NovelToon NovelToon

ARETHA

Bab 1. Prolog.

..."Tak pernah kusangka, mencintaimu adalah sebenar-benarnya bencana, dan tak pernah kuduga, pria setampan dan sebaik dirimu bisa membuat luka yang sempurna." Aretha....

***

Aku melihatnya yang juga melihat ke arahku dengan tatapannya yang masih sama seperti dulu, sebuah tatapan yang dapat kuartikan dingin dan acuh.

Aku memilih kembali menunduk mengalihkan pandanganku dari sosoknya yang masih terlihat sama, selalu mempesona, aku mengambil piring dan gelas kotor yang berserakan di atas meja, ini masih jam kerja, dan aku harus kembali memusatkan konsentrasiku pada pekerjaanku.

Aku bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran sederhana di pusat kota, dan aku baru bekerja selama satu minggu, aku tak ingin kembali kehilangan pekerjaanku hanya karena kehilangan konsentrasi akan pekerjaan akibat kedatangannya.

Deg. Jantungku serasa berhenti, kala ia, mas Reyhan tiba-tiba duduk di kursi yang mejanya tengah kubersihkan. Ia tak sendiri, sedari tadi seorang wanita cantik bergelayut manja di lengan kekarnya, hanya saja tadi aku lebih memerhatikan mas Reyhan yang lama tak kutemui dan mengabaikan wanita cantik di sebelahnya yang telah menjadi alasan utama hancurnya hubunganku dengan mas Reyhan, sang mantan suami.

Namanya Rena, wanita cantik yang memang sudah menempati hati mas Reyhan semenjak mereka kuliah, dan enggan pergi meski mas Reyhan telah menikah denganku lima bulan yang lalu, usia pernikahan kami yang hanya seumur jagung kata orang, karena hanya bertahan tak lebih dari tiga bulan saja.

Ya, aku dan mas Reyhan telah menikah lima bulan yang lalu, hidup bersama selama tiga bulan dalam satu naungan atap yang sama namun tak ayal bersikap laksana orang asing, dan aku memilih mundur setelah kutahu adanya Rena diantara hubungan kami, dan kini, aku, Aretha, telah resmi menyandang status sebagai seorang wanita janda selama dua bulan setelah perpisahan kami, namun bukan status itu yang membuatku terus terbayangi rasa sedih, melainkan janin yang tumbuh dalam rahimku tanpa sepengetahuan mas Reyhan.

****

Aku duduk pada sebuah bangku panjang yang terbuat dari kayu menghadap alam bebas di bukit yang tak jauh dari pusat kota. Di belakangku sebuah pohon tua yang sudah mati dan mengering menjadi teman sependiritaku.

Di dalam genggaman tanganku ada dua lembar berkas yang kuremas kuat. Satu kertas adalah surat perceraian, dan satunya lagi adalah hasil pemeriksaan kandungan, aku mendapat dua surat itu di waktu bersamaan.

Surat perceraian yang membuatku merasa lega meski aku sangat terluka, dan yang satunya membuatku merasa susah namun aku bahagia.

Lantas tentang kehamilanku ini, haruskah aku mengatakan pada mas Reyhan jika kini aku tengah mengandung darah dagingnya? Tapi, jika itu kulakukan, bukankah dia akan menudingku menggunakan anak ini sebagai alasan untuk menahannya, sedangkan ia sudah begitu kukuh untuk terlepas dari diriku.

Cukup lama aku terdiam sendirian, linangan air mata terus menetes membasahi pipiku yang nampak semakin tirus.

Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat membingungkan. Baru saja aku resmi bercerai darinya, tapi justru mengetahui jika aku tengah mengandung darah dagingnya, membuatku merasa dalam kepiluan yang mendalam. Dalam kasus ini, aku bertanya-tanya, apakah perceraian kami benar sah?

Dan wanita itu, Rena, aku pun tak kan mampu menyingkirkannya, karena sesungguhnya, aku bisa bersaing dengan seribu wanita yang mencintai mas Reyhan, tapi aku tak kan bisa bersaing dengan satu wanita yang mas Reyhan cintai.

