NovelToon NovelToon

My Sexy Little Wife

BAB 1 : AKU AKAN MEMBALAS PENGKHIANATANMU

Adrian meneguk minuman keras di hadapannya hingga tak bersisa. Entah sudah gelas ke berapa, ia tak tahu. Yang pasti sekeliling mulai berputar dalam pandangannya. Satu hal yang diinginkan Adrian, yaitu melupakan segenap rasa sakit yang menggerogoti hatinya. 

Tak pernah terbayangkan oleh Adrian sebelumnya bahwa Haylea, kekasih yang sangat dicintainya itu berkhianat. Beberapa jam lalu, Adrian mendapati Haylea begitu nikmat menggeliat di bawah kungkungan seorang pria asing. Yang lebih buruknya lagi, wanita itu melakukannya di penthouse pemberian Adrian. 

Sebuah penthouse super mewah yang rencananya akan mereka huni setelah menikah. Kepulangan Adrian dari luar negeri hari inipun sebenarnya untuk menepati janjinya melamar Haylea. Namun ternyata, kejutan yang ia persiapkan jauh-jauh hari malah berbalik mengejutkannya.

“Wanita murahan!” Adrian geram. Sebuah cincin bertahtakan berlian dihempasnya ke sembarang arah.

Adrian bertanya-tanya dalam hati apa yang kurang dari dirinya. Jika dinilai dari segi fisik, maka Adrian tak memiliki cela. Bahkan sosoknya dieluh-eluhkan para gadis. Dilihat dari segi materi pun, Adrian tak memiliki kekurangan. Ia berasal dari kalangan jetset.

Tetapi, dengan semua kesempurnaan itu, apa yang membuat Haylea mengkhianati dirinya?

Adrian tak dapat menebak.

“Tunggu saja. Aku akan membalasmu dengan lebih menyakitkan.” 

Adrian masih setengah mabuk saat mendengar suara raungan seorang gadis yang berasal dari pintu. Berjalan terseok-seok akibat diseret seorang pria bertubuh tambun. 

“Tolong lepaskan saya, Tuan,” pintanya memelas. Mencoba melepas tangan kekar yang menariknya kasar. 

“Dengar Nona, kakakmu sudah menjualmu pada Madam Leova. Jadi mulai hari ini kamu sudah menjadi milik Madam Leova sepenuhnya!” Tanpa belas kasih pria itu menarik sang gadis ke sebuah meja di sudut ruangan. Dan disambut oleh seorang wanita berusia hampir setengah abad, yang setahu Adrian adalah pemilik klub malam.

Adrian yakin gadis yang diseret paksa itu masih remaja. Dilihat dari postur tubuh mungil dan wajahnya yang manis alami walaupun terkesan culun. Rambutnya berwarna cokelat bergelombang dengan kacamata tebal yang membingkai matanya.

Adrian kembali menenggak minumannya dan memilih tak memerdulikan apapun yang terjadi di sekitarnya. Namun, Isak tangis memilukan gadis tadi sangat mengusiknya. Adrian pun bangkit dan berjalan menuju meja sudut.

“Apa dia barang baru?” tanya Adrian datar kepada wanita pemilik klub malam.  

“Iya, Tuan. Dia masih sangat baru,” jawab wanita itu.

Adrian melirik gadis belia yang masih terduduk lesu di lantai. Pakaiannya sobek di beberapa bagian, dan ada lebam yang masih segar di sudut bibirnya.

“Berapa harga yang harus kubayar untuk memilikinya malam ini?” 

Madam Leova menyeringai. “Sepertinya saya akan memberikan harga khusus untuk yang satu ini, Tuan. Dia masih tersegel rapi.” 

“Aku tidak peduli soal harga. Yang penting berikan dia padaku.” 

Meskipun pencahayaan dalam ruangan temaram, Adrian dapat melihat wajah gadis itu semakin memucat dengan pancaran penuh luka.

Setelah sepakat dengan harga, Adrian menunjukkan layar ponselnya kepada madam Leova sebagai bukti bahwa ia telah mentransfer sejumlah uang sesuai kesepakatan.

