“Hi, Dear. Wow...kamu sangat cantik malam ini.” sapa Jonathan diiringi dengan sebuah ciuman tepat di leher jenjang sang kekasih.
“Mmmhhh” Sastri melenguh setelah ciuman dengan gigitan kecil yang diberikan Jonathan padanya.
Sastri memang cantik dan malam ini dia terlihat lebih cantik. Apalagi ia memakai gaun yang dipilihkan oleh sahabatnya yang bernama Delia. Gaun yang panjangnya hanya lima belas centi di atas lutut dan terbuka di bagian belakang sedangkan bagian dadanya tertutup dengan tali yang mengikat di leher jenjangnya.
Jonathan merangkul mesra pinggang Sastri lalu membawanya ke taman belakang di mana Andrew dan Melik yang merupakan sahabat Jonathan sudah berada di sana. Kamisha dan Delia mendekati kedua sahabat Jonathan tersebut lalu tampa canggung mereka berciuman liar di depan Sastri. Bahkan, tangan nakal keduanya lelaki itu sudah merayap ke tempat-tempat terlarang. Namun, kedua sahabat Sastri seperti tidak keberatan menerima itu semua.
Sedangkan Sastri, ia mulai tidak nyaman dengan kedua temannya itu. Selama ini hubungannya dengan Jonathan tidak lebih hanya kecupan ringan di bibir karena Sastri sudah bertekad untuk menjaga mahkotanya sampai ia menikah. Jonathan sendiri tidak pernah memaksa Sastri tapi dia selalu berhasil mencuri-curi ciuman dari sang kekasih saat Sastri lengah.
“Kalau kalian mau pamer, jangan di depan kami!” ucap Jonathan santai lalu membawa Sastri ke sebuah sofa yang terdapat di sana. Bukan Jonathan namanya jika tidak berhasil mencuri-curi kesempatan saat mereka sedang berdua. Ditambah dengan penampilan Sastri malam ini semakin membuat juniornya memberontak di bawah sana.
“Jo, jangan ganggu temanku! Aku tidak mau melihat wajah jeleknya besok saat menggunakan toga.” ucap Kamisha tiba-tiba saat Jonathan dan Sastri sedang berciuman tapi tangan nakal Jonathan justru sudah bergerilya di paha polos Sastri.
Wajah Sastri memerah menahan malu karena kedapatan berciuman oleh kedua sahabatnya ditambah lagi kehadiran kedua teman Jonathan yang ikut tersenyum menatapnya.
“Santai, kami tidak akan buka mulut asal feenya cocok.” seloroh Delia lalu ia kembali melanjutkan ciuman panasnya bersama Melik.
“Minum dulu! Aman kok” ucap Kamisha saat melihat Sastri menatap ragu pada gelas yang ia bawa.
Sastri tersenyum kecil lalu meminum air tersebut tanpa curiga. Kamisha mengajak Andrew bergabung bersama Sastri dan Jonathan. “Sebentar lagi film panas akan tayang secara langsung.”
Ucapan Andrew membuat Sastri langsung menatapnya lalu dengan jarinya, Andrew menunjuk ke arah meja yang tidak jauh dari tempat mereka saat ini. Delia dan Melik benar-benar bercinta di depan mereka. Delia bahkan tidak malu membuka resleting celana Melik lalu memasukkan senjata Melik dalam mulutnya.
Andrew dan Kamisha tertawa sambil bersorak gembira dan tangan Andrew bahkan sedang memainkan bagian bawah Kamisha yang duduk dipangkuanya. Sastri mulai merasa panas dalam tubuhnya. Jonathan sendiri terus menciumi punggung, leher serta pundaknya. Tangan Jonathan juga tidak tinggal diam, dia terus mengusap lembut punggung mulus tanpa penghalang milik Sastri. Sebelah tangan yang lain mengusap pelan paha Sastri naik turun.
Sastri merasakan gelenyar aneh dalam dirinya, untuk pertama kali ia merasa sangat menginginkan hal itu. Pelan tapi pasti, ia mulai tidak bisa mengontrol dirinya. Ia mulai membalas bahkan mencium Jonathan sedikit liar dan kasar.
“Slow down, Baby! Malam masih Panjang.” ucap Jonathan tersenyum kecil sambil melirik Kamisha dan Andrew.
