Musim kemarau yang cerah merupakan pilihan yang bagus untuk pergi ke pantai dan menikmati keindahannya. Begitu juga yang dilakukan oleh seorang model kenamaan Jasmine Madeline yang sedang melakukan pemotretan di pantai.
"Okay jasmine, take your break," ucap seorang fotografer.
"Thanks."
"Melelahkan bukan?" tanya seorang perempuan yang menjadi manajernya.
"Ya, but I like it."
"Ini minum dulu," ucapnya dengan menyerahkan segelas minuman yang menyegarkan.
"Thanks, Fanny."
Jasmine meminum minumannya dengan menikmati suasana pantai yang cukup terik di atas kursi pantai yang sudah disewa lengkap dengan payungnya.
"Waktu istirahatku masih lama?" tanyanya pada Fanny.
"Masih ada satu jam, kenapa?"
"Aku ingin berkeliling pantai sebentar."
"Boleh saja, nanti aku hubungi kalau bagian mu sudah dimulai."
"Jangan lupa bawa handphone mu," lanjutnya.
"Oke, aku pergi dulu," ucapnya yang dibalas anggukan oleh Fanny.
Jasmine berkeliling dengan kaki telanjang hingga dapat merasakan pasir-pasir pantai.
Jasmine mendekati ombak yang menyapu pantai. Debutan ombak mengenai kakinya menghantarkan sensasi terbawa arus baginya.
"Hey! Hati-hati," ucapnya pada seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun yang hampir terbawa ombak.
"Are you okay?"
"I'm fine," jawab anak itu dengan aksen balitanya.
"Where's your parents?" tanyanya lagi seraya mengangkat anak itu ke gendongannya.
"Emm...."
Anak-anak itu bergumam dengan tatapan polos dan jari telunjuk dibawah dagu.
Jasmine yang melihat ekspresi itu terkekeh gemas.
"I don't know," ucapnya setelah beberapa saat.
"Jadi kamu tersesat?"
Balita itu hanya tersenyum dan memukul-mukul pundak Jasmine riang.
"Gimana kalau main sama kakak?"
Lagi, balita itu terkekeh riang.
"Kita main ke sana ya?" ucap Jasmin menunjuk bagian pantai lain yang terlihat sepi.
Jasmine dengan mengendong balita itu berjalan menuju tempat yang ditunjuknya tadi.
"Kita main pasir, oke?" ucapnya dengan menurunkan balita itu.
Jasmine dan balita itu bermain dengan riang. Senyum dan tawa mereka terus terbit dibibir mereka.
*****
"Fanny!" panggil fotografer tadi.
"Iya, kenapa?"
"Jasmine dimana?"
"Dia sedang berkeliling."
"Apa sudah bagiannya?" lanjutnya bertanya.
"Ya, tolong hubungi dia."
Fotografer itu pergi dan Fanny segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Jasmine.
Tut... tut... tut...
Panggilan pertama tidak dijawab padahal terhubung.
"Mungkin dia nggak dengar, kan biasanya di mode silent."
Panggilan kedua masih sama dan Fanny belum menyerah walau rasa khawatir mulai hinggap, namun berusaha dia tepis.
Panggilan ketiga.
"Ayo angkat, Jas."
Dering ketiga mati dan berganti suara operator.
"Mungkin dia menelepon orang lain."
"Coba lagi," lanjutnya.
"Gimana Fanny? Sudah?"
"Sebentar kak, sepertinya sinyal telepon Jasmine sedang jelek."
"Oke," ucapnya lalu pergi.
"Kamu dimana Jasmine?" resahnya.
Panggilan yang saat ini masih berdering hingga suara seseorang yang dapat Fanny pastikan bukan Jasmine terdengar.
"Jasmine! Kamu dimana?" ucapnya segera ketika telepon tersambung.
"Kenapa susah sekali ku hubungi?" lanjutnya.
"She goes."
