NovelToon NovelToon

AG: Aretha Ghibran

prolog

"Subhanallah cantiknya..." Kagum seorang laki laki yang tengah memasang sepatu di halaman masjid.

"Ya Allah jika memang dia jodohku, pertemukanlah kami berdua."

Laki laki itu adalah Ghibran, Ghibran Arfan Alhusayn. Laki laki dengan ketampanan yang banyak di sukai kaum hawa dan tak lupa pula sikap baiknya kepada semua orang, tapi sikap baik itu tidak berlaku untuk kaum hawa. Ghibran memiliki sifat yang dingin jika berhadapan dengan kaum hawa, karena baginya wanita yang akan dia baik baiki adalah istrinya kelak.

Selain sikap dan sifatnya yang baik, dia juga seorang pengusaha di bidang makanan alias pemilik cafe yang sangat banyak cabangnya dari Sabang sampai Merauke. Bahkan baru baru ini dia juga membuka cabang di luar negeri.

Selain itu, Ghibran juga baru baru ini ikut menanam saham di beberapa perusahaan yang ada di kota itu. Selain jago memasak, Ghibran juga jago dalam memainkan saham.

Di balik keberhasilannya dan kecerdasannya, dia ternyata adalah salah satu anak yang sangat merindukan kasih sayang kedua orang tua. Sedari kecil dia sudah tinggal di panti asuhan, dia di tinggal pergi untuk selama lamanya oleh kedua orang tuanya mulai dari dia kecil. Bahkan Ghibran saja tak ingat dengan wajah kedua orang tuanya, hanya batu nisan saja yang sering dia peluk saat merindukan kedua orang tuanya.

Ghibran terus memandang kepergian perempuan itu, perempuan dengan pakaian muslimah kekinian dan wajah yang sangat sangat cantik.

"Apakah harus gw ikuti?" Tanya Ghibran pada dirinya sendiri.

"Ahh janganlah, nanti kalau jodoh juga bakalan ketemu." Lanjutnya.

Drrtt drrtt drrtt

Ghibran segera mengambil ponsel yang dia letakkan di lantai samping dia duduk.

'Halo.' sapa Ghibran.

'...'

'Oke saya segera ke sana.'

Tut.

Ghibran pun segera pergi meninggalkan pelataran masjid dan menaiki mobil yang dia beli dengan hasil kerja kerasnya.

-

'Iya Umi Aretha segera pulang.' ucap gadis yang menyebutkan dirinya bernama Aretha.

'Cepat, masakan umi udah mau matang ini.' balas seseorang di sebrang sana.

'Iya ini taksinya udah datang, Aretha matiin dulu telfonnya. Assalamualaikum.'

Tut.

"Hufft...Umi ini ada ada aja, udah tahu orang lagi kuliah malah di titipin beli bumbu." Gerutu Aretha di dalam taksi.

Aretha Hazna Shabira, gadis cantik yang tadi di kagumi oleh Ghibran.

Aretha adalah cucu dari salah satu Kiyai pendiri pondok pesantren yang ada di Malang, dia juga anak dari salah satu pengusaha ternama.

Meskipun Aretha anak orang kaya tapi dia tidak manja. Aretha gadis pemberani yang kini tengah kuliah di bangku semester akhir.

Di sela sela waktu kuliahnya, dia mengisi waktunya dengan membantu bantu di toko roti miliknya. Ya, Aretha memiliki toko roti yang lumayan terkenal di kotanya. Dia jago membuat berbagai macam kue roti dengan berbagai rasa.

Tapi meskipun dia jago membuat adonan kue, dia tidak pandai dalam memasak makanan. Aneh bukan!

Satu lagi yang beda dalam dirinya, meskipun dia cucu dari Kiyai, tapi cara berpakaiannya sangatlah modern. Meskipun modern tapi bisa di katakan masih sopan. Dia tetap mengenakan hijab walaupun hijabnya di lilitkan kebelakang sehingga memperlihatkan tubuh bagian depannya.

Aretha sampai di rumah orang tuanya, setelah membayar taksi dia pun segera berlari memasuki rumahnya karena sedari tadi Uminya sudah koar koar melalui pesan di ponselnya.

"Assalamualaikum Umi." Sapa Aretha saat memasuki rumah.

"Waalaikum salam non." Balas pembantu yang berkerja di rumah Aretha.

"Umi mana Bi?" Tanya Aretha.

"Nyonya ada di dapur non." Balas bibi.

