedang menunggangi motor besar.
Ya, seperti itulah El, gadis yang garang saat berada di jalanan, namun akan bersikap lembut dan ramah ketika berhadapan dengan pasien.
Tak butuh waktu yang lama untuk sampai di Bronze Bar, karena jalanan belum terlalu macet.
"Hei, lihatlah ... siapa yang datang?" kata Nico teman seprofesi El di Bar tersebut.
El hanya tersenyum lalu memarkir motornya di parkiran khusus karyawan bar.
"Hai Nic, sudah lama?'' tanya El lalu merapatkan kepalan tangannya ke Nico.
"Tidak juga, baru saja."
"Really?''
"Hmm."
"Ayo masuk." El merangkul punggung partnernya itu.
Nico dan El pun masuk ke dalam bar yang sudah terdengar riuh dengan dentuman musik yang menggema begitu kerasnya, di mainkan oleh DJ club malam tersebut.
Seketika El langsung menggoyangkan badannya karena efek musik yang terdengar asik di telinganya
Nico hanya geleng-geleng kepala melihat El yang begitu lincahnya bergoyang dan menjadi pusat perhatian para pria yang sedang duduk di sofa bar.
Merasa sudah cukup puas, El kembali ke meja bartender.
"El!! Aksi kamu itu mengundang tatapan lapar para pria casanova di sana!!'' pekik Nico dengan karena suara musik yang mendominasi.
El langsung terbahak mendengar ucapan Nico.
"Biarin, kamu juga termasuk kan?'' timpal El dan langsung menoyor kepala partnernya itu.
Sesosok pria yang sejak tadi sedang duduk di salah satu sofa, terus saja memperhatikan gerak geriknya dengan senyum khas bad boynya.
Wow, wow, wow ... sebuah kejutan.
"Dan, apa dia karyawan baru?'' tanya pria tersebut kepada Hamdan, Manager di Bar tersebut.
"Siapa?" Hamdan balik bertanya.
Pria itu mengangkat dagunya mengarah ke arah meja bartender lalu menyemburkan asap rokok ke arah El.
"Gadis cantik yang berada di balik meja bartender itu."
Hamdan langsung mengikuti arah pandangan pria tersebut.
"Oh itu. Tidak, Bro, dia sudah bekerja di sini selama tiga tahun. Namanya El dan calon seorang dokter. Sekarang dia sedang magang di salah satu rumah sakit Kota A.
Jadi dia calon dokter, ya? Hmm ... menarik.
"Apa dia menerima tamu, Dan?'' tanya pria itu disertai dengan rasa penasaran sambil mengusap-usap dagunya.
"Kalau masalah itu maaf, Bro. El tidak seperti teman-temannya yang lain. Dia wanita mahal. Maksudku dia masih mempertahankan mahkotanya. Tamu-tamu yang datang di sini sering mengincarnya, tapi dia menolak mentah-mentah.''
"Prinsipnya, nakal boleh-boleh saja tapi satu-satunya mahkota berharganya akan dia serahkan hanya kepada suaminya."
Hmm ... ini semakin menarik.
"Ok, enough and thanks for you information, Dan."
"Sama-sama, Bro."
Setelah Hamdan meninggalkan pria tersebut, pria itu pun beranjak lalu menghampiri meja bartender tempat El sedang meracik minuman.
"Hai," sapa pria itu.
"Hai juga," balas El. "Do you need something, Bro?'' tanyanya dengan seulas senyum
"Yes, wiski please.''
"Ok."
El mengambil gelas kecil dan meletakkannya di depan pria itu lalu menuang wiski ke dalam gelas.
"Thanks, Dear.''
"Ok," jawab El lalu mengedipkan matanya.
Lagi-lagi pria itu tersenyum dan merasa gemes.
"Anak baru ya di sini?" tanyanya basa basi.
"Nggak, lumayan lama juga sih, sudah tiga tahun. Mungkin, kamu saja yang baru datang ke sini,'' jawab El.
Lagi-lagi pria tersebut tersenyum khas bad boynya dan memutar-mutar jari telunjuknya di bibir gelas minumannya lalu meneguknya dengan sekali teguk.
"Lagi," pintanya sambil mengangkat gelasnya.
El kembali menuang wiski ke dalam gelasnya.
"Oh ya. Kenalin ... aku Tara,'' ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan El.
Dengan senyum ramah El menyambut uluran tangan dari Tara.
