Cerita ini sudah lama sekali terjadi, kisah dimana hanya ada keegoisan dan rasa cinta tanpa dasar. Dari dia yang begitu mencintaiku, dan dengan bodohnya aku menolak perasaannya hingga rasa penyesalan timbul di akhir hidupnya.
^^^Ryouichi, 24 th^^^
.
.
.
Buku lusuh itu kembali ku buka.
Sebuah buku tua peninggalan seorang wanita kuat.
Wanita yang penuh cobaan kehidupan, penuh penghinaan dari lahir hingga akhir hayatnya.....
Seorang wanita yang kucintai hingga kini........
.......
.......
.......
Namaku William Birtrainy, tahun ini aku berusia 21 Tahun. Tidak buruk mengatakan jika aku tidak menyukai hiruk pikuk dunia yang penuh gelimang gadis cantik maupun wanita penggoda.
Aku William, seorang pengusaha muda tanpa rasa cinta.
.
.
.
Nama wanita, atau ku sebut saja gadis.
Seren, hanya itu. 18 th.
Harus hidup dari dunia malam....
.......
.......
.......
...SADNESS...
...Kedatangan...
.......
.......
.......
Ting
Tong
"Please turn off all personal electronic devices, including laptops and cell phones."
(Mohon matikan seluruh alat elektronik pribadi, termasuk laptop dan telepon selular)
Ucap seorang pramugari dari tempatnya.
Sementara itu, seorang pemuda jerman yang baru saja menghabiskan waktunya untuk mengeluarkan celengan di toilet bandara malah berjalan santai tidak menghiraukan himbauan dari sang pramugari dan malah duduk dengan nyaman seraya meletakkan laptop merk terkenal dipangkuannya yang bebas. Perlu diberitahukan bahwa laptop ini sedang tersambung internet.
Dari layar dapat terlihat jelas bahwa ia tengah begitu sibuk melakukan panggilan video bersama rekan bisnis pribumi. Dari ucapannya yang begitu sopan dan penuh wibawa? hampir membuat satu pesawat menjadi delay karnanya.
"Oh, benarkah? Tanah ini berada di puncak? Apa anda yakin disana memiliki sumber berlian?" Tanya William menyelidik.
"Tentu saja tuan Will, ini salah satu bukti yang saya temukan di lokasi." Balas seorang pria diseberang sana, ia berjalan dan menunjukkan lokasi tempat ia menemukan sebongkah berlian indah itu.
"School!? Are you crazy?! It's not fanny you know dude! Jika kau ingin membual sebaiknya kau cari orang yang idiot, kau membuang waktuku." Sarkas William hampir menutup layar laptopnya kalau saja tidak mendengar sebuah ucapan yang paling meyakinkan.
" Wait!!! Mr. William, please give me some time to explain the advantages to you."
Seorang pria lainnya bersuara, membuat William langsung urung untuk mematikan laptop.
"Ya, apa yang bisa kau jelaskan?!" Tuntut William mulai jengah dengan pembahasan yang semakin tidak menguntungkan ini.
"Sesuai janji saya kepada anda Sir, saya telah menginfestigasi seluruh Riau untuk mendapatkan tanah yang bapak inginkan, dan disinilah tempatnya saya menemukan benda berkilauan ini Sir. Mungkin memang cukup jauh aksesnya, tapi saya yakin tanah ini merupakan penghasil emas dan berlian murni. Sir tidak akan kecewa."
"Hmmm~" William mulai tertarik dengan topik ini, matanya senantiasa memandang kearah dua bongkahan berkilau yang digenggam oleh pria seberang sana.
"Kal-"
Tuk
Tuk!
Ucapan William terinterupsi oleh sebuah tangan yang menepuk bahunya.
"Huh?" William memalingkan pandangannya kearah samping, dapat ia lihat seorang pramugari kini tersenyum canggung kearahnya dengan kedua tangan yang menyatu.
"Aaaaa... Maaf menggagu waktunya sebentar tuan, tapi bisakah anda melakukan panggilan di jam lainnya karna pesawat akan segera lepas landas?"
Ryou hanya memperhatikan, tidak ada rasa ingin membantah ataupun menjawab. Ia malah memilih berekspresi ceria dengan senyum tipis penuh rahasia.
"Jadi tuaa-"
Panggilan terputus, William langsung menutup layar laptopnya dan membuang muka dari sang pramugari yang langsung tegang di tempat.
William memangku wajahnya dengan sebelah tangan seraya menyilangkan kedua kakinya angkuh.