***

..."Dia sederhana, namun dia mampu membuat hidupku menderita, entah apa yang dimilikinya hingga ia mampu menguasai hati ibu menggeser posisi Rena." Reyhan....

Aku sengaja duduk pada kursi yang mejanya tengah ia bersihkan, sengaja kulakukan itu untuk memanasinya, dia, Aretha Azalea, mantan istriku yang sungguh tak pernah aku inginkan, kehadirannya dalam hidupku adalah atas paksaan dari ibu.

untuk sesaat gerakan tangannya berhenti saat menyadari kedatanganku. Dan ia menarik diri sedikit mundur membungkuk memberikan ucapan selamat datang seakan semuanya baik-baik saja dan kami tak pernah ada masalah, atau tidak, ia memperlakukanku sama layaknya pengunjung lain seolah kami tak saling kenal.

"Selamat datang, Tuan, Nyonya, silahkan lihat buku menunya, kalian ingin memesan apa?"

Gerakan Aretha nampak luwes, meski kutahu ia sempat terkejut akan kehadiranku, namun dia adalah aktris yang berbakat, berlakon dengan baik seperti selama ini yang ia lakukan.

Aretha menyodorkan sebuah buku menu di hadapanku setelah menaruh kembali gelas dan piring yang berada di atas nampan dalam genggamannya.

Ingin lebih menyakitinya, aku pun menunjukkan kemesraanku dengan Rena di hadapannya, sungguh, ini konyol dan kekanakan, tapi aku ingin melihatnya lebih menderita setelah lima bulan yang lalu ia dengan berani membuat hidupku dan Rena dalam kehancuran.

Ku peluk mesra pinggang Rena agar tubuhnya semakin mendekat ke arahku, lalu kutarik kasar buku menu dari tangan Aretha, menunjukkannya pada Rena.

"Mau makan apa, sayang?" tanyaku lembut.

Lihatlah, dia adalah Renaku yang baik dan lemah, menatap sedih pada Aretha yang nampak biasa saja tanpa rasa bersalah, padahal dia telah membuat hidup Rena dalam derita tiada tara, dan karena kebaikannya, Rena masih sudi hati untuk melihatnya dengan tatapan mata yang penuh kasih.

"Apa saja, yang penting tidak pedas," jawab Rena halus masih terus melihat Aretha.

"Catat," ucapku dingin dan sengaja kusuarakan dengan nada ketus untuk memperjelas ketidak sukaanku pada Aretha.

Aretha nampak meraih buku kecil yang ia ambil dari saku kemejanya, beserta pena lalu menulis setiap menu yang kusebut.

Dia, Aretha, wanita biasa dari keluarga biasa yang entah bagaimana bisa menjadi kesayangan ibu.

Aretha, wanita yang paling kubenci sampai ke dasar urat nadiku, dia bukanlah wanita baik seperti Rena, dia hanyalah wanita biasa yang penuh tipu daya, sungguh aku membencinya, apalagi setelah ia mengatakan dengan gamblangnya jika ia mencintaiku sejak pertama kali bertemu denganku.

Apa dia selucu itu? Aku hanya memberikannya sebuah senyum dan ucapan terimakasih saat ia mengantar ibu pulang dari pasar karena ibu yang waktu itu mengalami sedikit kecelakaan, dan Aretha yang menolongnya membawa ibu pulang kembali ke rumah, apa hanya karena hal kecil itu ibu jadi tiba-tiba menyukainya? Sungguh lucu dan sial.

***

..."Bahagiaku hanya ada pada dirinya, jika bukan dia, maka aku memilih untuk mati saja." Rena....

Aku akui jika pola pikirku masih begitu labil dalam mengambil suatu keputusan, mendengar penuturan Tante Ani, ibunya mas Reyhan yang mengatakan akan menjodohkan mas Reyhan dengan gadis pilihannya, dan memintaku untuk pergi menjauh dari mas Reyhan, aku merasa sangat sakit hati, dan karena kelabilanku, aku memilih pergi tanpa membicarakannya dulu dengan mas Reyhan.