Di tengah malam yang diiringi kerasnya suara musik, erangan demi erangan terdengar di setiap sudut. Sastri kehilangan kendali dan kehilangan harga diri di depan teman-temannya. Ia bahkan memohon pada Jonathan untuk memuaskannya.
“Baby, ini salah. Aku tidak mau mengambil mahkotamu sebelum kita menikah.” tegas Jonathan.
“Please, Jo. Entah kenapa malam ini aku sangat ingin melakukannya. Bahkan kalian mempertontonkannya di depanku.”
Sastri semakin sulit terkendali, sementara Jonathan malah bersikap santai sambil terus mengusap pelan punggung Sastri dan itu semakin membuat Sastri frustasi. Sastri naik ke pangkuan Jonathan lalu menciumi kekasihnya dengan liar. Seperti mendapat angin segar, Jonathan membalikkan tubuh Sastri lalu membuka pakaiannya.
Kamisha dan Delia yang tadinya sibuk bercinta kini mereka malah menonton adegan 21+ milik Jonathan dan Sastri. jeritan, erangan, ******* saling bersahutan di antara kedua pemain sementara sang penonton menyaksikan dengan santai sambil menikmati steak di bangku masing-masing. Sastri menyadari apa yang telah ia lakukan saat ini namun tubuhnya tidak mampu menolak. Di saat bersamaan, ia melihat kedua sahabatnya sedang tersenyum. Senyuman yang berbeda dari biasanya.
Sastri tidak menghitung berapa kali Jonathan menyerangnya, tapi ia mulai merasakan perih dan sakit di **** *************. Tubuhnya mulai lelah namun otak dan telinganya masih sangat sadar untuk mendengar apa yang mereka ucapakan.
“Sudah Jo! Sisakan juga untuk kami.”
Deg…
“Apa maksud perkataan Andrew?” batin Sastri yang sudah terkulai lemas di bawah Jonathan.
Sastri melihat Jonathan bangkit lalu menatapnya dengan sebuah senyum tersungging di bibir Jonathan. Senyuman yang sama seperti yang ia lihat sebelumnya dari Kamisha dan Delia.
“Hai Baby, bagaimana? Apa kamu suka permainanku? Kamu sangat menggairahkan. Sebenarnya aku belum puas bermain denganmu tapi teman-temanku juga ingin merasakan tubuh perawan itu seperti apa? Tapi sayangnya, aku yang mendapatkan lebih dulu. Jadi, kalian hanya dapat sisanya saja.”
Jonathan mengambil sebotol wine lalu meneguknya sedikit. Dan tampa diduga, sisa wine tersebut ditumpahkan di atas tubuh Sastri. Mereka semua tertawa lalu Andrew datang kemudian kembali memasukkan senjatanya ke inti Sastri.
“Aaaa….”
Jeritan Sastri seakan kebahagian untuk mereka. Dengan beringasnya, Andrew menggilir Sastri yang terkulai lemah tidak berdaya. Andrew bahkan bermain sangat kasar dengan menggigit bagian-bagian tubuh Sastri hingga merah dan Sastri sendiri hanya bisa menjerit dengan suara yang mulai mengecil akibat kelelahan.
“Cukup! Jo, please! Tolong aku!”
“Kamisha, Delia tolong aku!”
Rintihan minta tolong dari Sastri ibarat suara nyamuk untuk mereka. Seraya tertawa puas, Andrew melepaskan pergulatannya lalu dilanjutkan oleh Melik.
“Kenapa tidak dari dulu Jo? Sayang sekali kalau hanya dipakai sesaat seperti ini.” ucap Melik seraya terus menyerang inti tubuh Sastri yang entah keberapa kali dipaksa oleh mereka.
“Main saja sepuasmu malam ini! Jangan lupa besok kita wisuda.” Jawab Jonathan merapikan pakaiannya.
Air mata Sastri tumpah begitu mendengar perkataan Jonathan apalagi saat melihat Kamisha sedang bercinta dengan kekasihnya sambil tertawa senang. Setelah puas bermain dengan Kamisha, Delia datang dan langsung membenamkan senjata Jonathan dalam intinya. Mereka bermain di depan mata Sastri tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Matahari mulai meninggi hingga sinarnya mampu menembus ke dalam rumah. Hangatnya sinar matahari membangunkan Sastri yang masih terlelap dalam keadaan tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Sastri panik, takut, kecewa dan marah. Satu persatu ingatan akan kejadian tadi malam mulai bermunculan. Sastri histeris, berteriak dan menangis dalam waktu bersamaan.