"Siapa~ namamu?~" Tanya William sing a song.
Pramugari itu langsung bergetar, namun ia mencoba untuk tetap tenang dan menjawab dengan mantap.
"Dina Ratusadewi Sir."
Cklek
"Bagaimana Din?" Tanya teman Dina yang sudah menunggu kabar bahagia dari temannya itu.
Namun Dina malah menampilkan wajah frustasi tidak menghiraukan pertanyaan dari teman sesama pramugarinya.
"Din?" Ucap teman pramugari lainnya.
"Kamu kenapa?"
Dina langsung membalikkan badan menghadap kearah semua temannya yang sudah berkumpul siap mendengarkan.
"AKU DIPECAT!!!HWAAHAAAAAA..."
Teriak Dina sampai ke kursi William yang tengah meminum vodca dengan santai.
"Robert, aku mau wanita itu ditendang dari pesawat ini." Titah William meletakkan gelas vodcanya ketempat yang sudah disediakan.
"Baik tuan." Balas Robert patuh ingin berlalu pergi namun langsung diurungkannya karna Willliam yang kembali bersuara.
"Oh ya, dan satu hal lagi. Beri peringatan keras kepada para pramugari kelas rendah itu untuk tidak menggangguku disaat aku bekerja, aku sangat benci di ganggu apalagi di interupsi." Lanjut William menatap tajam Robert.
"A-"
"Dan kau tau Robert, pesawat ini sungguh jelek. Lain kali jika kau memilih pesawat seperti ini lagi, aku yang akan menerbangkanmu sampai keliang lahat. Oh ya, dan satu hal lagi"
Robert yang malang, berkat refleknya yang begitu lambat akhirnya berakibat pada rambutnya yang harus ditarik kencang oleh sang atasan yang langsung memukulkan kepala Robert pada layar monitor didepan mereka, sementara penumpang yang duduk di depan mereka hanya dapat berdo'a semoga penerbangan dapat berjalan lancar tanpa hambatan oleh kedua makhluk yang duduk dibelakangnya.
"Apa-apaan ini semua, aku ditempatkan dalam satu pesawat bersama rakyat jelata kelas ekonomi! Dimana rasa malumu pada atasan Robert!? Kenapa kau tempatkan aku dikelas ekonomi dengan kau yang duduk disebelah ku ha!? Aku tidak mau tau, dipenerbangan berikutnya sewa saja jet sekalian!"
Tambah William menatap tangan Robert yang sempat bergetar namun ditahan Robert dengan tangan satunya.
"B-baik tuan, akan saya ingat kata-kata anda."
"Ok, sekarang mari kita ke Riau." Suara William dingin tidak memperdulikan kepala Robert yang sudah mengalirkan banyak darah.
***
"Ada apa dengan panggilannya pak?" Tanya Jeno ikut memperhatikan layar laptop yang tidak lagi menampilkan wajah seorang pria Jerman.
"Aku juga tidak tau, tapi yang jelas Jeno. Tanah ini harus jatuh ketangan kita secepat mungkin, kalau tidak kita akan tamat olehnya." Ucap Gundur berbalik menatap SMK 1 yang sudah tutup.
.......
.......
.......
.......
...TBC...
.......
.......
.......
.......
.......
...SADNESS...
...Awal...
.......
.......
.......
"Hari yang melelahkan bagi seorang gadis berusia 18 tahun seminggu lagi, harus rela mencuci piring kotor sebaskom besar hanya untuk sesuap nasi aking, huft! Menyebalkan." Omel gadis itu, Seren. Mencuci piring dalam curhatannya pada wanita berpakaian minim yang hanya menatapnya dalam senyum simpul.
"Berhentilah mengeluh sayang, sebentar lagi juga akan selesai. Kita harus semangat, ok?" Ucap wanita itu mengelus wajah Seren.
Seren yang awalnya terbuai sontak langsung merasakan keganjilan.
"Aduh bu, tangan ibu tangan ibu ada cabenya au! Au! Aaaaaaaa~" Seren langsung melimpir meraih selang air bersih yang dengan kurang ajarnya malah makin menjauhi Seren.
"Kenapa airnya makin jauh si?" Tanya Seren merasakan aliran air yang bukannya makin mudah ia raih malah semakin jauh ia gapai.
Hingga sebuah kaki dengan sepatu hak tinggilah yang berhasil di gapai Seren.
"Tangan gemuk siapa ini?" Tanya Seren masih memjamkan matanya.
