Mayang Adista adalah putri pertama dari keluarga Adiaksa Wira guna dan Maharani.
Ibunya meninggal tepat ketika melahirkannya, perusahaan ayahnya bangkrut dengan hutang yang bertumpuk-tumpuk. Dan mereka menganggap jika semua itu di karenakan kelahiran Mayang.
Keadaan tersebut membuat Mayang di anggap Sebagai anak pembawa sial hingga di jauhkan dari keluarga nya sendiri.
Sepeninggalan Maharani ,Ayah Mayang sering mabuk-mabukan hingga semakin memperburuk keadaan ekonomi keluarga mereka.
Rasa cintanya yang begitu dalam terhadap mendiang istrinya, membuat ia membenci kelahiran Mayang dan menyalahkannya.
Pernikahan Adiaksa dan ibunda Mayang memang tak pernah di restui oleh orang tua Adiaksa, mengingat Rani hanyalah gadis yatim piatu yang tinggal di panti asuhan.
Suatu ketika Adiaksa meminta restu untuk menikahi Maharani secara resmi karna telah mengandung anaknya.
Ia pun menghampiri Ayahnya yang sedang membaca koran, kemudian ia berlutut.
"Yah, aku ingin menikahi Rani dan meresmikan hubungan kami, " pinta Adiaksa pada Ayahnya Gunawan.
"Menikah?! kau minta ijin untuk menikah?! Cuih tak sudi.!" Gunawan.
Adiyaksa kaget." Tapi kenapa Yah? " tanya Adiaksa sambil berlutut.
"Karna dia adalah gadis miskin dan kita tak tahu asal usul keluarganya Adi! kenapa kau tak memilih Nona Adelia sebagai istrimu. Dia wanita yang terhormat kekayaan ayahnya juga melimpah, sangat sebanding dengan kita! Jika kau menikahi Rani maka kau hanya akan mendapat kesialan dalam hidupmu! " cecar ayah Adiaksa.
Adiaksa makin syok, mendengar penuturan Gunawan.
"Tapi Yah, kenapa Ayah bisa bilang jika Rani itu pembawa sial?! "tanya Adiaksa pada Ayahnya dengan nada protes.
"Aku melihat ada tahi lalat di bawah telinga Rani, dan menurut mitos, perempuan yang mempunyai tahilalat di bawah telinga itu adalah perempuan pembawa sial! Lihat saja kau pasti menderita jika hidup bersamanya! " Gunawan.
" Tapi Ayah! ini zaman modern! Kenapa masih percaya sama mitos yang seperti itu?! " bentak Adiaksa.
"Sudahlah Ayah tak akan pernah merestui hubungan kalian! "
"Tapi aku akan tetap menikahi Maharani Yah, meski tampa restu Ayah dan kami akan segera meresmikan pernikah kami.Apa pun yang terjadi" Adiaksa.
Gunawan membuang wajahnya
"Huh Dasar anak tak tahu di untung! Jika kau menikah dengannya maka anggap saja hubungan kita terputus."
"Kau hanya mendapat perusahaan Mitra group saja karna itu milikmu, selebihnya kau tak akan mendapatkan harta ku meski pun kau itu putra tunggal ku! kecuali kau mau meningalkannya. " cecar Adiaksa.
"Tapi Yah, itu tak adil! Rani sudah hamil olehku aku tak mungkin meninggalkannya! "
"Terserah, anak dari wanita pembawa sial, maka dia juga akan membawa sial! "
"Sebaiknya kau pergi dari sini, Adiaksa! Aku tak mau rumah ini ikut-ikutan sial!" usir Ayahnya Adiaksa.
Adiaksa pun pergi dari rumahnya sendiri.
Sebenarnya ia dan Rani sudah menikah beberapa bulan yang lalu secara sirih, Adiaksa mencintai Rani, ia pun menolak perjodohan dengan Adelia putri dari seorang pengusa bidang proferti.
Adiaksa kembali menemui Rani dalam keadaan putus asa.
"Bagaimana Sayang? Apa orang tua mu mau merestui hubungan kita? "tanya Rani.
