NovelToon NovelToon

Sekadar Istri Siri

Menolak Talak

Suasana kesedihan semakin dirasakan Sashi Arandita. Baru saja dia menikah dengan suami wasiat almarhum ayahnya, sekarang ibunya telah kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa.

Ya, Sashi Arandita, 28 tahun, putri tunggal dari Abdul Mahesa dan Fatma. Ayahnya meninggal lima bulan yang lalu dan hari ini ibunya pun ikut menyusul. Kesedihannya tidak sampai di situ saja, karena wasiat ayahnya, Sashi harus menikahi pria beristri. Sangat tidak masuk akal, bukan? Bahkan Sashi bukan pelakor. Dia murni menjalankan wasiat ayahnya.

"Sebaiknya kamu ganti baju dulu," ucap Puguh. Pria yang baru saja menjadi suaminya itu.

"M-mas Puguh sebaiknya pulang. Orang akan berpikiran buruk tentangku," tolak Sashi ketika Puguh mau menemaninya pergi ke pemakaman.

"Sashi, ibumu sudah menitipkanmu padaku. Sekarang kamu adalah tanggung jawabku. Jadi, jangan menolaknya lagi!" Puguh benar. Dia sudah menjadi suaminya. Oleh sebab itu, dia punya tanggung jawab penuh padanya. Namun, Sashi cukup sadar diri karena pernikahannya dengan Puguh sebatas karena wasiat. Dia juga hanya sebagai istri siri karena Puguh tidak bisa mengesahkan pernikahannya karena telah memiliki istri sahnya yang lain.

"Mas, sebaiknya kamu pulang! Aku akan mengurus pemakaman ibu seorang diri. Semua orang pasti sudah tahu siapa kamu. Sebaiknya pernikahan ini cukup aku dan kamu serta beberapa saksi yang tahu. Selebihnya aku tidak ingin orang lain tahu."

Tentu saja ada alasan yang Sashi buat. Dia pasti akan dicap sebagai wanita pelakor dengan statusnya yang sekarang.

"Baiklah. Kalau kamu perlu sesuatu, jangan lupa kabari aku." Hanya itu yang diucapkan Puguh, pria yang berjuluk suaminya saat ini.

Tidak akan, Mas. Aku masih bisa hidup sendiri tanpamu. Apa kamu tidak sadar akibat yang akan ditimbulkan untukku? Seumur hidup aku akan dicap sebagai seorang pelakor walaupun itu bukan keinginanku. Ayah, kenapa membuatku dalam masa sulit seperti ini?

...🍃🍃🍃...

Pemakaman berjalan lancar. Banyak tetangga dan kerabat yang membantunya. Setelah semuanya meninggalkan pemakaman, tinggallah Sashi seorang diri. Dia bukannya meratapi kepergian ibunya, tetapi bagaimana ibunya meninggalkannya dalam keadaan seperti ini.

"Bu, aku memang sedih karena kehilanganmu. Tetapi apa ibu tahu, kehidupanku setelah ini akan semakin sulit. Ibu meninggalkan wasiat ayah agar aku menikahi pria beristri. Itu sebenarnya bukan prinsip hidupku, bu. Aku juga tidak akan tinggal bersama suamiku karena dia sudah dimiliki orang lain. Aku hanya orang ketiga yang tidak sengaja masuk dalam kehidupan mereka."

Sashi sengaja menumpahkan segala keluh kesahnya di atas pusara ibunya yang masih basah. Walaupun tanpa suami, sebenarnya Sashi sudah terbiasa hidup mandiri. Dia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang bergerak di bidang packaging.

Flashback on.

Fatma, ibunya Sashi yang mendadak masuk ke rumah sakit karena penyakit diabetes mellitus yang dideritanya sudah sangat parah. Sebelum benar-benar kehilangan kesadarannya, wanita paruh baya itu memanggil putri semata wayangnya.