Jawaban itu membuat Fanny terkaget karena suara yang terdengar bukan suara Jasmine melainkan suara serak basah seperti laki-laki.
"Dimana Jasmine!?"
"..."
"Hey! Jawab pertanyaanku!" bentaknya karena tidak mendapat balasan.
Tut
Sambungan telepon terputus begitu saja. Fanny kembali berusaha menghubungi nomor Jasmine dengan perasaan yang benar-benar khawatir dan resah.
"Jasmine, tolong angkat telponnya."
"Gimana Fanny? Ini sudah sangat telat," tanya fotografer itu setelah memotret model yang lain.
"Kak, tadi teleponnya tersambung," jelasnya dengan nada gusar.
"Tapi bukan suara Jasmine yang aku dengar melainkan suara laki-laki."
"Dia bilang She goes, Aku nggak tau maksudnya apa," lanjutnya.
"Oke kamu tenang dulu," ucap fotografer itu berusaha menenangkan.
"Duduk dulu." Fotografer itu menuntun Fanny untuk kembali duduk di kursi pantai.
"Ini minum." Menyerahkan sebuah kelapa muda yang sudah dibuka.
"Sudah tenang?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Fanny.
"Kamu tau dimana Jasmine pergi?"
"Dia tadi pergi kearah sana," ucapnya dengan menunjuk kearah kiri tubuhnya.
"Astaga!" jerit kaget fotografer itu.
"Kenapa kak?"
"Kamu lupa kalau daerah itu terlarang?"
"Terlarang bagaimana kak?"
"Kamu belum tau?" tanya fotografer itu yang dijawab gelengan kepala oleh Fanny.
"Mungkin kamu lupa kalau banyak orang disini berkata bahwa ditempat itu ada pintu tak kasat mata yang dapat mengarahkan orang menuju dimensi lain," jelasnya.
"Sebelum kita kesini, kita semua sudah di briefing, bukan?"
"Astaga! Aku lupa," jawab Fanny dengan menepuk jidatnya pelan.
"Lalu gimana? Apa Jasmine kemungkinan masuk ke sana?" ucapnya dengan berdiri dan berjalan ke sana-ke mari.
"Dia tadi belum ku beritahu, ah bukan tapi aku lupa tentang hal itu," lanjutnya.
"Itu kemungkinan terjadi, Fanny."
"Kita tidak bisa berharap lebih agar Jasmine bisa kembali ke sini," lanjutnya yang membuat keresahan semakin dirasakan Fanny.
"Tidak bisa berharap lebih? Berarti masih ada harapan bukan?" tanyanya dengan nada menggebu.
"Kata orang apabila orang itu masuk kedalam kemungkinannya sedikit untuk kembali karena mereka dapat kembali apabila penguasa dimensi itu mengizinkan orang itu kembali," jelas fotografer itu.
"Dan juga tidak semua orang bisa masuk dimensi itu tanpa izin penguasa didalamnya," lanjutnya.
"Berarti orang itu mengizinkan Jasmine masuk?"
"Ya itu sudah pasti."
"Bagaimana nasib dia di sana?" tanyanya entah pada siapa.
"Kita pulang dulu hari sudah sore," ajak fotografer itu.
"Jasmine gimana, kak?"
"Kita bicarakan ini dengan tim untuk mendapatkan jalan keluarnya."
"Kita berdoa semoga Jasmine baik-baik saja," lanjutnya.
Semoga kamu baik-baik saja Jasmine, batin Fanny.
*****
"Balita itu kemana?" tanya Jasmine entah pada siapa.
"Kenapa disini sepi sekali ya? Padahal tadi ramai."
"Apa balita itu telah dijemput dan pergi dengan orang tuanya tanpa memberitahuku?"
"Mungkin saja, karena sejak tadi aku sibuk melihat sekitar hingga melupakan keberadaan bayi itu."
"Bodohnya aku."
"Semoga dia memang bersama orang tuanya."
"Ini sudah sore, tapi kenapa Fanny belum menghubungiku?"
