NovelToon NovelToon

Your Officemate

1. PROLOG

Erika menarik napas dan menghembuskan kasar mencoba mengusir segala macam rasa yang berdesakan di dalam hati.

Ini adalah kesekian kalinya Erika mencoba menghubungi Hans. Lagi - lagi suara operator menjawab

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi..."

Semakin mencoba menghubungi suaminya, semakin kuat pula rasa tak nyaman itu muncul. Ada rasa gelisah yang sulit dijelaskan dan terus mengganggu perasaannya.

Brrrmmm....suara mobil datang....

Tap... tap....

Erika berjalan cepat - cepat kearah pintu. Berharap ada mobil Hans berhenti manis di depan rumah. Erika ingin segera bisa menyambut sang pengemudi dengan peluk dan cium seperti biasa.

"Bukan Kak Hans..." gumam Erika lirih pada diri sendiri.

Meski tahu itu bukan suara mobil Hans, tetap saja Erika refleks berlari setiap kali ada suara mobil berhenti di depan rumah.

"Kak Hans, dimana kamu?" Erika memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Hans. Sesuai dugaannya, chat WA Hans centang satu.

Mungkin saja saat ini batere ponsel Kak Hans habis.

Erika berusaha menenangkan dirinya.

Akhirnya Erika memutuskan untuk menunggu Hans sambil duduk diteras dengan harapan perasaannya akan lebih baik.

Tapi nampaknya hari ini semua kompak membuatnya resah. Didalam pandangan Erika, rumput di taman warnanya tak sehijau biasanya. Daun - daunan nampak layu. Bunga warna warni pun seolah - olah ikut merunduk. Bahkan lampu taman terasa ikut meredup seiring resah hati Erika.

Ck...ini bukan apa - apa, Ok? Pasti karena mau datang bulan, perasaanku jadi lebih sensitif, dan tak menentu. (Erika)

Erika berkali - kali melirik jam di ponselnya sambil terus mencoba menghubungi nomer Hans. Kondisinya masih sama. Ponsel Hans tidak aktif.

Meski tahu ponsel Hans tidak aktif, Erika terus saja mengirimkan pesan kepada Hans.

Hasilnya? Tentu saja pesan tak terkirim. Tapi tak apa. Paling tidak, Hans nantinya akan tahu bagaimana gelisahnya sang istri menunggu dia yang tak kunjung pulang. Dan tanpa kabar.

Sambil terus berharap ada respons dari Hans, atau setidaknya pesan itu berubah menjadi centang dua. Erika terus mengirimkan pesan - pesan kepada Hans. Dimulai dari pesan manis, berubah menjadi pesan bernada kuatir, bahkan berakhir dengan omelan khas seorang istri karena suami tak kunjung pulang.

Selama 15 tahun pernikahan, Hans tak pernah membiarkan mereka lost contact dalam waktu yang lama.

(lost contact \= kehilangan kontak)

Bagi Erika, Hans adalah suami siaga. Hanya dengan sebuah pesan atau miscall, Hans pasti segera menghubungi istrinya. Tak peduli seberapa sibuknya, pasti dia menyempatkan diri untuk menelpon atau sekedar mengirim pesan singkat.

****

Jam 10 malam

Keterlaluan!! Erika memaki dalam hati. Dia merasa sangat marah meski tak tau pasti apa yang membuatnya marah. Dadanya terasa sesak.Ingin hati menumpahkan semua isinya. Tapi kepada siapa dan kemana?

Sambil menahan semua rasa itu, dihapusnya make up dan dilepasnya dress selutut warna salem. Hari ini Erika memang sengaja sedikit berdandan untuk menyambut Hans pulang. Harapannya tadi adalah Hans pulang dan senang dengan penampilannya yang cantik. Tapi seringkali ekspektasi berbeda dengan realita.

Rasa cemas, marah, kecewa, dan gelisah semua bercampur menjadi satu. Tak tau harus kemana mencari Hans. Tak tahu pula kepada siapa dia harus mengeluh. Hingga akhirnya Erika hanya bisa pasrah.

