Happy reading ..
***
Malia’s POV
Namaku Malia.
Malia Leonard dan aku anak tunggal.
Aku seorang perempuan yang Independen.
But wait, Independen dalam artian berpikir loh ya.
Bersikap juga sih, hehe. Karena kedua orang tuaku tidak terlalu mengatur hidupku kala aku telah beranjak dewasa.
Tapi bukan berarti sejak kecil hingga sampai aku belum dewasa kedua orang tuaku itu sempat terlalu mengekang ku juga.
Karena Papa dan Mama, begitu aku memanggil kedua orang tuaku, termasuk orang tua yang berpikiran terbuka, tapi dengan catatan-catatan kecil yang, yaaaah.. lumayan banyak.
Hehehe, maklum, namanya juga orang tua yang cuma punya anak satu aja. Perempuan lagi, ya kan?.
Meskipun orang tuaku itu tidak terlalu mengatur hidupku dan tidak membatasi pergaulanku, tapi aku tetap menjaga pergaulanku sendiri.
Dan yah, aku juga sedikit pilah-pilih dalam berteman. Bukan berarti sombong loh ya, aku menjalin pertemanan dengan banyak kalangan. Tidak melihat seseorang dari latar belakang kehidupan atau keluarganya.
Kalau pertemanan biasa ya seperti itu. Tapi soal sahabat, aku hanya punya satu.
Avi namanya. Adik dari seseorang yang .... kiranya akan cukup banyak kusebut dalam ceritaku.
Ehem,
Dia ..
Reiji!
Namanya.
Nama panggilannya.
Dan Reiji adalah kakaknya Avi.
Dan pria bernama Reiji itu .. adalah suamiku.
Yang membuatku harus menikahinya, karena perjodohan yang dibuat oleh kedua orang tuaku dan orang tuanya Reiji dan Avi, sahabat kentelnya Papa sama Mama. Dan bodohnya aku..
Bukan bodoh sih ya, lebih ke rasa ga tega sama Papa dan Mama yang kayaknya menaruh harapan besar pada perjodohanku dan Reiji, lebih tepatnya.
Dan ini adalah ceritaku ..
Malia’s POV off
***
Reiji’s POV
Namaku Reiji.
Reiji Shakeel dan aku merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Dimana aku memiliki satu orang adik perempuan. Avi namanya.
Aku seorang Pilot pesawat komersial.
Seorang Pilot yang hobi masak. Jago malah!.
Ganteng?, Of course!.
Pilot kan jarang yang jelek, ye ga?.
Hehehehehe ...
Don’t judge me, sebagai orang yang narsis, oke beibs?.
( Walaupun mayan narsis juga aslinya ). Hahaha!!! ... Tapi aku cowok penyayang, catet!.
Dan aku korban perjodohan.
Hahaha.. lebay banget..
Tapi soal dijodohkan itu bener.
Kalau dibilang korban ya engga sih. Yang dijodohin dengan aku itu cewe cakep soalnya. Hehe ..
Yap, aku dijodohkan oleh putri semata wayang sahabat dari kedua orang tuaku.
Malia.
Sahabat adikku.
Dan ini adalah ceritaku ..
Reiji’s POV off
***
Malia’s side ...
Sebagai anak tunggal, dan lagi orang tuaku termasuk dalam kalangan yang bisa dikatakan berada. Berkecukupan.
Aku terbiasa mendapatkan apa yang aku inginkan.
Tapi Reiji, suamiku itu, tidak pernah masuk dalam daftar keinginanku meskipun Reiji dari sejak dulu aku mengenalnya, tidak perlu diperhatikan secara seksama pun bukan rahasia jika wajah dan perawakannya masuk kedalam daftar most wanted man yang ingin wanita-wanita jadikan pendamping mereka.
Apalagi, profesi Reiji yang seorang pilot itu seolah melengkapi kesempurnaan dirinya untuk menjadi suami idaman.
