NovelToon NovelToon

Koki Cantik Kesayangan Tuan Muda

Bab 1 : Mengejar Cita-cita

Universitas Budi Mulia Jakarta

Pukul 10 pagi

Hall Kampus

****

Seorang wanita berparas cantik, lengkap dengan toga yang menghiasi kepalanya. Dengan percaya diri, kini dia berdiri di tengah-tengah panggung dengan senyum yang sedetik pun tak pernah hilang dari wajah cantiknya.

"Dianada Safaluna Abiyasa, S.E."

"Selamat telah menyelesaikan kuliahmu dengan nilai sempurna."

Begitulah sambutan hangat yang dia terima. Hari ini adalah hari kelulusannya setelah berkuliah selama 4 tahun lamanya.

"Nada!"

"Mama!"

Nada berlari ke arah wanita paruh baya yang berteriak memanggil namanya hingga mengibarkan rok batik miliknya. Atasan kebaya berwarna merah membuat kulit putih bersihnya sangat kontras dan menyilaukan mata.

Dua wanita beda usia itu saling memeluk erat dengan luapan kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan. Setiap orang tua tentu bangga jika anaknya berhasil, bukan?

"Mama sangat bangga padamu, Nak. Kamu berhasil menyelesaikan kuliahmu dengan nilai yang memuaskan," ucap Yuni.

"Tentu saja, Ma. Terima kasih sudah datang ke sini," jawab Nada sembari menangis.

"Nak, selamat ya. Semoga menjadi orang yang sukses nanti," sahut Steve.

"Amin."

Mereka bertiga saling berpelukan erat dengan senyum yang tak pernah hilang karena kelulusan Dianada merupakan pencapaian yang sangat luar biasa bagi keluarga mereka.

Dianada Safaluna Abiyaksa atau biasa disapa Nada adalah anak satu-satunya di keluarga Abiyaksa. Keluarga yang hidup sederhana, namun mampu menyekolahkan putri mereka ke perguruan tinggi. Dia merupakan anak dari pasangan Steve Abiyaksa dan Yuni Abiyaksa.

Di tengah keharuan yang dirasakan, sebuah teriakan yang cukup mengagetkan beberapa orang di sana, datang dari seorang gadis cantik yang memakai baju batik bercorak pink.

"Adel!"

Nada melangkahkan kaki jenjangnya ke arah pintu masuk hingga semakin membuat tubuhnya menjadi santapan mata liar para lelaki, sedangkan seorang pria yang duduk dipojokan sana, dibuat kepalang geram karena cemburu yang berlebihan.

"Ya ampun ... kau sangat cantik. Selamat ya, maaf aku datang terlambat," ucap Adel dengan tatapan kagumnya tak bisa disembunyikan. Nada saat ini menggunakan make up sederhana yang sangat cocok di wajah mungilnya. Rambut panjang hitamnya dikonde dengan jepitan kupu-kupu di sebelah kiri kepala.

"Ya, bukan masalah. Kau memang selalu begitu, bukan? Dasar jam karet!" ketus Nada pura-pura merajuk. Mereka kembali berpelukan erat hingga sapaan seorang pria terdengar memecah belitan itu.

"Leo!"

"Hai, selamat ya atas kelulusanmu," ucap Leo dengan sangat grogi sembari mengulurkan tangan kepada Nada yang terdiam mematung sebelum akhirnya ia membalas uluran tangan hangat itu.

Leo Oliver Prakasa adalah kakak kelas yang disukai Nada sejak mereka masih di bangku SMA. Nada yang kalah itu baru melaksanakan kegiatan ospek dibuat terpesona oleh sosok Leo yang selalu hadir membantunya ketika dia dalam kesulitan.

"Terima kasih, Kak."

"Wah, ada Nak Leo di sini. Bagaimana kabarnya, Nak?" sapa Steve yang telah bergabung bersama para anak muda itu sehingga membantu mencairkan suasana yang terlihat sedikit canggung antara Nada dan Leo karena terlalu lama tak bertemu.