"El,'' jawabnya.
Singkat padat dan jelas. 😄😄😄
Tara langsung mengecup jemari lentik El.
El hanya geleng-geleng kepala. Hal seperti itu sudah biasa baginya.
"So .... El, tentang kejadian tadi pagi, lupakan saja.
"Lupakan saja, lagian aku juga malas mengingatnya? Aku sudah sering bertemu dengan orang seperti si bule tadi," kata El lalu terkekeh. "Sepertinya dia maniak dan butuh piknik."
Tara langsung tertawa mendengar ucapan gadis cantik itu.
"El, suatu saat nanti jika kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan bilang sama aku,'' tawar Tara dan kembali meneguk wiskinya hingga tandas. "El, again and this is the last one." Tara kembali mengangkat gelasnya.
"Apa kamu yakin, Bro? Ini sudah tiga gelas, nanti kamu bisa mabuk,'' tanya El sambil mengerutkan dahinya.
"Tenang saja El, aku nggak akan mabuk hanya karena wiski, soalnya aku sudah terbiasa," jawab Tara
"Really."
"Yes, hanya saja ....." Tara tidak melanjutkan ucapannya.
El sudah tahu apa yang di maksud oleh Tara. Apalagi kalau bukan bed partner.
"Aku sudah tahu yang kamu maksud,'' sambung El sambil terkekeh.
Entah mengapa, Tara merasa ada perasaan yang berbeda dan ia merasa nyaman saat mengobrol dengan gadis itu.
Ternyata dia asik juga di ajak ngobrol, nyambung banget. Sepertinya, aku harus sering-sering main ke sini.
"If you need bed partner, aku ada teman yang bisa menemanimu malam ini,'' ucap El menawari. Namun Tara menggelengkan kepalanya.
Drttt...Drttt...Drttt..
Ponsel Tara bergetar.
"Siapa sih! Ganggu saja," gerutunya.
Saat melihat kontak yang memanggil, Tara sedikit menjauh dari hingar bingar di club malam tersebut.
Saat sudah berada di luar bar, Tara baru menjawab panggilan telfon.
"Ya ... Kai, ada apa?''
"Apa kamu sudah mencari tahu di mana gadis pembangkang itu tinggal?''
"Belum, Kai.''
"Tara! Pokoknya kamu harus cari tahu! Sebelum aku sendiri yang akan turun tangan. Apa kamu mengerti?!" kesal Kai.
"Ok."
Sambungan telepon pun terputus.
Kenapa aku merasa nggak tega dengan El? Kenapa ada rasa ingin melindunginya? Sebaiknya aku harus melakukan sesuatu.
Tara kembali masuk ke dalam bar dan menghampiri El yang sedang melayani salah satu tamu yang duduk di kursi meja bar.
"El, bisa ikut denganku sebentar nggak?'' tanya Tara.
"Ke mana?"
"Ayolah, cuma sebentar saja, aku janji nggak akan macam-macam,'' jawab Tara.
"Tapi ..."
"Nggak usah ada tapi-tapi, lagian ada Nico di situ."
Mau tidak mau, El terpaksa mengikuti langkah kaki Tara ke privat room.
"Are you crazy Tara? Ini privat room bos,'' bisik El di telinga Tara.
Tara seakan menulikan telinganya dan menarik tangannya masuk ke dalam kamar tersebut.
"Kamu tenang saja, El. Pemilik bar ini teman baik aku. So, aku bebas menggunakannya. Kemarilah sebentar dan duduk di samping ku,'' pinta Tara, sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya.
"Kamu mau apa?''
"Sudah, ikuti saja apa yang aku katakan,'' jawab Tara sambil mengeluarkan ponselnya dari kantong celananya.
El menghampiri Tara lalu duduk di sampingnya.
"Aku ingin kita berfoto bareng, pose yang bagus dan sensual, kalau bisa peluk aku. Kamu mau kan? Please."
El hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Kalau cuma itu saja, nggak masalah,'' ucap El dan langsung berpose memeluk Tara dari samping dan meletakkan dagunya di pundaknya.
Tara cukup terkejut dengan sikap El yang biasa saja dan tidak terlihat canggung.
Setelah itu, El kembali menangkup kedua rahang tegas Tara dan memanyunkan bibirnya seperti ingin mengecupnya.