Dahlah tampan, tubuh atletis yang pas, serta mapan dalam pekerjaan. Jangan lupakan dadanya yang senderable itu.
Rasanya perempuan normal tidak mungkin tidak menoleh jika Reiji lewat didepan mereka.
Termasuk, ya, aku.
Meski begitu, aku hanya sebatas mengagumi Reiji saja.
Pernah sangat mengagumi si Reiji sih waktu SD.
Catet tuh ya, waktu SD!.
Tapi hanya sebatas itu aja sih.
Tak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku untuk menarik perhatian Reiji sebagai seorang perempuan pada lawan jenisnya, apalagi sampai menikah dengannya.
Apalagi dia kakaknya Avi, sahabatku yang akrab denganku sejak kecil. Dan karena itu pula, dari sejak kecil aku sudah mengenal Reiji.
Jadi mungkin saja karena sudah mengenal Reiji begitu lama, sebagai kakaknya Avi, dan sudah terbiasa dengan Reiji dalam kehidupanku, jadi pesona Reiji tidak menggubris hatiku dan aku tidak pernah berpikir untuk hidup bersama dengannya sebagai suami istri terlebih lagi.
Lagipula sepanjang aku mengenal Reiji, selain ketampanan dan kelebihan profesinya sebagai seorang pilot dengan kehidupan yang mapan, bagiku tidak ada poin lebih dari Reiji. Dari dulu sampai sekarang, laki-laki itu adalah orang yang miskin ekspresi. Juga, pelit ngomong.
Tapi Reiji juga punya sisi cerewet.
Membuatku kadang merasa canggung kalau dia suka ikut nimbrung bersamaku dan Avi. Jangankan memulai pembicaraan sampai bicara panjang lebar, kalo ditanya aja, Reiji jawab sekenanya.
Menyebalkan!.
Saat itu bahkan aku berpikir, perempuan yang jadi pendamping atau pacar Reiji pastilah perempuan yang berhati besar dan punya stok sabar yang berlimpah.
Maka aku pernah berucap, “Pacar atau istrinya Reiji, selain bahagia punya suami ganteng dan mapan, harus ekstra sabar tuh menghadapi cewe-cewe yang pasti banyak ngegodain Reiji. Belom lagi si Reiji dingin banget kayak***freezer frozen food\,***tapi cerewet juga"
Setidaknya aku sudah beberapa kali kena 'kecerewetan' nya Reiji.
"Entah beruntung atau sial itu cewe yang bakal jadi pendamping Reiji ....”
Terus lagi aku bilang,
“Jangan sampe deh gue dapet pasangan kayak si Reiji itu”
Malaikat pun mencatat ucapanku itu. Dan Tuhan mengabulkan.
Sial!.
Ah, maaf Tuhan ... bukan aku mengumpat padamu.
Aku sungguh berterima kasih pada Tuhan yang selama ini baik padaku dan mengabulkan segala doaku.
Tapi doaku yang satu itu, mengapa terkabul sih?.
Bukan apa... Saat aku bilang ‘Jangan sampe aku dapet pasangan kayak si Reiji itu’, iya itu sungguh-sungguh aku katakan.
Iya Tuhan mengabulkan.
Aku memang tidak diberikan pasangan macam si Reiji itu.
Tapi lebih parah!.
Malah si Reiji-nya bulat-bulat yang Tuhan berikan padaku.
Oh Tuhaaaannnn!... Entah aku harus bersyukur atau merutuki nasibku ini.
Tapi ya sudahlah, toh nasi sudah jadi bubur. Tangan yang Kuasa sudah menunjuk Reiji sebagai suamiku.
Hhhh ...
Maafkan jika aku banyak mengeluh akhir-akhir ini padamu oh Tuhan ...
Tapi ya sudah, biar bagaimanapun aku menerima ketentuan Tuhan yang membuat aku harus menikah dengan Reiji.
Setidaknya tampang Reiji bisa sangat dibanggakan buat dibawa ke kondangan, pekerjaan Reiji bisa aku banggakan jika aku berkumpul dengan para ahli gibah di tempatku bekerja.