"Sashi, maafkan Ibu, Nak. Ini memang wasiat dari ayahmu. Sebelum Ibu meninggal, Ibu ingin melihatmu menikah dengan Puguh. Kamu pasti sudah mengenalnya, bukan?"

Deg!

Puguh Amarta adalah pria yang pernah bekerja dengan ayahnya. Sashi juga tahu kalau pria itu sudah beristri. Namun, kenapa ayahnya memberikan wasiat yang tidak masuk akal itu? Apakah ada sebuah rahasia yang Sashi tidak tahu?

"Bu, maafkan Sashi. Tidak adakah wasiat lain yang lebih baik dari ini? Mas Puguh sudah beristri, Bu. Apa Ibu tidak kasihan padaku? Aku akan menjadi orang ketiga dalam hubungan rumah tangganya walaupun bukan atas kemauanku."

Fatma menggeleng. Wasiat ini sebenarnya bertolak belakang dengan keinginannya untuk menikahkan putrinya dengan pria singel. Namun, wasiat itu sudah ditinggalkan secara ucapan dan juga tertulis sehingga Fatma tidak bisa menolaknya.

"Maafkan Ibu, Sashi. Ibu membuatmu berada dalam masalah besar. Yakinlah satu hal bahwa kelak keputusan ayahmu adalah benar."

Flashback off.

Kini tinggallah Sashi seorang diri. Dia akan tetap melanjutkan kehidupan barunya tanpa ibu dan memiliki suami dari pernikahan sirinya. Sepulang dari makam, rupanya dia melihat Puguh berada di teras rumahnya. Rumah yang selama ini ditinggali bersama ibunya adalah rumah peninggalan ayahnya.

Terkejut? Ya, Sashi sangat terkejut. Dia sudah meminta pria itu untuk tidak menunjukkan batang hidungnya malah sekarang berdiri kokoh di sana.

Apa dia tidak mengerti juga? Ini akan menimbulkan masalah untukku.

Sashi mendekati suaminya. Dia berusaha membuat pria itu untuk mengerti bahwa keberadaannya di sini malah akan menimbulkan masalah baru.

"Mas Puguh, kenapa malah di sini?" tanya Sashi. Dia ingin tahu alasan suami sirinya itu.

"Aku menjemputmu untuk pulang ke rumah orang tuaku. Aku sudah menceritakan ini pada ibuku dan ibu setuju untukmu tinggal di sana."

Sepertinya bagi Sashi, Puguh sudah tidak waras. Disaat dia meminta untuk merahasiakan pernikahannya, malah dengan gamblang telah diberitahukan pada ibunya. Dasar suami tidak peka!

"Mas, aku minta maaf. Seharusnya kamu tidak perlu mengatakan apapun pada ibumu. Setelah pernikahan kita, kamu akan tetap tinggal bersama istrimu dan aku akan tetap berada di rumah ini."

Sashi memang sengaja. Mungkin setelah 40 hari meninggalnya sang ibu, dia akan meminta cerai pada suaminya. Bagaimana pun kondisinya, Sashi tetap berada di pihak yang salah.

"Sashi, aku pasti sangat bersalah padamu. Aku berusaha memberikan tempat tinggal untukmu sebagai wujud pertanggung jawabanku padamu."

Pertanggung jawaban yang lucu menurut Sashi. Dia harus tinggal dengan mertuanya sementara suami sirinya itu akan tinggal bersama istrinya? Tidak masuk akal memang dan Sashi dengan tegas menolaknya.

"Maaf, Mas. Sebaiknya kamu pulang sekarang. Setelah 40 hari meninggalnya ibuku, aku harap kamu segera menjatuhkan talak padaku. Aku memang tidak bisa mempermainkan pernikahan, tetapi aku hanyalah orang ketiga di dalam rumah tanggamu. Aku minta maaf, Mas."