Namun setelah dua bulan menghilang dan bersembunyi, takdir justru kembali mempertemukan kami, dan aku tak lagi bisa menahan diri, rasa rindu itu, siksa perpisahan itu, dan juga rindu terdalam yang teramat ingin terobati, membuatku kembali jatuh dalam pelukan mas Reyhan yang juga menggenggamku erat dan tak ingin kehilangan diriku, sayangnya, saat itu mas Reyhan ternyata sudah resmi menikah dengan wanita yang dipilihkan ibunya.

Tentu ini semakin berat kurasa, bukan hanya restu Tante Ani yang tak kudapat, namun juga status yang jika kuteruskan hubunganku ini dengan mas Reyhan, maka sebuah stempel hina akan melekat pada diriku apapun alasannya, dan aku tak ingin dicap sebagai seorang wanita pelakor.

Mas Reyhan pun berjanji padaku jika ia akan menyelesaikan semuanya, dan ia memohon padaku untuk bersabar menunggu.

Ia berkata jika dirinya juga sama menderitanya, dan ia berjanji padaku akan mengakhiri hubungannya dengan istrinya yang belakangan kutahu namanya adalah Aretha, yah, katakan saja aku egois karena aku mengiyakan permintaan mas Reyhan untuk menunggunya, dan semua itu benar adanya, setelah satu bulan kami menjalani hubungan kami diam-diam dan tersembunyi, akhirnya mas Reyhan resmi bercerai dengan Aretha dan dia sepenuhnya kembali padaku.

"Aku wanita, kau pun wanita, kita mempunyai rasa yang sama pada pria yang sama, namun aku adalah cinta pertamanya, bukan aku yang menjadi pengganggu dalam hubunganmu dengan mas Reyhan, tapi kaulah yang datang sebagai pengganggu dalam hubunganku dengan mas Reyhan." Rena.

***

Bersambung.

Hai sahabat readers, dalam cerita ini menyajikan kisah yang sudah sangat umum di dunia pernovelan, namun cerita ini ditulis sesuai POV perasaan setiap tokohnya.

Jadi, setiap tokoh berperan penting dan tidak menonjolkan tokoh protagonis maupun antagonis, karena setiap tokoh memiliki perasaannya masing-masing.

Tapi sahabat readers bebas jika memiliki pandangan pribadi yang mungkin saja lebih membela dan membenarkan salah satu tokoh.

Kalau menurut sahabat readers, bagaimana cerita dalam bab 1 ini?

Mohon bijak dalam berkomentar dan memberikan krisan ya!... 🙏🙏🙏☺️☺️☺️

Bertemu Mas Reyhan Di Jalan

"Aku berhasil tanpamu, tapi gagal untuk melupakanmu, ikhlas itu bohong, yang sebenarnya adalah terpaksa dan terbiasa." Aretha.

***

Pikiranku sungguh terganggu usai pertemuan kami siang tadi, cemburu? Entahlah, sakit? Entahlah, aku lebih memilih untuk tidak merasakan apa-apa, hanya saja, mengingat janin yang tumbuh dalam rahimku membuatku begitu ingin mengatakan yang sebenarnya.

Kenapa kisahku harus seperti ini? Pernikahan yang sangat kuimpikan nyatanya berkahir duka, meski ini keputusanku, namun ini tak membuatku bahagia, justru semakin dalam memendam lara.

***

"Jadi, kau tidak pernah mencintaiku? Dan kau hanya terpaksa menikah denganku?" suaraku gemetar seiring dengan gemuruh hatiku yang ingin meluapkan amarah.

Aku meminta penjelasannya saat mas Reyhan tiba-tiba pulang membawa wanita itu ke dalam rumah kami, Rena. Seorang wanita cantik yang nampak rapuh dan lemah tengah bersandar pada dada bidang suamiku, namun nyatanya wanita yang nampak lemah itu mampu merusak rumah tangga wanita lain, seketika aku membencinya, sangat.