Ya sudah.......
Meski aku tidak pernah menginginkan Reiji untuk menjadi suamiku, aku terima saja jalan takdir ini.
Aku pun tak tahu bagaimana perasaan Reiji padaku. Yang jelas dia nampak terima-terima saja dijodohkan olehku.
Perjodohan yang dilakukan orang tuaku dan sahabat mereka, yakni orang tua Reiji dan Avi tanpa sepengetahuanku dan bahkan Reiji juga tidak tahu.
Biarlah, tak mengapa. Asal orang tuaku bahagia. Alasan Reiji pun sama denganku.
Toh orang tua Reiji dan Avi sudah layaknya orang tuaku sendiri, mengingat aku mengenal mereka sepanjang hidupku ini. Begitupun hubungan Reiji dan orang tuaku.
Meski kurasa juga belum ada cinta yang tumbuh dalam hatiku untuk Reiji, dan mungkin juga Reiji sama denganku.
Tapi mungkin saja, seiring waktu kami sering menghabiskan waktu bersama, perlahan cinta itu akan tumbuh dihatiku dan hati Reiji untuk kami berdua saling merasakannya kelak.
Matahari saja memiliki sinar yang redup saat pertama kali muncul di ufuk timur.
Namun seiring hari, akan semakin kuat cahayanya.
Mungkin saja aku dan Reiji akan menjadi seperti matahari yang baru muncul itu. Dan kami akan saling merasa terikat melalui hati, mengenal apa itu ‘Cinta dan Mencintai’ seiring waktu kebersamaan kami.
*****
To be continue ....
Enjoy cerita barunya Emak ini yah,
Semoga syuka.
Makasih udah mampirrr....
Happy reading ..
***
Hari Perjodohan....
Laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah tampan serta tubuh atletis sedang asik mengunyah kacang goreng di dalam toples.
Bahkan toples berisikan kacang goreng itu ia pegang sendiri seolah enggan berbagi dengan orang lain.
Mulutnya sibuk mengunyah, berikut tangannya sibuk memasukkan kacang ke dalam mulutnya jika kacang-kacang yang ia koyak dengan giginya yang terbaris rapih itu sudah tertelan semua. Laki-laki itu nampak tenang memperhatikan orang-orang yang sedang mengobrol didekatnya.
Sebuah obrolan santai mengenai masa depan. Masa depan si laki-laki yang sedang mengunyah kacang, dan seorang gadis yang nampak tercengang lebih ke syok setelah mendengar sepasang orang tua yang ada di sebuah ruangan itu bicara soal perjodohan.
Laki-laki itu kaget juga sebenarnya, tapi dia tidak menunjukkan keterkejutannya atas rencana perjodohan dirinya dan gadis yang nampak sedang duduk dengan mulut yang sedikit terbuka itu.
Mata si laki-laki menelisik saja setiap orang, dimana bola matanya menatap sebentar-sebentar pada dua pasang orang tua yang nampak antusias dengan pembicaraan soal perjodohan ini, serta si gadis yang sedang syok dan satu gadis lainnya yang seumuran dengan gadis yang nampak syok itu.
“Gimana Ji, Lia? ...”
Satu dari dua pria paruh baya itu melontarkan pertanyaan sembari menatap dua insan yang direncanakan akan dijodohkan dan saat ini duduk bersebrangan.
Dua insan itu adalah Reiji dan Malia.
“Papa sama Mama rasa usia kamu sudah cukup untuk menikah Lia, sudah lulus kuliah, sudah punya pekerjaan tetap juga. Sudah ga ada beban apa-apa lagi kan? ...”
“Ya.. tapi Pa ..”
“Memang mau cari apalagi, Li?. Ga ada kan?”
“Ya memang ga ada,” Malia menjawab ucapan sang Papa. 'Tapi iya masa ngadi-ngadi ngejodohin gue sama su Reiji?!'