Puguh merasa tidak bisa meninggalkan Sashi begitu saja. Istri sirinya itu sudah mandiri sejak lama. Sebenarnya tanpa memintanya untuk tinggal bersama orang tuanya pun, Puguh tidak perlu khawatir. Akan tetapi, ibunya Puguh yang mengetahui jika dia telah menikah siri dengan Sashi, dia malah meminta Puguh untuk membawa istri sirinya tinggal di rumah. Entah, apa yang sedang direncanakan wanita paruh baya itu pada Sashi?

"Ibuku tidak mengizinkanku untuk menjatuhkan talak padamu. Kalau kamu memang menolaknya, ibuku yang akan menjemputmu ke mari." Usaha Puguh sia-sia. Sepanjang perjalanan pernikahannya, baru kali ini sang ibu antusias dengan istri sirinya. Bahkan dengan istri sahnya, ibunya tidak pernah merespon dengan baik. Mungkin ada rahasia yang tidak pernah diketahui Puguh, tetapi hanya ibunya yang tahu.

Jeduar!

Seperti disambar petir. Sashi memang tidak sepenuhnya menerima pernikahan ini karena dia merasa jadi orang ketiga dalam pernikahan suaminya. Namun, sepertinya Puguh menolak talak yang diajukan Sashi padanya.

Kecurigaan Istri Sah

Sashi tidak lagi mendebat suami sirinya. Dia sedang mengusahakan agar tetap tinggal di rumahnya sendiri. Dia tidak akan nyaman tinggal di rumah mertuanya, sementara Puguh berada di rumah istrinya.

"Mas, aku tidak bisa menerima permintaanmu. Bagaimana kalau istrimu tahu aku berada di rumah ibumu?"

Puguh melupakan hal itu. Nadya, istrinya jelas memiliki akses yang bebas untuk pulang pergi ke rumah ibunya. Kalau Sashi berada di sana, maka istri sahnya itu akan lebih mudah mengetahui pernikahan keduanya.

"Baiklah, Mas izinkan kamu untuk tinggal di rumah ini. Namun, bolehkah Mas juga menginap di sini untuk beberapa hari ke depan?"

Deg!

Sashi jelas bingung harus menjawab seperti apa. Puguh sekarang suami sirinya, namun tetangga tidak tahu kalau status keduanya sudah menikah.

"Maaf, Mas. Kamu melupakan sesuatu. Pernikahan kita memang dilakukan secara siri sehingga banyak tetangga tidak tahu tentang hubungan kita. Aku minta maaf tidak bisa membiarkanmu untuk menginap di rumah ini."

Sudah jelas bahwa istri sirinya menolak. Bagaimana lagi, kenyataannya memang seperti itu. Puguh akhirnya mundur untuk kembali pulang ke rumahnya.

Di sana, dia sedikit dingin pada istrinya, Nadya. Wanita itu tidak berpikiran buruk tentang suaminya karena selama ini hubungan rumah tangganya baik-baik saja.

"Mas, kamu terlihat banyak pikiran?" tanya Nadya yang baru saja menyiapkan makanan.

Bagaimana tidak, Nadya? Aku sekarang beristri dua dan tanggung jawabku bertambah. Aku harus membagi gajiku. Bagaimana caraku menyampaikan ini padamu?

"Tidak, aku baik-baik saja."

Istri mana yang tidak merasa aneh dengan sikap suaminya yang tiba-tiba berubah seperti itu. Nadya curiga sesuatu, tetapi wanita itu enggan untuk menanyai langsung suaminya. Dia lebih memilih untuk pergi ke rumah mertuanya. Kalau Nadya tidak tahu, bisa jadi mertuanya jauh lebih tahu tentang masalah ini.

"Nad, kamu mau ke mana?" tanya Puguh yang melihat istrinya sudah rapi seperti itu.

"Aku mau ke pasar. Apakah kamu mau mengantarku?" Selama ini, Puguh tidak pernah mau sama sekali untuk mengantar Nadya ke pasar. Alasan klasik memang. Dia malas menunggu dan berpanas-panasan. Apalagi pekerjaan Puguh itu selalu bersih. Dia memang karyawan kantoran sehingga penampilannya selalu bersih.