Rasa putus asa membuatnya berlutut di dekat tempat tidurnya. Tanpa sadar batinnya terus berdoa dengan harapan doanya bisa sampai kepada sang suami.

Ya Tuhan, ada apa ini? Tolong jaga dia diluar sana. Kutitipkan suamiku, Hans Sanjaya padaMu. Jangan biarkan dia jatuh dalam godaan, lindungi keselamatannya. Ingatkan selalu kalau Istri dan anak - anak menunggu dirumah. Aku....mencemaskannya...

Lelah menunggu.

Lelah berprasangka.

Lelah menangis.

Akhirnya Erika tertidur....

****

Tengah Malam

Drrrrrttttt.... drrrrrrttttt.....

Suara getaran ponsel mengagetkan Erika. Buru - buru diraihnya telepon genggam dari atas nakas.

KAK HANS CALLING

Tanpa basa - basi, Erika langsung memberondong Hans dengan pertanyaan - pertanyaan menyelidik.

"Dimana?"

"Dari mana?"

"Kapan pulang?"

"Ngapain saja kamu?"

"Kenapa tak ada kabar?"

"Ada apa dengan ponselmu?"

"Kenapa malam sekali?"

..............................hening....................................

"Kak Hans....???" nada suara Erika sedikit tinggi dan tak enak didengar karena tak mendapat jawaban apapun.

"Tolong bukakan pintu Mom....." akhirnya terdengar suara dari seberang sana.

DEG!!

Kenapa suara Kak Hans lemas? (Erika)

"Apa kamu sakit?" Erika yang tadinya sempat kesal mendadak merasa cemas.

NUuuuttt......

Tak ada jawaban. Telpon dimatikan....

Erika bergegas lari menuju pintu utama dengan perasaan tak menentu. Ada sedikit lega yang terselip karena akhirnya Hans pulang. Erika berusaha melupakan sejenak rasa penasaran karena tak bisa menghubungi Hans. Toh yang terpenting saat ini adalah Hans sudah pulang.

Duh!!! Tiba - tiba rasa bersalah menyergapnya. Nampak Hans sudah duduk di bangku teras. Wajahnya kuyu dan matanya juga sayu. Kemejanya kusut dan dikeluarkan dari celana panjang, ditambah lagi tiga kancing kemeja bagian atas yang terbuka. Rambut pun sudah jauh dari kata rapi.

Kak Hans keliatan capek sekali.... (Erika)

"Mommyyyy....", sapanya dengan senyum lelah. Tangannya terentang siap memeluk Erika.

Oh, Erika merasa malu karena telah berprasangka. Buru - buru dia menghambur ke pelukan Hans. Lalu menciumnya seperti setiap kali dia pulang kerja.

Hans mendekapnya erat seolah - olah lama tak berjumpa. Ada hangat menyelusup dihati Erika. Dan juga. ..ada rindu terasa di dalam dekapan Hans.

Mood swing benar - benar membuatku tak waras sampai - sampai aku mencurigai Kak Hans. (Erika)

Tak lama Hans mengurai pelukan dan langkahnya langsung menuju kamar mereka.

"Lho... kenapa tak makan Kak? Nanti sakit. Tadi sore, aku sudah masak. Tunggu, aku panaskan sebentar. Atau mau buah saja?" Erika terburu - buru menuju dapur.

"Buat besok aja. Aku capek banget. Hari ini lembur di kantor." jawab Hans sambil berlalu menuju kamar mereka.

Tanpa banyak bicara, Erika buru - buru membereskan meja makan supaya bisa segera menyusul Hans. Ada banyak hal yang ingin ditanyakannya kepada Hans.

***

Begitu tiba di kamar, Erika tertegun mendapati Hans sudah tidur dan suara dengkuran pun sudah terdengar. Kemeja dan celana panjang yang tadi dipakai Hans tergeletak begitu saja di lantai.