Seorang pria yang ternyata pemilik rumah tersebut datang untuk melihat rumah yang telah ia sewakan semalam. Namun, ia begitu terkejut melihat seorang gadis berteriak histeris dalam keadaan tanpa sehelai busanapun. Pria tersebut langsung menghubungi polisi dan dalam waktu lima belas menit polisi telah tiba di sana bersama ambulans.
Hasil visum dari dokter menunjukkan jika Sastri adalah korban perkosaan. Polisi yang mendapat keterangan dari dokter langsung melakukan penyelidikan hingga melihat rekaman CCTV di rumah tersebut. Dalam waktu singkat, polisi langsung membekuk dan menginterogasi kelima tersangka.
“Kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Bapak tidak bisa menangkap kami.” Kilah Jonathan
“Benar, Pak. Kita dan Sastri malam menyiapkan gaun dengan penuh semangat. Saya punya buktinya.” Ujar Kamisha
“Come on, Sir. Ini negara bebas, hal seperti ini sudah biasa terjadi.”
“Alibi kalian bisa diterima. Lalu, bagaimana dengan obat perangsang yang ditemukan dalam tubuh teman kalian? Kalua suka kenapa harus pakai obat perangsang?” selidik polisi kembali.
“Itu untuk menambah gairah, Pak. Kita perlu sedikit mendorong diri kita untuk mendapat sesuatu yang luar biasa?” jawab Delia.
“Kalau kalian berteman, kenapa kalian meninggalkannya sendiri di sana?” selidik polisi kembali.
“Kami tidak meninggalkannya tapi dia sendiri yang sulit dibangunkan. Bapak tidak lihat bagaimana kami membangunkannya?”
“Lalu, kenapa kalian tidak menjenguknya di rumah sakit?”
“…???”
Sementara itu di sebuah ruang rawat inap, Sastri masih mencerna dalam diam tentang apa yang sudah menimpanya malam itu. Semua perubahan dan sikap sahabat serta kekasihnya. “Apakah ini memang gaya pacaran mereka? Tapi kenapa begini?”
***
Sastri mendapat kiriman paket yang berisi tas dan ponselnya. Tas dan ponselnya memang tertinggal di rumah Delia saat ia sedang mencoba berbagai gaun yang Delia siapkan. Sastri langsung menghubungi kedua orang tuanya setelah menerima paket tersebut.
“Sayang.... apa yang terjadi? Kenapa kamu tidak menghubungi kami?” pertanyaan demi pertanyaan terus keluar dari mulut sang ibu.
“Sastri-“
Sastri langsung memberikan kode dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya pada dokter dan perawat yang akan memeriksanya.
“Nak, apa yang terjadi? Kamu di mana? Siapa di belakang kamu?”
“Ma, tenanglah! Aku baik-baik saja. Aku lagi healing sama teman-temanku.”
“Wisudamu bagaimana? Kenapa kamu tidak datang? Terus kapan kamu pulang?”
“Nanti aku jelaskan kalau sudah pulang.”
“Kapan kamu pulang?”
“Segera, Ma. Udah ya, Ma. Salam buat Papa!”
Tuttt…
“Kapan saya bisa pulang, Dokter?” tanya Sastri seraya meletakkan ponselnya.
“Tiga hari lagi tapi untuk terapi sebaiknya kamu lanjutkan jika kamu masih kesulitan tidur.”
“Bagaimana pemeriksaan organ intim saya, Dokter?”
“Dari hasil laboratorium belum menunjukkan sesuatu yang berbahaya. Tapi, tetap saja kami sudah memberikan berbagai obat serta suntikan untuk mencegah masalah dikemudian hari seperti yang kamu minta.”
“Bagus. Saya tidak mau ada janin atau penyakit kelamin yang masuk ke rahim saya.”
Sastri manatap dingin dengan sorot mata penuh kebencian. Setelah mendengar keterangan yang disampaikan oleh polisi. Sastri semakin yakin jika kejadian yang menimpanya memang disengaja. Setelah melewati hampir satu minggu di rumah sakit, Sastri akhirnya kembali ke rumah dan tentu saja ia harus menghadapi berbagai pertanyaan dari sang mama walaupun penuh dengan kebohongan.