"Pergilah! Kamu bisa naik taksi," ucap Puguh sembari menyodorkan beberapa lembar uang ratusan ribu.

Tumben sekali? Ini kan belum waktunya menerima uang belanja darinya. Uangku masih cukup kalau hanya untuk ke pasar dan belanja kebutuhan untuk dua minggu ke depan.

Tanpa berpikiran buruk tentang suaminya, Nadya menerima uang tersebut. Dia bersyukur setidaknya untuk beberapa minggu lagi dia masih memiliki cadangan keuangan. Walaupun suaminya tidak pernah memberikan jatah belanja yang terlalu menipis, namun tambahan uang hari ini bisa dipakai untuk cadangan.

Puguh tidak curiga. Dia mengira kalau istrinya benar-benar pergi ke pasar. Padahal Nadya sudah naik taksi menuju ke rumah mertuanya. Tingkah aneh Puguh hari ini membuat Nadya penasaran.

"Apa yang kamu sembunyikan dariku, Mas?" gumam Nadya.

Jarak rumah mertuanya tidak terlalu jauh, namun dia tidak mungkin meminta Puguh untuk mengantarkannya. Sampai di sana, ibu mertuanya terlihat terkejut mendapati kedatangan Nadya yang secara tiba-tiba.

"Nad, kamu sendirian?"

"Iya, Bu. Ibu kok sepertinya terkejut begini? Bukankah aku juga sering datang ke sini sendirian? Apa Ibu dan Mas Puguh menyimpan rahasia?"

Deg!

Lutfiah, ibunya Puguh merasa terkejut luar biasa. Menantunya mencium gelagat dari putranya. Jujur, Lutfiah tidak akan mungkin bisa mengatakan sekarang. Pernikahan putranya dengan Sashi sudah benar.

"Ti-tidak, Nadya. Ibu hanya merasa lelah. Beberapa hari ini Ibu selalu membantu pekerjaan ayah mertuamu."

Lutfiah harus menyembunyikan pernikahan ini sampai Puguh dan Sashi memiliki momongan. Setelah itu, Lutfiah barulah bertindak untuk menentukan mana yang harus dipertahankan putranya. Lutfiah tidak tahu kalau Sashi sudah mengajukan talak setelah 40 hari meninggalnya ibunya.

Nadya tidak percaya seratus persen. Ibu mertuanya jelas menyimpan sesuatu. Tingkahnya berubah menjadi aneh seperti itu. Sepertinya di sini, Nadya tidak mendapatkan jawaban apapun sehingga dia memutuskan untuk pulang ke rumah.

Sampai di rumah, Nadya melihat suaminya sudah berada di kamar. Tidak biasanya dia lebih banyak diam. Mengetahui istrinya datang, Puguh lekas duduk dan ingin berbicara dengannya.

"Ada apa, Mas? Kamu mendadak aneh hari ini."

Nadya tidak akan memaksa jika suaminya tidak mau bercerita, kalaupun dia mau bercerita, Nadya akan jauh lebih senang bisa membantu masalah suaminya.

Puguh menggenggam tangan istrinya. Dia berusaha untuk menetralkan suasana hatinya. Dia seperti seorang pria yang takut ketahuan kalau selingkuh.

"Nad ...."

"Ada apa, Mas?"

"Ehm, apa kamu tidak ingin kita mengikuti program kehamilan lagi?"

Deg!

Beberapa kali melakukan program kehamilan, Nadya terus gagal. Entah apa yang membuatnya gagal, padahal dari segi medis, keduanya dinyatakan sehat dan tidak ada yang bermasalah.

"Mas Puguh kan tahu sendiri. Kita sama-sama sehat, mungkin saja Allah belum berkehendak untuk memberikan kepercayaan kepada kita," jelasnya.

"Nad, kalau misalnya aku menikah lagi, bagaimana?"

