Renata Hermawan berasal dari keluarga yang sederhana. Dia termasuk siswa yang berprestasi di semua bidang, tak heran jika Rena begitu sapaannya menjadi sangat terkenal satu sekolah, baik di jenjang SD, SMP, SMA hingga Perkuliahan.
Namun takdir berkata lain, dirinya harus tinggal di sebuah Panti Asuhan ketika usianya masih 7 tahun tanpa sanak saudara. Kematian kedua orang tuanya yang jatuh dari pesawat membuat dirinya trauma dan mengakibatkan dia phobia, phobia akan ketinggian.
Di dalam hidupnya tidak selalu mulus, hidup sebagai anak yatim piatu membuat dirinya harus bisa berdiri di kakinya sendiri tanpa bantuan orang lain, hidup yang keras dirasakan sedari kecil hingga masa kecilnya tidak pernah sekalipun dinikmatinya dengan bersantai walau hanya sekedar bermain.
Di dalam hidupnya hanya dipenuhi dengan belajar, belajar dan belajar sehingga dirinya tumbuh menjadi anak yang berprestasi dan bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas dengan mendapatkan beasiswa, dia mengambil jurusan manajemen bisnis lalu melanjutkan kembali untuk meraih gelar MBA-nya. Enam tahun lamanya Rena berkutat dengan buku pelajaran dan segala macam materi dan praktek tanpa ada keluhan berarti.
Rena lulus dengan nilai yang terbaik di antara para lulusan lainnya yang membuat dirinya banyak di lirik oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis namun Rena masih belum memutuskan di Perusahaan mana yang akan dia pilih nanti.
Ketika Rena sedang berjalan menuju ke ruang main anak, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namanya," dia adalah Ibu Panti tempat Rena tinggal selama ini.
"Nak, apakah kamu sudah memutuskan akan bekerja di mana?" Ucap Ibu Panti.
"Belum bu, Rena masih menimbang yang mana yang kiranya sesuai dengan bidang serta kemampuanku."
"Ooo ya sudah kalau begitu. Pikirkan saja dahulu yang terbaik buatmu, kamu sudah sangat bekerja keras. Sudah saatnya kamu menikmati kesuksesanmu, Ibu cuma bisa bantu doa agar hidupmu bisa bahagia dan juga segera bertemu dengan jodohmu nantinya."
"Apaan sih bu, masih jauh kalau soal itu. Rena masih ingin fokus bekerja dan meraih mimpi-mimpi Rena, lagi pula Rena sudah berjanji pada adik-adik kalau akan membelikan pakaian dan mainan yang banyak kalau Rena sudah bekerja. Jadi.. kalau untuk menikah sepertinya masih akan lama bu, belum masuk dalam list ku hehe."
Lagian nih ya bu, kalau aku sudah menikah nanti, aku yakin pasti tidak akan bisa leluasa ke Panti lagi, pasti akan sibuk mengurus rumah tangga dan suami. Aku masih ingin bekerja dan mengumpulkan uang yang saaaaangaaaattt banyak bu," ucap Rena sambil merentangkan lengannya lebar.
"Ish, kamu ini. Bukannya aamiin kan doa Ibu, malah bicara ngawur" kita tidak ada yang tahu jodoh, rezeki, dan maut bukan, itu kan semua di tangan Tuhan.. siapa tahu ada Malaikat yang lewat, terus kabulkan doa' Ibu ya kan!".
"Hehe iya deh bu, maaf. Tapi kalau bisa Ibu juga doanya yang lengkap seperti minta yang ganteng, yang kaya biar pas Malaikatnya catat itu bisa perfekto bu hahaha," ucap Rena.
***
Keesokan harinya di Panti
Tok..tok..tok
Terdengar bunyi ketukan pintu dari luar kamarku, segera ku bersiap karena hari aku ada jadwal untuk wawancara kerja di beberapa perusahaan di daerah pusat siang ini.
"Iya, tunggu sebentar," sahutku.