"Mereka tetap tak merestui hubungan kita Sayang, tapi tak mengapa. Aku yakin orang tuaku suatu saat akan merestui hubungan kita" Adiaksa.
"Ehm semoga saja Sayang, " ucap Rani sambil merebahkan kepalanya pada dada bidang Adiaksa.
Adiaksa begitu mencintai Rani, hingga ia rela meninggalkan keluarganya demi seorang gadis yatim piatu bernama Rani.
***
Waktu terus berlalu kini kandungan Rani semakin membesar, mereka pun menuju rumah sakit karna Rani mengalami gejala akan melahirkan.
Meski sudah memberi tahu kabar kehamilan Rani , restu tak kunjung di dapat oleh keduanya, orang tua Adiaksa secara terang terangan menolak Rani dan anak yang ada di kandungannya tersebut.
Rani mengalami pendarahan, ketika berada dalam perjalanan pulang.
"Aduh Sayang perutku sakit sekali, keluh Rani ketika berada di dalam mobil dalam perjalanan kerumah sakit.
Rani terlihat pucat karna darah terus menetes keluar dari jalan lahirnya.
Adiaksa semakin panik.
"Sayang! Bertahanlah, " ucap Adiaksa mencoba untuk tetap tenang.
"Akh Sayang semakin sakit! " Teriak Rani hingga tubuhnya gemetar menahan rasa sakit.
Hu hu hu napas Rani memburu.
"Sabar Sayang sebentar lagi kita sampai di rumah sakit, kau tahan ya! "
Adiaksa semakin panik, ketika darah segar mengalir pada betis Rani.
"Sayang aku sudah tak tahan Akh! " keluh Rani.
Adiaksa semakin panik ia pun mengusap dan menciumi istrinya. Adiaksa semakin erat menggenggam tangan istrinya, seraya berdoa. "Tuhan selamatkan lah istri ku. "
Tubuh Rani semakin berguncang menahan rasa sakit, keadaan pun semakin tegang.
"Akh! Akh! Sakit sekali! Rani merintih dan meringis berkali-kali.
Adiaksa semakin binggung dan gelisah, ia pun mencoba menenangkan istrinya.
"Bersabarlah Sayang, kau pasti kuat dalam melewati semua ini," ucap Adiaksa dengan cemas ia pun meniup pucuk kepala istrinya.
Mereka pun sampai di lobi rumah sakit, Rani langsung di bawa ke ruang persalinan.
Setelah di periksa, dokter menyarankan untuk langsung operasi
karna kondisinya yang lemah.
Adiaksa begitu khawatir,ia masih ragu.Namun, tindakan operasi harus segera di lakukan untuk menyelamatkan salah satu atau keduanya.
Rani kini berada di ruang operasi.
Sementara Adiaksa mondar mandir di luar ruang operasi seperti orang yang di landa kecemasan karna merasakan ketegangan yang luar biasa.
"Ya Tuhan selamatkan istri dan juga anak ku, " batin Adiaksa.
Suasa semakin mencekam, detik detik berlalu berlalu terasa lambat.
Adiaksa semakin tak tenang, ia begitu menghkawatirkan istrinya tercinta.
Kehamilan Rani sejak awal memang terjadi masalah, dimana hampir setiap bulan ia mengalami pendarahan.
Dokter sudah mengingatkan tentang hal ini pada Rani, tapi ia masih nekad untuk melanjutkan kehamilannya.
Sudah lebih dari sejam Adiaksa diliputi rasa cemas dan gelisah, sebentar sebentar ia duduk sebentar sebentar ia berdiri.
Jantungnya berdetak kencang seiring detik waktu yang terus berlalu.
Satu setengah jam kemudian terdengar suara tangis bayi yang lantang.
Adikaksa menarik napas lega.
"Akhirnya lahir juga," gumannya.
Seorang wanita perohbaya berjalan sedikit cepat datang menghampiri Adiaksa.
"Bagaimana dengan operasi Rani Nak Adi? " tanya bu Siti yang ternyata adalah ibu panti. Beliau juga yang merawat Rani sejak ia masih kecil.
"Sedang di operasi Bu, kita tunggu saja. " Adiaksa.