Kaki itu langsung menjauh.
"Ini kaki dasar bodoh! Anak pelacur memang tidak heran si, Sudahlah anak haram, bodohpun juga di telan olehmu yang bahkan sekolah saja masih idiot." Hina wanita itu langsung menendang dagu Seren hingga gadis Malang itu terdorong jatuh di atas air bekas cuci piring.
"Auch!" Gumam Seren menyentuh bekas sepatu wanita pemilik tempat Seren dan sang ibu bekerja.
"Ah mami, tolong jangan bersikap kasar pada Seren, ia hanya ingin mengambil air. Kenapa mami menjahatinya?" Tanya sang ibu langsung membasuh wajah sang anak dengan air bersih, tak memperdulikan wajah sang mami yang sudah garang ingin menampar Ririn, nama wanita itu.
"Ck! Sebenarnya aku sudah jengkel dengan kalian berdua yang tidak dapat menghasilkan banyak uang padaku, terlebih kau Ririn. Kapan kau bisa di sewa oleh konglomerat lagi ha! Jika bocah ini selalu membuntutimu, semua pelangganku jadi kabur dan tidak ingin memesan lagi padaku! RIRIN KAU MEMBUATKU BANGKRUT RIN! BANGKRUT! "Teriak wanita itu Frustasi.
"Dan juga, malam ini tuan Golern ingin kalian semua untuk hadir di ruangannya. Sepertinya ia ingin mengundang orang penting, oh! Hampir lupa. Ingat ini baik-baik Ririn! Kurangi kerutan di wajahmu ini, percantik juga riasan bulukmu itu, kau membuat tidak saja pria muda, bahkan kakek-kakekpun langsung membuang muka saat melihat fotomu ku tawarkan." Ucap wanita itu berlalu pergi.
"Hah~" Helaan nafas berat langsung di keluarkan Ririn saat wanita itu sudah pergi dari area dapur. Sementara Seren, ia hanya dapat menatap sang ibu penuh penyesalan, apakah karna kehadirannya sang ibu jadi susah dalam bekerja?
.
.
Malam harinya.
"Seren, ibu pergi dulu ya. Jangan keluar apalagi mengintip. Malam ini tidak aman, mengerti!" Perintah sang ibu mengelus punggung rapuh sang putri.
"Seren lebih baik belajar saja yang rajin, ibu akan pergi dan kembali keesokan harinya. Jadi tetaplah di kamar." Lanjut sang ibu menasehati sekaligus berpamitan. Menyisakan sang anak yang masih dalam keheranannya dengan sang ibu yang mengatakan malam ini tidaklah aman.
Cklek
Blam!
Kamar itu langsung sunyi. Tidak ada lagi sosok yang akan bernyanyi ataupun menghibur Seren sampai keesokan harinya.
Seren kesepian, bahkan Tv saja Seren tidak punya. Namun bukan Seren namanya, jika ia tidak punya Tv setidaknya dia punya...
"Asyik! Hari ini mau nonton drakor yang mana ya, hehehehehe muahahahahahahahahahaha!!!!!!" Tawa kencang Seren memenuhi seluruh penjuru kamar sempit itu.
"Ohohoho, aku menyukai cerita cinta tragis buahahahaha, mari kita tonton!!!!!" Ucap Seren kesenangan langsung memencet tombol play pada film itu.
Tapi tunggu, sebuah notifikasi berhasil menyadarkan Seren dari dunia.
"AKU BELUM SHOLAT ISYA!!! YA AMPUN MAAFKAN AKU YA ALLAH, SEREN SALAH SEREN KHILAF!!!" Teriak Seren langsung keluar dari kamar, melupakan perintah sang ibu.
Di mushollah.
Selesai menjalankan kewajibannya, Seren tak serta merta langsung pergi begitu saja, ia akan menyempatkan diri untuk berzikir dan berdo'a pada Allah untuk kebaikan hidupnya dan sang ibu, serta
"Aku ingin ibu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, B-bukan karna Seren gak bersyukur ya allah, tapi kaaaaaan..... Pekerja ibu itu....." Seren tidak dapat melanjutkan curhatannya pada sang pencipta, ia memilih menunduk.
Setetes, dua tetes air mata berhasil tumpah di atas tangan Seren yang sedang membentangkan tangan berdo'a.