"Ya udah Aretha ke dapur dulu." Pamit Aretha dengan sopan meskipun orang itu adalah pembantu.

"Umi ini bumbunya." Ucap Aretha saat memasuki dapur.

"Astaghfirullah, kamu bikin Umi kaget aja."

"Hehehe maaf Umi." Cengir Aretha.

"Ya udah mana bawa ke sini."

Aretha pun memberikan bumbu yang tadi dia beli di supermarket sebelum sholat dhuhur.

Aretha menatap masakan Uminya yang masih berada di dalam panci.

"Kenapa?" Tanya Umi Fatimah.

"Enggak papa, Aretha cuma mau liat aja." Jawab Aretha dan berlalu duduk di bangku yang ada di sana.

"Kamu itu ya, seharusnya anak gadis itu bisa masak. Masak anak perawan Umi gak bisa masak, bikin Umi malu aja." Ujar Umi Fatimah.

"Hehehe Aretha males Mi."cengir Aretha.

"Nanti gimana kalau kamu sudah menikah, mau di masakin apa suami kamu kalau kamunya gak bisa masak."

"Ya go food lah." Balas Aretha santai.

"Ya Allah kenapa anak hamba begini banget, perasaan hamba dari dulu pintar masak ya Allah."

"Ya kan kita itu beda Umi, Aretha itu jagonya buat kue bukan memasak."

"Iya dah terserah kamu aja, Umi udah capek suruh suruh kamu belajar memasak."

"Kalau capek ya istirahat Umi." Setelah mengatakan itu Aretha langsung berlari ngibrit ke kamarnya sebelum kena semprot dari Umi Fatimah.

"ARETHA..."

"Hahahaha...maaf Umi." Teriak Aretha di sela tertawanya.

"Ya Allah semoga nanti jodoh Aretha laki laki yang pintar masak, biar nanti dia yang masakin buat Retha." Doa Aretha.

Aretha masuk ke dalam kamarnya setelah itu dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah kotor.

-

"Assalamualaikum." Sapa Ghibran saat memasuki cafe GA miliknya.

"Waalaikum salam bos." Jawab para pegawainya.

"Kita bicara di ruangan saya saja." Ujar Ghibran pada orang kepercayaannya di cafe GA yang bernama Adam.

Ghibran melangkah menuju ruangan yang khusus untuk dirinya yang terletak di lantai tiga di ikuti Adam di belakangnya.

"Bagiamana menu baru kita, apakah pelanggan banyak yang suka?" Tanya Ghibran setelah duduk di kursi kerjanya.

"Alhamdulillah bos mereka semua puas dengan menu baru kita. Bahkan tadi ada yang sampai nambah di bungkus, dan sekarang stok kita lagi habis jadi para koki di dapur tengah membuatnya lagi." Jelas Adam

"Bagus, kamu bilang ke yang lain suruh sholat dulu biar aku yang bantu bantu di dapur."

"Baik bos."

"Ya udah kamu boleh pergi."

"Assalamualaikum bos."

"Waalaikum salam." Balas Ghibran.

Begitulah keadaan cafe setiap harinya. Para pegawai selalu mengucapkan salam ketika akan pergi atau pun baru datang dan menyambut pembeli. Ghibran memberlakukan peraturan itu di seluruh cabang cafe GA. Dan itulah salah satu yang berhasil menarik banyak pembeli, karena di sana pelayanannya sangat ramah.

-

Sementara di tempat lain, Aretha tengah memakai hijab pashminanya dengan model yang kekinian. Outfit yang simpel dengan celana kulot panjang dan hodie sebagai atasan.

"Dah beres saatnya turun." Ujar Aretha setelah memastikan penampilannya sudah oke.

Drrtt drrtt drrtt.

Dering ponsel Aretha, Aretha pun segera mengangkat panggilan itu setelah tahu siapa yang menelfonnya.

'Retha lo ke toko gak?' tanya seseorang dari sebrang sana.

'Iya gw ke sana, ini masih mau makan siang dulu.' balas Aretha.

'Ya udah cepetan gw tungguin.'

'Hmm.'

Tut.

...***...

Hai, selama datang di novel ke dua author, semoga suka 🥰

...Happy reading...

part 1

"Abi belum pulang Mi?" Tanya Aretha pada Umi Fatimah yang tengah menata makanan di meja makan.

"Enggak, katanya ada rapat. Kamu mau ke toko?" Tanya Umi Fatimah.