Mas Reyhan sama sekali tak menatapku, ini terasa lebih menyakitkan dari pada tatapannya selama ini yang selalau dingin padaku, ia mengabaikanku dan malah membawa masuk Rena ke dalam kamar kami, kamarku dengan mas Reyhan.

Aku terpaku, rasanya tubuhku lemas seketika, ingin ambruk karena sakit yang luar biasa, cukup lama aku memikirkan tindakan apa yang seharusnya kulakukan, hingga setelah kurasa cukup keberanian kukumpulkan, aku pun melangkah menuju kamar.

Pintu dibiarkan terbuka, di sana mas Reyhan menata selimut menutup tubuh langsing Rena yang sudah terbaring di atas tempat tidur dan memejamkan mata, mas Reyhan menarik selimut ke atas sampai batas dada Rena.

Hatiku sungguh merasa panas terbakar oleh api cemburu, sikap dinginnya mas Reyhan selama ini padaku yang kukira memang sudah menjadi tabiatnya, nyatanya 180⁰ berbanding terbalik saat ia memperlakukan Rena, mas Reyhan nampak sangat lembut dan tulus.

"M-mas," ucapku terhenti oleh satu tangan mas Reyhan yang terangkat memberikan isyarat.

Setelah dirasa Rena memang benar-benar lelap, mas Reyhan pun berjalan ke arahku yang sudah menangis tersedu, dengan tatapannya yang selalu dingin dan acuh.

Demi Allah, aku ingin menjambak, menampar mas Reyhan yang telah tanpa hati membawa wanita lain masuk ke dalam kamar kami dan memperlakukannya bak intan permata yang sangat berharga, ia memperlakukan Rena sangat lembut takut jika sampai melukai Rena meski hanya segores saja, sedangkan aku? Ia lukai tanpa batas.

Ingin rasanya aku segera menarik wanita itu yang telah berbaring di tempat tidurku bersama suamiku, tempat pribadi kami, namun itu tentu tak terlaksana, Mas Reyhan terlebih dulu menarik kasar pergelangan tanganku keluar dari kamar.

"M-mas?"

"Bukankah sudah kukatakan, aku akan membawanya pulang ke rumah ini, ia membutuhkanku, Rena sedang sakit," mas Reyhan berbicara sangat pelan, takut membangunkan Rena pastinya jika ia bersuara lebih keras, namun dalam pelannya suara mas Reyhan, ada intonasi penekanan yang cukup kuat.

"M-mas? Aku tidak menyangka jika kamu benar-benar akan melakukan ini padaku, lantas apa artinya pernikahan kita selama ini, mas? Jika nyatanya kau tak pernah mencintaiku, dan memiliki wanita lain dalam hatimu, lantas mengapa kamu bersedia untuk menikah denganku, mas? Kenapa? Kau juga," tenggorokanku tercekat, saat hampir saja aku membahas hal tabuh tentang hubungan sebagai suami istri yang kami lakukan, dan itu mas Reyhan yang memulai.

"Aku tidak perlu menjelaskan apapun lagi padamu, semua sudah kukatakan, Rena adalah wanitaku, cintaku, dan dia tidak akan pernah terganti," jelas mas Reyhan yang kembali mengatakan kalimat yang sama seperti kemarin.

Mas Reyhan memang sudah pernah menceritakan tentang Rena, dan hubungan di antara mereka, tapi aku tidak ingin percaya, memilih menganggap jika itu hanya lelucon mas Reyhan, dan andai saja memang seperti itu adanya, namun inilah nyatanya, semua yang dikatakannya adalah fakta.

Rena memanglah wanita yang dicintainya, diinginkannya, dan wanita lemah itu mampu menyingkirkan diriku dari kehidupan mas Reyhan.

***

Aku menaiki angkutan umum sepulang dari rumah sakit, ini adalah ke dua kalinya aku melakukan pemeriksaan kandungan, setelah yang pertama adalah hari yang sama dengan kudapatkannya surat cerai resmi.