“Nah ya sudah,” Timpal Papa Malia.
“Iya, Reiji kan juga udah mateng juga usianya. Bahkan harusnya dia udah nikah malahan dengan umurnya sekarang yang udah kepala tiga....”
“Baru masuk kepala tiga Pa..” Tukas Reiji pada Papanya yang berbicara barusan, menimpali ucapan Pak Bram, papanya Malia.
“Tetep aja udah kepala tiga judulnya!” Sambar mamanya Reiji.
Reiji memutar bola matanya malas, saat sang mama Reiji menyambar ucapannya.
“Ya pokoknya Reiji sudah sangat pantas untuk menikah...” Lanjut papanya Reiji lagi.
“Dan bagi Papa, Mama, serta Om Tino dan Tante Alice, menjodohkan kamu dan Reiji adalah suatu kebahagiaan bagi kami.....”
Papanya Malia kini yang angkat bicara.
“Tapi Pa, Ma, aku juga masih baru banget wisuda gini, meskipun aku udah kerja juga. Tapi apa iya harus cepet-cepet nikah gitu? Terus pake acara jodoh-jodohan gini?”
Ketidak setujuan terpancar dari raut muka dan ucapan Malia pada orang tuanya, meski suara Malia tidak meninggi. Namun cukup jelas terlihat, jika Malia sedang mencoba protes atas keputusan orang tuanya dan orang tua Reiji itu.
Sementara Malia nampak sedang melayangkan protes, Reiji sendiri diam saja.
Reiji nampak anteng-anteng aja bahkan. Hanya bola matanya saja yang nampak bergerak-gerak, selain tangan dan mulutnya masih sibuk dengan kacang goreng.
“Kita ga suruh kamu dan Reiji menikah cepet-cepet kok, Malia sayang”
Tante Alice, mamanya Reiji, mencoba menenangkan Malia.
“Pernikahan toh akan dilaksanakan, kalau kamu dan Reiji sudah menyetujui perjodohan ini...”
“Ini, Lia boleh nanya ga?...”
“Silahkan atuh ...”
“Ini kenapa tau-tau jodohin aku sama Reiji deh???”
Malia melontarkan pertanyaan disela wajahnya yang nampak panik itu.
Dan Reiji, tetap santai saja.
“Rei! Ngomong sesuatu dong!”
Malia menatap Reiji dengan wajah paniknya, sedikit terdengar agak nyolot.
“Kamu kan Pilot, memang ga ada Pramugari single gitu yang bisa kamu gebet?. Atau ga cewe-cewe di tiap-tiap tempat yang kamu datengin kan pasti banyak yang cakep? Ga mau apa hunting cewe-cewe dulu? Mau gitu? Terima aja gitu? Dijodohin sama aku?”
Malia bicara panjang lebar.
“Kenapa aku harus ga terima dijodohin sama kamu?”
Satu baris kalimat yang keluar dari mulut Reiji yang sudah meletakkan kembali toples kacang yang ia peluk sedari tadi, sukses membuat Malia melongo.
Enteng saja Reiji menjawab pertanyaan Malia dari cerocosannya tadi dengan wajah yang nampak tenang pula. “Aku sih mau-mau aja .. Kamunya mau ga?”
Dan ucapan Reiji berikutnya sukses membuat Malia membeku, habis kata. Alih-alih mendapat dukungan Reiji untuk menolak perjodohan mereka. Reiji malah cepat sekali memberikan jawaban.
Dan sialnya bagi Malia, Reiji menyetujuinya dengan sangat cepat.
Membuat otak Malia bertanya-tanya, apa motif Reiji yang dengan cepat mengiyakan perjodohan dengan dirinya. ‘Apa Reiji ini cinta sama gue? Tidak mungkin bukan?’
Malia membatin.
Hingga kemudian suara papa Reiji terdengar dan pandangan enam orang yang ada di dekat Malia benar-benar terfokus pada Malia.
“Tuh, anak Om udah setuju....” Kata Om Tino. “Lia, gimana?....”