Pelan - pelan Erika duduk disamping Hans, mengamati wajah lelah Hans. Rasa bersalah kembali datang saat melihat guratan halus yang mulai nampak di wajah Hans. Beberapa helai rambut putih pun muncul di kepala. Semuanya ini menunjukkan bagaimana kerasnya dia bekerja untuk keluarga selama ini.

Hati Erika terasa penuh dan rasa sayang begitu membuncah didada. Diciumnya dahi dan pipi Hans dengan penuh perasaan. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh Hans dan tak lupa diaturnya ulang suhu kamar supaya Hans bisa tidur dengan nyaman.

Terakhir diambilnya pakaian kotor Hans untuk dimasukkan ke keranjang.

................................................................................

PLUK!!!

Selembar kertas kecil jatuh dari saku Bertuliskan Me*tshop & G***met, nama salah satu restoran steak terkenal di kota ini.

Tanggalnya tertulis tanggal hari ini.....

Waktu pembayaran pukul 20.19 ....

Astaga! Baru saja Erika merasa lega karena Hans sudah pulang. Bahkan sempat merasa bersalah karena berprasangka. Tapi selembar kertas itu kembali membuat perasaan Erika tak tenang.

Ya. Erika tahu ada yang disembunyikan oleh suaminya....

Sampai jumpa di episode selanjutnya

Tolong dukung Author supaya semangat dalam berkarya dengan cara

Like

Comment

Vote

Jangan lupa klik favorite untuk mendapatkan notifikasi setiap ada update baru.

2. Clara Adelia

"Permisi...Kak Rika ya?" suara seorang wanita menyela obrolan Erika dengan salah seorang staf marketing. Saat ini mereka sedang berada di acara bazar kantor.

Ooooh... ternyata suara itu berasal dari cewek cantik yang baru - baru ini menjadi perbincangan hangat di kantor Hans terutama para lelaki single.

Ini adalah pertama kali Erika bertemu langsung dengannya. Selama ini Erika hanya mendengar tentangnya dari Hans dan melihat wajahnya dari media sosial.

"Haii...namaku Clara, Clara Adelia. Marketing baru Kak Hans" katanya memperkenalkan diri.

Eh? Dia memanggil Kak Hans dengan Kakak bukan Bapak? (Erika)

Sikap Clara yang terlalu ramah malah membuat Erika sedikit canggung. Meski begitu, Erika tetap berusaha tersenyum dan menjawab dengan sopan.

"Erika Mai. Senang berkenalan denganmu"

Berikutnya, lagi - lagi Erika dibuat heran dengan ajakan Clara untuk berselfie bersamanya.

"Ayo Kak, kita foto." Wajah Clara begitu santai seolah sedang bicara dengan teman dekat.

Tanpa menunggu persetujuan Erika, layar ponsel Clara sudah terpampang tepat di depan wajah Erika. Clara pun sudah langsung berpose dengan posisi pipi sedikit menempel di pipi Erika. Kulit Clara nampak mulus, bersih dari jerawat, tanpa flex apalagi kerutan.

"Eh ya, oke..." Erika mengangguk ragu dan tersenyum canggung. Mau menolak, takut dikira sombong. Mau mengiyakan, tapi Erika memang tak terbiasa berfoto. Apalagi dengan Clara yang notabene baru kenal. Rasanya sungguh tak nyaman.

Berbeda dengan Clara yang memang hobby difoto. Akun instagramnya penuh dengan foto - fotonya dengan berbagai macam pose dan ekspresi, baik di dalam maupun luar negeri. Yang semuanya benar - benar instagramable. Kalau dilihat dari jumlah followers dan like-nya, rasa - rasanya dia bakal cocok kalau menjadi selebgram.

****

Erika tersenyum kecut saat melihat hasil foto selfie mereka. Level percaya dirinya langsung turun ke level mengenaskan.