"Kabarku baik, Om. Maaf baru bisa ketemu lagi karena pekerjaanku sangat banyak beberapa bulan ini."

Ya, lelaki itu setiap bulan selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Nada, bermain bersama dengan wanita yang diam-diam telah mencuri perhatiannya sejak kedekatan mereka dulu.

Leo kemudian berjalan kembali ke arah tempat duduknya tadi untuk mengajak temannya pergi ke rumah Nada setelah menerima undangan makan siang dari Steve.

"Sam, apa kau ingin ikut makan bersama? Tadi ayah Nada mengajak kita pergi ke rumahnya." Lelaki itu hanya mengangguk dan mengikutinya dari belakang.

"Sam."

Perkenalan yang sangat singkat dari Samuel mengundang tatapan tanya dari mereka yang di sana, sedangkan Leo yang mendengar ucapan singkat, padat, dan jelas dari mulut pria arogan itu dibuat malu sendiri.

Keduanya sudah berteman sejak kecil. Lelaki cuek itu selalu membantu Leo ketika berada dalam kondisi genting hingga akhirnya Leo memutuskan menjadi asisten Samuel meskipun mereka telah menjadi saudara. Leo berhutang sangat banyak pada keluarga lelaki itu. Bagi Leo, membantu Samuel dalam pekerjaan adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan.

.........

Di kediaman Nada

Pukul 12 siang

****

Nada sesekali melirik pada pria tampan yang sedang makan dengan santai itu. Ia merasa pernah melihat Samuel tapi entah dimana. Rasanya begitu familiar ketika mata itu memandanginya dengan kepedihan yang tersirat jelas.

Deg

Tatapan keduanya bertemu. Sekilas Nada melihat jika mata hitam pekat Samuel berkaca-kaca. Nada memegang dadanya yang berdebar-debar dan rasanya dia pun ingin menangis saat itu juga. Ada apa ini?

Nada buru-buru memutus tatapannya dan menjawab pertanyaan Steve dengan sedikit gagap.

"A-aku ingin menjadi Chef, Pa."

"Tidak bisa!" sanggah Steve cepat.

"Tapi kenapa?! Berhentilah mengaturku!" Nada mulai tersulut emosi. Sejak dulu Steve melarangnya menjadi Chef. Dan setiap kali ia meminta penjelasan, maka ujung-ujungnya hanya pertengkaran yang akan terjadi.

Brakkk

"Kau membuat papa kecewa, Nad!"

"Hidupku adalah milikku, Pa. Berhentilah mengatur hidupku. Apa tak cukup sejak kecil aku selalu menurutimu? Aku akan tetap mengejar cita-citaku meskipun kau melarangku!"

Seandainya kau tahu, setiap malam aku selalu menangisimu. Menangisi takdirmu, menangisi kesalahanku, menangisi masa lalu. Apa setelah kau mengetahui semuanya, kau akan tetap berkata seperti itu? Batin Steve yang sangat terluka karena ucapan Nada.

Apa yang lelaki itu tak berikan kepada anaknya? Bahkan seluruh hidupnya hanya ia berikan untuk Nada tanpa memikirkan perasaan istrinya sendiri yang juga sama terlukanya.

Apakah keputusannya salah selama ini? Dia pun lebih terluka dari orang lain, tapi kenapa tak ada yang berusaha memahami maksudnya? Ia melakukan semua ini demi kebaikan semua orang.

"Bisakah kau mendengarkan papa sekali lagi?"

"Tak bisa!"

Plak

****

..."Semua impian kita bisa menjadi kenyataan, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya."...

...– Walt Disney -...

...♡♡♡♡...

Bab 2 : Pertengkaran

Plak

Nada memegang pipinya yang terasa kebas. Sekuat tenanga ia menahan laju air mata yang hampir mengalir di pipinya. Ini sangat sakit karena untuk pertama kalinya Steve menampar wajahnya.