Jasmine mencari ponselnya yang tadi dirinya taruh di tas kecilnya, namun bahkan saat ini keberadaan tas itu tidak ada.
"Tasku kemana?"
"Astaga, kenapa aku ceroboh sekali!"
"Aku kembali saja ketempat pemotretan, pasti mereka mencari ku karena tidak bisa dihubungi."
Jasmine berjalan menyusuri tepi pantai menuju tempat pemotretan tadi, sesekali dirinya menendang pelan pasir atau mengambil hal-hal yang hanya dapat ditemukan ketika berada di pantai.
"Ini kenapa tidak sampai-sampai!?"
"Perasaan tadi tidak jauh kok!"
"Apa aku bermain terlalu jauh?"
"FANNY! JEMPUT AKU!" teriaknya dengan kedua tangan yang didekatkan di bibirnya.
"FANNY! AKU TERSESAT!"
"Kemana semua orang?"
"Kenapa disini sangat sepi? Ini masih sore biasanya banyak orang datang untuk menikmati sunset yang romantis dengan pasangannya," gerutunya.
"Hey kaki! Apa kau lelah?" tanyanya dengan menunduk melihat kedua kakinya yang langsung menyentuh pasir pantai.
"Kita istirahat di dekat pohon kelapa dulu, oke?"
"Selamat datang," ucap seseorang yang tidak dapat didengar siapapun.
TBC
Note :
Bantu tandain apabila ada kata yang belum sesuai ya <3
Tinggalkan jempol kalian👍
Di sebuah kastil dengan seorang Alpha sebagai pemimpin di sebuah pack terbesar di dimensi itu sedang menatap tajam sekeliling wilayah kastil dari atas menara kastilnya.
"Mate ku sudah datang?," tanya seseorang dalam tubuhnya.
"Bukankah ini saatnya? Ketika dirimu berumur 150 tahun."
"Ayo kita cari dia!"
"Diamlah!"
"Aku harus bertemu dengannya! Kenapa kau selalu egois!"
"Kira-kira berapa umurmu? Pasti dia sangat cantik, bukan begitu, Orlan?"
"Kenapa kau sangat cerewet, Maks!?"
"Aku hanya terlalu senang, akhirnya aku bertemu dengan mate ku," ucapnya lesu.
*****
Di sebuah villa di tepi pantai saat ini tengah terjadi keributan akibat salah satu dari mereka menghilang.
"Ini gimana kak? Jasmine... Jasmine hilang," pekik Fanny.
"Fanny kamu tenang dulu, besok biar saya bertemu dengan orang yang tau mengenai hal ini," ujar orang yang bertanggung jawab di dalam sana. Kevin Bron.
"Kak Brian bilang Jasmine masuk dimensi lain? Terus keadaan dia di sana...?"
"Jangan berpikiran buruk, Fanny. Kita berdoa saja untuk kebaikan Jasmine," ujar Kevin.
"Ya sudah, saya kedalam dulu," pamitnya.
"Makan dulu, Fan," ajak fotografer. Austin Second.
"Tidak kak, terima kasih," tolak Fanny.
"Kamu jangan gitu, kalau kamu sakit tidak jadi cari Jasmine," jelas Austin halus.
Akhirnya setelah berbagai bujukan yang dilakukan Austin membuahkan hasil.
"Tidur sekarang, ini sudah larut," ucap Austin.
"Ya."
"Aku temani mau?" tawar Austin.
"Tidak, terima kasih," tolak Fanny.
"Ya sudah, good night and sleep well."
Fanny berjalan menuju kamarnya yang berada tepat di depan kamar Jasmine. Mengingat hal itu Fanny kembali bersedih.
"Jasmine," ucapnya pelan seraya membuka pintu kamar Jasmine.
"Semoga kamu baik-baik saja di sana. Tunggu aku, tunggu kita menemukanmu."
Setelah mengucapkan hal itu Fanny pergi ke kamarnya.