"Ehm kamu yang sabar ya Nak Adi, " ujar Bu Siti yang mencoba menenenangkan Adikaksa yang terlihat resah dan gelisah.
"Iya Bu, " sahut Adiaksa secara singkat mereka pun duduk kembali.
Lampu panel merah di dinding padam, Artinya operasi telah selesai.
Tangisan bayi pun sudah tak terdengar lagi.
Pintu ruang operasi pun terbuka.
Seorang suster menggendong seorang bayi.
"Keluarga Nyonya Maharani! "
Adiaksa buru-buru menghampri suster tersebut.
"Iya Suster, saya suaminya. " Adiaksa.
"Selamat bayi anda perempuan, tapi ada kabar duka yang lainya. "ucap Suster tersebut sambil menyodorkan Maharani.
"Apa itu suster? tanya Adiaksa menangis, ia sudah curiga jika istrinya tersebut tak bisa di selamatkan.
"Istri anda meninggal dalam operasi."
Jedar... jedar ...jedar ...bagai tersambar sengatan listrik ribuan volt.
Seketika Adiaksa lemas dengan tubuh yang ambruk karna berlutut.
Tatapan mata Adiaksa lurus dan hampa, hampir saja ia melepaskan bayi tersebut! karna syok, untung saja bu Siti cepat menyambar bayinya.
Anak itu, Anak itu pembawa sial, bahkan karna melahirkanya istri ku tercinta harus meninggal dunia, tidak! Aku tak mau merawatnya! Karna dia! Istri ku meninggal dunia. Tidak! Tidak!
Bersambung
Berikan dukungan kalian ya. like, rate dan vote terima kasih
mereka memberi nama bayi tersebut dengan nama Mayang. Setelah sepeninggalan Rani, Mayang di titipkan pada Bu Siti, keadaan Adiaksa pun memburuk, ia mengalami stess karna di tinggal pergi istri tercinta.
Selain itu, keadaan tersebut membuat perusahaa Mitra group berada di ambang kebangkrutan.
Sejak kepergian Rani, Adiaksa sering menghabiskan uangnya di meja judi dan minuman-minuman keras.
Hingga malas mengurusi perusahaannya, ia pun jarang menemui putrinya hanya memberi napkah dengan ala kadarnya saja setiap bulannya.
Butuh waktu bertahun-tahun bagi Adiaksa untuk melupakan Rani, kini ia kembali pada orang tuanya, ia pun bangkit kembali dan di percaya untuk memegang beberapa perusahan Ayahnya kembali.
Selain itu dengan bujuk rayu dari keluarganya, kini Adiaksa menikah dengan Adelia. Gadis yang di jodohkan oleh keluarganya sejak ia kecil.
Beberapa tahun berlalu, kini Mayang sang putri telah beranjak dewasa.
Mayang berusia delapan belas tahun dan kini sedang mencari pekerjaan untuk bisa menafkahi dirinya sendiri.
Meski ia adalah anak seorang pengusaha terkenal. Namun, kehadirannya tak pernah di akui oleh keluarga dari Ayahnya.
Mayang memang di kirimi uang oleh Adiaksa setiap bulannya, tapi sangat jarang sekali Adiaksa melihat keadaanya.
Padahal Mayang begitu ingin memiliki keluarga yang tak pernah ia rasakan.
Terlebih kini Adiaksa memiliki sepasang putra dan putri dari pernikahanya dengan Adelia.
Mayang tak pernah mengenal kedua saudaranya tersebut , hanya mendengar namanya begitupun dengan istri dari Ayahnya tersebut.
Hari ini setelah bertahun-tahun mendambakan hidup bersama keluarga yang utuh, Mayang kini di minta untuk pulang oleh Ayahnya.
Tentu saja ia menyambut baik hal tersebut, begitupun dengan ibu panti.
Mereka senang, akhirnya Mayang bisa merasakan keluarga yang utuh.
Dengan bahagia Mayang pun berpamitan dengan saudara saudaranya yang ada di panti.
Terbayang sudah jika ia akan di kuliahkan oleh ayahnya dan hidup bahagia bersama saudara-saudranya.
Mayang menghampiri Bu Mira yang kini menggantikan bu Siti yang telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.