Jeduar!

Selama lima tahun pernikahan, hubungannya dengan sang suami baik-baik saja. Namun, mendengar ucapannya barusan, Nadya seperti patah hati.

"Kenapa kamu ingin menikah lagi? Apa ini permintaan ibumu, Mas?" selidik Nadya. Ibu mertuanya juga terlihat aneh hari ini. Apakah ini penyebab yang membuat suaminya memikirkan sesuatu?

"Tidak, ini tidak ada hubungannya dengan ibu."

"Lalu, apakah ini hubungannya dengan kita yang belum memiliki keturunan? Aku kan pernah mengatakan padamu kalau kita bisa mengadopsi seorang anak untuk memancingku supaya lekas hamil, Mas. Namun, pihak keluargamu menolaknya. Aku bisa apa, Mas?"

"Tidak juga, Nad. Sama sekali tidak ada hubungannya."

"Berikan alasan yang logis kenapa kamu ingin menikah lagi? Kalau alasanmu masuk akal, bisa jadi aku akan menyetujuinya. Jika itu tidak masuk akal, jangan harap kamu bermain-main di belakangku."

Deg!

Puguh bingung. Alasan apa yang akan disampaikan pada istrinya? Haruskah dia mengatakan kalau sudah menikah siri dengan Sashi? Puguh lantas melepaskan genggaman tangannya. Dia mengusap kasar rambutnya sehingga terlihat acak-acakan.

"Mas, katakan! Jangan buat aku menerka-nerka masalahmu ini. Atau ada hal lain yang sedang kamu tutupi dariku? Ingat Mas, sepandai-pandainya kamu menyimpan rahasia, suatu hari aku pasti mengetahuimya."

Puguh terdiam. Harus mulai darimana sekarang? Tidak mungkin dia membawa Sashi untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya walaupun sebenarnya dia sudah masuk. Lalu, bagaimana caranya dia bisa bersikap adil karena Nadya mulai mencurigainya.

"Tidak, lupakan saja! Anggap saja pertanyaanku itu tidak pernah ada."

Begitu mudahnya Puguh membuat Nadya semakin curiga. Namun, Nadya tidak pernah menunjukkan kecurigaan pada suaminya. Perlahan dia akan menyelidiki tanpa diketahui suaminya.

Melamar Istri Orang

Sashi sengaja meminta cuti selama tiga hari. Dia sudah menyampaikan hal itu kepada rekan kerjanya, Laila. Laila yang akan menyampaikan hal itu kepada atasannya, Fathan Auriga.

Hari ini, Sashi kembali lagi bekerja. Perjalanan hidupnya di tempat kerja tidaklah mudah. Dia sering sekali berbeda pendapat dengan Fathan, Bosnya. Namun, di sisi lain tersiar kabar kalau Fathan menyukai Sashi. Sayangnya Sashi tidak pernah memberikan kesempatan pada duda 40 tahun itu.

Alasannya simpel, Sashi dan Fathan bertolak belakang. Fathan berasal dari keluarga kaya raya yang bisa menunjuk siapa saja untuk menjadi pasangannya. Dia pria sempurna dengan ketampanan yang luar biasa. Hanya saja mengenai status dudanya tak banyak yang tahu penyebabnya apa?

"Apa Bos marah padaku?" tanya Sashi ketika sampai di ruang kerjanya dan melihat Laila sudah datang.

"Sashi, mana bisa Bos Fathan marah padamu. Dia sudah menyukaimu cukup lama. Tidakkah ada kesempatan untuknya bisa mendekatimu?"

Deg!

Mana mungkin Sashi menerima bosnya itu dengan status barunya sebagai istri siri. Sejak awal niatnya untuk bekerja. Walaupun Sashi tahu kalau Fathan menyukainya, tetapi tak sedikitpun terbersit niatnya untuk mengejar cinta duda itu.