"Naomi Claire, cepat bangun dan lakukan tugasmu!" perintah Madam Leova.

Gadis itu menggeleng sebagai tanda penolakan, membuat dua pria bergerak cepat, menyeret gadis itu menuju lift, sementara Adrian berjalan santai di belakangnya. 

Ia masih terus mendengar betapa gadis remaja itu mati-matian memberontak dan meminta untuk dilepaskan.

Hingga tiba di sebuah kamar, ia dihempas kasar hingga terjerembab ke tempat tidur. 

“Tuan itu sudah membelimu dengan harga yang sangat mahal. Berikan pelayanan terbaikmu malam ini, atau Madam Leova tidak akan mengampunimu.” 

Naomi masih terpaku ketika dua tubuh tambun yang menyeretnya menghilang di balik pintu. Kini hanya tinggal dirinya dan Adrian di dalam kamar. 

Secepat cahaya kilat, ia beringsut memeluk lutut Adrian sambil memohon. “Tolong lepaskan saya, Tuan! Saya bukan seorang wanita penghibur. Kakak saya yang sudah menjual saya kepada wanita kejam itu.”

Adrian bergeming. Tatapannya datar.

Jika Naomi pikir dengan menangis Adrian akan kasihan, maka salah besar. Karena kini Adrian malah menyeringai dengan menyeramkan, yang membuat gadis itu bergidik ngeri. 

Adrian berjongkok hingga posisi tubuhnya hampir sejajar dengan Naomi. Tangannya terangkat melepas kacamata tebal hingga menampakkan wajah polos Naomi.

Hey, ternyata gadis kecil ini lebih manis tanpa kacamata.

“Melepasmu?" Adrian terkekeh. "Aku akan melepasmu jika kamu bisa memuaskanku di ranjang.” 

Tanpa permisi, Adrian menggendong gadis itu dan menghempasnya ke tempat tidur. Ia dapat merasakan pukulan bertubi-tubi menghantam dadanya. Berikut makian dan teriakan.

Namun, usaha gadis itu untuk mempertahankan miliknya yang berharga sia-sia saja. Karena tak lama setelahnya, makian dan teriakan penuh amarah itu berganti menjadi des*ah napas. 

.

.

.

.

.

...Halo teman-teman semua. Selamat datang di karya baruku. Ini adalah tulisan ke 13 ku di Noveltoon....

...Semoga tulisan ini bisa menghibur teman-teman dan menemani di waktu senggang. Add favorit ya, biar ada notif kalau Up....

...Mohon dukungannya dengan meninggalkan like dan komen 🤭🤭🤗🤗...

...****Terim kasih****,...

...****Lope lope sekebon. 🥰🥰🥰****...

BAB 2 : TOLONG SAYA, TUAN!

Adrian menggeliat dalam balutan selimut kala bias cahaya terang menyelinap melalui celah tirai jendela dan menyilaukan mata. Ia baru akan mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurnya, ketika merasakan kulitnya bersentuhan dengan sosok yang berada tepat di samping. 

Sepasang mata hazel itu pun membola. Hal pertama yang hadir dalam pandangan Adrian adalah wajah polos yang masih terlelap, lengkap dengan mata sembab dan wajah memucat. Jangan lupakan bagian leher dan dada yang penuh dengan tanda merah. Yang menjadi bukti betapa buasnya Adrian semalam. 

Pria tampan berusia 32 tahun itu pun seketika tersadar. Lalu menyibak selimut untuk melihat bagian bawah tubuhnya. Tongkat bertuah miliknya tak tertutupi sehelai benang pun. 

“Oh, sial! Ternyata bukan mimpi.” 

Tatapan Adrian lalu terarah pada lantai di mana pakaian mereka teronggok begitu saja.

Adrian memijat kepalanya yang masih terasa pening, sebelum akhirnya bangkit dan memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sambil berendam di air hangat, ia merenung.

“Dia benar-benar masih perawan,” gumamnya pelan.

Apa semalam aku semabuk itu sampai tidak sadar?