***
“Gila! Asli! Ga nyangka gue yah, best friend gue akan jadi kakak ipar gue?! ...”
Itu Avi yang nampak antusias setelah hanya tinggal dirinya, Malia dan Reiji yang berada dalam ruangan sebuah Villa di luar kota milik orang tua Reiji, yang sering digunakan untuk tempat liburan bersama dengan Malia dan orang tuanya.
“Cie Bang Rei, seneng nih bisa kawin sama Lia??!!!...” Goda Avi sembari menoel lengan kakaknya.
“Nikah dulu! Baru kawin!”
Malia melongo mendengar timpalan Reiji barusan atas ucapan Avi yang sekarang sedang tergelak, yang orangnya sedang duduk disamping Malia.
Reiji masih nampak santai saja, sementara perihal perjodohan sedang merongrong di otak Malia.
Malia kemudian berdecak.
Si Reiji ini ya, - kalau kata Malia.
Cool banget emang orangnya.
Selain rupawan mukanya, plus bagian atas tubuh Reiji itu pelukable banget, Reiji itu tak banyak bicara orangnya, dari yang selama ini Malia kenal, seumur hidup Malia sampai sekarang.
Tapi sekalinya ngomong, ya gitu tuh, suka asal jeblak.
Kalo engga, nyelekit kayak cabe jablay.
Nah bagian itu, nyelekit nya mulut Reiji pernah sampai ke Malia.
Ada suatu kejadian yang membuat nyinyiran pedas Reiji terlontar untuk Malia.
Tapi itu udah lama banget.
**
“Ca ilah Bang Rei, udah mau kawin aja bawaannya! .... Udah ga tahan ye Bang?!”
Avi menimpali ucapan Abangnya soal nikah dan kawin tadi, dimana Malia langsung mengepret lengan sahabatnya itu yang kemudian terkekeh geli sendiri.
“Apaan sih lo Vi?!” Ketus Malia pada Avi.
“Ciee calon kakak ipar malu-malu nih ye, ngomongin soal kawin-dikawinin....”
Gantian Avi yang kini mengecengi Malia yang langsung menoyor kepala sahabatnya itu.
Dimana wajah Malia nampak sedikit merona.
Usia Malia memang sudah dua puluh empat tahun, namun hal yang dimaksudkan Avi tadi masih dirasa tabu oleh Malia, meski ia cukup paham.
Apalagi saat ini, sedang ada Reiji yang masih anteng ditempatnya, nampak woles aja.
“Otak lo!” Seru Malia. “Sapuin! Ngeres banget!” Sambung Malia sembari mendelik pada Avi.
Avi pun tergelak tanpa akhlak.
Avi dan Malia nampak riuh berduaan.
Tapi Reiji seolah tak perduli. Laki-laki itu nampak santai dan tenang saja.
Malah Reiji sudah membaringkan dirinya di atas sofa panjang tanpa dosa, lalu mulai sibuk dengan ponselnya.
Perkembangan pembicaraan soal obrolan mengenai perjodohan Reiji dan Malia akhirnya berakhir setelah Malia pada akhirnya mengiyakan perjodohannya dan Reiji itu.
Malia berperang dengan hatinya memang. Dari sekian banyak pria di muka bumi ini, kenapa harus si Reiji itu yang dijodohkan olehnya??..
Malia tidak punya perasaan cinta pada Reiji.
Tidak pernah punya. Tidak dulu tidak sekarang.
Tapi melihat wajah dua orang tua yang begitu penuh harap kala menunggu jawaban Malia, membuat Malia akhirnya menganggukkan kepalanya dan berkata,
“Iya udah, Malia terima perjodohan Malia sama Rei”
Dan kampretnya-kata Malia, si Reiji iya-iya aja lagi dijodohkan olehnya.
Malia yang seyogyanya tidak pernah menginginkan Reiji untuk menjadi suaminya, mau tidak mau kini pasrah dengan takdirnya.