"Bu, Mayang pamit Ya, doakan Mayang agar bisa kuliah di jurusan kedokteran, kalau Mayang sukses jadi dokter, Mayang akan menggratiskan biaya pengobatan saudara-saudra Mayang di panti ini juga para pengurus panti, " ucap Mayang dengan sumringah.
"Iya Nak, semoga kamu berhasil menjadi dokter.Doa ibu pasti yang terbaik untuk kamu," sahut bu Mira dengan senyum ke relaan melepas Mayang.
Setelah berpamitan Mayang pun dengan senang hati ia menghampiri Ayahnya yang membawa tas dan kopernya
"Ayo Mayang kita pulang, " ucap Adiaksa sambil menjingjing tas dan menarik koper Mayang.
Mereka pun menghampiri mobil yang akan membawa mereka pulang ke rumah Adiaksa.
Mayang merasa senang sekali,baru kali ini ia masuk kedalam mobil mewah Adiaksa.
Sebelum naik ke mobil Ayahnya Mayang melambaikan tangan pada saudara-saudranya sesama penghuni panti.
Begitu pun penghuni panti yang lain, ada rasa sedih di hati mereka, kini Mayang telah meninggalkan mereka dan hidup bahagia bersama dengan Ayah kandungnya.
Tapi di sisi lain mereka juga ikut bahagia. Setelah belasan tahun berlalu,kini Mayang bisa hidup serumah dengan orang tuanya seperti yang di impikannya selama ini. .
lambaian tangan mereka mengiringi kepergian Mayang dari tempat tersebut.
Sepanjang jalan ia sumringah melihat lihat pemandangan di luar jendela mobil mereka.
Maklum saja selain pergi sekolah, hanya itu yang membuatnya bisa keluar dari panti.
"Ehm ternyata dunia ini indah sekali, " gumannya sambil menghirup udara yang keluar masuk melalui jendela mobil.
"Ayah seperti apa rumah kita Yah? " tanya Mayang dengan suasana hati yang riang.
"Rumah kita begitu besar, semua tersedia di sana, " guman Adiaksa dengan datar.
Ehm, Mayang pun membayangkan situasi yang sangat nyaman ketika berada di lingkungan keluarganya.
Mereka pun tiba di rumah mewah dengan arsitektur bergaya eropa.
Ternyata tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Jika ia akan di sambut hangat oleh keluarganya.
Tak ada sapaan ramah dan senyum hangat dalam penyambutan kedatangannya.
Wajah ibu tiri dan kedua saudaranya begitu dingin. Tak ada seulas senyum sedikit pun di wajah mereka yang menanti kedatangan Mayang di depan pintu.
" Ayo masuk Mayang. "ucap Adiaksa.
Para asisten rumah tangga mengangkat koper dan barang-barang Mayang dan membawa barang-barang tersebut langsung menuju kamar yang sudah di persiapkan untuknya.
Adiaksa menuntun Mayang menuju kamarnya. Dengan patuh Mayang mengikuti sang Ayah.
Mereka tiba pun sampai di lantai dua kamar pandangan Mayang mengedar ke sekeliling ruangan tersebut.
Kamar yang begitu luas, tempat tidur yang terlihat nyaman dengan beberapa perabotan yang menghiasi kamar tersebut.
Mayang tersenyum, ia seperti berada di surga. Kamar ini jauh lebih besar dari kamar mereka yang ada di panti.
Di panti ia hanya tidur menggunakan tempat tidur susun, dan satu kamar biasanya di huni 4-6 orang.
Kini di kamar yang seluas ini. Kini ia bisa tinggal sendiri dan bebas melakukan dan menonton apa pun.
Mayang duduk di atas tempat tidur yang empuk.
"Wah suasana kamar ini begitu nyaman dan tenang membuat aku jadi betah seharian. "
Adiaksa tersenyum menyeringai.
"Mayang kamu istirahat dulu di kamar. Nanti akan ada asisten rumah tangga yang akan membantu kamu untuk memenuhi kebutuhan semua kamu. Ayah tinggal dulu. " Ucap Adiaksa.
"Iya Yah, " sahut Mayang.
Adiaksa menutup pintu kamar Mayang, ia pun kembali turun menemui istri dan anak-anaknya.