Adrian masih menikmati berendam di air hangat saat mendengar bunyi seperti pecahan kaca yang cukup nyaring dari arah luar. Tanpa menunggu, ia segera bangkit dan membalut pinggang dengan handuk. Lalu keluar dari kamar mandi.

“Hey, apa yang kamu lakukan?” teriaknya saat melihat Naomi sedang berdiri tepat di depan jendela yang kacanya sudah pecah.

Naomi yang hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh polosnya itu, seperti sedang mengambil ancang-ancang untuk melompat keluar. 

“Jangan mendekat atau aku benar-benar akan melompat!”

Kala Naomi mengancam dengan penuh tekanan, Adrian malah sangat santai di tempatnya berdiri. Seolah tiada usaha untuk mencegah aksi yang mengancam nyawa itu.

“Asal tahu saja, kita ada di lantai tujuh belas. Kalau lompat ke bawah, sudah pasti seluruh anggota tubuhmu akan terpisah.” 

Seringai tipis terbit di sudut bibir Adrian saat menemukan bias ketakutan di wajah Naomi. Gadis itu masih sempat melongokkan kepala dan menatap ke bawah untuk memastikan ketinggian. Hal yang membuat wajahnya mendadak terlihat seperti mayat hidup saking pucatnya. 

"Bagaimana? Terlalu tinggi, kan? Masih mau lompat?"

Naomi mundur satu langkah. 

“Kamu akan mendarat di bawah kurang dari satu menit. Lalu merasakan sakit selama berbulan-bulan.” 

Tubuh Naomi mulai gemetar, membuat Adrian maju selangkah tanpa Naomi sadari.

“Kalau tidak percaya, ayo taruhan! Kamu boleh lompat dan membuktikan sendiri.” 

Gadis itu terdiam dengan memeluk lipatan handuk di dadanya. Tatapannya kosong, namun kesadarannya masih utuh.

Dan ketika melihat celah, secepat cahaya kilat Adrian merangsek maju meraih tubuh mungil itu. Menariknya secara paksa meskipun terus mendapat pemberontakan. Hingga keduanya jatuh terhempas ke ranjang. 

“Lepaskan aku, bia*dab!” teriak Naomi memukul-mukul dada bidang Adrian dengan sisa tenaga yang dimilikinya. 

“Jangan macam-macam atau aku akan mengulangi yang semalam!” ancam Adrian. 

Membuat sepasang mata Naomi melotot.

...........

"Kenapa kamu bisa ada di sini semalam?" tanya Adrian setelah segalanya lebih tenang.

Naomi masih terisak-isak dengan tubuh polosnya yang terbalut handuk.

"Semua karena kakakku yang jahat kalah judi dari Tuan Xavier dan menggunakan aku untuk membayar hutang. Lalu Tuan Xavier menjualku pada Madam Leova." Ia menatap pria tampan yang duduk di hadapannya. "Tuan, bisakah Anda membantu saya untuk keluar dari tempat ini?"

Bibir Adrian terkatup rapat. Ia tahu, merupakan sesuatu yang mustahil untuk bisa bebas dari jerat Madam Leova.

"Apa yang akan kamu berikan kalau aku bisa membantumu untuk keluar dari sini?"

Naomi terdiam beberapa saat untuk berpikir.

"Saya akan melakukan apapun yang Tuan inginkan. Menjadi pelayan atau apapun itu. Asal bawa saya pergi dari sini."

Seringai tipis terbit di sudut bibir Adrian. Ia seperti menemukan mainan baru yang tidak membosankan. Dan ia bisa menggunakan Naomi untuk membalas Haylea.

"Baiklah, aku akan membantumu. Pakai bajumu dan kita pergi dari sini."

Tanpa banyak bicara, Naomi meraih pakaiannya dan masuk ke kamar mandi. Berselang beberapa menit kemudian, Naomi keluar.

Ia tampak menunduk sambil berusaha menutupi bagian dada. Sobekan pada pakaiannya semakin melebar akibat ditarik paksa oleh Adrian semalam.