*****
Di dalam dimensi lain tempat dimana Jasmine berada saat ini sudah gelap. Setelah beberapa saat memilih untuk beristirahat kini rasa lapar menghinggapi dirinya hingga membuatnya harus mencari makan untuk mengganjal perutnya.
kruyuk... kruyuk
"Ah, perutku lapar," ucapnya dengan memegangi perutnya.
"Dimana aku bisa mendapatkan makanan?"
"Apa aku harus berkeliling? Tapi di sini gelap dan hanya ada sinar bulan yang bahkan redup."
"Tapi perutku sangat lapar."
"Baiklah aku harus mencari makanan."
Jasmine berjalan menjauhi pantai menuju ke banyak pohon kelapa yang tumbuh.
"Disini terdapat banyak kelapa, namun aku tidak mungkin memanjatnya," ucapnya dengan mendongak menatap ke atas pohon kelapa.
"Aku tidak bisa memanjat," keluhnya.
"Coba masuk kedalam saja," idenya.
Jasmine berjalan memasuki kawasan yang dari luar terlihat sangat banyak pohon didalamnya.
"Mungkin itu hutan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Dengan rasa takut yang berusaha ditepis Jasmine memasuki kawasan itu dan melangkahkan kaki dengan perlahan dengan kepala yang menatap ke segala arah berharap mendapat sesuatu untuk dimakan.
"Bukankah itu golden berry?"
"Ya, itu pasti golden berry, aku makan itu saja."
Jasmine mengambil banyak buah golden berry yang sudah matang lalu mendudukkan dirinya didekat tumbuhan golden berry itu.
"Ini sangat manis dan segar, nyam."
Disisi lain hutan terdapat werewolf yang biasa disebut Rogue. Rogue merupakan serigala liar yang biasa hidup di hutan-hutan atau gua.
"Ngaum, kau mencium darah manusia?" ucap serigala itu pada sekawanannya.
"Ngaum, ya aku mencium aroma itu," balas serigala itu.
"Tapi , bukankah aroma ini berbeda grrh?" lanjutnya bertanya.
"Hum." Serigala pertama tadi mencium aroma itu lebih intens.
"Ya ini berbeda, lebih segar dan... ngaum."
"Menggiurkan," lanjutnya.
Kedua serigala itu saling bertatapan lalu keduanya berubah ke wujud manusia yang sangat tampan dengan mata jingga terang khas werewolf.
Keduanya dalam wujud manusia sangat tampan dan menggoda bagi para wanita. Keduanya mendekat mengikuti aroma darah manusia yang sangat menggiurkan untuk mereka.
"Dia sangat cantik, bukan?" ucap serigala satu panggil saja dia dengan panggilan None.
"Ya, dia sangat cantik," balas serigala dua, kalau ini panggil saja Primero.
"Tapi sayang sekali, dia akan menjadi mangsa kita," lanjut Primero.
"Bad destiny," ucap None.
Keduanya kembali bertatapan seolah hal itu adalah cara mereka berkomunikasi tentang apa yang harus mereka lakukan tanpa berucap dan tanpa diketahui orang lain.
Mereka mulai mendekati mangsa mereka yang tak lain adalah Jasmine yang sedang menikmati golden berry-nya.
"Hi! Kau tersesat?" tanya None.
"Ah!" jerit Jasmine kaget.
Jasmine melihat orang yang mengajaknya berbicara tadi dengan seksama sebelum sebuah deheman mengejutkannya.
"Ehem."
"Ah, ya ada apa?"
None tersenyum lalu berucap dengan lembut, "Kau tersesat?"
"Ya, aku tersesat," jawab Jasmine.
"Aku tidak tau ini dimana... bisakah kamu menunjukkan padaku jalan pulang? Menuju villa yang ada di sana," lanjutnya bertanya dengan menunjuk arah tempatnya berasal atau tempat pemotretan tadi.