"Nad, papa ..."

Nada buru-buru pergi dari rumah dan disusul Adel yang khawatir jika Nada bertindak bodoh.

"Paman, kau sangat keterlaluan!" sarkas Leo yang langsung menyusul langkah Adel mengejar Nada.

Hanya tersisa tiga orang di ruang makan itu. Yuni menangis dan memukul pelan dada Steve yang merasa sangat bersalah. Sedangkan Samuel sejak tadi hanya diam dengan rawut wajah mengerikan. Mata tajamnya seolah menghakimi sepasang pasutri di depannya itu.

"Sekali lagi kau memukulnya, kupastikan akan membalasmu berkali-kali lipat, Paman."

Glek

Steve merinding mendengar suara kelam Samuel kali ini. Dia hanya bisa menunduk dan mengucapkan maaf sejak tadi. Ia terlalu terbawa emosi karena dirundung rasa khawatir yang terlalu berlebihan untuk sang putri.

"Aku pergi." Samuel langsung pergi menuju ke tempat Nada setelah mendapatkan pesan dari Leo.

...***...

"Kau baik-baik saja?" tanya Adel pada Nada yang hanya tersenyum. Mereka duduk di taman yang tak terlalu jauh dari rumah Nada. Suasana begitu sepi. Hanya terdengar suara air mancur yang menjadi penenang bagi mereka.

"Kau yakin dengan pilihanmu ini?" tanyanya lagi.

"Ya, tentu saja. Apa kau meragukanku?"

"Ah, tidak. Bukankah sudah aku katakan bahwa aku selalu mendukungmu?" tanya Adel yang hanya dijawab kebisuan oleh Nada.

Mengingat kejadian tadi, Leo yang baru sampai di taman mencoba memberikan saran kepada Nada untuk bekerja di perusahaan Samuel yang kebetulan juga sedang membuka lowongan pekerjaan.

"Kau bisa menabung untuk membangun restoran yang kau impikan dari dulu, Nad." Adel berusaha menyakinkan untuk meneriwa tawaran tersebut yang dirasa sangat pantas diterima.

"Akan aku pikirkan dulu."

"Tapi, sebentar lagi lowongannya akan segera ditutup. Kalau kau tak cepat, maka orang lain yang lebih dulu mengambil posisi itu," sahut Leo yang sudah ikut duduk di samping Nada.

"Sudah, kau terima saja ... apa kau tak ingin mendapatkan penghasilan? Tak mungkin juga kau hanya mengambil kursus dan tak memiliki pemasukkan, bukan?" tanya Adel ikut menimpali.

Melihat Nada yang masih diam memikirkan, akhirnya Samuel ikut angkat bicara setelah sejak tadi hanya berdiri di belakang Nada dan memandangi ketiga orang itu, "Kau akan magang dulu selama 3 bulan dan jam kerjanya hanya sampai pukul 2 siang. Sisa waktunya kau bisa gunakan untuk keperluan pribadimu."

"Benarkah?"

"Hm."

"Baiklah. Besok aku akan membawa CV milikku."

.........

Sementara itu, Steve hanya diam memandang bunga milik istrinya dari jendela kamar. Ia sangat terluka dengan keputusan Nada. Tak cukupkah selama ini mereka selalu berdebat?

"Sayang, kau mengertilah posisi Nada. Dia juga pasti ingin bisa mengembangkan bakatnya itu."

"Cukup!" geram Steve.

"Aku tak ingin mendengar apapun lagi. Kenapa kau selalu membelanya, hah?! Kau sendiri tahu kalau itu bisa berbahaya baginya! Apa kau tak ingat kejadian ketika dia berumur 10 tahun?!" kata Steve sarkas.

"Aku tahu dan tentu saja aku ingat kejadian itu," balas Yuni yang seketika mengingat peristiwa beberapa tahun lalu.