"Cih... ponsel bodoh. Ngakunya saja smart. Sia - sia sudah orang membelimu mahal - mahal tapi gagal membuatku tampak cantik" Erika bersungut- sungut dalam hati, menyalahkan ponsel Clara yang berlogo A****

Memang semua nampak sangat match di wajah dan tubuh Clara. Kulit putihnya kontras dengan rambut panjang bergelombang warna coklat keemasan. Alisnya terlukis dengan rapi. Bulu mata membingkai rapi bola matanya sehingga wajahnya seperti boneka barbie.

Lalu bagaimana outfit yang dipakainya?

Sudahlah, jangan membahas penampilan Clara lagi karena bisa bikin iri.

Bagaimana tidak? Untuk ukuran seorang staf marketing yang baru masuk, penampilannya tergolong glamour. Dari ujung kepala hingga kaki, semua branded.

Lihat saja tas yang sedang dipakainya. Gaji tiga bulan plus bonus bulanan seorang marketing masih kurang untuk membelinya.

Clara dan penampilannya begitu eye catching hingga Erika mau tak mau mengamatinya diam - diam.

"Pantas saja banyak lelaki berebut perhatiannya, aku yang wanita saja terpesona melihatnya" (Erika)

****

Psssttt...

Heiii Ladies,

Please, jangan pernah kalian bandingkan penampilan Erika dan Clara. Benar - benar bukan perbandingan yang apple to apple.

Perbedaan usia yang lebih dari satu dekade menjadikan mereka benar - benar bertolak belakang, baik dari segi gaya hidup maupun karakter.

Singkatnya, Clara lebih cocok disebut sebagai cewek sosialita atau cewek gaul. Sedangkan Erika adalah wanita rumahan.

Erika adalah sosok wanita yang kalem dan keibuan. Penampilannya begitu sederhana dan tidak neko neko.

Tak ada pewarna sedikitpun di wajah tirusnya. Beruntungnya, Erika memiliki alis yang sudah tebal dan bagus sejak lahir. Cukup sedikit bedak dan lipgloss sudah mampu membuatnya nampak anggun dan bersahaja.

Tak perlu barang mahal apalagi bermerk. Tubuh langsing dan potongan rambut sebahu justru menunjukkan kesan manis seorang Mama Muda.

****

"Moms, apa kamu tak lapar? Makan yuk..." Hans tau - tau muncul dan tangannya langsung bertengger manis di bahu Erika.

"Mana anak - anak?" Erika malah balik bertanya karena dilihatnya Hans datang sendiri. Padahal tadi Abigail dan Amanda pamit mau berkeliling bersama Papanya.

"Iiisssh... Kak Hans, baru saja mau ngobrol sama istrimu eeeh... sudah diajak pergi pula" protes Clara sambil memasukkan ponsel ke dalam tas.

"Ayuuk Mom..." Hans tak terlalu menanggapi Clara. Dilihatnya Clara sekilas, lalu Hans langsung menggandeng Erika dan mengajaknya menuju tenda para petinggi perusahaan. Rupanya anak - anak mereka sudah duduk manis disana sambil makan es krim.

"Ngobrol apa saja sama Clara?" tanya Hans sambil menyodorkan semangkuk gulai kambing dan sepiring lontong lengkap dengan sate kambing kesukaan Erika.

"Basa basi saja sih Kak." Erika sambil mengipas - ngipas kuah gulai yang masih panas.

"Menurutku nih Kak, menurutku ya... dia tu cuantiiiik"

"Halaaah...cantik polesan itu Moms. Kamu kalau dipoles juga bisa cantik" sahut Hans. Kali ini tangannya mengusap sisa kecap di dekat bibir Erika.

"Kak Haaaansss, jadi aku jelek? Begitu kan maksudnya?" Erika sewot mendengar kalimat terakhir Hans.

"Come on, Mom. Kamu tuh sama aja dandan atau ga" jawab Hans kalem.

"Sama apaan?"

Ekspresi wajah wanita berusia 35 tahun itu begitu polos. Hans jadi gemas dan ingin menggodanya.

"Sama jeleknya...hahaha"

"Haduuuuh!! Ampun Mom!" teriak Hans. Tanpa banyak bicara Erika langsung mencubit perut Hans keras - keras.