Usia kandunganku memasuki minggu ke 21, atau bulan ke 5, namun perutku tak mengalami perubahan yang signifikan, hanya sedikit membuncit, aku sempat merasa takut, namun Dokter Bian mengatakan jika itu masih terbilang wajar dan kandunganku baik-baik saja.

Bunyi ban meletus mengagetkanku yang melamun menerawang setiap peristiwa yang lalu, begitu pun dengan para penumpang lain yang juga tersentak kaget hingga ada pula yang berteriak dan mengucap istighfar.

Ternyata ban mobil angkutan yang kami tumpangi meletus, dan terpaksa kami para penumpang harus diturunkan di jalan.

Kami pun menepi sembari menunggu adanya angkutan umum lain yang lewat, namun sayang, ketika sebuah angkutan umum lewat, ternyata tak muat menampung kami semua penumpang angkutan yang bannya meletus.

Aku yang kurang bergerak cepat, atau sebenarnya hanya diam karena melamun pun terpaksa berlegowo karena kursi penumpangnya telah penuh, bisa saja aku dibawa masuk jika bersedia untuk berdesakan dengan penumpang lainnya, bahkan tukang kernek pun memaksaku agar masuk, namun tentu saja aku menolaknya, bukan karena sok, melainkan ada calon anakku yang harus ku jaga dari segala hal yang berkemungkinan buruk.

Langit di atas sana mulai menggelap akibat gumpalan awan yang menghitam, bulan ini memasuki musim penghujan.

'Sreeett!'

Sebuah mobil berhenti di depanku, mobil yang tak asing yang dulu pernah aku tumpangi meski sepanjang perjalanan selalu terbelenggu oleh kebisuan.

Dia adalah mas Reyhan, pria yang kucintai sejak pertama kali aku melihatnya, dia pria yang sangat tampan, baik dan ramah, tapi itu dulu, sebelum kami menikah, dan semuanya berubah setelah kami menjadi suami istri, nyatanya ia adalah pria dingin tanpa perasaan, atau sebenarnya tidak ada perasaan untuk diriku, karena semua hanya untuk Rena.

"Masuk," perintahnya yang selalu semena-mena, mas Reyhan memang lebih mendominasi, apalagi dibandingkan dengan diriku yang dulu selalu penurut.

Aku bersikap cuek tak mempedulikannya, mengalihkan pandanganku dengan menoleh berharap akan datang angkutan umum lain yang lewat.

'Berreeemm!' mas Reyhan menekan gas kuat menghasilkan bunyi menggelegar dari mesin mobilnya yang sukses mengagetkanku, dan kuyakin dia sengaja melakukan itu.

Aku hampir saja mengumpat, namun langit terlebih dulu menegurku, gerimis mulai turun, sial, benar-benar sial. Aku tak ingin menumpang padanya, namun jika kehujanan, aku bisa saja jatuh sakit, dan aku takut itu akan berakibat pada kandunganku.

Tunggu, apa dia benar-benar sama Sekali tak menyadari akan perubahan tubuhku? Perutku sedikit membuncit meski tak besar, hei, lihatlah, aku tengah mengandung anak kita, darah dagingmu, tidakkah kau ingin tahu jika kau akan segera menjadi calon seorang ayah?

Ah, bodohnya diriku, tentu saja itu tidak penting dan tidak ada artinya bagi mas Reyhan, yang seluruh isi hati dan pikirannya hanya tertuju pada satu wanita saja, Rena. Dan dia pasti tidak akan menerima anak yang terlahir dariku, mas Reyhan pasti hanya akan menanti keturunan dari rahim Rena, wanita yang sangat dicintainya, bukan diriku, wanita yang pernah ia katai 'murahan.'

***

Bersambung.

Bagaimana dengan Bab 2 ini?

Harus tinggal bersama ibu

..."Orang bilang, obat rindu adalah temu, tapi kenapa berbeda denganku? Aku merindukannya, namun semakin terluka saat berjumpa." Aretha....

***

Dengan sangat terpaksa aku masuk ke dalam mobil mas Reyhan, gerimis yang semula datang telah berubah menjadi hujan yang deras.