Merasa belum puas, El naik ke ranjang dan memeluk Tara dari belakang lalu meletakan dagunya di pundaknya dan menempelkan kepalanya.
Lagi-lagi Tara di buat terkejut, karena dengan santainya El memeluknya begitu intim tanpa rasa malu, namunTara tersadar oleh suara gadis itu.
"Kok, bengong? Padahal dari tadi aku sudah berpose dengan tiga gaya sekaligus, tapi kok belum di foto juga? Kamu gimana sih!''
"Ayo, cepetan foto. Silakan pilih pose yang mana kamu suka, 1, 2, atau 3,'' tanya El lagi dan ingin melepaskan pelukannya namun Tara menahan tangannya.
"Tiga saja ... seperti ini,'' jawab Tara dan langsung memotret dirinya dan El yang tersenyum manis.
Setelah selesai memotret, El kembali duduk di sampingnya.
"Untuk apa sih?" El penasaran.
"Nggak ada. Buat kenang-kenangan saja." Tara berbohong.
"El ."
"Hmm."
"Apa kamu sering seperti ini?''
"Ya, tapi itu dulu, saat aku masih memiliki pacar. Aku sering seperti itu. Jika sekedar ciuman, pelukan dan sentuhan sudah biasa bagiku, tapi ketika di ajak berhubungan intim, aku menolak. Itu lah mengapa hubungan asmaraku selalu kandas."
El menghela nafasnya lalu melanjutkan kalimatnya.
"Honestly, aku juga nggak mau munafik, di setiap pelukan, sentuhan dan ciuman yang aku dapatkan, aku menginginkan lebih dari itu. Kamu tahu kan, jika nafsu itu lebih besar daripada harus menahan hasrat begituan. Tapi aku memilih menahannya. Karena satu-satunya mahkota paling berharga dalam diriku hanya akan aku serahkan kepada suamiku," jelas El panjang kali lebar.
Tara hanya bisa tertegun dengan penjelasan El, lalu menatap wajah cantik sang bartender yang memiliki rambut panjang itu.
"Ok, sudah selesai, kan. Aku akan kembali bekerja, takutnya nanti bos akan memergoki kita berdua di sini. Aku nggak mau di pecat,'' ucap El sambil berlari kecil menghampiri pintu lalu membukanya.
Tara kembali tersenyum melihat tingkahnya.
Sebelum menutup pintu, El memberi ciuman jauh lalu mengedipkan sebelah matanya ke arah Tara yang masih menatapnya.
Tara hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah El yang menggemaskan baginya.
Kenapa dadaku berdebar saat menatap matanya? Apa itu tadi? Dia dengan santainya memelukku. Oh damn!!
Tara menghubungi seseorang dan mengirim fotonya bersama El tadi, ia meminta menutup semua akses informasi dan data-data tentang El.
"Aku percayakan semuanya padamu. Sebelumnya, kabari aku dulu tentang data diri El."
"Siap," jawab seseorang lewat benda pipih itu.
Setelah memutuskan panggilan telfon,Tara langsung merebahkan tubuhnya di ranjang berukuran king size tersebut lalu memejamkan matanya.
.
.
...****************...
Tepat jam 1 dini hari, El pamit ke manager bar untuk pulang, karena besok pagi ia harus ke kampus untuk menemui dosennya.
El menghampiri Hamdan yang sedang duduk bersama temannya di salah satu ruang tempatnya sering berkumpul.
"El, ada apa?" tanya Hamdan saat gadis itu membuka pintu.
"Aku mau pamit pulang, besok aku harus ke kampus menemui dosenku," jawab El.
"Ok, biar aku antar sampai ke parkiran," timpal Hamdan.
"Nggak usah," tolak El dengan seulas senyum lalu mengedipkan sebelah matanya ke Hamdan.
Hamdan hanya bisa tersenyum dengan tingkah genit, gadis bartender itu lalu menggelengkan kepalanya.
Setelah itu, El kembali melanjutkan langkah kakinya keluar dari ruangan itu dan bergegas ke parkiran.
Sesaat setelah berada di dekat motornya, El mengeluarkan sebatang rokok lalu membakarnya kemudian menyesapnya dalam-dalam.
Walaupun ia calon seorang dokter dan tau efek dari rokok yang sering di hisapnya, namun tetap saja ia tidak bisa melepaskan candunya terhadap rokok.