Abigail dan Amanda sampai terkikik melihat Papanya kesakitan.

****

vroooommmm... vroooommm.....

Bunyi khas mobil sport terdengar berhenti di dekat Hans dan Erika. Mereka sedang membantu anak - anak masuk ke mobil dan bersiap - siap untuk pulang.

"KAK HANS, KAK RIKA"

Nampak Clara yang berkacamata hitam melambai dari dalam mobil sport warna kuning terang.

"Aku pulang dulu. Byeee..."

Hans nampak enggan menanggapi dan lebih memilih memasangkan seatbelt untuk Amanda dan Abigail.

..........................................................................

"Wowww!!" desah Erika pelan saat Clara menghilang.

Toeeeng!!!

Hans menoyor kepala Erika pelan sambil membukakan pintu mobil untuk Erika.

"Ayo masuk, jangan bengong" kata Hans cepat sebelum Erika sempat memprotesnya.

"Orang kaya ngapain kerja ya Kak?"

Begitu masuk mobil, Erika langsung mengutarakan keheranannya. Erika merasa penampilan Clara seperti crazy rich tapi pekerjaannya hanya seorang pegawai? Oooh... tak masuk diakal.

"Itu mobil pacarnya." jawab Hans singkat.

"Oooo...dia sudah punya pacar?" tanya Erika.

"Pacarnya kaya, dan tahun depan mereka akan menikah. Kontrak kerja dia disini cuma setahun."

"Jadi dimodali pacar sampai modis kaya gitu? Amazing...." Erika mulai menceritakan ulang penampilan Clara pada Hans.

Hans hanya memutar bola matanya. Mungkin dia bosan karena ceritanya terus berputar tentang Clara.

"Tapi menurut Kak Hans nih. Si Clara itu cantik ata tidak sih?" akhirnya pertanyaan menjebak itu muncul.

"Biasa." jawab Hans singkat untuk menghindari perdebatan absurd. Kalau dijawab cantik pasti istrinya ngambek. Sebaliknya kalau dibilang jelek, Erika pasti ngotot kalau Clara itu cantik.

"Hmmm... masak biasa sih Kak Hans? Ga salah ta?"

Naaah... bener kan? Ini nih yang bikin aku males... (Hans)

............................................................................

"Cewek cakep dan agresif" celetuk Hans tiba - tiba setelah diam beberapa saat.

"Eh?" Erika langsung menoleh mendengar kata - kata Hans. Sampai - sampai lupa mau ngomong apa.

Ha? Cakep? Agresif? Kenapa jadi timbul konotasi negatif di otakku. Haha... konyol sekali. (Erika)

Sampai jumpa di episode selanjutnya

Tolong dukung Author supaya semangat dalam berkarya dengan cara

Like

Comment

Vote

Jangan lupa klik favorite untuk mendapatkan notifikasi setiap ada update baru.

3. Liburan

Anak- anak libur sekolah, Hans memutuskan untuk mengambil cuti dan mengajak keluarganya berlibur. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan keluar kota.

Drrrrt... drrtttt....

Suara getaran ponsel menyela obrolan ringan mereka. Getarannya terus berkesinambungan menandakan adanya panggilan telepon.

Erika melirik kearah Hans yang sepertinya tak berniat menjawab panggilan itu.

"Kenapa tak dijawab?" Erika mengangkat alis sambil matanya melirik ke arah ponsel yang masih terus bergetar.

Melihat nama yang tertera dilayar dan notifikasi yang terus menerus, membuat Erika merasa tak nyaman. Hans memahami apa yang dirasakan Erika.

CLARA Calling....

"Orang kantor. Biarkan saja, kita mau liburan." Hans mengambil ponselnya dan langsung mematikannya.

Erika tak menjawab hanya memandang Hans dengan pandangan tak mengerti.

****

Eh...

Tak lama setelah Hans mematikan ponselnya, sayup-sayup terdengar nada dering ponsel milik Erika.