Mas Reyhan melajukan mobil dengan tenang, sedangkan aku dirundung gelisah, duduk di mobil yang sama dan dalam posisi yang sama, bersebelahan dengannya seperti ini, mengingatkanku akan kebersamaan singkat kami dulu.

Kami terbelenggu dalam keheningan, hingga mas Reyhan akhirnya buka suara.

"Di mana kamu tinggal?" tanyanya masih dengan nada yang dingin seperti dulu. Aku menyebut sebuah alamat.

Beberapa menit kemudian mobil mas Reyhan berhenti, kami telah sampai di alamat yang kusebutkan tadi.

"Terimakasih," ucapku tanpa menoleh ke arahnya, tak terdengar sepatah katapun darinya membalas ucapan terimakasih dariku, aku pun tak ingin memusingkannya, itu sudah menjadi hal yang biasa bagiku sejak dulu atas sikap dan perlakuannya yang dingin tak tersentuh.

Aku pun bersiap membuka pintu untuk keluar dari mobil mas Reyhan, namun gerakanku tertahan kala mas Reyhan kembali bersuara.

"Kau tinggal di tempat kos?"

Aku melirik mas Reyhan sekilas untuk melihat raut wajahnya, lalu pandanganku beralih pada papan kayu yang bertuliskan kos putri yang menjadi titik pandang mas Reyhan.

Aku mengangguk pelan sambil bergumam memberi jawaban.

"Sendiri?" kini nada bicara mas Reyhan terdengar seperti sebuah cibiran bagiku, mungkin dia menertawakanku, atau entahlah, mungkin juga itu hanya prasangka burukku saja.

"Sendiri lebih baik, mas, dari pada bersama namun tak pernah dianggap ada." jawabku pelan.

Mas Reyhan menoleh, memberikan tatapan tidak sukanya atas jawaban yang kuberikan, aku membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat, tak ingin terjebak semakin lama dalam situasi yang menguras emosi, melangkah memasuki kamar kosku, yang berjejer rapi dengan kamar kos penghuni lain. Tak mempedulikan reaksi mas Reyhan yang kuyakin berekspresi mencibir.

***

"Berapa bang?"

"Tiga lima, Neng."

Kuberikan selembar uang kertas pecahan 50 ribu pada Abang penjual buah, aku membeli buah apel agar nutrisi kandunganku terjamin baik, dan aku kembali melangkah menyusuri pasar setelah menerima kembalian.

Di depan sana seorang ibu-ibu tengah ribut dengan penjual durian, dari perdebatan mereka yang kudengar, ibu itu menawar harga durian sampai sangat miring dari harga dari penjual, dan aku sangat mengenal siapa ibu itu, dia adalah ibu Ani, ibu mas Reyhan, ibu mertuaku, tunggu, apa aku masih memiliki hak untuk menyebutnya ibu mertua? Sedangkan mas Reyhan dan aku telah resmi bercerai.

"Bu, assalamu'alaikum,,," sapaku santun.

"Aretha...." teriak ibu bersemangat karena merasa senang bertemu denganku.

Ia lekas memelukku dengan sangat erat, lantas menciumi pipiku kiri dan kanan bergantian seperti menuangkan segala rasa rindunya selama 2 bulan ini tidak bertemu.

"Aretha, sayang, kamu apa kabar? Ibu sangat merindukanmu, kenapa kamu tidak pernah menghubungi ibu? Kenapa kamu tidak pernah menemui ibu?" tangis ibu pecah tanpa melepas pelukannya padaku.

Ibu terus berbicara ini itu, menanyakan banyak hal tentang diriku, lalu menarikku pergi dari sana tanpa menghiraukan lagi durian yang semula ingin ia beli.

"Bu,,,, bagaimana ini duriannya?" teriak Abang penjual durian setelah kami pergi begitu saja dari sana.

"Kau belah sendiri saja sana, aku sudah tidak membutuhkannya lagi!" teriak ibu menjawab Abang penjual durian. Aku tersenyum akan tingkah ibu yang Kunilai sedikit kekanakan.