Adelia sudah menunggu suaminya yang turun dari kamar Mayang.
"Bagaimana Papi? sudah bicara pada Mayang? " tanya Delia.
Adiaksa menggeleng lemah.
"Aku masih belum sanggup untuk mengatakannya pada Mayang. "
"Tapi Papi! Waktu yang di berikan oleh tuan Andre tinggal tiga hari lagi. Jadi kita harus secepatnya memberi tahu Mayang tentang rencana kita. Jika tidak perusahaan kita bisa bangkrut! Hanya Mayang yang bisa membantu kita!" ADelia.
"Tapi Mami, Mayang baru saja datang. Sebenarnya aku tak tega jika harus menggadaikan Mayang pada tuan Andre. Tuan Andre itu seorang pria yang arogan. terkenal dengan kekejaman dan kebuasannya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Mayang? "
Adiaksa menghela napas panjang.
"Tapi Papi, kita hanya menggadaikan Mayang untuk jadi pelayan tuan Andre untuk sementara waktu. Jika nantinya terjadi sesuatu pada Mayang, atau Mayang sampai hamil bukannya itu lebih bagus. Kita bisa meminta tuan Andre untuk menikahinya. Dengan demikian tuan Andre bisa menjadi menantu keluarga kita." Bujuk Adelia.
Adiaksa mendongkak kan kepalanya. pikirannya sudah kacau saat itu. Perusahaannya hampir bangktut.
Dan hanya tuan Andre yang mau membantunya. Dengan syarat ia harus menggadaikan milik Adiaksa yang paling berharga yang senilai dengan uang yang di pinjamnya. Namun tuan Andre sendiri tak memberi tahu barang atau benda apa yang ia maksudkan agar bisa setara dengan uang pinjamannya.
Menurut Adelia. 'Tuan Andre akan bersedia memberi pinjaman sebesar 500 Miliar kepada suaminya, jika ia menggadaikan Mayang. Karna kehidupan seseorang tak akan sebanding dengan berapapun nilai uang pinjamannya. '
Bagaimana kisah Mayang selanjutnya.
Bersambung.
Perusahan Adiaksa group mengalami krisis ekonomi akibat kebakaran pabrik sepatu mereka.
Kerugian di taksir mencapai satu triliun, karna perusahaan tersebut harus mengganti rugi beberapa rumah warga dan yang berada di lingkungan pabrik mereka.
Sementara pihak asuransi hanya mampu menanggung kerugian sebesar tiga puluh persen dari total kerugian.
Adiaksa memikirkan berbagai cara untuk dapat menyelamatkan perusahannya.
Setelah meminta bantuan dari beberapa relasinya hanya seorang yang mau membatu yakni Tuan Andre pengusaha muda berusia 28 tahun yang terkenal dingin dan beringas.
Tapi apa boleh buat, demi perusahaan nya bisa beroperasi kembali, ia pun rela datang pada pria yang sombong dan arogan tersebut.
Adiaksa kini berada di hadapan tuan Andre menyatakan maksudnya.
Dengan tangan gemetar Adiaksa menyerahkan proposal tersebut kepada Tuan Andre.
"Bagaimana Tuan? apa anda bisa membantu saya? " tanya Adiaksa.
"Ha ha ha. 500 miliar, bukan uang yang sedikit tuan Adiaksa."
"'Tapi saya mohon Tuan. Dalam tiga tahun saya akan mengembalikan uang tersebut dengan utuh," ucap Adiaksa sedikit memelas.
Tuan Andre menyunggingkan senyum tipisnya.
"Baik lah saya bisa meminjamkan uang sebesar lima ratus miliar jika anda bisa memberi jaminan senilai dengan uang tersebut." tuan Andre.
"Hah?! tapi apa yang senilai dengan lima ratus miliar tuan? " tanya Adiaksa bingung.
Rumah dan asetnya sudah di jaminkan oleh pihak Bank.
Hm. tuan Andre mengangkat kedua bahunya.
"Anda pikir sendiri. Bawa jaminan tersebut dalam seminggu ini. " tuan Andre.
Adiaksa pun kembali membawa proposalnya.