Sebelum kembali ke Indonesia, Sastri harus mengambil beberapa berkas di kampusnya. Ia harus kuat menatap setiap mata dosen yang diliputi rasa kecewa yang teramat dalam padanya. Namun, ia juga tidak mampu mengatakan apa yang terjadi hingga dia memilih untuk menangis di kamar mandi kampus.
Saat berjalan di sebuah lorong menuju apartemennya, ia tidak sengaja bertemu dengan seekor anak anjing yang tergelatak di dekat tempat sampah. Keduanya saling menatap seakan sedang mengatakan hal yang sama, “Nasib kita tidak jauh berbeda”
Sastri membawa anak anjing tersebut ke sebuah klinik lalu setelah berbincang sesaat dengan dokter mengenai kondisi anak anjing tersebut. Sastri memutuskan untuk mengadopsi juga memberi nama anak anjing itu dengan nama ‘Bojo’.
“Ayo, saatnya kita pulang ke rumah!”
Indonesia…
Sastri pulang ke Indonesia bersama kedua orang tua serta Bojo. Hal pertama yang membuat Sastri bertambah sakit hati adalah ketika mereka hendak keluar dari area bandara. Sebuah papan iklan besar terpajang dengan menampilkan sosok Wanita muda dengan senyum merekah. Ya, wanita itu adalah Kamisha yang baru diumumkan menjadi CEO PH Entertaiment menggantikan ayahnya. Mobil melaju hingga keluar jalan tol dan lagi-lagi Sastri melihat papan iklan yang sama tapi berbeda perusahaan.
“SELAMAT KEPADA NONA DELIA SEBAGAI PIMPINAN STAR AGENCY SELANJUTNYA”
Ucapan selamat tersebut lengkap dengan foto Delia yang juga tersenyum penuh kebahagian. Berbanding terbalik dengan kenyataan yan harus Sastri terima dari perbuatan mereka.
“Setelah menjebakku kalian justru tertawa Bahagia di sini”
Sastri hanya bisa membatin tatkala melihat berbagai papan ucapan selamat untuk Kamisha dan Delia dari beberapa orang berpengaruh serta para selebritis terkenal.
Hari-hari Sastri setelah kembali ke Indonesia tidak berubah sampai sebulan penuh. Ia lebih banyak diam sambil bermain dengan Bojo di kamarnya. Kedua orang tuanya menatap bingung pada sang putri tunggal yang terlihat berbeda dari biasanya.
“Ada apa dengan putri kita, Pa? Kenapa sikapnya banyak berubah?”
Keluhan-keluhan terus terdengar dari mulut sang ibu yang tampak khawatir dengan perubahan Sastri. Sastri yang biasanya ceria kini lebih banyak diam.
“Mama juga ngerasa kalua dia sering menangis. Lihat saja matanya saat bangun tidur.”
“Mungkin dia lelah, Ma. Mama kan tahu sendiri kalua dia mati-matian belajar untuk lulus dan mendapat predikat terbaik dari angkatannya. Jadi biarkan saja dulu dia menghabiskan waktu untuk bermain.”
“Tapi, Pa-“
Bapak Mahardika mengangkat tangannya pertanda pembicaraan mereka harus diakhiri. Setelah menyelesaikan sarapan pagi, kedua suami istri tersebut meninggalkan rumah dengan kegiatan masing-masing. Saat itulah waktu yang digunakan Sastri untuk turun dari rumah tanpa harus menjawab pertanyaan dari mamanya.
“Tumben Non, jam segini udah rapi?”
“Hm..”
Sastri pergi ke apotik untuk membeli obat yang kemarin diresepkan padanya waktu di Amerika.
“Ada resep, Kak?” tanya seorang apoteker.
“Dokter hanya memberikan ini.” Jawab Sastri sekenanya.
“Maaf, Kak. Kami tidak bisa memberikan obat ini tanpa resep dari dokter.”
Sastri menghela nafasnya lalu mengambil sampel kemudian mencari apotik yang lebih besar lagi. Sesampai di sana, lagi-lagi ia ditolak dengan alas an yang sama.
“Jadi saya harus bagaimana? Masa harus kembali ke Amerika untuk mendapatkan obat saja.”
Sastri hampir hilang kesabaran. Sudah dua malam ia tidak bisa tidur tanpa obat itu.