Ibu memaksaku untuk berkunjung ke rumahnya, dan aku setuju, aku juga sangat merindukan kehangatan dan kecerewetan ibu.

Cara bicara ibu memang lantang dan sedikit kasar, tidak seperti kebanyakan ibu-ibu mertua yang tergambarkan lembut, ibu Ani adalah wanita berpikiran terbuka, ia akan mengatakan apa saja seperti isi pikirannya, suka ia kata suka, tidak suka ia pun bilang tidak suka.

"Kau tahu, Aretha? Semenjak berpisah denganmu, Reyhan jarang sekali menemui ibu, bahkan untuk menghubungi ibu lewat telepon saja tidak pernah, dia memang anak durhaka, lebih memilih bersama wanita itu dari pada bersama ibu," celoteh ibu berkeluh kesah akan mas Reyhan, dan wanita yang ibu sebut tadi jelas aku tahu siapa yang ibu maksud.

Ibu menaruh belanjaan di meja dapur, sambil terus berbicara tentang mas Reyhan.

"Bu," panggilku meminta perhatiannya.

"Iya, sayang."

"Bisakah kita membicarakan hal lain, selain mas Reyhan?" jujur, telingaku panas dan hatiku nyeri saat ibu terus membicarakan tentang mas Reyhan dan Rena, ya, meski dapat kutangkap dari pembicaraannya, ibu tidak menyukai hubungan mereka, beliau tidak menyukai Rena entah apa alasannya.

"Maaf, sayang, ibu tidak bermaksud."

"Aku lebih tertarik mengetahui kabar ibu, membicarakan perkembangan boutique ibu, dari pada membicarakan mereka," kuberikan alasan yang lebih logis agar perasaan ibu tak tersinggung.

Dan ibu pun cepat mengerti, ia mulai menceritakan tentang rencananya untuk menambah cabang di kota lain, aku terus mendengarkannya dengan sungguh-sungguh, bukan karena mencari muka semata, tapi aku juga ingin banyak belajar dari ibu mengenai usaha jual baju ini, ingin rasanya aku pun membuka toko baju online andai saja aku memiliki cukup modal, agar aku bisa berhenti bekerja sebagai seorang pelayan restoran.

Kami melanjutkan kebersamaan sambil membuat kue kering yang berbahan dasar buah naga yang ibu beli dari pasar tadi, setelah lama ngobrol, ibu baru menyadari akan perubahan fisikku.

Dipandangnya lamat-lamat perutku yang semakin membuncit, dan pinggulku yang memang lebih berisi mengembang.

"Aretha, kamu nampak lebih gemuk, sayang?" ucap ibu tak melepas pandangannya.

Hatiku berdebar, cukup terkejut dengan pertanyaannya, akankah ibu menyadari bahwa aku tengah hamil?

"Sayang, kau, nampak seperti perempuan yang sedang hamil!"

'DEG.'

Meski suara ibu terdengar ragu-ragu, namun tepat sekali, ibu akhirnya mengetahui jika aku tengah hamil. Aku menunduk, malu, meski kutahu anak ini suci, namun entah mengapa perasaanku sangat malu.

"Aretha," kini suara ibu terdengar semakin lirih, tanpa bertanya pun ibu pasti tahu jika anak yang ada dalam kandunganku ini adalah anak putranya, cucunya, darah keluarganya.

Tangis kami pecah saat aku mengangguk dan mengakui jika aku memang tengah mengandung, dan tentu saja anak mas Reyhan, karena aku tak pernah tersentuh selain oleh mas Reyhan.

Kujelaskan pada ibu jika aku baru mengetahui kehamilanku setelah menerima surat cerai dari pengadilan.

Ibu semakin meraung meneriakkan kebodohan mas Reyhan yang sudah menceraikanku demi wanita lain, dan kini aku dalam keadaan mengandung, sebagai seorang wanita, ibu sangat bisa mengerti dan memahami perasaanku.