Dari arah belakang tanpa diketahui oleh Jasmine dengan sangat perlahan dan tanpa ada suara sedikitpun yang dihasilkan Permiro mendekat dengan menunjukkan gigi taringnya yang memanjang.
Ketika Permiro akan menggigit leher Jasmine yang terbuka dengan gigi taring yang siap menancap dileher itu tiba-tiba sebuah hal aneh menyerang tubuhnya tanpa diduga.
Bug
Jasmine menoleh ketika melihat suara orang yang terjatuh.
"Hey! Kamu siapa?" tanyanya kaget.
"Dia temanku," jawab None.
"Temanmu? Kenapa dia ada di belakangku!? Kalian berniat melecehkan ku!?" Emosi Jasmine meluap memikirkan hal buruk yang kemungkinan akan terjadi.
"Tidak, bukan seperti itu," jawab None tergesa, namun wajahnya masih datar.
"Akh," rintih Permiro.
"Kau...?" tanya Jasmine dengan mendekat.
"Stop! Ja... ngan mendekat," rintih Permiro dengan tangan yang menghadang Jasmine agar tidak mendekatinya.
"Biar aku saja yang membantunya," sahut None.
None bergerak mendekati Permiro dan memapahnya menuju sebuah gubuk yang terletak tidak jauh dari sana.
Jasmine mengikuti langkah keduanya, entah apa yang membuatnya mengikuti mereka.
"Di sini ada gubuk?" tanyanya heran namun, tidak ada jawaban.
Dari posisi Jasmine dapat dilihat sebuah gubuk dengan penampakan suram di luarnya.
Mereka sampai di dalam gubuk itu, didalam sana terdapat sebuah kasur kayu dengan meja dan kursi yang sudah usang.
"Ada minum? Biar aku ambilkan," tanya Jasmine.
"Kau cari saja kebelakang, mungkin ada," jawab None.
Jasmine mengernyitkan dahinya ketika mendengar kata 'mungkin ada', itu terdengar aneh bukan? Tapi dia tidak terlalu memikirkan hal itu, Jasmine-pun pergi ke belakang.
"Kau kenapa tadi gagal? Tidak seperti biasanya," tanya None.
"Aku tidak tahu, aku sudah melakukan seperti biasa," jawab Permiro.
"Tapi entah kenapa, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang menyerang tubuhku. Seperti kekuatan tak kasat mata," lanjutnya.
"Itu terdengar aneh bukan? Bukankah mereka bisa masuk ke sini karena ijin dari kita?" tanya None.
"Ya, aku juga merasa begitu. Karena daerah ini kekuasaan kita dan juga mereka tidak akan kembali dengan keadaan yang baik," jawab Permiro.
TBC
Note :
Bantu tandain apabila ada kata yang belum sesuai ya <3
Tinggalkan jempol kalian👍
Kembali di kastil dengan seorang Alpha yang masih menatap ke seluruh penjuru kastil dengan mata tajamnya. Perihal Maks tadi, kini 'dia' sedang merajuk. Menurut kalian siapa Maks itu?
Ketika mata tajam itu menatap ke sekeliling kastil sebuah ketukan pintu terdengar.
Tok... tok... tok
Ketukan berhenti ketika alpha itu mengijinkan orang dibalik pintu itu masuk.
"Hormat saya, Alpha," ucap orang itu dengan posisi membungkuk.
"Ada apa, Cred?" tanya Alpha itu. Orlando Clodoveo.
"Terdapat penyerangan di kawasan selatan yang sedang ditangani oleh Beta Zweit dan Gamma Dritt serta banyak pasukan elite," jelas Cred.
"Lalu, kenapa kau kemari?" tanyanya dengan berbalik menghadap Cred.
"Saya mendapat informasi dari salah satu informan dalam pasukan elite tersebut bahwa keadaan di sana sangat kacau dan tidak dapat segera diredakan, Alpha," jelasnya lagi dan langsung mendapat respon serius dari Orlando.
"Beta Zweit dan Gamma Dritt meminta anda untuk datang ke sana dan membantu mereka untuk menyelesaikan kekacauan tersebut, Alpha."