Selain itu, pada akhirnya Malia berpikir, tidak ada salahnya juga perjodohannya dengan Reiji yang dilakukan oleh orang tua mereka yang sudah bersahabat sangat lama itu.
Reiji ga buruk juga. Hanya sikapnya yang cuek itu yang nyebelin.
Jadi ya sudah, seperti halnya Reiji yang terima-terima saja dijodohkan dengan Malia, Malia pun akhirnya menerima.
Ikhlas ga ikhlas, ya Malia harus ikhlas. Karena kebahagiaan orang tuanya lah bagi Malia yang utama.
Sama, dengan bagaimana Reiji berpikir yang sangat menghormati dan menyayangi kedua orang tuanya itu.
Toh Malia dan Reiji juga sama-sama berpendapat, jika perjodohan ini pastilah orang tua mereka sudah pikirkan matang-matang.
Keputusan para orang tua itu, yang Malia dan Reiji percaya, pastilah untuk kebaikan anak-anaknya.
***
To be continue...
Happy reading ..
***
Reiji’s side ...
Aku mengenal Malia sejak itu anak lahir ke dunia, beberapa bulan sebelum adikku Avi lahir.
Jadi selama ini aku menganggap Malia sama halnya seperti Avi. Adik perempuan. Malia sama seperti Avi. Memanggilku dengan sebutan Abang.
Namun Malia mulai songong sejak ia SMP. Merasa udah gede kali itu dia. Padahal aku sudah mendapatkan PPL alias lisensi terbang pertama sebagai seorang Pilot kala itu.
Meskipun lama kenal dengan Malia, tapi aku juga jarang ngobrol dengannya. Aku malas kalau dengar itu ABG dua, Malia dan Avi kalo udah ngobrol.
Berisik!.
Sementara aku menyukai ketenangan. Apalagi kalau aku sedang berada di rumah.
Jadi jika Malia datang bermain ke rumah, aku memilih untuk tinggal di kamarku saja. Menghindari itu dua ABG yang kalo lagi ngobrol berisiknya minta ampun.
Rumahku dan dan rumah Malia memang tidak jauh. Masih satu komplek hanya beda blok aja. Jadi memang sangat mudah bagi Malia untuk kapanpun datang berkunjung ke rumah. Memang ga ada yang pernah merasa keberatan juga sih, kalau Malia sering main ke rumah, nyamperin Avi.
Kadang heran juga sama itu anak dua. Waktu SMA udah beda sekolah, tapi kelengketan mereka ga berubah seperti halnya mama, papa dan Om Bram serta Tante Ralisa, orang tuanya Malia yang bersahabat dengan orang tuaku, yang katanya persahabatan itu sudah berlangsung sejak dulu kala-Iyain aja lah!.
Malia ini bawel orangnya, sementara aku kebalikannya.
Tapi walau begitu, aku rasa aku menyayangi Malia, sama seperti aku menyayangi Avi.
Jika aku memberikan nasehat pada Avi, akupun akan memberikan nasehat pada Malia.
Terutama soal cowok. Dulu sih, waktu mereka masih sekolah.
Dan untungnya, dua gadis itu mendengarkan nasehatku.
Baik Avi maupun Malia, sama-sama bertekad untuk tidak pacaran selama mereka bersekolah.
Setahu aku.
Hingga waktu berlalu.
Dan ga terasa beberapa tahun telah terlewati.
Dan kenyataannya gadis bawel sahabat adikku itu, menjelma menjadi wanita dewasa yang begitu memikat.
Selain memang Malia, memang cantik parasnya.
Salah satu alasan, kenapa aku mau dijodohkan dan menikah dengan Malia.
Hehehe.
Hanya yang aku heran nih, Malia itu cantik, bagus bodinya pula.
Tapi kalau kata si Avi, dari kuliah sampe lulus bahkan udah kerja juga, yang kerjaannya itu dia sudah jalani sejak kuliah, Malia tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan seorang laki-laki.