“Kakak bisa mendapatkan obat ini kalau kakak menjalani pengobatan yang sama seperti waktu kakak di Amerika. Maaf kalau boleh tahu, kakak menjalani pengobatan di bagian apa? Siapa tahu saya bisa membantu menemukan dokter yang sesuai dengan kebutuhan Kakak.”
Sastri menatap ragu namun untuk mendapatkan ketenangan, dia membutuhkan obat itu melebihi kebutuhan pokok. Lalu, Sastri menjelaskan jenis pengobatan apa yang ia jalani hingga mengharuskannya meminum obat tersebut. Walaupun sedikit risih tapi Sastri berusaha untuk memendam semua perasaan tidak nyamannya saat itu.
“Ini ada beberapa klinik yang sesuai dengan kebutuhan Kakak. Silakan langsung hubungi ke nomer tersebut!”
Sastri mengangguk kecil lalu meninggalkan apotek tersebut. Dia segera menghubungi nomer yang ada di kartu nama tersebut. Sastri langsung mendaftar hari itu juga. Ia tidak kuat jika harus menahan sesak kala malam gara-gara kesulitan bernafas akibat bermimpi tentang para manusia terkutuk itu lagi.
Dokter perempuan bernama San tersebut tersenyum saat melihat Sastri datang pertama kali dengan sikap acuh dan terkesan sombong. Bagi dokter San yang sudah bertemu dengan banyaknya pasien dengan kasus beragam membuat Dokter San hanya tersenyum hangat.
“Selamat datang. Silakan duduk!”
Sastri duduk di sofa tepat di depan dokter San. Hari pertama bertemu, Sastri belum membuka masalah yang menimpanya pada Dokter San. Sastri belum percaya pada dokter itu dan Dokter San sendiri mengetahui apa yang dipikirkan oleh pasien barunya itu.
“Saya sulit tidur jadi tolong resepkan obat ini untuk saya!”
Dokter San mengambil botol obat tersebut lalu melihat dengan saksama. “Boleh saya tahu nama dokter yang menangani kamu sebelumnya?”
“Melihat dari botolnya, obat ini tidak dikeluarkan di sini.” Lanjut Dokter San.
“Itu dari dokter saya di Amerika.”
Dokter San melihat pasien barunya terlihat tidak tenang dan nyaman hingga ia mengakhiri sesi pertama mereka dengan meresepkan obat yang seperti Sastri butuhkan. Namun, Dokter San tidak bodoh. Dia meresepkan obat itu hanya untuk tiga hari pemakaian. Sastri menukar resep tersebut di apotik dan betapa kesalnya dia saat melihat jumlah obat yang diberikan sangat sedikit.
“Dasar dokter matre. Tapi kenapa banyak sekali pasiennya? Kliniknya juga mendapat bintang lima. Benar-benar gak jelas ini dokter.”
Obat habis dan mau tidak mau Sastri harus kembali membuat janji ke klinik Dokter San lagi. Datang untuk kedua kalinya, Sastri langsung protes mengenai jumlah obat yang diberikan oleh Dokter San.
“Saya harus melihat perkembangan kamu, tidak bisa saya memberikan obat dalam jumlah besar secara terus menerus. Dan kamu tahu atau tidak, kalau obat yang kamu minum itu adalah obat penenang dosis tinggi setara mengonsumsi morfin. Ada efek samping dari semua zat kimia yang masuk ke tubuh kamu suatu saat nanti.”
“Apapun yang kamu alami, sepahit apapun itu. Obat bukan jalan terakhir. Masih banyak jalan menuju roma. Tidak ada yang tidak mungkin. Asalkan kamu mau. Apa kamu selemah itu untuk menyerah pada mimpi-mimpi buruk yang selalu mengganggumu? Apa kamu akan membiarkan orang yang menyakitimu bahagia sementara kamu tersiksa sendiri di sini bersama obat-obatan laknat ini?”
Deg…
“Dokter tahu dari mana jika saya disakiti orang?”
Dokter San tersenyum kecil, “Bukan kamu saja yang jadi pasien saya. Kasus mereka bahkan lebih menyedihkan tapi mereka tetap kuat. Tinggal bagaimana kamu mengelola rasa marah, benci menjadi sebuah keuntungan yang akan membuat kamu kuat menghadapi siapa saja yang menyakitimu.”