"Pakai ini!" Adrian menyerahkan blazer miliknya untuk menutupi bagian dada yang terbuka.

...........

“Aku menginginkan gadis semalam. Berapa harga yang harus kubayar?” tanya Adrian sesaat setelah memasuki ruangan Madam Leova.

“Wah, sepertinya pelayanannya cukup memuaskan. Anda sampai mau membelinya dari saya.” 

“Tidak usah banyak basa-basi. Sebutkan saja harga yang harus kubayar.” 

Madam Leova tertawa kecil. “Maaf, Tuan. Tapi saya tidak akan menjualnya, karena dia akan menjadi primadona baru di sini.” 

“Sayang sekali. Kalau begitu jangan salahkan aku kalau tempat ini sampai ditutup.” 

Mendengar ancaman bernada serius dari pria asing di hadapannya, Madam Leova tampak geram sekaligus bertanya-tanya, siapakah pria itu? Apakah dia seseorang yang berkuasa?

“Apa maksud Anda, Tuan?” tanya Madam Leova bingung.

"Cih, padahal semalam aku mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu. Apa kamu tidak memperhatikan nama pengirimnya?"

Wanita itu mendesahkan napas pelan sambil meraih ponsel untuk memeriksa. Sepasang mata wanita itu pun melebar melihat nama yang tertera di sana.

“Tuan Adrian Marx? Oh, ya ampun ... Maaf, saya benar-benar tidak mengenali Anda, Tuan,” ucapnya dengan air muka memucat.

Tentunya ia tahu betul siapa pria yang ada di hadapannya. Bahkan perusahaan keluarga Marx sanggup membuatnya bangkrut dalam waktu singkat.

“Kalau Anda memang menginginkan dia, baiklah. Saya akan berikan. Anda cukup membayar seratus ribu dollar untuknya.” 

Naomi yang bersembunyi di balik dinding melotot. Jumlah yang diminta Madam Leova sungguh tak masuk akal.

"Baiklah, deal!" jawab Adrian santai.

"Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Tuan. Sebuah kehormatan besar Anda tertarik berkunjung ke tempat saya."

Raut wajah Adrian kembali mendatar.

“Aku ada satu syarat lagi. Aku tidak mau keberadaanku semalam di tempat ini sampai bocor. Kalau itu terjadi, kamu tahu akibatnya, kan?” 

“Tentu saja, Tuan. Saya mengerti.” 

Sementara Naomi membeku. Keraguan tiba-tiba menjalar ke hatinya. Lepas dari Madam Leova tak membuatnya lega sepenuhnya.

"Sebenarnya siapa tuan ini? Kenapa Madam Leova tunduk padanya? Apa dia seseorang yang lebih jahat dari Tuan Xavier? Apa dia mafia? Atau seorang casanova dan aku akan dijadikan budak s*ex?"

...........

BAB 3 : MEMBELI PAKAIAN UNTUKMU

Sepanjang jalan tidak ada pembicaraan antara Adrian dan Naomi. Adrian memilih fokus mengemudi sementara Naomi terkurung dalam pikiran buruk. Sekarang dia benar-benar jatuh ke dalam lubang yang tak terlihat ujungnya. Dan entah monster macam apa yang menunggunya dalam kegelapan. 

Sesekali gadis itu melirik Adrian. Pria datar dan misterius yang sudah merebut satu-satunya harta paling berharga dalam dirinya.

Adrian sadar sejak tadi Naomi sesekali memandangnya. Namun, dia seakan tak peduli. 

“Ayo turun!” perintah Adrian. 

Naomi menatap bangunan besar di hadapannya. Sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. 

“Kita mau apa di sini, Tuan?” Naomi memberanikan diri bertanya. 

“Membeli pakaian untukmu.” 

Adrian turun lebih dulu, kemudian disusul Naomi di belakang punggungnya. Naomi harus berlari kecil mengikuti langkah Adrian yang cepat. Dia cukup kesulitan berjalan, sebab aktivitas berat semalam masih menyisakan rasa aneh pada pangkal pahanya. 