Pertanyaanku, itu cowo-cowo yang ada di kampus sama di kantornya Malia apa bermasalah matanya apa gimana?. Masa ga tertarik gitu sama cewe cakep se-memikat Malia?.
“Apa jangan-jangan Malia belok, Vi?”
Pertanyaanku itu sukses mendapat kepretan dari Avi yang bikin kulit tanganku terasa perih.
“Sembarangan aja lo Bang!”
“Ya kali...”
“Gue bilangin sama Malia, kena semprot sama dia loh!”
Dan aku memilih untuk meminta maaf pada Avi karena celetukan asalku tentang sahabatnya itu.
Serta meminta Avi agar tak menyampaikan celetukan asalku tadi itu pada si Malia.
Bukan takut, males aja nanggepin kebawelan Malia.
“Gope sini! Seribu persen gue tutup mulut soal celetukan asal lo tadi”
Ngeselin banget emang adek kandungku satu itu. Dan lima lembar seratusan ribu pun melayang keluar dari dompetku ke tangan si Avi.
Tapi ga apa-apa sih, aku udah ikhlas lima ratus ribu-ku melayang ke tangan Avi waktu itu. Toh celetukan asalku terbukti salah memang.
Malia lurus, ga belok.
Masih waras.
Masih menyukai lawan jenis.
Buktinya, dia menerima dijodohkan olehku.
Alhamdulillah..
Hahaha.
****
Beberapa bulan sebelum pernikahan....
Wajah tampan berikut sosok seorang pilot yang sedang duduk di kursi teras sebuah rumah modern minimalis dan menyeruput minuman yang disuguhkan padanya itu sedang diperhatikan oleh sepasang netra seorang wanita yang duduk disalah satu bangku teras yang terhalang oleh meja di tengahnya.
Namun keduanya masih terdiam, diantara kecanggungan yang menyelimuti hati masing-masing.
Bahkan setelah si Pilot yang memang sedang memakai seragam Pilotnya itu, dikarenakan dia baru saja selesai bertugas, sama seperti si wanita juga, tetap diam saja.
“Ya’!” Hingga sebuah suara membuat sepasang pria dan wanita itu menoleh bersamaan ke sumber suara.
“Iya Ma!” Itu Malia yang dipanggil oleh sang mama yang berdiri di ambang pintu yang tembus ke teras belakang dimana Malia berada itu.
“Ajak Reiji makan dulu!” Suara dari seorang wanita paruh baya yang sebelumnya berseru terdengar lagi, wanita yang adalah Ralisa, mamanya Malia.
“Iya!”
“Ji!”
“Ya Tan!...”
Itu Reiji, yang nampak gagah dengan seragam pilotnya, meski wajah tampan Reiji nampak lelah.
“Masuk! Makan dulu!” Seru mamanya Malia lagi seraya mengajak.
Mamanya Malia yang tahu jika Reiji langsung mampir ke rumahnya saat baru selesai bertugas, beranggapan jika Reiji pastilah belum makan.
“Iya!...” Sahut Reiji sembari memiringkan tubuhnya itu. Yang kemudian beralih menatap Malia setelah mamanya Malia masuk kembali ke dalam rumah.
Malia menarik sudut bibirnya, kala menyadari Reiji yang sudah menoleh padanya dan menatapnya itu.
“Yuk masuk?” Ucap Malia pada Reiji, dan Reiji pun langsung mengangguk lalu berdiri dari tempatnya diikuti oleh Malia.
Keduanya pun berjalan bersisian untuk masuk ke dalam rumah Malia.
**
Reiji dan Malia sudah menyambangi kedua orang tua Malia yang sudah mengambil tempat di ruang makan minimalis di rumah orang tua Malia itu.
Namun tidak seperti dua orang yang akan melangsungkan pernikahan dalam tiga bulan ke depan, Reiji dan Malia nampak biasa saja dalam menyambut hari pernikahan mereka itu.