"Laila, lupakan Pak Fathan. Kita hanya bekerja dan tidak ada unsur cinta atau apapun di sini," jelas Sashi.

Suara nyaring itu masih bisa didengar bosnya. Sashi tidak menyadari kalau sejak tadi Fathan menguping pembicaraan mereka. Lebih tepatnya tidak sengaja, namun Fathan masih ingin mendengar ucapan pujaan hatinya.

Merasa sudah cukup mendengarnya, Fathan mengetuk pintu ruangan stafnya. Dia berniat untuk memanggil Sashi dan bicara dari hati ke hati.

Tok tok tok.

Laila membuka pintunya. Dia melihat pak Fathan sudah berdiri mematung di sana.

"Pak Fathan?" Laila terkejut. Ini kali pertama bosnya itu mengetuk ruang kerjanya langsung.

"Kenapa, Laila? Apakah kedatanganku mengejutkan?"

"Ti-tidak, Pak. Silakan masuk!"

"Tidak perlu. Aku hanya meminta Sashi untuk datang ke ruanganku sekarang dan bawakan beberapa berkas untuk rapat esok hari. Aku mau mempelajarinya."

Tak perlu mengulang lagi ucapan bosnya karena Sashi juga sudah mendengarnya. Fathan langsung kembali ke ruangannya dan menunggu pujaan hatinya itu dengan cukup sabar. Dia memang pria baik yang tidak memaksakan kehendaknya. Namun, terkadang kesabaran juga ada batasannya seperti Fathan. Dia menyukai Sashi sudah cukup lama. Namun, cintanya tak pernah berbalas sama sekali.

Kini, Sashi sudah berada di hadapan Fathan, bosnya. Walaupun dia duda, ketampanan dan kharismanya tetap terpancar. Dia juga sangat menghormati wanita dan tidak pernah berlaku kasar. Misteri tentang statusnya yang menjadi duda tak banyak orang tahu sehingga beberapa karyawan hanya mampu menerka-nerka saja.

"Ini semua berkas yang Bapak minta." Sashi menyodorkan beberapa map yang tertumpuk rapi di tangannya.

Fathan hanya menerimanya tanpa melihat terlebih dahulu. Urusannya bukan masalah berkas lagi, melainkan hatinya yang sudah bertaut pada Sashi.

"Sashi, saya turut berdukacita atas meninggalnya ibumu."

Ya, Fathan tahu kalau ibunya Sashi meninggal. Itupun atas izin yang disampaikan Laila kepadanya beberapa hari yang lalu.

"Terima kasih, Pak. Kalau memang sudah tidak ada lagi yang Bapak butuhkan, Sashi undur diri untuk kembali bekerja."

Fathan terdiam. Dia masih mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya sekali lagi. Mungkin saja setelah kepergian ibunya, Sashi membutuhkan sandaran untuk sekadar mengobrol atau mungkin membutuhkan pasangan hidup.

"Sashi, maafkan saya. Mungkin ini terlalu cepat. Setelah ibumu tiada, apakah kamu tidak menginginkan kehidupan baru? Maksudku tentang pasangan hidup. Maaf, saya mengetahui semua tentangmu."

Tidak, Pak. Bapak tidak tahu semuanya tentang kehidupanku. Bahkan, tentang pernikahan siriku, Anda tidak tahu.

"Saya setiap hari berusaha hidup untuk lebih baik, Pak. Mengenai pasangan hidup, saya sudah berserah diri. Mungkin ini belum saatnya berjodoh dengan Bapak."

Sashi tidak mungkin mengatakan pernikahan sirinya dengan Puguh. Fathan jelas terkejut jika mendapati kenyataan bahwa pujaan hatinya telah menikah dengan orang lain.

"Sashi, maaf sebelumnya. Saya bukan pria yang suka berbasa-basi. Mungkin selama ini saya terlalu lama menyimpan perasaan padamu. Di usia saya yang tak lagi muda, bukan waktu yang tepat untuk mengatakan cinta atau apapun itu. Yang pasti, hari ini aku melamarmu."