"Gadis sialan itu?!! Sedang apa dia di sini?" desis Kai dengan perasaan geram. "Sepertinya dia sudah terbiasa dengan tempat seperti ini," desisnya lagi. "Sekarang, mari kita lihat apa yang akan aku lakukan padamu." Kai tersenyum sinis dan masih memantau gerak gerik gadis itu lewat kaca mobilnya.
Setelah selesai menyesap rokoknya, El menggulung rambutnya lalu memakai helm. Menyalakan mesin motor lalu memacunya dengan kecepatan tinggi meninggalkan parkiran.
Kai yang baru saja akan membuka pintu mobilnya terpaksa harus kecewa karena rencananya gagal.
"What the hell!! Kita lihat saja nanti, cepat atau lambat aku akan segera menangkapmu!" geram Kai lalu keluar dari mobilnya dan membanting pintu mobil.
Ia pun melanjutkan langkah kakinya ke dalam bar. Tempat di mana ia sering menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang sekaligus menyewa jasa bed partner hanya untuk menuntaskan hasratnya.
Ia memilih duduk di salah satu sofa dan langsung bergabung dengan para ladies yang bekerja di club' malam itu. Merangkul, meraba dan menatap mereka dengan tatapan lapar.
Saat ia memejamkan matanya, seketika wajah El langsung terbayang di matanya. Masih segar dalam ingatannya, tatapan nyalang penuh amarah dari gadis itu tadi pagi.
"Damn!!!" umpatnya lalu membuka matanya.
Kai langsung melepas rangkulannya dari dua gadis yang duduk bersamanya. Ia menghampiri meja bartender lalu memesan minuman dengan kadar alkohol tinggi.
"Hei, rum please," pinta Kai.
Nico langsung meletakkan gelas dan menuang minuman yang di pesan oleh Kai. Begitu minuman itu terisi di gelasnya, ia langsung meneguk minuman itu dengan sekali teguk.
Entah mengapa, Kai begitu kesal, dendam sekaligus benci saat mengingat tatapan nyalang El. Apalagi saat gadis itu menamparnya tanpa ada rasa takut sedikitpun.
Aku belum merasa puas sebelum aku benar-benar membuatmu menderita.
"Kamu harus membayar mahal perbuatanmu itu, karena sudah berani menampar dan mempermalukanku. Menatapku dengan berani seolah-olah kamu menantangku!!" geramnya sambil menggenggam gelas minumannya itu hingga retak.
"Yo, Bro, ada apa?" tanya Nico lalu menatap gelas yang sudah retak dalam genggaman tangan pria blasteran itu.
Bukannya menjawab, Kai malah memutuskan meninggalkan meja bartender kemudian memilih ke privat room tempat Tara berada sekarang.
Begitu ia berada di depan pintu, ia langsung menekan akses code lalu membuka pintu kamar. Alisnya langsung bertaut saat mendapati Tara tertidur dengan nyenyaknya di kamar itu.
"Tara,'' desisnya.
Ia pun menghampiri sang asisten kemudian membangunkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
"Hei ... Tara, wake up."
Tara menggeliat dan membuka matanya.Tahu jika Kai yang membangunkannya, seketika itu juga ia langsung panik lalu mencari ponselnya.
Huh, syukurlah ponselku ada di kantong celana.
"Kamu kenapa panik begitu? Disuruh cari alamat gadis itu, malah enak-enakkan tidur di sini,'' kesal Kai.
Tara hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pikirannya langsung ke El. Ia mengambil ponselnya dari kantong celananya lalu mengirim pesan ke Hamdan.
"Apa El sudah pulang?" Tara
"Iya." Hamdan
"Ok, thanks." Tara.
"Kamu chat siapa sih?" selidik Kai curiga.
"Bukan siapa-siapa, hanya Hamdan. Seperti biasa, aku memintanya untuk mencari barang bagus," bohong Tara lalu menatap sahabatnya itu sambil cengengesan. "Apa kamu sudah siap untuk bersenang-senang malam ini??'' tanya Tara sekaligus mengalihkan pembicaraan.
Kai hanya tersenyum lalu memukul lengannya.
...----------------...
Maaf banyak typo, Novel ini masih tahap revisi ya. Jika ada banyak bahasanya yang amburadul n membingungkan, mohon maaf 🙏🙏🙏 ... Silakan tinggalkan komentar, kritik dan saran. Terima kasih yang sudah mampir ☺️😘🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!