NovelToon NovelToon

Stalkerku Seorang Konglomerat

Hari Pertama Masuk Sekolah

Riana Rosalina adalah seorang gadis cantik berusia 16 tahun. Ia memiliki rambut panjang yang sangat halus, kulit berwarna putih yang halus dan bola matanya berwarna coklat keemasan sehingga tidak heran jika banyak pria yang tertarik padanya.

Di pagi hari yang cerah ini, gadis itu pergi kesekolah dengan berjalan kaki. Ia bersekolah di sebuah sekolah menengah atas yang bernama SMA Harapan Jaya.

"Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, aku harus segera bergegas agar tidak terlambat." Mempercepat langkah kakinya.

Ia hidup sebatangkara, kedua orang tuanya meninggal disaat usia nya masih 7 tahun. Kematian kedua orang tuanya lah yang membuatnya harus tinggal di sebuah panti asuhan.

Setelah umurnya genap 16 tahun, gadis malang itu Memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan bertahan hidup sendirian di dunia yang kejam dan tidak mengenal belas kasih.

Wusshhh...wushh....

Suara berbagai macam kendaraan beroda melintas di jalan raya. Gadis malang itu sedang menunggu lampu rambu lalu lintas berubah menjadi warna hijau.

"Di hari pertama masuk sekolah aku harus bersikap baik agar memiliki teman." Bergumam sembari melamun hingga tidak sadar bahwa rambu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau.

Menyadari lampu rambu lalu lintas telah berubah menjadi warna hijau, ia segera berlari menyebrang jalan karena khawatir jika lampu rambu lalu lintasnya kembali menjadi warna merah sebelum ia menyebrang.

Duaakkkk

Gadis itu menabrak seorang wanita cantik bermata sipit yang seumuran dengannya. Wanita itu sedang bersama dengan dua temannya dan mereka berseragam yang sama dengan seragam yang ia kenakan.

"Aduhh... kurang ajar!" Wanita bermata sipit itu marah dan membentaknya.

Menyadari akan kesalahannya, ia segera meminta maaf kepada wanita yang telah ia tabrak.

"Astaga! Maaf... saya tidak sengaja menabrak kamu.” Menundukkan kepalanya.

“Lain kali kalau jalan matanya dipakai!"

"Sekali lagi saya minta maaf! Saya tidak sengaja menabrak kamu." Ucapnya dengan nada suara yang ketakutan.

Perselisihan tersebut menarik perhatian setiap orang yang melintas sehingga wanita bermata sipit tersebut memutuskan untuk membiarkannya pergi karena tidak mau menarik perhatian lebih banyak.

"Ya sudah! Cepat pergi sana! Gue jijik liat muka lo."

Gadis malang itu berlari sekuat tenaga dengan napas yang terengah-engah. Semenjak kecil ia sering mendapatkan hinaan dari orang lain sehingga ia tidak terlalu sakit hati disaat dirinya dihina.

Hahahahaha

Ketiga wanita itu tertawa melihat Riana yang segera berlari setelah dihina dan di usir oleh teman mereka.

"Apa kalian tadi melihat ekspresi wajahnya? Sangat lucu sekali, hahaha."

"Haha.. sepertinya dia takut kepadamu, Risma."

Rupanya wanita sipit yang menghina gadis malang itu bernama Risma.

"Itu sudah pasti. Gue kan anak orang kaya, orang tua gue punya bisnis butik!" Menyombongkan diri dihadapan kedua temannya.

"Teman kami memang hebat! Benarkan, ruthfi?" Menepuk pundah Risma beberapa kali.

"Tentu saja, Anggi. Risma adalah teman kita yang paling hebat.”

Hahahaha…

Mereka tertawa terbahak-bahak hingga terjadi lah peristiwa aneh yang terjadi kepada Risma si wanita bermata sipit itu.

Wuushhhhh

Suara hembusan anging, ia pun berhenti tertawa dan menoleh kebelakang.

Terdapat sosok seorang pria memakai hoodie dan masker berwarna hitam sedang mengamatinya dari seberang jalan.

Bulu kuduknya berdiri seketika.

"Si.. siapa itu?”

Muncul segerombolan orang-orang melintas didepan pria berhoodie itu secara tiba-tiba sehingga menghalangi penglihatannya.

Kyakkk

Ia berteriak karena pria berhoodie tersebut menghilang setelah segerombolan orang-orang melewatinya.