"Kak, ayo cepetan. Aku sudah lapar nih," teriak Luna yang merupakan anak Panti yang tinggal juga disana.
"Iya, iya cerewet!"
Setelah selesai bersiap, aku bergegas menuju meja makan yang sudah terhidang beberapa menu makanan yang sudah di siapkan ibu Panti juga dibantu oleh penghuni panti lainnya untuk kami. Kebetulan untuk memasak, bersih-bersih dan kegiatan lainnya, itu semua sudah terjadwal masing-masing untuk setiap anak yang tinggal di sana, terutama untuk perempuan.
Mereka makan dengan sangat lahap dengan penuh rasa syukur. Sebelum kunyahan terakhir Rena, Ibu bertanya padanya "jadi kamu interview-nya hari ini?" Tanya Ibu.
"Iya bu jadi, ini tinggal mau jalan bu," jawabnya.
"Hati-hati di jalan ya, Nak. Ibu doakan biar lancar segala urusanmu hari ini!"
"Aamiin, iya Bu. Kalau begitu aku pamit dulu, maaf tidak bisa bantu Ibu dan yang lain beberes meja.
"Iya nggak apa-apa, ya sudah buruan berangkatnya, nanti kena macet."
Oh iya, kamu pakai motor kamu saja biar nggak telat," teriak Ibu.
"Iya, Bu," sahut Rena sambil menuju halaman rumah yang terparkir sebuah motor matic berwarna kuning.
"Jangan mogok ya, hari ini aku ada beberapa tempat yang harus kita datangi, Ok!" Ucapnya sambil mengelus kepala motornya.
***
Setelah sampai di Perusahaan Adinata, Rena menunggu giliran namanya di panggil untuk bertemu dengan bagian HRD.
Satu, dua, tiga perusahaan yang sudah dia tempati interview hari ini namun entah mengapa hatinya belum "klop" dengan hatinya. Padahal gaji yang mereka tawarkan lumayan tinggi, namun apalah artinya kalau rasa nyaman itu tidak ada, nanti di saat bekerja tidak akan merasa bahagia dan akan menggangu kinerja kerjanya.
"Kami sangat mengharapkan untuk Mba Renata agar bisa menimbang untuk bergabung dengan perusahaan kami, orang seperti andalah yang perusahaan kami butuhkan," ucap HRD Kertajaya Corp. Perusahaan ke empat inilah yang menjadi perusahaan terakhir dari jadwal interviewnya hari ini.
"Baik, Pak. Terima kasih atas kepercayaan," Nanti akan saya pertimbangkan, kalau begitu saya undur diri dan selamat siang."
"Hufft, panasnya cuaca hari ini," ucap.
"Makan siang dulu deh baru balik ke Panti," batin Rena.
"Rena berkendara dibawah terik matahari, entah mengapa siang ini begitu panas. Tepat di ujung jalan sana terlihat sebuah rumah makan padang yang menjadi makanan favoritnya, sepertinya enak siang gini makan nasi padang pakai daging rendang juga sambal hijaunya," gumam Rena.
Setelah makan siang, Rena pun kembali mengendarai motornya membelah jalan Ibu Kota. Disaat akan berbelok, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah berwarna gold menyerempet motornya, sialnya walau Rena sudah berusaha menyeimbangkan motornya namun naas motor tersebut oleng dan akhirnya jatuh dan menyeret Rena di jalanan aspal.
Tubuhnya seketika refleks bangkit ke trotoar jalan sesaat setelah kesadarannya kembali penuh karena syok. Untunglah laju kendaraan siang itu tidak begitu ramai.
Mobil yang tadi menyerempet Rena pun berhenti, lalu turun seorang pria berumur yang Rena perkirakan adalah sang supir, terlihat dari seragamnya.
"Ya ampun, nona baik-baik saja? Apakah ada yang terluka?" Tanyanya beruntun pada Rena yang masih terlihat syok.
"Ouch, nggak apa-apa kok Pak. Ini luka luar saja, dikasih obat juga sembuh nanti," ucap Rena sambil berusaha berdiri.