"Bahkan aku hampir berhenti bernafas karena melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan. Tapi sekarang dia sudah dewasa, tentu dia bisa menjaga dirinya sendiri," lanjutnya lagi dengan nada lembut berusaha tak terpancing emosi.

"Dewasa kau bilang?" sahut lelaki itu cepat.

"Umurnya sudah 21 tahun, tapi setiap malam dia selalu memimpikan hal yang sama. Aku bahkan harus selalu menjaganya ketika ia terlelap dan bermimpi buruk!" ujar Steve dengan badan bergetar hebat.

"Apa kau tak memikirkan posisiku juga hah? Apa kau tak memikirkan perasaanku? Apa pun yang terjadi, apa pun kenyataannya dia tetap putri kecilku yang harus selalu aku jaga," sambungnya lagi dengan isakan kecil mulai terdengar. Dia sangat takut kehilangan Nada karena wanita itu memiliki trauma yang sangat parah sejak kecil. Tentu Steve tak ingin Nada terluka sedikit pun.

"Ma-maafkan aku, sayang."

Yuni berkata dan langsung memeluk Steve yang sudah luruh di lantai sambil menangis tertahan. Biarlah orang berkata bahwa ia bukan ayah yang baik karena menghalangi cita-cita anaknya sendiri. Orang hanya akan menilai dari cover luar saja tanpa melihat lebih teliti isi di dalamnya.

Ingatannya kembali pada beberapa tahun yang lalu. Ketika adiknya harus meregang nyawa tepat di depan mata kepalanya sendiri sambil memeluk erat seorang gadis cilik yang terluka sangat parah.

"Tolong jaga dia."

Hanya tiga kata itu yang bisa diucapkan adiknya karena kondisi lelaki itu jauh dari kata baik. Sebelum hembusan nafas terakhir, dengan tenaga yang tersisa adiknya pun masih sempat mencium lembut dahi gadis cilik itu.

Steve mencoba meredam semua perasaannya selama ini agar tak ada yang tersakiti. Namun, tanpa ia sadari pilihan yang ia ambil kala itu, membuatnya membenci dirinya sendiri dan menanggung rasa bersalah seumur hidupnya.

Nak, maafkan papa. Batin Steve tanpa sanggup menceritakan yang sebenarnya pada Nada.

Darahmu terlalu kental pada putrimu. Lihatlah, Nada tetap pada pendiriannya mengikuti jejakmu, bahkan ia telah mengidolakanmu sejak kecil tanpa mengenal ayahnya sendiri. Batinnya lagi dengan hati yang teriris.

****

..."Aku tak bisa berhenti berpikir kalau aku membenci diriku sendiri. Bukan, aku benci posisiku di dunia ini."...

...- Anonim -...

...♡♡♡♡...

Bab 3 : Melamar Kerja

Kediaman Nada

2 hari kemudian

****

"Nad, apa kau yakin memakai baju ini? Dan kenapa juga harus memakai kacamata? Matamu minus?" tanya Adel beruntun.

Nada membuang nafasnya perlahan sambil memperhatikan penampilannya di depan cermin.

Kalau bukan karena gaji yang ditawarkan, tentu ia akan memikirkan kembali untuk mengambil pekerjaan ini atau tidak. Ia mengingat kejadian 2 hari yang lalu setelah pembicaraan mereka di meja makan, keesokan harinya ia memutuskan mengantarkan CV miliknya ke Admadewa Grup.

"Nona Dianada, silakan ikuti saya," ujar seorang pria yang dibuat gagal fokus oleh bidadari itu.

Nada sedang menunggu di ruang tunggu yang terlihat sangat elegan dan tentu saja ia menjadi santapan lapar para pria dan rasa iri dari para wanita yang melewati tempat itu.

Rok putih selutut, kemeja biru langit dengan taburan mutiara tiruan yang melingkar di kerah kemeja semakin mempercantik dirinya. Kaki jenjangnya dibalut heels putih setinggi 7 cm menambah tinggi badannya yang awalnya hanya mencapai 165 cm. Rambut panjang hitam indah miliknya dikuncir seperti ekor kuda serta tas putih dan berkas miliknya yang ia genggam erat.