"Apa sesusah itu?"
"Saya tidak tau jelasnya, Alpha. Diinformasikan juga bahwa pasukan elite kita banyak yang terluka," terang Cred yang mendapatkan respon buruk dari Orlando.
"Kita ke sana!"
Mereka berdua pergi meninggalkan kawasan menara kastil menuju kawasan selatan. Banyak berita tersebar dilingkungan kastil bahwa kawasan selatan merupakan kawasan yang sangat berbahaya. Sering terjadi kekacauan di sana menguatkan berita yang tersebar itu.
Sesampainya dikawasan selatan dapat dilihat terdapat tidak sedikit pasukan elite yang sudah dilatih sebegitu keras tumbang.
"Mengapa sangat kacau, Zweit?" tanya Orlando yang kini berada di camp.
"Hormat saya, Alpha," ucap Zweit dengan memposisikan dirinya untuk membungkuk.
"Menurut saya, pihak kawasan selatan menyewa banyak Rogue untuk penyerangan ini, Alpha."
"Mengapa menurut mu? Mengapa bukan sesuai dengan keadaan yang terjadi sekarang?"
"Ya? Ah, maaf, Alpha. Jawaban saya tadi telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya."
"Alpha, keadaan sangat kacau di ujung kawasan selatan," jelas Gamma Dritt tergesa ketika baru saja sampai di camp.
"Kau cukup mengecewakan, Gamma Dritt," jawab Orlando.
"Maaf, Alpha," ucap Dritt dengan membungkukkan badannya dalam.
"Kita ke sana."
Mereka pergi berjalan menuju pusat kekacauan. Kekacauan ini memang sedikit sulit diredakan, namun tetap bisa walaupun lama dan membutuhkan banyak tenaga.
"Saya sedikit kecewa dengan kalian, namun tak apa. Berlatihlah lebih keras karena kalian disini adalah penentu apa yang akan terjadi selanjutnya," ucap Orlando ketika mereka semua telah kembali ke camp.
"Untuk Gamma Dritt perkuat keamanan di wilayah ini," lanjutnya dengan menatap Dritt.
"Dan untuk anda, Beta Zweit... saya... lupakan." Orlando kembali berucap, namun tidak jadi. Entahlah.
"Kalian paham?"
"Siap paham, Alpha!" teriak mereka semua kompak.
Setelah mendengar jawaban demikian Orlando dengan Cred berlalu pergi.
"Hei! Bisakah kita pergi kehutan? Bukankah nanti malam malam purnama?"
"Mau apa ke sana?"
"Ingin saja, siapa tau nanti aku bisa bertemu mate ku."
"Inikan malam purnama."
"Kau masih membingungkan perihal itu!"
"Cred," panggil Orlando.
"Ada masalah, Alpha?"
"Tidak, hanya saja kau kembali saja dulu ke kastil aku masih ada urusan."
"Baik, Alpha. Saya pamit," ucap Cred dengan membungkukkan badannya.
Orlando hanya menjawab dengan anggukan lalu Cred berlalu pergi.
"Kau senang?"
"Ya, tapi akan lebih senang jika aku bertemu mate ku," ujar Maks.
"Aku bosan mendengar itu."
"Kau ini kenapa? Aneh sekali."
"Aneh?"
"Ya, aneh. Seharusnya kamu itu menggebu-gebu untuk segera bertemu dengan mate mu!"
"Aku memang ingin bertemu dengannya. Tapi ini semua sudah diatur oleh Moon Gooddes."
"Semuanya sudah diatur, jadi ikuti saja alurnya."
"Jawabanmu terdengar menyebalkan di telingaku."
"Kau tidak memiliki telinga," ejek Orlando.
"Hei! Kenapa diam?"
Kini Orlando tidak lagi berperang dengan Maks dan perjalanan dia ditemani suara pohon yang bergoyang terkena angin dan matahari yang mulai tenggelam.