Buru - buru Erika mengambil ponselnya yang disimpan di dalam tas. Tangannya meraih tas di jok belakang sambil melirik sekilas pada Abigail dan Amanda yang asik mendengarkan musik menggunakan headset.

Terlambat. Nada dering itu berhenti. Nampak nomer tak dikenal ada disana. Ada dua panggilan tak terjawab dari nomer yang sama.

"Siapa?" tanya Hans.

"Tak tau. Sudah mati tuh. No name lagi. " jawab Erika sambil menunjukkan layar ponselnya kearah Hans.

Dua kali berturut - turut hanya selisih satu menit. Urgentkah? (Erika)

"Ups, lagi...", Erika langsung menggeser tanda hijau di layar tak lama setelah nada dering berbunyi.

"Halloo?"

Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya hembusan napas dan suara isak tangis seseorang.

"Siapa ya? Hallo?" Erika kembali menyapa penelpon itu.

".... Kak Hans....?" suara serak terdengar dari seberang sana. Sepertinya sedang menangis dan suara seorang wanita.

"Haloooo....?" Erika mengulang sapaannya.

"Huhuhu Kak Hanssss.... Kak Haaaaans.....huhu....."

"Siapa ini?" Erika bingung, dia tak tahu harus bagaimana.

Bayangkan saja, wanita mana yang tidak bertanya-tanya. Saat tiba-tiba ada telpon seorang wanita dan langsung menangis sesenggukan sambil memanggil - manggil nama suamimu. Rasanya seperti mencekam. Atau memang Erika yang berlebihan?

Duh...amit-amit jangan sampai ada seorang wanita yang tiba - tiba saja mengaku hamil anak Kak Hans. (Erika)

"Ada apa?" Hans melihat tampang Erika yang nampak aneh. Tak tau harus berbicara apa, Erika malah menyodorkan ponsel itu ke Hans.

"Hah?"

"Kapan?"

"Kamu tidak apa - apa kan?"

"Dimana kamu sekarang?"

"Hmmm... ya..."

"Nanti aku kabari"

Pertanyaan - pertanyaaan dan jawaban - jawaban Hans yang singkat membuat Erika kesulitan menebak apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.

Ya. Erika sedikit tak suka melihat suaminya bertelponan dengan wanita lain diluar jam kantor. Apalagi wanitanya tak dikenal, dan juga sambil menangis.

"Siapa?" Karena penasaran, Erika mencolek tangan Hans sambil berbisik. Dan Hans memberinya kode untuk menunggu.

Setelah panggilan selesai, Hans justru terdiam sambil tetap mengemudikan mobil. Meski begitu, jelas sekali terlihat pikirannya melayang entah kemana

..................................hening..............................

"Evan meninggal karena kecelakaan pagi tadi" akhirnya penjelasan yang ditunggu - tunggu pun muncul.

"Ha? Evan siapa?" Erika merasa asing dengan nama itu.

"Clara memberi tahu kalau pacarnya kecelakaan di tol dan meninggal ditempat. Menurutmu kita harus bagaimana?"

Oooh...ternyata Clara menelponku untuk mencari Kak Hans. (Erika)

Erika sebenarnya tahu kalau Hans sedang meminta persetujuan darinya untuk membatalkan liburan.

Benar. Ini adalah sad moment. Berita duka. Erika sadar betul kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk cemburu atau egois.

Bukan. Bukan Erika tak bersimpati tapi ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Perasaan yang begitu sulit untuk digambarkan. Seperti ada rasa tak rela dan tak ikhlas untuk kembali ke kota mereka. Sekalipun untuk rasa kemanusiaan.

Cemburukah? Terganggu? Atau tak suka? Aaah... entahlah Erika sendiri tak bisa mendefinisikan perasaannya. Akhirnya Erika hanya diam, dan memasang wajah setenang mungkin. Erika tak mau Hans menganggapnya tak punya empati.