Untuk pertama kalinya dia mendengar luapan penuh penekanan dari seorang dokter. Sewaktu di Amerika, dokter yang menanganinya tidak selantang ini dalam meluapkan perasaannya. Dokter ini terlalu jujur dalam bersikap menurut Sastri. Setelah terapi hari itu, Sastri semakin rajin untuk menemui Dokter San secara diam-diam. Kedua orang tuanya bahkan tidak pernah tahu kegiatannya diluar rumah. Rambut yang dulu Panjang sepunggung kini dipangkas sebahu dengan warna cokelat terang. Setiap hari dia Latihan dan seminggu sekali menjalani terapi di klinik Dokter San.
Hari berganti hingga tanpa terasa sudah empat bulan dia menjalani rutinitas yang membuat kedua orang tuanya geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak frustasi jika anak yang diharapkan menjadi penerus perusahaan malah asyik berlatih bela diri. Badan Sastri semakin berotot selama berlatih. Obat-obatan yang selama ini dia konsumsi semakin jarang diminum. Dosis yang diberikan Dokter San juga sudah menuruh dari sebelumnya.
Tok…tok…
“Nak, Papa masuk ya?”
Sastri tengah bermain bersama Bojo saat papanya masuk dengan membawa sebuah dokumen.
“Nak, tolong kamu periksa laporan keuangan perusahaan kita. Papa hanya ingin memastikan saja.”
“Kenapa, Pa?” tanya Sastri penasaran.
“Tidak ada. Papa hanya tidak mau kecolongan. Kamu anak Papa jadi tidak mungkin mengkhianati Papa, bukan?”
“Ujung tombak perusahaan itu ada di keuangan. Jika keuangannya tidak beres maka yang lain juga akan oleng. Belum lagi manajemen yang tidak professional serta pemimpin yang tidak jujur.” Lanjut Bapak Mahardika.
“Kenapa Papa cerita sama aku?”
“Hanya ingin kamu tahu. Siapa tahu suatu saat kamu akan memimpin perusahaan menggantikan Papa. Jangan pernah percaya sepenuhnya pada siapapun kecuali dirimu sendiri. Dunia ini kejam dan jahat, Nak.”
“Periksalah! Hubungi nomer ini jika kamu ada pertanyaan.”
Begitu papanya keluar, Sastri segera memeriksa laporan keuangan tersebut. Sesekali ia juga bertanya pada si pemilik nomer yang papanya berikan tadi. Dia adalah Arif, sekretaris yang juga merangkap asisten yang sudah bekerja bahkan sebelum ia lulus kuliah.
Secara tidak terduga, analisis data keuangan yang diminta oleh papanya menjadi stimulus bagi otaknya hingga Sastri menyadari apa yang harus ia persiapkan untuk membalaskan dendam pada Jonathan cs. Akhirnya, setelah berpikir cukup keras, Sastri memilih memulai dendamnya dengan mengirim lamaran pekerjaan di sebuah perusahaan besar di Singapura. Lulusan terbaik dengan IQ 190 membuat Sastri dengan mudah menemukan pekerjaan. Ia langsung dipanggil untuk wawancara setelah menunggu selama tiga hari setelah lamaran ia kirim melalui internet.
Selama enam bulan, ia sudah menguasai seluk beluk perusahaan dan setelah itu ia memilih memundurkan diri. Sastri kembali melamar pekerjaan di sebuah perusahaan lain dan hal yang sama juga kembali terjadi. Dia diterima dan bekerja hanya sampai enam bulan.
“Tunggu pembalasanku!”
***
Tiga setengah tahun kemudian, di kantor Dirjen Pajak. sastri mendapat tugas pertama yang mengharuskannya menyamar menjadi seorang sekretaris dari sebuah perusahaan media. Sastri ditugaskan untuk memantau pergerakan dari pendiri PH Entertaiment dan Star Agency yang diduga memiliki keterkaitan lebih dari sekedar hubungan bisnis. Sastri tidak sendiri, ia memasuki gedung bersama salah satu tim dari PPATK. Dirjen Pajak bekerja sama dengan tim dari PPATK dalam menyusuri aliran dana mencurigakan dari luar negeri ke dalam rekening PH Entertaiment dan Star Agency.
“Apa kamu gugup? Ini tugas pertama kita.” Tanya Agung.
Agung adalah perwakilan dari tim PPATK bagian lapangan. Sosoknya yang rupawan menjadi nilai lebih sama seperti Sastri ditambah dengan kecerdasan maksimal. Mereka lulus di tahun yang sama tap berbeda kampus.