"Hiks.... Hiks.... Seren terkadang g-gak Hiks gak kuat kalau di panggil anak pelacur ya Allah. Seren sudah dewasa, Seren sedddddiiiihhh hikss.... Huaaaa.... Huaaaa...." Tangis Seren pecah, senyum yang selama ini di pasang Seren seketika runtuh saat bersimpuh di hadapan sang pencipta, rasanya seperti ribuan jarum datang untuk menusuk ulu hatinya hingga Seren tak dapat merasakan hatinya lagi.
"Hoi kau!!! " Panggil seseorang dari belakang. Seren sontak berbalik dan langsung berjalan menghampiri wanita itu.
"Kau, tolong antarkan minuman ini keruangan tuan Golern. Aku sedang banyak urusan di dapur. Wanita-wanita lain juga sedang melayani para tamu, jadi daripada kau berbicara sendiri seperti orang gila. Lebih baik kau sedikit berguna dan mengantarkan minuman ini, buatlah Ririn bangga dengan kau yang juga bisa bekerja." Ucap wanita itu panjang lebar langsung berjalan kembali ke dapur meninggalkan Seren yang langsung melamun.
"Mem-membanggakan ibu!" Ucap Seren langsung sumbringah.
"T-tunggu aku." Teriak Seren semangat langsung membuka telekungnya dan menggulung asal kemudian menggengamnya di tangan kiri. Tanpa basa-basi Seren langsung berlari mengejar wanita itu yang langsung bersmirk aneh dengan kepolosan Seren yang malah bergumam senang.
.......
.......
.......
.......
...TBC...
"Oh benarkah? Kalau begitu masuk ke pintu coklat di depan sana, pastinya tuan Golern sudah menunggu minumannya datang." Ucap wanita dengan asap rokok yang mengepul di sekitarnya, setelah menyebutkan dimana tempatnya tak lama wanita itu teringat akan suatu hal dan kembali bersuara.
"Sebaiknya kau menunduk saja saat memberikan minuman itu, aku khawatir kau juga akan di rekrut olehnya yang tamak uang." Peringat sang wanita kembali menyesap rokoknya dan berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Seren dalam fikiran penuh tanya.
"Apa maksudnya?" Tanya Seren keheranan, ia sedikit menunduk dan menatap botol minuman berwarna putih dengan tulisan romawi yang tak dapat dibaca Seren.
"Ah sudahlah, kalau dia menatapku aku tinggal menunduk saja. Kan gampang." Ucap Seren ringan berlalu masuk ke dalam pintu bercat coklat.
.
.
.
"Ck! Barang-barangmu menyedihkan semuanya! Bahkan mataku sampai sakit Gita! Apakah otak udangmu tidak bisa mencari gadis-gadis muda, Ha!? (Berteriak) Kau mau menjual wanita-wanita layu pada pelanggankuuuu!" Geram Golern menatap nyalang Gita yang sudah terbujur menyedihkan bersimbah darah di lantai.
Gita bahkan hanya diam, ia hanya menunduk menatap pria itu yang masih emosi padanya. Pecahan dari botol minuman keras tak lepas di arahkan Golern pada Gita yang hanya terisak penuh kesedihan.
" M-maafkan saya T-tuan Golern.. Say-! "
" Tidak usah, aku tau kau akan mengatakan memberi waktu tapi sudah sebulan berlalu semenjak aku memberimu waktu, namun apa yang ku dapat!? Aku hanya mendapatkan barang layu, sementara 'Dia sudah disini! Kau tau Gita! Dia adalah sumber uang baru kitaaa (Geram) dengan uangnya, kita dapat mencari pelacur dan memperbesar rumah bordil ini. Kalau begini keadaannya, tempat ini sebaiknya ku gusur saja. Sudahlah bau, tidak terawat, bahkan pelacurnya juga sudah basi! Aku pergi! Anggap kontrak kita selesai sa-! "
Tok!!!! Tok!!!! Tok!!!!!
" Siapa lagi itu! COME IN! " Bentak Golern langsung membuang puntung rokoknya ke kepala Gita yang refleks melindungi kepala dengan kedua tangan penuh bercak darah.
Cklek!
" Permisi" Cicit Seren membuka pintu bercat coklat, tak luput kini ia juga menunduk dalam seraya membawa nampannya.
"S-s-Seren." Gumam sang ibu syok.
Kenapa dia bisa sampai dis-! Ah, pasti wanita dapur itu. Ck! Serennnn kenapa tak mendengarkan ibu sayang..
Inner sang Ibu kalut.
"Hmmm?" Golern langsung menatap sinis ke ambang pintu, dimana Seren kini masuk dengan tersenyum manis.