Dirinya harus memikirkan gadaian apa yang senilai dengan lima ratus miliar.
Adiaksa pun pulang kerumah mereka dan mendiskusikan kepada istrinya.
"Bagaimana ini Mami? apa yang setara dengan nilai uang 500 miliar?" tanya Adiaksa.
Adelia juga ikut berpikir, memecahkan teka teki ini.
"Aku tahu Papi. Apa yang lebih besar dari uang lima ratus miliar!" cetus Adelia.
"Apa itu Mami? " tanya Adiaksa.
" Bagaimana jika kita gadaikan Mayang pada tuan Andre, "cetus Adelia.
"Apa kau gila?! Bagaimana mungkin aku bisa mengadaikan anak gadis ku?!"
"Tapi Papi apa lagi yang lebih berharga dari nyawa manusia. Ya aku rasa tuan Andre tak akan keberatan." Adelia.
Adiaksa menghempaskan napas beratnya kemudian menjambak rambutnya dengan frustasi.
Adiaksa mencondongkan tubuhnya kedepan beberapa derajat seraya beberapa kali menghempas napas kasarnya.
Dirinya begitu gelisah, perusahaan mereka bisa bangkrut dan seluruh aset yang mereka miliki bisa di sita oleh bank. andai saja tuan Andre tak bersedia.
"Ayo lah Papi. Kita hanya menggadaikan Mayang, setelah perusahaan kita kembali beroperasi dan normal kembali, kita tebus Mayang kembali," bujuk Adelia lagi.
Butuh waktu beberapa hari Adiaksa memikirkan hal tersebut.
Setelah tinggal empat hari lagi, ia pun mengambil keputusan untuk menjemput Mayang. Karna tak ada lagi cara lain.
Flashback off.
Hidangan makan malam tersedia di meja makan.
Adelia dan kedua anaknya Raga dan Rasti duduk di meja makan, begitu pun dengan Adiaksa.
"Loh Mayang ngak ikut makan malam bersama kita? " tanya Adiaksa.
Ketiganya hanya mengangkat bahu seolah tak perduli.
"Bik, Panggil Mayang di kamarnya suruh dia turun untuk makan malam. " Adiaksa.
"Baik Tuan!"
"Papi secepatnya harus bicara pada Mayang.Kita tak punya banyak waktu lagi.Besok Papi harus segera pertemukan mereka. "
Adiaksa mengangguk dengan patuh.
Mayang turun dari kamarnya yang nyaman menuju meja makan.
Pandangan mereka tertuju pada gadis cantik berusia delapan belas tahun itu.
"Mayang kamu makan dulu Nak, "ucap Adiaksa sambil menarik kursi meja makannya.
Mayang duduk di samping Adiaksa.
Adiaksa mencedok nasi dan lauk pauk untuk Mayang.
Mayang sendiri heran dengan perlakuaan adiaksa tersebut.
"Makanlah, "ucap Adiaksa sambil menyodorkan piring ke arah Mayang.
Sementara kedua saudara itu saling mencibir.
Mayang makan dengan tenang, berbeda dengan Adiaksa yang terlihat gelisah.
Beberapa menit mereka pun selesai makan.
Adelia menendang kaki Adiaksa, meliriknya dan memberi kode kepada Adiaksa agar suaminya tersebut bicara pada Mayang.
"Papi, katakan padanya sekarang. Kita tidak punya waktu lagi," ucap Adelia sedikit berbisik.
Adiaksa merasa ragu, di liriknya lagi wajah Mayang yang tak berdosa itu, ia pun menelan ludahnya.
'Kenapa harus Mayang? padahal selana ini Mayang tak pernah menikmati hasil kesuksesan ku, ia tinggal di panti asuhan, dan uang yang ku titipkan padanya, hamya cukup untuk kebutuhan sebulan,' batin Adiaksa.
Adelia menendang lebih keras, agar Adiaksa segera memberi tahu maksud mereka membawa Mayang.
Karna terus di desak akhirnya dengan berat hati Adiaksa pun mengatakannya pada Mayang.
"Mayang, besok kamu ikut ayah ke kantor untuk menemui seseorang. " Jantung Adiaksa bergemuruh ketika mengatakan hal itu.