Deg!

Bosnya melamar wanita bersuami. Bukan salah Fathan, dia tidak mengetahui apapun. Sashi jelas menolak lamaran ini.

"Maaf, Pak. Sashi tidak bisa menerima lamaran Bapak."

Deg!

Fathan hampir putus asa. Dia percaya bahwa jodoh tidak pernah tertukar. Sejauh Sashi menolak, kelak kalau keduanya berjodoh, kemungkinan besar mereka akan bertemu lagi. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

"Berikan alasan yang jelas, Sashi! Saya memang tidak berhak untuk memaksamu dalam hal ini. Saya memberikan waktu untuk berpikir. Tidak ada tenggang waktu sampai kamu benar-benar bisa menerimaku."

Fathan nekat. Tidak ada perempuan yang paling tepat untuk mendampinginya kecuali Sashi. Sampai kapanpun, Fathan akan berusaha keras meyakinkan pujaan hatinya.

"Tidak ada alasan yang bisa saya utarakan, Pak. Ini mengenai privasi dan Anda tidak perlu mengawasi kehidupan saya lagi. Sekali lagi, itu cukup mengganggu privasi saya, Pak."

Sashi jelas kesal. Selama ini rupanya bos tempatnya bekerja selalu mengawasi kehidupannya secara mendetail. Sashi takut kalau pernikahan sirinya itu tercium bosnya. Bisa saja pria itu memecatnya sepihak dan Sashi akan kehilangan sumber penghasilannya untuk kehidupan sehari-hari.

Maaf, Sashi. Aku tidak bisa untuk tidak mengawasimu dari jauh. Aku cukup khawatir kalau kamu sampai kenapa-napa. Kamu prioritas hidupku saat ini.

"Maaf, Pak. Kalau memang sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, Sashi pamit."

Fathan tidak bisa mengekang Sashi. Semakin bawahannya itu tertekan, makan Fathan akan semakin jauh untuk menggapainya.

Di luar ruangan, Sashi menekan dadanya yang sesak. Andai Fathan tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kehidupannya? Masihkah pria itu mau menerimanya? Bahkan, barusan Fathan telah melamar wanita beristri yang statusnya disembunyikan. Sashi ingin menjerit, namun dia tidak kuasa. Suami sirinya telah menolak talak yang dimintanya.

"Sashi, kamu kenapa?" tanya Laila ketika sudah berada di ruangannya. "Apakah pak Fathan mengatakan hal penting tentang berkas yang kamu bawa?"

Sashi menggeleng.

"Sashi, kenapa cuma menggeleng? Aku butuh jawaban. Siapa tahu berkas yang kukerjakan tadi ada yang salah." Laila masih belum puas dengan jawaban yang diberikan rekan kerjanya itu.

"Belum ada, Laila. Pak Fathan belum membacanya, tetapi dia-"

Sashi menghentikan ucapannya. Perlukah dia mengatakan bahwa pak Fathan melamarnya? Sebenarnya tak masalah juga karena Laila selain rekan kerjanya, dia juga sahabat yang baik untuk Sashi.

"Pak Fathan kenapa? Apa dia memberikan bonus untuk kita berdua?"

"Tidak, Laila. Pak Fathan melamarku."

Laila bukan malah terkejut karena ucapan Sashi barusan. Malah dia tertawa renyah melihat Sashi seperti tertekan seperti itu.

"Loh, kenapa kamu malah tertawa?"

"Bagus, dong! Kan sebentar lagi kamu akan jadi Bu Bos. Jadi, apakah kamu menerimanya?"

Sashi terdiam. Dia tidak mungkin menerima lamaran Bosnya. Apalagi statusnya sekarang sudah bersuami. Laila masih menunggu jawaban rekan kerjanya. Namun, melihat mimik muka yang ditunjukkan Sashi padanya, Laila sudah bisa menyimpulkan jawabannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!