Bahkan dua anak manusia itu terkesan datar-datar saja dalam menyambut serta mempersiapkan pernikahan mereka yang akan dilangsungkan dalam tiga bulan ke depan itu. Tidak seperti para calon pengantin lainnya yang antusias dalam menyiapkan acara sakral tersebut.
Mungkin efek perjodohan yang mendadak dari keluarga keduanya, hingga membuat Reiji dan Malia masih merasa bingung untuk bersikap satu sama lain sebagai pasangan. Mau bersikap mesra kok rasanya aneh.
Yah, mau bersikap mesra bagaimana? Toh selama ini, jika keduanya bertemu Reiji lebih memilih menghabiskan waktu di kamarnya.
Kalaupun pas kebetulan ketemu dan papasan saat Malia sedang main ke rumahnya, dan Reiji sedang tidak ada jadwal terbang, Reiji juga lebih banyak diam.
Kalo ga serius banget baca buku, ya serius nonton film. Jangan memulai obrolan, nyapa sekedar bilang, Hai!, aja engga. Jadi sekarang, karena sama-sama bingung untuk bagaimana memulai obrolan yang dirasa ‘wajar’.
Reiji memilih untuk duduk di ruang tamu bersama papanya Malia, dan Malia memilih untuk membantu sang mama membereskan meja makan selepas ke empat orang yang duduk makan malam bersama tadi telah selesai makan.
Meskipun sebenarnya bantuan Malia tidak terlalu dibutuhkan, karena ada si mbok yang memang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah orang tuanya Malia itu.
**
Alih-alih saling menghindari karena bingung memulai obrolan, Malia dan Reiji sudah kembali berada dalam posisi saling canggung lagi. Karena rencana keduanya untuk saling menghindar agar tidak kembali berduaan macam di taman belakang tadi nyatanya gagal.
Orang tua Malia kini sudah meninggalkan Malia dan Reiji di ruang tamu rumah Malia, dengan alasan mereka ingin beristirahat lebih cepat. Yang Malia dan Reiji terka, sudah pasti ini akal-akalan dua orang tua itu saja.
Dan sekali lagi, Malia dan Reiji saling diam. Sama-sama bingung untuk memulai. Malia yang dulu suka bawel jika bertemu Reiji dan kadang melayangkan protes jika Reiji malas-malasan menanggapinya saat Malia bertanya, nampaknya tidak bisa bersikap seperti itu lagi pada Reiji.
Sementara Reiji yang memang jarang sekali memulai lebih dahulu pembicaraan dengan Malia dari sejak belum adanya acara jodoh-jodohan ini, juga merasa canggung untuk memulai pembicaraan. “Besok free ga?” Reiji melontarkan pertanyaan pada Malia pada akhirnya.
Hingga akhirnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Reiji begitu saja. Yang membuat Malia sedikit terkesiap.
Habis Reiji bingung mau ngomong apa, mau bahas apa dengan Malia saat ini. Urusan pernikahan, sebagian besarnya, udah di take over oleh dua dara senior.
Yakni mamanya Reiji dan mamanya Malia. Dibantu oleh satu dara junior, yakni Avi.
“Besok?” Malia malah balik bertanya dan Reiji manggut-manggut.
“Weekend ga kerja kan?” Reiji juga kembali bertanya.
Pertanyaan bodoh kalau menurut Reiji. Pasalnya dia tahu persis kalau Malia memang hanya masuk kantor di week day aja.
Yah, namanya juga bingung mau ngomong apa dalam situasi yang sudah begini dengan Malia yang bukan lagi berstatus sebagai anak sahabat papa mamanya, bukan sekedar sahabat Avi, adiknya.
Tapi Malia yang dia kenal selama puluhan tahun ini, sekarang berstatus sebagai calon istri Reiji. “Atau udah ada acara?” Tambah Reiji.
“Engga sih”
“Ya udah kalo kamu memang ga ada acara besok. Aku jemput kamu jam sepuluh pagi”
“Mau ngapain?...”
“Maunya ngapain emang?...”
**
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!