Menjalani hari sebagai seorang wanita hamil itu tidaklah mudah, kata ibu, ada masa ngidam, muntah, sulit tidur di malam hari, pegal di bagian tubuh tertentu, dan yang lainnya. Membayangkan aku menjalani semua itu seorang diri, ibu menjadi sangat sedih, ia menangis keras sampai tersedu.

"Bu, tenanglah, semuanya baik-baik saja, Alhamdulillah, aku tidak mengalami kesulitan yang berarti atas kehamilanku, dia sangat pintar, sama sekali tidak merepotkan," ucapku menenangkan ibu sambil mengelus perut buncitku yang masih sangat kecil.

Ibu pun mendekat, ia berjongkok di depanku yang duduk di kursi.

"Bu," ucapku tertahan, karena ibu mengelus perutku pelan penuh kasih sayang, lalu melafalkan sebuah doa yang entah apa karena aku tak dapat mendengarnya dengan jelas, lalu ibu menciumi perutku seperti ia tengah menciumi wajah cucunya yang sangat ia cinta.

"Berapa usia kandungannya, Aretha?"

"21 Minggu, Bu, memasuki bulan ke 5,"

"Reyhan harus mempertanggung jawabkan semuanya, ia harus bertanggung jawab atas kehidupan dan keselamatan anaknya," ibu menatapku nanar, sedari tadi air matanya terus mengalir deras.

"Bu," aku tidak setuju dengan apa yang ibu katakan, karena aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Jangan membantah, Aretha. Ini bukan lagi tentang kamu dan Reyhan, tapi ini juga tentang anak kalian, cucuku, dia tidak boleh kehilangan kasih sayang salah satu dari orang tuanya, dia harus mendapatkan keluarga yang lengkap, keluarga yang utuh, dan itu hanya bisa didapatkan jika kau dan Reyhan tetap bersama,"

"Tapi, Bu"

"Perceraian kalian tidak sah, Aretha, kalian harus kembali hidup bersama, apa Reyhan sudah mengetahui kehamilanmu ini, Aretha? Apa Reyhan sudah tahu jika kau telah mengandung anaknya?"

Aku menggeleng pelan sambil menunduk.

"Reyhan harus tahu, Aretha, kau tidak perlu khawatir, ibu yang akan bicara padanya,"

"Tidak, Bu. Aku takut mas Reyhan tidak akan menerimanya, aku takut mas Reyhan akan menganggap jika aku menggunakan anak ini hanya demi bisa hidup bersama dengannya, mas Reyhan tidak mencintaiku, Bu, dia mencintai Rena, dia tidak bahagia hidup bersama denganku, kebahagiaannya hanyalah Rena,"

"Tapi sayang, bagaimana dengan kamu? Bagaimana dengan anak kalian?"

"Aretha kuat, Bu, Aretha bisa meski sendiri, Aretha mampu."

"Aretha, ibu tahu bagaimana rasanya membesarkan anak seorang diri, itu membutuhkan perjuangan yang sangat besar, ibu tahu kamu mampu, sayang, tapi ibu tidak akan tega, dan dia adalah cucu ibu, ibu tidak tega,"

Aku tak lagi bicara, kami larut dalam tangis karena hati yang tiba-tiba terasa sangat terluka.

"Baiklah, Aretha, jika kamu tidak ingin lagi hidup bersama dengan Reyhan, ibu tidak bisa memaksa, tapi, ibu memiliki satu permintaan yang tidak dapat kamu tolak, kamu harus tinggal bersama dengan ibu, agar ibu bisa selalu menemani dan merawat kalian, ibu sudah menganggapmu sebagai anak ibu, ibu mohon, tinggallah bersama ibu, biarkan ibu ada di masa pertumbuhan cucu ibu, Aretha."

Tentu aku menolak permintaan ibu itu pada awalnya, namun ia terus memaksa hingga hampir saja ibu bersujud di kakiku yang membuatku sontak berteriak mengiyakan. Dan aku akan tinggal bersama ibu, di rumahnya, sebagai putrinya.

***

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!