Sementara orang yang berada di dalam mobil terlihat tengah melonggarkan ikatan dasinya yang bertengger di lehernya sambil menghela nafasnya keras. Berulang kali dirinya melihat jam tangan yang di pakainya sembari melihat ke arah luar jendela.
"Heemm....
Terlihat beberapa kali Rena berusaha untuk bangkit namun semua usahanya sia-sia. Bukan Renata namanya kalau dia harus menyerah, dicobanya kembali bangkit namun dengan sekuat tenaga dengan dukungan diri sendiri .
"Ayooo, kamu bisa Renaaaa!" ucapnya berulang-ulang hingga dirinya bisa berdiri kembali. Namun ketika akan melangkah, tiba-tiba saja tubuhnya oleng dan terjatuh karena kakinya tidak bisa menopang berat badan Rena dengan kondisi kaki yang seperti ini.
"Aaahh.." ucap Rena saat merasa tubuhnya akan jatuh. Namun entah dari mana, tiba-tiba sosok bertubuh kekar sedang menangkup dirinya saat dia akan terjatuh.
"Hup....
Kedua netra mata keduanya saling menelisik tiap inci wajah mereka satu sama lain, "ya ampun matanya," batin mereka berdua.
Nathan Raharja seorang CEO muda berusia 32 tahun yang sudah terbilang sukses di usia mudanya, begitu banyak wanita yang mengincarnya, termasuk Siska seorang wanita cantik, kaya raya yang sangat menggilai dirinya. Namun karena sifat dinginnya itu sampai saat ini dirinya belum merasakan kembali yang namanya jatuh cinta.
Kehidupannya pun tidak semulus dengan pekerjaannya, dirinya hanya memiliki seorang ibu yang berusia 54 tahun yang biasa di panggil mom. Setelah sang ayah meninggal dunia, mommy nya berkerja sangat keras untuk mengembangkan bisnis yang di tinggalkan oleh sang suami, beruntung dirinya di kelilingi oleh orang-orang yang baik dan setia yang bekerja di perusahaannya. Apa lagi setelah Nathan yang mengambil alih tanggung jawab jabatan sebagai CEO di Perusahaan tersebut, sehingga bisnisnya hingga kini semakin berkembang pesat hingga keluar negeri.
Mommy nya yang sangat menyayangi dirinya hingga begitu protektif terhadapnya. Setiap ada wanita yang mulai dekat dengannya, sudah di pastikan sang mommy akan tahu dan akan melancarkan aksi seperti biasanya.
Dia memiliki seorang sahabat yang juga merangkap sebagai asisten pribadinya bernama Bram. Dirinya bertemu dengan Bram semasa mereka di bangku perkuliahan, Nathan yang merupakan tipe introvert membuat dirinya tidak mempunyai banyak teman.
Flashback on
"Boleh duduk nggak?" tanya Bram.
"Silahkan, kursinya kosong," jawab Nathan dengan singkat dan terkesan dingin.
"Terima kasih," ucap Bram.
Dan hanya di balas anggukkan oleh Nathan.
"Aku Bram," ulur tangan Bram tepat di depan wajah Nathan yang sedang fokus memperhatikan perlombaan basket yang di adakan oleh Kampusnya di Lapangan.
Nathan melihat Bram sekilas lalu kembali menatap kedepan sambil berkata "Nathan, aku Nathan."
Setelah awal pertemuan itu, akhirnya mereka berteman dan semakin akrab setiap harinya hingga hari-hari berlalu tanpa mereka sadari kalau sudah lima belas tahun lamanya mereka bersahabat.
Flashback off
Nathan sebenarnya mempunyai kakak sepupu yang berprofesi sebagai dokter namun sayang karena permasalahan mereka di masa lalu hingga sampai saat ini mereka masih bermusuhan yang membuat jarak diantara mereka berdua.
Permasalahan yang dulu membuat hubungan persaudaraan mereka renggang dan berakhir dengan permusuhan seperti ini tidak lain di sebabkan oleh seorang gadis. Gadis yang ternyata mereka sukai bersama, bernama Mala.