"Hmph!" Golern tertarik. "Masuklah nak" Ucap Golern langsung ternyum misterius.
"Terima kasih tuan" Melirik kiri kanan
" Permisi." Cicit Seren berjalan masuk dan langsung berjalan ke arah Golern yang memberikan ruang bagi Seren untuk meletakkan nampannya.
"S-Seren?" Gumam Dita tak percaya mentapa gadis itu yang malah tersenyum manis meletakkan minuman Golern ke meja.
"DITA!!!" Panggil Golern masih memfokuskan matanya menatap Seren semakin dekat.
"I-iya tuan Golern?" Ucap Dita terbata. Ia langsung berdiri dari rasa sakitnya, tak memperdulikan jika serpihan beling akan menusuk kulit-kulit berlumuran darah Dita.
Golern berjalan ke arah Dita dan mengajaknya untuk berunding, menjauhi pelacur Dita dan Seren, Golern berbisik.
"Siapa gadis itu?" Bisik Golern tertarik.
"D-diaaaa..." Ucap Dita menegang.
Sebenarnya, walaupun Dita selalu bersikap kasar pada Seren dan ibunya. Namun, Dita tidak pernah sedikitpun terpikir untuk menjual Seren pada siapapun, Termasuk Golern. Tapi kenapa bisa? Kenapa bisa Seren kemari?!
"DITA!" bentak Golern memukul punggung Dita kasar.
"Ah! I-iya tuan Golern."
"Ku ingin gadis itu besok pukul 23.00 WIB di Perverted wings. Apa bakatnya?" Tanya Golern menuntut.
"D-Dia pu-"
"Kau tidaklah gagap Dita, berbicaralah dengan jelas. Kau pikir aku psikiater orang dunguu!" Bentak Golern marah.
"Dia..... (melirik Seren yang menatapnya) SEREN KEMARI!" Perintah Dita ikut membentak Seren yang langsung gemetaran.
"I-iya mami?" Jawab Seren bergetar.
Seren berjalan perlahan, sedikit menunduk malu.
"Iya mami." Ucap Seren kembali.
"Bsok kau harus ikut mami!" Hardik Dita memandang Seren yang semakin menunduk dalam.
"Hmph! (meraih dagu Seren) Cukup manis... Kau bisa masuk kriteria." Gumam Golern mendekati wajah Seren dan memperhatikannya lamat.
"Baiklah Dita hubungi aku untuk bakatnya, dan pakaiakan dia pakaian yang layak. Aku tidak ingin melihat dia tampil seperti ini." Menunjuk Seren jijik.
"Seperti gembel." Lanjut Golern menghina.
Setelah kepergian Golern, Ririn tak serta merta langsung berlari ke arah Seren dan memeluk gadis itu erat.
"Sereeennnn..." Melepas pelukannya, sang ibu langsung menatap anaknya tajam.
Plak!!!
"Apa yang ibu katakan tentang tidak boleh keluar kamar Ha!" Bentak sang ibu pada Seren yang seketika syok ditampar begitu keras di depan umum.
Plak!!!
"Aku menyuruhmu untuk tetap dikamar."
Plak!!
"Kenapa kau keluar HAAAA?!" Emosi, Ririn emosi melihat sang anak yang tak menurut.
Sangat emosi, hingga jantungnya seakan hampir copot.
Satu lagi, Ririn ingin menampar putrinya satu kali lagi.
Tapi, tangan lentik itu langsung ditahan oleh Dita yang memandang Ririn marah.
" Berhentilah Dita! Kau membuat produk baru jadi terluka." Sentak Dita langsung menyentak tangan Ririn hingga sang empunya mengeluh sakit.
"Seren, pergilah ke kamarmu. Aku dan ibumu ingin berbicara." Titah Dita memandang Seren yang sudah meneteskan air mata.
Walaupun wajah itu tertutup oleh anak rambut Seren, tapi Dita jelas tau kalau Seren tengah menitikkan air mata kesedihan.
Seren menyentuh bekas tamparan sang ibu pelan, masih panas dan nyeri. Ia mengepalkan tangan kanan kuat, sedikit menggelatukkan giginya. Setelah beberapa saat, dan dalam helaan nafas cepat, Seren langsung menatap Dita dan sang ibu yang masih emosi.
"Baik mami." Jawab Seren selembut sutra, senyuman hangat juga tak luput menghiasi wajah lebam itu.
Senyuman yang akan selalu di berikan Seren, entah seberapa pedihnya rasa sakit itu.....
...Tbc...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!