"Ada apa Daddy?" celetuk Abigail dari bangku belakang. Abigail yang cerdas dan kritis bisa merasakan suasana aneh diantara kedua orang tuanya.

"Eeeemmm... teman Daddy meninggal"

"Trus maksud Daddy kita batal liburan dan mau pergi melayat. Begitu kan Dad?" Abigail yang berusia 10 tahun dengan segera menangkap arah pembicaraan Daddy-nya.

"Oh Nooo!!! Daddy PHP-in kita nih....Sebel!!", Amanda yang lebih muda 2 dua tahun langsung menyahut tak suka. Tangannya disilangkan didepan dada dan langsung melengos ke jendela.

Hans melirik kearah Erika mengharap bantuan untuk menenangkan kedua anak yang mulai protes. Namun yang dilirik tampak enggan berkomentar. Ekspresinya pun tak terbaca.

"Moms?"

"Clara minta apa ke kamu?" Erika to the point karena teringat Hans terakhir ngomong kalau nanti Hans akan memberi kabar ke Clara.

Kabar apakah itu?

"Bukan begitu, Moms. Katanya dia sendirian dirumah. Dia bingung, panik, sedih sampai tidak tahu harus berbuat apa. Trus dia minta tolong aku untuk menemaninya mengurus jenasah Evan."

Tak tahu Hans yang terlalu jujur atau dia salah pilih kata.

Yang jelas Erika langsung sensitif mendengar kata "menemani".

Gagal sudah usaha Erika untuk berpura - pura semua baik - baik saja.

"Dimana keluarga Evan? Mana orang tua Clara? Bukannya mereka yang lebih berhak mengurus Evan dan menghibur Clara?" Erika bertanya dengan nada datar untuk menunjukkan rasa tak sukanya. Matanya tak mau memandang ke arah Hans.

"Lagipula, apa mengurus kehidupan pribadi Clara itu termasuk dalam salah satu job description seorang asisten Direktur Utama?" lanjut Erika tanpa memberi kesempatan pada Hans untuk menjawab.

(Job description \= lingkup pekerjaan)

"Apa kamu tidak merasa kasihan sama Clara? Tunangannya meninggal dan dia butuh support" Hans balik bertanya, dengan harapan Erika merasa tersentuh.

Dari cara Erika bertanya tadi, Hans cukup mengerti kalau Erika kurang setuju untuk membatalkan liburan. Hans paham betul kalau saat ini Erika marah, meski tak berteriak atau berkata kasar.

"Kasihan? Iya. Support? Oke...Tapi bukan berarti menemani kan? It's a big no, Kak Hans." jawab Erika pelan tapi terasa dingin.

"Moms, apa kamu cemburu sama Clara?" Hans menghela napas.

What? Bukan masalah cemburu atau tidak. Sungguh tidak masuk akal, ada seorang wanita minta ditemani oleh suami orang. Sudah tahu, kalau kami sedang dalam perjalanan berlibur. Iya, dia sedang berduka. Tapi apakah pantas? Tak adakah rasa tak enak terhadap istri dan anaknya. Ponsel dimatikan saja sudah berarti kalau tidak mau diganggu. Sedangkan dia? Justru menghubungiku yang bahkan tak pernah menyimpan nomernya. Dan kenapa juga harus Kak Hans yang menemani?

Erika mengomel panjang lebar dalam hati tanpa menjawab pertanyaan Hans. Hatinya memberontak tak mau mengalah. Tapi sialnya, rasa kemanusiaan mengharuskannya mengalah.

"Hati anak gadis itu mudah tersentuh Kak Hans. Jangan mencobai diri sendiri." (Erika)

"Kita pulang Mom...?"

Entahlah, kalimat terakhir ini terasa begitu ambigu di telinga Erika dan anak - anak. Apakah ini sebuah pertanyaan ataukah pernyataan?

Sampai jumpa di episode selanjutnya

Tolong dukung Author supaya semangat dalam berkarya dengan cara

Like

Comment

Vote

Jangan lupa klik favorite untuk mendapatkan notifikasi setiap ada update baru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!