Dia adalah teman kampus Nathan dan Rayyan yang dulu mereka perebutkan. Karena sesuatu hal, pada akhirnya tidak ada seorang pun yang bersama dengannya, akhirnya seiring dengan berjalannya waktu, kabar Mala pun hilang bak di telan bumi.
*
*
*
Setelah pulang dari makan siang bersama dengan kliennya, Nathan pun segera kembali menuju kantornya. Namun naas saat mobil yang di bawa supir Nathan menyerempet kendaraan bermotor yang ada di sampingnya, awalnya sang supir yang biasa di panggil Pak Ujang ingin menghindari kendaraan bermotor yang hampir menabrak mobil majikannya itu namun saat dirinya membanting setir ke arah kanan, tiba-tiba muncul kendaraan bermotor lainnya yang sedang melaju cukup kencang dan terjadilah kejadian naas tersebut.
"Astaghfirullah!!" histeris Pak Ujang setelah mengetahui dirinya menyerempet seseorang.
"Ada Pak Ujang?" tanya Nathan. "It..ituu den, Pak Ujang sepertinya nyerempet orang deh." "Aahh.." kaget Nathan lalu menyuruh sang supir untuk keluar dan melihatnya secara langsung.
"Buruan di lihat Pak," sambungnya.
"Iya, Den."
"Nathan membuka sedikit kaca mobilnya dan melihat situasi diluar sana.
Terdengar samar-samar percakapan antara Pak Ujang dengan seseorang diluar sana.
"Ya ampun, nona baik-baik saja? apakah ada yang terluka?"
"Aw, nggak apa-apa kok, Pak. Ini luka luar saja, dikasih obat juga sembuh nanti."
Sementara Nathan yang melihatnya menjadi sedikit kesal lantaran dirinya harus terlambat sampai ke kantor.
Nathan melonggarkan ikatan dasinya yang terasa sesak, berulang kali dirinya melihat jam tangan yang di pakainya sembari melihat situasi di luar.
"Heemm.. ada apa sih sebenarnya, kenapa Pak Ujang lama sekali."
Dia melihat keluar dan samar terlihat, ternyata orang yang di serempet Pak Ujang tadi adalah seorang wanita, dia melihat wanita tersebut beberapa kali berusaha bangkit namun usahanya sia-sia saja karena berapa kali pun dia mencoba namun hasilnya tetap sama.
"Dasar! keras kepala," Gumam Nathan saat melihat Rena berulang kali mencoba bangkit tanpa mau menerima bantuan dari Pak Ujang yang sudah menawarkan akan mengantarkannya ke rumah sakit.
"Kalau begini terus, aku bisa terlambat," gumam Nathan.
Tak lama dering ponsel Nathan berbunyi.
Kring..kring..kring
"Ya ada apa?" Jawab Nathan tanpa basa basi.
"Maaf, Tuan mengganggu. Apakah Tuan akan kembali ke Kantor hari ini?"
"Iya, tapi sepertinya akan sedikit lebih lama."
Bram yang mendengar dari seberang telepon seketika terkejut. "Maaf, Tuan. Apakah Tuan ingin saya jemput sekarang?".
"Tidak perlu, 20 menit lagi saya akan sampai di sana.
"Baik, Tuan." Tutup Bram.
Nathan yang bosan menunggu di dalam mobil bergegas keluar. Di ujung terlihat sang supir dan seorang wanita yang tengah berdialog dengan intens.
Nathan segera menghampiri mereka, ketika jarak mereka tinggal sejengkal dekat ketempat mereka namun tiba-tiba saja dia melihat wanita itu nyaris terjatuh, untung ada Nathan yang menangkap tubuh wanita tersebut.
"Aaahh....
"Hup....
Kedua netra keduanya pun saling menatap satu sama lain," ya ampun matanya," batin mereka berdua.
"Hemm.." deheman Pak Ujang membuyarkan lamunan mereka berdua. Keduanya terlihat salah tingkah karena kedapatan saling menatap namun masih dengan posisi yang sama.