“Kenapa jalanmu lamban sekali?” 

“Maaf, Tuan.” 

Tiba di sebuah toko pakaian, Naomi terheran karena dirinya langsung dilayani bagaikan seorang putri. Sedangkan Adrian memilih duduk di sofa. Menunggu di depan ruang fitting sambil memainkan ponselnya. 

“Saya bisa mengganti pakaian sendiri, Nona. Tidak usah dibantu,” ucap Naomi pada wanita yang melayaninya. 

“Panggil saja saya, Carmen, Nona. Tidak apa-apa. Ini sudah tugas saya untuk melayani Anda.” 

“Ta-tapi—” Naomi memeluk kuat-kuat blazer milik Adrian yang digunakan untuk menutupi bagian dadanya yang terbuka. 

“Sudah, tidak apa-apa, Nona. Kalau saya tidak melayani Anda dengan baik, saya pasti akan dipecat,” ucapnya sedikit memaksa. 

Sontak mulut wanita itu ternganga saat menatap bagian dada Naomi yang dipenuhi tanda merah. Membuat Naomi menunduk malu. 

Wanita ini sampai heran begitu melihat tanda merah di tubuhku. Aaa rasanya aku mau bersembunyi saja. Anda keterlaluan, Tuan Adrian. 

“Ma-af, tanda ini ....” ucap Naomi malu-malu. 

“Ah, tidak apa-apa, Nona. Saya mengerti,” potong wanita itu cepat. Dia hanya bertanya-tanya dalam hati tanpa berani mengeluarkan dari bibirnya. Salah bicara sedikit saja bisa tamat riwayatnya di tangan Tuan Adrian Marx. 

Sebenarnya gadis ini siapanya Tuan Marx? Apa mereka baru saja menghabiskan malam bersama? Oh, ya ampun!

............

“Tuan Marx, bagaimana penampilannya?” 

Adrian menatap Naomi dari ujung kaki ke ujung kepala. Dress selutut berwarna lembut itu membuat penampilan Naomi tampak elegan. 

Dia lumayan manis kalau menggunakan pakaian yang bagus.

“Bagaimana, Tuan?” Sang karyawati toko mengulang pertanyaannya ketika Adrian tak kunjung menjawab. 

“Jelek! Aku tidak suka!” ketusnya. “Ganti yang lain!” 

Naomi dan wanita yang melayaninya tampak saling lirik dengan heran, sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam ruang fitting untuk mencoba pakaian lain. 

“Kalau yang ini bagaimana, Tuan?” 

Adrian kembali memandangi Naomi tanpa berkedip. Kali ini gadis itu tampak glamor dengan dress pendek yang memamerkan lekukan tubuhnya. 

“Ini lebih jelek dari yang tadi? Kenapa seleramu seburuk ini?” 

"Ma-afkan saya, Tuan!" Wanita itu membungkukkan kepala cepat. "Saya akan memilihkan yang lain. Mari, Nona. Masih banyak pilihan lainnya."

Naomi menghembuskan napas panjang. Kemudian kembali menyeret kakinya memasuki ruang fitting dengan pasrah. Bahkan hingga beberapa kali mengganti pakaian dengan gaya berbeda, tak ada satu pun yang disukai Adrian.

"Nona Carmen, biar saya saja yang memilih."

"Ta-pi ...."

"Tidak apa-apa. Sepertinya selera Tuan Adrian itu cukup aneh," ucap Naomi.

Heh, berani sekali dia berkata seperti itu tentang Tuan Marx. Kalau dia sampai mendengarnya, habis kamu!  batin Carmen.

Naomi lalu memilih pakaian sesuai seleranya. Dia yakin Adrian tidak akan menyukainya penampilannya kali ini. Dan mungkin, pria itu akan membuangnya saat itu juga.

"Jangan, Nona. Saya mohon jangan berpakaian seperti ini di hadapan Tuan Marx. Saya bisa dipecat oleh bos saya kalau Tuan Marx sampai marah."

Namun, Naomi tak memerdulikan ucapan Carmen. Ia berjalan dengan santai keluar dari ruang fitting.