*****
Di gubuk
"Ini airnya," ucap Jasmine dengan menyerahkan gelas yang terbuat dari tanah liat kepada orang yang tadi jatuh dari belakang tubuhnya.
"Kau taruh saja di meja itu," jawab None yang diangguki paham oleh Jasmine.
"Apa dia terluka parah?" tanyanya melihat keadaan Permiro yang terlihat sedikit merintih kesakitan dengan memegangi are perutnya dalam tidurnya.
"Tidak, nanti akan segera sembuh," jawab None lagi.
"Dia sebenarnya kenapa? Tiba-tiba datang dari belakang tubuhku dan terjatuh. Apa dia tersandung?"
"Tidak, dia hanya punya sedikit masalah di area perutnya yang bisa kambuh tiba-tiba. Dan tadi mungkin salah satunya," jelas None mengada-ngada.
"Begitu? Aku bisa membantunya."
"Kebetulan dulu waktu aku sekolah aku menjadi salah satu bagian kesehatan di sekolah," lanjutnya berucap dengan semangat.
Mengucapkan hal seperti itu membuat pikiran Jasmine kembali melayang di masa sekolah yang menyenangkan.
Tanpa menunggu jawaban dari dua orang asing yang tidak dikenalnya itu, Jasmine langsung keluar dari gubuk dan berkeliling ke area hutan.
"Aku cari daun peppermint saja, karena aku tidak tau dia sakit apa daun itu baik untuk perutnya," ucapnya girang.
Jasmine dengan teliti menatap sekeliling mencari tumbuhan yang dapat tumbuh di alam liar itu.
Setelah menemukan tumbuhan itu dengan ciri-ciri yang masih sangat menempel diotaknya, Jasmine kembali ke gubuk tersebut.
Tanpa Jasmine sadari dibelakangnya dengan tatapan mata yang berlawanan terdapat seseorang yang berjalan.
"Aku seperti mencium aroma mate-ku."
"Kau serius?"
"Ya, tapi ini sedikit samar."
"Kenapa sangat susah menemukannya! Aku ingin bertemu dengannya!"
"Berhentilah merengek seperti anak kecil, Maks! Moon Goddess memiliki rencana takdir yang baik untuk kita."
"Kau tidak tau perasaanku! Aku selalu merasa hampa sebelum aku menemukan mate-ku, kau tau itu!?"
"Tidak kau saja! Aku juga merasa seperti itu," tandas Orlando.
Orlando mendudukkan dirinya disalah satu pohon di hutan itu.
"Kenapa Moon Goddes tidak segera mempertemukan aku dan mate-ku?" ujar Maks lesu.
"Apakah dia juga merasa seperti ini? Atau dia baik-baik saja?"
"Apa dia mencari-cari ku seperti aku mencari-carinya?"
"Aroma itu sangat samar, aku tidak bisa memastikannya."
"Apa mate-ku sangat istimewa hingga menemukannya butuh perjuangan?"
"Kau membuatku sedih, Maks."
"Aku seorang Alpha yang menyedihkan, bukan? Tanpa seorang mate disisiku," ucapnya dengan diakhiri helaan napas kasar
"Kita tunggu saja, Maks. Kita pasti akan segera bertemu dengannya karena ini waktu yang dijanjikan oleh Moon Goddes." Orlando berucap menenangkan.
Berpindah dari posisi Orlando, kini Jasmine telah sampai kembali ke gubuk.
"Kau mencari apa?" tanya None.
"Aku mencari daun peppermint, ini bagus untuk perutnya," jelas Jasmine dengan memperlihatkan daun peppermint yang ada di genggamannya.
"Oh."
"Aku kebelakang dulu," ijin Jasmine yang diangguki None.
TBC
Note :
Bantu tandain apabila ada kata yang belum sesuai ya <3
Tinggalkan jempol kalian👍
Untuk keterlambatan update mohon maaf <3
Tetap stay di cerita ini, love.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!