"Bagaimana Pak Ujang, sudah selesai?" Tanya Nathan.
"Sebegitu nyamannya lenganku sampai kau tak ingin bangun?" Ucap Nathan.
"Ahh, maksudnya apa? Tanya Rena yang nampak heran dengan perkataan pria yang bertubuh atletis ini tanpa merubah posisinya.
"Niiihh.." sambil menggoyangkan tangannya yang masih menahan berat tubuh Rena.
"Pegal tau!!" ucap Nathan.
"Oh iya maaf," ucap Rena sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Yaelah badannya aja yang nih orang yang gede," gumam Rena. Namun masih terdengar oleh Nathan.
"Apa kamu bilang?!" ucap Nathan.
"hehe nggak apa-apa kok," jawab Rena sambil cengengesan.
"Ayo.." ajak Nathan.
"Ayo?? Kemana?? Jawab Rena yang tampak kebingungan.
"Ya ke rumah sakit-lah!" Ucap Nathan sambil berlalu menuju mobilnya.
Ketika akan membuka pintu mobilnya, seketika Rena berkata "nggak, nggak usah. Aku baik-baik saja kok, nggak perlu khawatir, luka ringan saja."
"Kenapa?? Kamu kira aku orang bodoh! Setelah ini kamu pasti akan terus meneror dan meminta pertanggungjawaban dengan cara memeras bukan? Itu sudah biasa, aku nggak bisa kamu tipu!" Ucap Nathan lalu memasuki mobilnya.
Bumm..
Rena yang mendengar tuduhan Nathan pun membuat emosinya tersulut, lalu dengan tertatih-tati berjalan menuju mobil yang dinaiki Nathan tadi.
"Duh sial, sakit banget," batin Rena.
Tok..tok..tok..
"Buka..buka nggak lo!!" Gedor Rena kencang.
Sementara di dalam mobil, Nathan melihat Rena yang menuju ke mobilnya hanya bisa menghembuskan nafasnya keras lalu membuka kaca mobilnya.
Krek
"Ada apa?! Tanya Nathan dengan dingin.
"Eh Tuan, asal kamu tahu saja. Tidak semua orang sama dengan apa yang anda pikirkan.
Jangan jadi orang yang picik yang menyamaratakan orang dengan pikiran anda sendiri." Cecar Rena.
"Ah..picik?? Kamu bilang saya picik!" Ucap Nathan dengan menatap tajam Rena.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa Like dan ❤️ ya kakak..
Buat aku semangat dengan dukungan kalian semua🤗
Lanjut ya ceritanya..
"Lantas kalau bukan picik, lalu apa?" saya tersinggung ya dengan ucapan anda!!" ucap Rena.
Nathan menghela nafasnya "hem, dasar wanita galak," batinnya.
Lalu keluar dari mobil, tanpa disangka oleh Rena, Nathan tiba-tiba menggendong dirinya bak karung beras lalu memasukkannya dan dirinya ke dalam mobil. "Yaaaaak..lepaskan!!" berontak Rena.
"Diam-lah, aku takkan apa-apakan mu!" ucap Nathan. "Jalan Pak!" sambungnya.
Di sepanjang jalan menuju rumah sakit, baik Rena atau pun Nathan tak ada yang bersuara, semua tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing.
Setelah sampai di pelataran rumah sakit, Nathan turun dengan gagahnya. "Ayo cepat keluar, jangan bilang kamu mau aku gendong masuk kedalam!" dibalas tatapan tajam oleh Rena.
Terlihat nama rumah sakit yang cukup besar bertuliskan "Rumah Sakit Bahagia". Rumah sakit ini juga bagian dari Raharja Corp karena perusahaannya memiliki saham yang cukup banyak sehingga sang Ibu bisa menjadi komisaris di rumah sakit tersebut, yang artinya rumah sakit tersebut juga adalah miliknya.
Langkahnya terhenti tatkala merasa wanita yang belum di ketahui namanya itu tidak mengikuti dirinya dari belakang.