"Iya mi, kan kemaren Retha udah gak ke sana." Jawab Aretha.

"Ya udah nanti sekalian anterin makanan ke kantor Abi ya." Pinta Umi Fatimah.

"Lah kok Retha, gak mau ahh." Tolak Retha.

"Anak Umi itu penurut loh, gak pernah nolak permintaan Umi sama Abi." Sindir Umi Fatimah.

"Iya deh iya Retha anterin ke kantor Abi." Putus Retha.

"Nah gitu dong itu baru anak Umi. Kamu mau makan sama apa?"

"Eemmm sup buntut itua aja sama sambal." Balas Retha.

Umi Fatimah pun segera mengambilkan makanan untuk Retha dan setelah itu untuk dirinya sendiri. Mereka berdua makan dengan tenang tanpa ada yang berbicara karena itu tidak baik. Hanya denting sendok yang mengisi kesunyian acara makan siang itu.

Setelah selesai Aretha pergi dengan membawa rantang yang berisi makanan untuk Abinya di kantor. Aretha pergi dengan mengunakan ojek online yang dia pesan melalui aplikasi di ponselnya.

Sebenarnya di rumah Aretha ada mobil yang Abinya belikan untuk dirinya, tapi Aretha lebih suka naik kendaraan umum lebih seru katanya.

-

Setelah sampai di perusahaan Abinya, Aretha segera masuk dan berjalan menuju lift untuk naik ke lantai di mana letak ruangan Abinya. Petugas resepsionis sudah hafal dengan Aretha jadi mereka tidak ada yang menahan Aretha meskipun Aretha nyelonong begitu saja.

"Assalamualaikum Abi." Sapa Aretha saat memasuki ruang kerja Abinya.

"Waalaikum salam, ehh anak Abi udah sampai." Balas Abi Umar.

"Aretha cuma mau nganterin ini aja di suruh Umi." Ujar Aretha meletakkan rantang yang dia bawa tadi di atas meja yang ada di sana.

"Loh kamu gak mau nemenin Abi makan dulu?"

"Maaf Abi tapi Retha buru buru mau ke toko."

"Ya udah kalau gitu mau gimana lagi. Kamu hati hati di jalan jangan kebut kebutan."

"Ngapain kebut kebutan orang Retha naik ojol." Balas Retha.

"Anak Abi memang beda, ya udah kalau gitu besok mobilnya Abi jual aja daripada gak kepake."

"Ya gak bisa gitu dong Bi, itu kan udah jadi milik Retha."

"Tapi kan Abi yang beli."

"Kan Abi belinya buat Retha."

"Iya dah terserah kamu, pusing Abi kalau debat sama kamu. Udah sana pergi katanya mau ke toko." Usir Abi Umar.

"Dih ngusir."

"Ya udah Abi jual aja mobilnya."

"Oke oke Retha pergi." Ngalah Aretha dari pada nanti mobilnya di jual beneran. Meskipun dia lebih suka naik kendaraan umum, tapi Retha sangat sayang sama mobil pemberian Abinya itu.

"Assalamualaikum." Pamit Aretha sambil mencium punggung tangan Abinya.

"Waalaikum salam, hati hati." Balas Abi Umar.

Aretha pun pergi meninggalkan perusahaan Abinya menuju toko kue miliknya.

-

"Ada apa sih lo suruh suruh gw ke sini?" Tanya Aretha pada sahabat sekaligus orang yang dia percayakan untuk menjaga toko.

"Nih ada banyak pesanan, gw butuh bantuan lo biar cepat selesai."

"Lah kan pegawai banyak."

"Tetep aja mereka keteteran, ini pesanan dalam jumlah besar."

"Ya udah sini gw bantu."

"Gitu dong, bu bos emang paling baik dah." Puji Ruby.

"Emang, baru sadar lo." Balas Aretha.

Aretha pun membantu membuat kue, sebenarnya mah Aretha sering membantu bisa di bilang hampir setiap hari. Cuma percakapan tadi itu hanya gurauan mereka berdua saja.

Ruby, satu satunya sahabat Aretha dari jaman putih biru dulu. Mereka berdua bersahabat dengan baik, dan sering membantu satu sama lain.

Ruby adalah anak yatim-piatu, dia tinggal di rumah bersama adiknya yang baru akan lulus SMP. Ibunya meninggal saat melahirkan adiknya, sedangkan ayahnya meninggal saat Ruby baru lulus SMA.