Sudah terlihat seperti wanita karir, bukan?

Siapa yang bisa menolak pesonanya?

Jawabannya, tak ada.

"Terima kasih," sahut Nada sopan dengan suara lemah lembutnya.

Tok.tok.tok

Pria itu mengetuk pintu dan perlahan masuk setelah mendengar sahutan dari dalam sana.

"Tuan, Nona Dianada sudah datang."

Lelaki itu berkata sembari mempersilahkan Nada untuk duduk di kursi yang berada di depan meja kerja pemiliknya.

"Hm," sahut datar dari seorang pria yang duduk di bangku kekuasaannya itu.

Eh, bukankah yang mewawancaraiku adalah orang dari HRD? Kenapa malah dia? Batin Nada.

Ia mencoba menutupi kegugupannya, namun entah mengapa setiap kali bertemu dengan ciptaan sempurna dari Tuhan itu, ia seakan berubah menjadi jeli. Bagaimana tidak, sosok lelaki di depannya sangat tampan dengan jas hitam yang melekat indah di tubuh atletisnya.

Poster tubuh tegap dan tinggi sekitar 187 cm, kulit putih bersih, bibir seksi dan merah merekah, alis tebal, tahi lalat kecil yang menempel indah di dagu sebelah kiri, dan juga kaca mata hitam yang bertengger manis di hidung mancung itu.

Eh, tunggu ... kenapa dia memakai kaca mata hitam di dalam ruangan seperti ini? Apa matanya bintitan? Dan kenapa tahi lalat itu terlihat sangat imut sih? Batin Nada.

"IPK 4,00 dan semua nilaimu sangat bagus," puji Samuel pada Nada yang seketika memerah wajahnya.

"Ah ya, sebenarnya saya pun tak menyangka bahwa akan mendapatkan nilai seperti itu. Mungkin karena saya sedang beruntung saja, Pak," jawab Nada sopan.

"Ceritakan tentang dirimu," pinta Samuel.

Nada menarik nafas sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan itu.

"Saya baru saja menyelesaikan study beberapa hari yang lalu dari Universitas Budi Mulia Jakarta dan mengambil jurusan Ekonomi," ucapnya sambil tersenyum ke arah Samuel yang langsung memerah wajahnya.

"Umur saya saat ini sudah menginjak 21 tahun dan belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya ... saya juga memiliki hobi memasak. Memang tak sesuai dengan posisi lamaran yang diberikan, namun saya harap anda bisa mempertimbangkan saya," lanjutnya lagi.

"Keunggulan apa yang kau miliki?" tanya Samuel sambil memajukan badannya dan menopang dagu tegasnya.

"Saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan bukan orang yang mudah menyerah untuk menggapai tujuan saya," tegas Nada dengan mantap.

"Contohnya?"

"Hobi saya, cita-cita saya. Saya akan selalu berjuang untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik agar bisa mencapai cita-cita saya sebagai Master Chef."

Ya, inilah dirimu. Cherry kecil. Batin Samuel.

"Baiklah, kau diterima. Besok silakan datang pukul 8 pagi. Apa kau sudah membaca syarat yang aku ajukan?"

"Belum saya baca, Pak."

"Baiklah. Aku akan jelaskan sekarang. Hanya ada satu syarat yang perlu kau patuhi."

Tiba-tiba aura di ruangan itu terasa mencekik bagi Nada karena lelaki di hadapannya terlihat sangat menakutkan meskipun tetap tampan.

"Pakailah baju yang tertutup dari ujung kaki sampai di leher dan pakailah kacamata. Tak perlu memakai riasan wajah dan rambutmu jangan pernah digerai," ujar Samuel tegas.