Di ambilnya ponsel dari dalam saku jasnya, "kemana dia? Kenapa belum turun juga? Cepat suruh dia masuk, saya tunggu di dalam!". Nathan menyimpan kembali ponselnya setelah menelepon supirnya, Pak Ujang.
Di dalam mobil
"Maaf, Non. Sepertinya Nona harus segera masuk, Den Nathan paling tidak suka menunggu," ucap Pak Ujang.
"Ii..iya Pak, maaf ya karena saya Bapak di marahi,"
"Huuh... terdengar helaan nafas Rena sesaat setelah turun dari mobil."
Dengan mengayunkan kakinya yang sedikit pincang, dirinya segera masuk ke dalam Rumah Sakit sebelum pria yang menyebalkan itu kembali menggendongnya.
Terlihat Nathan yang tengah berdiri menunggu di depan sebuah ruangan yang Rena perkirakan adalah ruangan dokter. Wajah yang menyebalkan itu menjadi lebih menyeramkan di bandingkan tadi.
"Mmm, sepertinya Pak Ujang benar soal dia yang paling benci menunggu". Batinnya.
Dan benar saja, sesaat setelah Rena menghampirinya, Rena mendapatkan tatapan membunuh yang membuat dirinya bergidik ngeri.
"Lama amat!! Kamu kira waktuku banyak? Kamu sudah membuat diriku rugi hingga ratusan juta karena harus mengurus mu!!" bentak Nathan.
"Kamu kira aku juga suka apa berlama-lama denganmu? Enak saja," gumam Rena yang masih bisa didengar oleh Nathan walau samar. "Apa kamu bilang?!" ucap Nathan.
"Apa?? Aku nggak bicara apa-apa kok, sepertinya itu hanya perasaanmu saja. Ayo..ayo kita masuk!" ajak Rena.
Di dalam ruangan
Sela..maat si..siang Tuan Nathan," ucap dokter yang kaget saat melihat pasien selanjutnya.
Dokter yang memang sudah mengenalnya karena beberapa kali dirinya ikut serta dalam rapat setahun sekali bersama para jajaran pimpinan Rumah Sakit dan dokter serta para staf lainnya. Dengan menundukkan kepalanya sedikit sebagai rasa hormatnya.
"ohh namanya Nathan, bagus sih namanya tapi sayang sikapnya minus," batinnya.
Untunglah anda cepat membawanya kemari Tuan. Kalau saja terlambat, kaki Nona akan semakin bengkak dan akan sulit berjalan dalam waktu dekat," ucap dokter saat memeriksa kaki Rena.
Jadi Dok, aku harus bagaimana? Besok ada yang harus aku lakukan. Apakah bisa dikasih obat saja tanpa harus di rawat?" tanya Rena.
Dokter tersenyum sesaat mendengar perkataan Rena lalu berkata "nggak perlu sampai di rawat kok, ini saya beri resep obat dan tinggal minum saja biar bengkaknya hilang.
Dan kalau besok bengkaknya sudah kempes, besok sudah bisa beraktifitas seperti biasanya. Hanya saja jangan terlalu di paksa ya kalau sudah terasa nyeri!" tutur Dokter.
"Baik, Dok. Terima kasih atas bantuannya," ucap Rena yang terlihat kesulitan untuk turun dari tempat tidurkar tempat tidur. Nathan yang melihatnya pun segera membantunya agar dirinya bisa segera pergi dari wanita galak ini, pikirnya.
Setelah mereka keluar dari ruangan dokter, baik Rena maupun Nathan berjalan dengan diam tanpa sepatah kata menuju parkiran mobil. "Ehem.." deheman Rena membuat Nathan berhenti dan menoleh ke arahnya namun hanya sepersekian detik dia terdiam lalu kembali berjalan menuju mobil yang jaraknya sudah dekat.
Rena yang merasa tidak di respon pun berujar kembali, "Hei, Tuan. Aku harus pulang naik apa? Lalu motorku ada di mana sekarang?" Tanya Rena beruntun.