Waktu itu Ruby berpikir tidak akan melanjutkan ke perguruan tinggi, dia akan mencari pekerjaan untuk menyambung biaya hidup dirinya dan adiknya yang masih kecil.

Aretha yang tidak tega pun mempunyai ide untuk membuka usaha kue dan dia mengajak Ruby untuk berkerja bersamanya. Awalnya Ruby menolak tapi dengan paksaan Aretha akhirnya Ruby menerima tawaran Aretha. Dan Aretha juga mengajak Ruby untuk kuliah dengan dirinya. Mereka berdua mencari beasiswa, dengan kepintaran yang mereka miliki akhirnya mereka berdua pun lolos.

Kalian pasti berfikir kalau Aretha kuliah di bayarkan oleh Abinya. Itu benar, tapi uangnya bukan buat biaya kuliah melainkan Aretha buat modal buka toko kue.

Dari situlah toko kue yang awal mulanya kecil sekarang sudah besar dan sukses banyak peminatnya.

-

Sehabis sholat Maghrib Aretha pergi ke sebuah cafe yang ramai pengunjung untuk mengisi perutnya yang sudah kelaparan. Awalnya sih mau menunggu sampai rumah baru makan, tapi perutnya tidak bisa di ajak kerjasama. Alhasil Aretha pun mampir di cafe itu.

"Assalamualaikum, selamat datang di GA cafe." Sapa pelayan menyambut kedatangan Aretha.

"Waalaikum salam." Balas Aretha sambil tersenyum manis.

Baru memasuki cafe aja Aretha sudah di buat kagum oleh sambutan pelayan yang ramah, apalagi menu makanannya pasti enak.

"Pasti pemiliknya ini orang yang taat agama." Gumam Aretha sambil mengamati bangunan cafe itu.

"Mau pesan apa mbak?" Tanya pelayan yang Aretha pangil.

"Bentar saya lihat lihat dulu." Jawab Aretha sambil membuka buku menu yang pelayan tadi berikan padanya.

Aretha di buat kagum dengan berbagai menu makanan yang ada di cafe itu. Makanya semua halal bahkan minumannya pun tidak ada yang mengandung alkohol sepersen pun.

"Saya mau steak daging sama minumnya avocado jus aja." Ucap Aretha menunjuk makanan yang dia pesan.

"Baik silahkan di tunggu sebentar."

Pelayanan itu pergi membawa pesanan Aretha.

Aretha pun menyibukkan dirinya dengan berbalas chat dengan sahabatnya yang tak lain adalah Ruby.

-

"Permisi bos, ini ada pesanan steak." Ucap pegawai cafe pada Ghibran.

"Oh iya bentar saya buatkan dulu." Balas Ghibran dan segera membuatkan pesanan pelanggannya dengan sepenuh hati agar pelanggannya puas.

Sebenarnya tadi Ghibran udah mau pulang sehabis sholat Maghrib, tapi dia mengurungkan niatnya karena melihat para koki belum ada yang menunaikan ibadah sholat. Ghibran pun mengantikan posisi koki untuk sementara sebelum dia memutuskan untuk pulang.

"Kamu tolong ambilkan dagingnya." Perintah Ghibran pada asisten koki.

"Baik bos." Asisten koki itu pun segera mengambilkan gading dan menyerahkannya pada Ghibran.

Oh iya ada yang lupa, Ghibran kalau berada di cafe dia lebih suka di pangil bos dari pada tuan. Alhasil semua para pegawainya pun memangil Ghibran dengan sebutan bos.

"Dah beres." Seru Ghibran setelah menata dan merapikan tampilan steak daging yang dia buat.

...***...

part 2

"Kamu udah sholat Maghrib belum?" Tanya Ghibran pada pegawai yang akan mengambil pesanan steak daging itu.

"Be-belum bos." Jawab pegawai itu takut pasalnya bosnya ini sangat patuh terhadap agama.

"Ya udah kamu sholat dulu, biar saya yang mengantarkan ini."

"Baik bos."

Ghibran pun segera merapikan penampilannya agar terlihat rapi di hadapan pelanggan cafe.

Setelah di rasa rapi, Ghibran segera pergi untuk mengantarkan pesanan pelanggan cafenya.

-

Aretha tengah fokus membalas chat dengan sahabatnya hingga tiba tiba ada seseorang yang mengantarkan makanan untuk nya.