Nada yang mendengarkan syarat tak masuk akal itu sontak dibuat tak berkutik. Nada mencoba bernegosiasi, namun ditolak mentah-mentah. Bagaimana dia bisa berpenampilan seperti itu? Dia yang selalu diagungkan sebagai dewi kecantikan di kampus harus menjadi cupu. Sungguh lelaki aneh, pikirnya.

"Aku akan memberi gaji 2X lipat," sahut Samuel.

What? 2X lipat? Berarti 20 juta? OMG ... aku bisa mendirikan restoranku sendiri 5 tahun ke depan. Batin Nada girang.

Melihat ekspresi Nada yang sangat lucu membuat Samuel tak bisa menahan rasa gelinya. Ia sangat jelas melihat di bola mata Nada terdapat gambar dollar yang bergerak naik turun sangat cepat.

"3X lipat?" tanya Samuel lagi.

Bisa saja ia memberikan gaji ratusan juta untuk Nada, namun itu akan terasa tak masuk akal. Gaji sebesar 30 juta saja rasanya aneh diberikan pada karyawan magang, bukan?

OMG ... 30 juta? Dengan gaji sebanyak itu, membangun restoran dalam 3 tahun pun aku bisa. Batin Nada lagi yang semakin pusing memikirkan gaji besar itu.

"Saya terima," ucap Nada cepat.

"Baik, sekarang kau tanda tangani kontrak perjanjiannya," sahut Samuel sambil menyerahkan sebuah dokumen pada Nada yang langsung menerimanya ringan tanpa beban.

"Seperti ucapanku kemarin, kau akan magang selama 3 bulan dengan jam kerja selama 6 jam setiap harinya dari hari senin sampai dengan hari jumat," ujar Samuel yang sedari tadi tak pernah mengalihkan pandangannya.

30 juta, 30 juta. Batin Nada, sambil menandatangani kontrak kerja miliknya.

Teriakan dari luar kamar menyadarkan kembali dirinya dari lamunannya.

"Nada, ayo cepat! Kau hampir terlambat!" teriak Yuni dari luar kamar.

"Astaga!" pekik Nada melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi.

"Del, kenapa tak mangajakku tadi?" gerutu Nada pada Adel yang hanya menggaruk tengkuknya.

Ia dan Adel sudah berteman sejak SMP dan memang wanita itu sering menginap di rumahnya karena keluarga besar Adel berada di Bandung, sedangkan di Jakarta bersama neneknya.

"Nak, apa kau harus berpenampilan seperti ini?" tanya Yuni.

"Aku tetap cantik walaupun penampilanku begini, Ma," ucap Nada dengan sombong. Untuk bisa menggapai sesuai yang lebih besar, bukankah kita perlu keluar dari zona nyaman? Dan inilah pilihannya.

"Kau tetap cantik, Nak," puji Steve yang sudah melupakan masalah 2 hari yang lalu.

"Terima kasih, Pa." sahut Nada

Beberapa saat kemudian, Nada sudah bersiap berangkat untuk memulai hari pertamanya bekerja sebagai karyawan bagian keuangan di Admadewa Grup.

Deg Deg Deg

"Kenapa hatiku berdebar-debar?" Nada memegang dadanya dan berusaha menormalkan detak jantungnya. Entahlah, setiap mengingat wajah Samuel maka ia akan seperti ini.

"Tidak, tidak! Kau kesana untuk bekerja. Fokus pada tujuan." Nada bermonolog sendiri.

Jalan yang akan ditempuh olehnya tak akan berhenti di sini karena inilah awal dari semuanya. Awal perjalanan panjang untuk mencapai cita-cita dan mengubah takdir masa depannya. Jalan yang penuh lika-liku, kesakitan, kebahagiaan, harapan, dan putus asa serta cinta yang akan selalu menguatkan dan menopangnya kuat untuk berdiri tegar telah menunggunya di ujung jalan sana.

****

..."Orang yang memindahkan gunung dimulai dengan membawa batu-batu kecil."...

...- Confucius -...

...♡♡♡♡...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!