Untuk kedua kalinya Nathan berhenti saat sudah berada di depan pintu mobilnya, namun kali ini tanpa menoleh ke arahnya. "Beritahu alamat mu pada Pak Ujang, nanti dia yang akan kirim motormu setelah dari bengkel ke rumahmu. Dan ya, untuk pulang mu.. ini uangnya!!" Nathan melempar beberapa uang seratus ribuan yang jatuh tepat di kaki Rena dan setelahnya menancapkan gas membelah jalanan ibukota.
Rena yang kaget dengan perlakuan yang di terimanya hanya bisa mendengus kasar, amarahnya sudah naik sampai ke ubun-ubun. Andai saja dia masih ada di sini, dia pastikan akan mengacak-acak mukanya lalu menyuruhnya meminta maaf.
"Mari Non, saya antar ke Bengkel," ucap Pak Ujang. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh menuju bengkel tempat motor Rena di perbaiki.
"Ini Pak, alamat saya," ujar Rena.
"Baik, Non. Nanti setelah selesai, nanti akan diantarkan langsung ke alamat Nonaaa..."
"Renata tapi panggil saja Rena, Pak!" Ujar Rena. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi Pak saya jalan duluan."
*
*
"Ya ampun!! Rena.. kamu kenapa, Nak?" Ucap Ibu panti saat melihat Rena yang berjalan pincang.
"Hehehe.. Rena tertawa cengengesan lalu menjawab " nggak apa-apa kok, Bu. Tadi pas mau pulang kena serempet mobil tapi sudah di bawa ke dokter kok, nanti juga sembuh kalau sudah minum obat."
"Kok bisa sih? Kamu balap ya motornya?!" Tanya Ibu.
"Nggak lah Bu, mereka yang salah kok. Tapi mereka juga sudah meminta maaf dan bertanggung jawab. Buktinya motor Rena sebentar lagi diantar kesini kalau sudah selesai dibenerin di Bengkel.
"Heeh, syukurlah kalau begitu. Lain kali kamu hati-hati ya, Ibu takut kalau kamu kenapa-napa."
"Iya buu.. ucap Rena sambil memeluk lengan Sang Ibu."
Sepulang dari Bengkel tadi, Rena segera beristirahat di dalam kamar, setelah meminum obat yang tadi diberikan oleh Pak Ujang.
Flashback on
"Non, ini obat yang tadi Tuan suruh tebus di Apotik. Kata Tuan, harus dihabiskan karena obatnya sangat mahal," ucap
"Hemm, ternyata ada hati juga tuh manusia walau masih tetap saja arogan," batin Rena. "Terima kasih kalau begitu Pak Ujang, dan tolong ucapkan juga pada Tuan yang 'BAIK HATI ITU'.
Flashback off
Tumbenan anak itu tidak terlihat di dapur, biasanya dirinya yang paling ruwet saat menyiapkan makan mala. untuk adik-adiknya, Pikir Ibu. "Apa dia belum bangun! Atau jangan-jangan...."
Tok..tok..tok
"Ren, Rena.. kamu nggak apa-apakan, Nak?". Ujar Ibu.
Satu dua tiga dan saat ketukan keempat akhirnya Rena membuka pintu kamarnya dengan dirinya yang sudah rapi.
"Iya, Bu Rena nggak apa kok. Yuk kita ke dapur, kasihan adik-adik pasti sudah kelaparan," ajak Rena.
"Syukurlah, Ibu kirain kamu kenapa sayang. Kan nggak biasanya kamu telat begini, tuh adik-adikmu sudah macam singa yang kelaparan hahaha."
"Tau nih Bu, sepertinya efek obat deh yang tadi Rena minum. Tapi beneran ampuh loh obatnya, kaki Rena sudah nggak sakit lagi Bu." Rena terdiam beberapa detik saat mengingat perkataan dari Pak Ujang siang lalu."Bener juga yang di bilang supir si Pria menyebalkan itu, obatnya obat mahal.. pantesan saja disuruh habisin." Batinnya.
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!