"Permisi ini pesanan anda." Suara yang sangat merdu terdengar di telinga Aretha hingga membuat Aretha mendongakkan kepalanya dan pandangan mereka pun bertemu.

"Subhanallah bidadari surga." kagum Ghibran dalam hati.

Aretha pun juga sama mengagumi ketampanan Ghibran, tapi dia segera memutuskan kontak mata setelah dia tersadar.

"Makasih mas." balas Aretha dan menyibukkan dirinya dengan menu makanan yang dia pesan.

"Ehh, iya mbak." balas Ghibran gugup.

"Kalau begitu saya pamit ke belakang dulu mbak, nanti kalau masakannya kurang pas bisa komplen pada saya." pamit Ghibran dan mendapatkan anggukan dari Aretha.

Dengan berat hati Ghibran pun meninggalkan meja makan Aretha. Ghibran memutuskan untuk menunda kepulangannya sampai Aretha selesai makan.

Sementara Aretha tengah menikmati makanan yang di masak langsung oleh Ghibran.

"Emmm.... rasanya enak banget." puji Aretha.

"Gilak sih ini, kalau kayak gini bisa setiap hari aku ke sini." gumam Aretha.

Setelah selesai dia segera membayar makanannya.

"Berapa mbak?" tanya Aretha pada kasir.

"Meja nomer berapa ya mbak?" tanya balik tukang kasir itu.

"Nomor dua mbak." jawab Aretha.

"Mohon maaf mbak, tapi meja makan nomor dua udah di bayar."

"Hah, maksudnya gimana ya mbak, saya belum merasa membayarnya dari tadi?" bingung Aretha.

"Jadi gini mbak, tadi ada seseorang yang membayarkan makanan mbak nya." jelas tukang kasir.

"Siapa mbak?"

"Mohon maaf tapi orangnya tadi bilang harus merahasiakannya dari mbak nya."

"Laki laki atau perempuan?" tanya Aretha lagi.

"Maaf mbak saya tidak bisa ngasih tahu."

"Pliss mbak saya minta tolong, kasih tahu saya siapa orangnya?" mohon Aretha.

"Maaf mbak, saya tidak bisa mengatakannya."

"Ya udah kalau gitu saya bayar sendiri aja." ujar Aretha memberikan beberapa uang.

"Maaf mbak tapi makanan mbak nya udah di bayar."

"Tapi saya gak bisa main terima pemberian orang sembarang mbak. Jadi yang tadi itu uangnya buat yang lebih membutuhkan aja, ini saya bayar sendiri." setelah mengatakan itu, Aretha segera pergi meninggalkan cafe itu dengan berbagai pertanyaan di otaknya.

Sementara Ghibran yang tengah memandangi Aretha dari jarak jauh pun semakin terkagum kagum dengan sifat Aretha.

"Sepertinya aku gak salah ingin menjadikannya bidadari surga ku nanti." gumam Ghibran.

Ghibran pun segera beranjak pergi untuk pulang ke rumahnya setelah pamitan pada para karyawannya.

-

Aretha sampai di rumah dan segera membersihkan tubuhnya, setelah itu dia tiduran di atas ranjang miliknya sambil memikirkan siapa orang yang telah membayarkan makanannya tadi.

"Siapa ya tadi yang udah bayarin makanan ku?" tanya Aretha pada dirinya sendiri.

"Apa itu Ruby? Ahh tapi gak mungkin, kalau dia yang bayarin buat apa coba."

"Tapi kalau bukan Ruby siapa dong?"

Aretha terus bergelut dengan pemikirannya sendiri sampai sampai dia tertidur, mungkin efek kelelahan.

"Anak ini, kebiasaan banget kalau tidur kamarnya gak di tutup." ucap Umi Fatimah yang lewat depan kamar Aretha, tapi menemukan pintu kamar Aretha yang masih terbuka, padahal orangnya sudah tidur.

Umi Fatimah pun masuk dan membenarkan selimut yang melorot, dan setelah itu dia beranjak pergi. Tak lupa pula dia juga menutup pintu kamar Aretha.

...***...

Sementara di posisi Ghibran, dia juga sama seperti Aretha yang tengah terbayang bayang akan wajah cantik Aretha.

"Astaghfirullah hallazim, stop Ghibran stop. Itu zina." ucap Ghibran pada dirinya sendiri.

Gibran pun memilih menyibukkan dirinya dengan memantau saham saham miliknya agar bisa melupakan wajah Aretha, meskipun itu hanya sejenak.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!