Tamat riwataku. batin Carmen.

“Tu-tuan Marx ... Ka-lau yang sekarang bagaimana?” tanya wanita itu sedikit takut.

Adrian melongo tak percaya memandangi Naomi dari ujung kaki ke ujung kepala. Gadis itu tampak sangat culun dengan perpaduan mini skirt dan atasan berbahan rajut yang diselip ke dalam. Sangat culun.

“Bagus, aku lebih suka yang ini. Seleramu lumayan keren.” 

Hah?

“Terima kasih, Tuan. Anda terlalu berlebihan memuji,” jawab wanita itu dengan menunjukkan senyum.

Apanya yang keren? Nona ini jadi terlihat semakin culun. gerutunya dalam hati.

"Berikan beberapa stel pakaian seperti itu," perintah Adrian.

"Baik, Tuan. Mari Nona, saya akan memilihkan beberapa motif dan warna yang berbeda."

Naomi mengangguk pasrah, lalu berjalan di belakang karyawati toko itu tanpa suara.

Ada apa ini? Aku pikir dia akan langsung membuangku ke jalan. Kenapa dia malah bilang ini bagus? batin Naomi.

Sementara Adrian menutupi seringainya dengan jari kala mendapati ekspresi kesal yang terpancar jelas dari wajah Naomi, meskipun berusaha ditutupinya. 

“Kenapa gadis kecil ini jadi sangat menggemaskan?” 

............

“Tidak usah terlalu banyak. Saya akan ambil beberapa lembar saja.”

Naomi melihat tumpukan belanjaan di meja kasir. 

“Tidak apa-apa, Nona. Tuan Marx yang meminta. Silahkan memilih yang lain lagi.” 

"Sudah cukup, Nona Carmen. Terima kasih."

“Hey lihat, siapa yang kutemui di sini?” Suara tak asing yang tiba-tiba hadir berhasil mengalihkan perhatian Naomi. Tampak seorang wanita anggun dan cantik berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan meremehkan.

"Nona Haylea?"

Naomi mematung menatap wanita yang merupakan mantan majikannya itu. Beberapa tahun lalu, Naomi dipecat secara tidak terhormat karena dituduh mencuri. Meskipun Naomi mati-matian menolak tuduhan itu.

“Naomi Claire. Sedang apa kamu di sini, gadis kampungan?” 

Naomi memilih untuk diam dan menghindar. Membuat Haylea menatap meja kasir yang penuh dengan belanjaan.

“Wah, sugar daddy mana yang berhasil kamu rayu sampai bisa berbelanja sebanyak ini? Gadis miskin sepertimu tidak mungkin bisa membeli pakaian di sini bahkan walaupun hanya dalaman saja, kan?” 

"Maaf, Nona. Tolong jangan membuat keributan di sini." Carmen mencoba memperingatkan Haylea. Namun, wanita itu tak mengindahkan sama sekali.

"Haha .. tentu saja, aku akan pergi setelah membayar belanjaanku. Kalian tahu, aku pikir tempat ini hanya untuk kalangan kelas atas. Tapi sepertinya aku salah, karena gadis kampungan sepertinya bisa berbelanja di sini."

Haylea memberikan kartu tanpa batas miliknya pada kasir dengan gaya sombong. Masih dengan tatapan yang sangat merendahkan Naomi. Dia akan membayar belanjaannya lalu pergi setelah mempermalukan Naomi.

“Maaf, Nona. Kartunya tidak bisa digunakan,” ucap sang kasir seraya mengembalikan kartu. 

“Apa maksudmu? Kemarin aku masih bisa berbelanja dengan menggunakan kartu itu.” Haylea kemudian mengeluarkan kartu lainnya. “Coba yang ini saja!” 

Sang kasir pun mencoba menggunakan kartu lainnya. “Maaf, tapi ini juga tidak bisa.” 

Sepasang mata biru milik Haylea membulat. Ia menatap kasir dengan wajah merah padam. 

“Apa Adrian memblokir semua kartunya?” 

............

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!