"Ehm, Iya Yah, " jawab Mayang singkat.
"Hm, baiklah. Setelah makan kamu istirahat saja. " Adiaksa.
Adelia tersenyum puas.
Setelah makan. Adiaksa menuntun Mayang menuju kamarnya. Ia merangkul putrinya serta menciumi putrinya tersebut.
Mayang jadi terharu, sejak kecil ia tak pernah di peluk dan di perlakukan baik oleh ayahnya.
"Kamu istirahat ya Nak, besok kamu harus tampil cantik, ucap Adiaksa seraya mengecup kening putrinya dengan mata yang berembun.
"Iya Yah," jawab Mayang bahagia.
Mayang terlalu bahagia, hingga ia meneteskan air matanya.
Adiaksa keluar dari kamar putrinya, seketika air matanya tumpah.
Semakin dewasa wajah Mayang semakin mirip dengan Rani sang ibunda.
Adiaksa menuju balkon rumahnya untuk meluapkan kesedihannya.Ia pun menangis sedih. Dirinya berada dalam dilema besar, tapi ia harus korbankan Mayang demi kehidupan keluarganya dan perusahaannya.
***
Pagi hari Mayang berdandan dengan cantik, dengan menggunakan rok span kemeja dan blazer.Mayang mengira jika ayahnya tersebut akan memberinya salah satu jabatan di perusahaan ayahnya atau perusahan mitra ayahnya.
Adiaksa menunggu Mayang dengan gelisah di meja makan. Tak begitu dengan Adelia dan kedua anaknya yang merasa senang.
Mereka merasa kesulitan mereka akan berakhir dengan tergadai nya Mayang.
Mayang tampak cantik dan anggun, ia pun turun dari kamarnya dengan dengan perasaan bahagianya.
Keluarga sudah menunggunya di meja makan.
Adiaksa pangling melihat Mayang yang terlihat dewasa, wajahnya persis seperti wajah Rani ketika mereka pertama kali bertemu.
Adiaksa semakin dilema.Namun, ia sudah membuat janji untuk bertemu dengan Andre pagi ini. Janji tersebut tak mungkin di batalkan karna tuan Andre tak akan mau membuat janji lagi dengan-nya.Apabila, sekali saja Adiaksa ingkar atau terlambat menemuinya.
"Selamat pagi Yah, "sapa Mayang dengan ramah.
"Selamat pagi Nak. Ayo sarapan setelah itu kita pergi," ucap Adiaksa dengan wajah yang tertunduk lesu.
Hampir saja ia tak mampu mengangkat wajahnya karna perasaan bersalahnya terhadap Mayang.
Selesai sarapan mereka langsung menuju kantor tuan Andre.
Sudah di duga, tuan Andre adalah orang yang disiplin dan tepat waktu.
Setelah mengkonfirmasi ke sekertaris tuan Andre, mereka pun langsung di persilahkan masuk ke ruangan CEO tersebut.
Pintu ruang tuan Andre terbuka. Tampaklah seseorang pria bertubuh tegap, tinggi dan tampan sedang menatap mereka.
"Selamat pagi tuan Andre."
"Selamat pagi tuan Adiaksa."
Adiaksa dan Mayang duduk.
Tuan Andre memperhatikan secara seksama.
"Bagaimana?sudah bawa gadaian anda yang setara dengan 500 M? " tuan Andre.
"Sudah Tuan. "
Tuan Andre memperhatikan secara seksama kearah Adiaksa, tapi ia tak melihat sesuatu apa pun.
"Hm, mana barangnya? " tanya tuan Andre seraya bersandar pada sandaran kursi kebesarannya.
"Hm, ini putri saya. Saya gadaikan ia untuk sementara waktu. Karna saya tak memiliki aset yang setara dengan nilai 500 M. "
Bagai tersambar petir di siang hari Mayang saat itu, mendengar ucapan yang keluar dari mulut ayahnya sendiri.
Mayang membelalakkan matanya yang memerah menatap ke arah Adiaksa yang tertunduk.
Begitupun tuan Andre yang tak menyangka jika Adiaksa, menggadaikan putrinya untuk pinjaman senilai 500 M.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!