“Sedikit.” Lirih Sastri.
“Apa aku tampan malam ini?” tanya Agung kembali seraya membetulkan dasinya.
“Cukup tampan untuk menggaet Melissa.”
Mobil berhenti di area parkir lalu keduanya memasuki gedung tempat berlangsungnya acara lelang amal yang diselenggarakan oleh PH Entertaiment dan Star Agency. Berbagai kalangan turut hadir dalam acara reuni serta pelelangan sebuah jersey dari salah satu tokoh legendaris dunia. Dana yang terkumpul dari hasil lelang itu akan disumbangkan ke Yayasan Anak Bangsa. Yayasan tersebut didirikan untuk membantu anak-anak menemukan bakatnya secara gratis hingga sukses.
Sastri diam-diam mengambil gambar setiap orang yang terlihat dekat dengan Kamisha dan Delia serta orang-orang yang berbicara dengan kedua orang tua mereka. Agung yang berperan sebagai seorang CEO dari perusahaan media berjalan bersama dengan Sastri menemui seorang penyanyi cantik yang jumlah penggemar hampir mencapai sepuluh juta. Penyanyi cantik bernama Melissa yang baru turun panggung itu menerima kehadiran Agung dengan sangat baik. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki bernama Adit yang merupakan manajer dari Melissa.
“Selamat malam Nona Melissa. Sebuah kehormatan bisa bertemu dan berjabat tangan langsung dengan penyanyi terkenal seperti Nona Melissa.” Ucap Agung seraya mencium mesra telapak tangan sang biduan.
Tindakan Agung tentu saja membuat Melissa senang karena para pria di luar negeri sering memperlakukan wanita seperti itu.
“Cih, tangan orang tuanya belum tentu dia cium seperti itu” batin Sastri menatap sekilas perlakuan Agung.
Sastri menyerahkan kartu nama perusahaannya pada Adit sebagai bentuk perkenalan diri. Setelah saling memperkenalkan diri, Sastri mulai melakukan aksinya sebagai seorang sekretaris yang menyampaikan keinginan dari bosnya untuk mengundang Melissa pada acara yang akan diadakan di kantor mereka. Mengetahui jika Agung adalah CEO perusahaan besar tentu saja membuat Melissa dan Adit antusias.
Hanya orang-orang yang sangat kaya yang mampu mengundang seorang Melissa karena bayarannya yang super fantastis. Adit mengajak Sastri untuk berbicara berdua meninggalkan Melissa dan Agung. Tentu saja ini lebih baik untuk Sastri karena dari tadi dia sangat gelisah memikirkan jika Kamisha dan Delia akan melihatnya. Sastri sedikit merubah penampilannya malam ini dengan mengecat kembali rambutnya dengan warna coklat kemerahan lengkap dengan sebuah kaca mata.
Adit mengajak Sastri untuk rapat kembali di lain waktu dan Sastri menyetujuinya. Sementara itu, Agung sendiri yang terlihat tampan juga tdak kalah menunjukkan pesonanya ketika berada di dekat Melissa hingga membuat Melissa tanpa sadar terus menatapnya penuh damba. Sebelum melakukan misi, mereka memang sudah diberikan pengarahan serta trik termasuk menjerat lawan dalam pesona masing-masing. Persis seperti yang Sastri dan Agung lakukan saat ini. Sastri tidak sepenuhnya mengandalkan data dari Dirjen Pajak.
Diam-diam ia juga bekerja di belakang layar dibantu oleh Arif dan seorang teman Arif yang bekerja sebagai peretas di dunia maya. Sastri mengirim foto-foto yang ia dapat dari acara lelang semalam kepada Arif untuk menemukan hubungan keterkaitan diantara mereka.
Pertemuan selanjutnya dengan Adit membuat Sastri lebih leluasa karena tidak perlu mencemaskan kedua mantan sahabatnya. Mendapat tantangan lain dari timnya untuk menebar pesona pada Adit membuat Sastri harus berpenampilan sebaik mungkin dan berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Apalagi setelah mengetahui jika Adit memiliki hubungan dengan Kamisha dan Delia di luar statusnya sebagai manajer Melissa.
“Kamu terlihat berbeda dengan penampilan seperti ini.”
“Sungguh? Apa saya terlihat jelek di mata Mas Adit?”
“Tidak. Kamu sangat cantik dengan penampilan semi formal seperti ini.”
Sastri menemui Adit di sebuah restoran saat jam makan siang. Jika saat mendampingi Agung, ia memakai pakaian resmi lengkap dengan blazer. Kali ini ia hanya memakai blouse polos berwarna pastel cerah dengan bawahan rok selutut berwarna putih.
“Terima kasih pujiannya, saya meresa terbang ke langit ketujuh.” Seloroh Sastri.
Setelah menyelesaikan makan siangnya, mereka langsung membahas kerja sama antara keduanya. Tahapan demi tahapan acara Sastri jelaskan dengan saksama begitu juga dari pihak Adit.
“Deal!”
Sastri dan Adit berjabat tangan sebagai pertanda bahwa keduanya sudah sepakat termasuk jumlah honor Melisa serta sistem pembayarannya juga. Sastri bahkan harus berpura-pura bodoh di depan Adit saat memintanya melakukan pembayaran secara konvensionl.
“Mas tidak sedang bercanda kan? Tidak mungkin seorang artis seperti Melisa dibayar pakai cara konvensional begitu,” ucap Sastri seraya tersenyum ditambah dengan gelengan kepala.
“Saya tidak bercanda. Dalam berbisnis tidak ada kata bercanda. Begitulah sistem kami, kalau Nona setuju kita bisa lanjutkan tapi kalau tidak, ya kami juga tidak.”
Senyum Sastri seketika berhenti, “Jadi ini benar-benar serius? Kalau begitu saya akan bertanya pada pimpinan terlebih dahulu. Mas Adit tahu sendiri penarikan secara tunai dengan nominal segitu cukup merepotkan, bukan?”
“Ya, saya paham itu. Saya menunggu kabar dari Nona secepatnya karena Melisa harus melakukan tur jadi saya takut pertemuan ini akan sia-sia.”
“Baiklah. Saya akan langsung menghadap pimpinan selepas dari sini. Kalau begitu, saya permisi dulu. Semoga deal kita tidak batal ya? Selamat siang.”
“Selamat siang juga Nona.”
Sastri meninggalkan restoran dengan seringai tipis disudut bibirnya. Penyamarannya cukup sempurna sampai Adit selaku manejer Melisa percaya padanya.
Dreettt…
“Boleh saya menghubungimu kapan-kapan selain urusan pekerjaan?”
Sastri membaca pesan dari Adit seraya tersenyum, “Tentu.” Balasnya.
“Nona, kita diikuti.” Seorang petugas pajak yang berperan sebagai sopir memberitahu Sastri.
“Kamu tahu harus berhenti di mana bukan?” si sopir mengangguk kecil.
Untuk mengincar kepala, Sastri harus memulai dari ekor. Dari pengamatan termasuk info dari peretasnya mengatakan jika Adit juga memiliki saham di PH Entertaiment. Tapi sayangnya, Adit bukan orang yang mudah percaya pada orang lain sama seperti dirinya. Ditambah lagi dengan adanya orang yang mengikuti Sastri saat ini.
Kamisha dan Delia menjadi yang pertama yang akan menerima pembalasan dari Sastri. Apalagi keduanya masuk dalam daftar merah petugas pajak. Sedangkan Jonathan, Melik dan Andrew masih dalam proses pencarian.
Sesampainya di kantor, Sastri langsung menyerahkan hasil rapat bersama Adit pada atasannya. Sekarang mereka tengah berpacu dengan waktu untuk mendapatkan bukti yang akurat. Sementara Sastri juga harus mendalami keterkaitan antara Adit dan kedua mantan sahabatnya. Untuk mendapatkan informasi tersebut. Sastri harus mendekati Adit apapun yang terjadi.
“Bagaimana?” tanya Sastri pada Arif melalui saluran telepon.
“Bersih!”
Sastri semakin bertanya-tanya tentang Adit yang sangat misterius buatnya sampai ia dikagetkan oleh sebuah video berisi pengakuan seorang artis yang menjadi pemuas nafsu para investor di Star Agency milik Delia tiba-tiba mencuat ke publik. Tentu saja Sastri tidak tinggal diam melihat berita ramai begini. Ia kembali menghubungi Arif untuk mencari siapa artis tersebut.
“Akhirnya!!!”
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!