Kedua temannya terkejut karena ia berteriak secara tiba-tiba.

“Kenapa kamu tiba-tiba berteriak, Risma?” Memasang wajah kebingungan

“Iya, kenapa kamu berteriak secara tiba-tiba? Kami kan jadi terkejut.”

“Tadi aku kaget karena di bajuku ada serangga, hahaha.” Berbohong kepada dua temannya karena tidak ingin dianggap aneh.

Hmm...

Teman-temannya masih memandang dirinya dengan wajah kebingungan.

"Sudahlah, ayo kita pergi! Nanti kita bisa terlambat masuk sekolah." Menarik lengan kedua temannya dengan wajah yang masih ketakutan.

Mereka pun bergegas pergi kesekolah karena tidak mau terlambat dihari pertama masuk sekolah.

Sementara itu, Riana sudah sampai di sekolah dan sedang mencari lokasi kelasnya berada.

"Wah.. sekolah ini sangat besar dan mewah. Aku tidak mengira aku bisa mendapatkan beasiswa di sekolah ini.” Berjalan sembari melihat sekeliling lorong yang ia lewati.

Kecantikan gadis itu menarik perhatian banyak pria di sekolahnya sehingga membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Wah... cantik bangat tuh cewe."

"Cantik sekali,  Apa aku coba mendekatinya, ya?"

"Ha..ha..ha.. dia tidak mungkin mau sama kamu."

Gadis malang itu mendengar pembicaraan para pria tersebut dan ia merasa tidak nyaman sehingga mempercepat langkah kakinya.

Drap.. Drap..

Tiba-tiba muncul seorang pria di dapannya, pria itu memiliki banyak jerawat dimukanya

"Hai cantik! Boleh kenalan?" Berbicara dengan santai sambil membenarkan posisi rambutnya.

"Maaf... saya harus segera pergi!" Mengabaikan pria berjerawat itu dan pergi meninggalkannya.

Kyaakkkk

Pria itu mengejar Riana dan menarik tangannya dengan paksa. Kegaduhan pun terjadi seketika dan menjadi tontonan murid-murid lainnya.

"Berani-beraninya lu mengabaikan gua!" Berbicara kasar.

"Ma..maaf! Saya tidak bermaksuk mengabaikan kamu." Menahan sakit karena tangannya ditarik dengan paksa.

"Halah... jangan banyak alasan lu!"

Murid-murid saling berbisik-bisik sembari menonton kejadian tersebut.

"Gila... kasar bangat tuh cowo! Siapa sih dia?"

"Kamu tidak tahu? Dia adalah anak kelas dua jurusan IPS, namanya Doni Anggara."

"Tunggu... maksudmu dia adalah orang yang dirumorkan itu? Salah satu Pemimpin kelompok berandalan dari kelas dua?"

"Iya! Dia orangnya."

"Kasihan sekali ya wanita itu."

"Iya.. tetapi wanita itu memang cantik, wajar saja jika si berandalan itu tertarik padanya."

Tidak ada satupun marid yang berani menolong gadis malang itu karena tidak mau terlibat masalah di hari pertama masuk sekolah.

Ditengah kegaduhan yang terjadi, datanglah seorang pria tampan berbadan kekar dari kelas dua bernama Vinter. pria itu memiliki wajah yang tampan, tubuh yang tinggi, dan rambut berwarna putih seperti salju.

"Wah...wah... aku tahu kamu salah seorang pemimpin kelompok berandalan di sekolah ini tetapi aku tidak menyangka kamu akan mengganggu adik kelas pagi-pagi begini. Terlebih dia adalah seorang wanita." Ucap pria bernama Vinter sembari berjalan menghampiri gadis malang itu.

"Vinter? apa yang sedang lu lakuin di sini?"

"Seperti biasa, gaya bicaramu sangat kasar, Doni."

"Tidak usah banyak bicara! Apa yang lu mau hingga datang ke sini?" Memandang tajam dengan penuh kebencian.

"Lepaskan tanganmu dari gadis itu dan serahkan dia kepadaku!" Menunjuk Riana yang sedang merintih kesakitan dengan jari telunjuknya.

"Tunggu... jangan bilang lu juga tertarik dengannya?"

"Kamu tidak perlu tahu alasannya, yang jelas aku sudah menyuruhmu untuk lepaskan tangannya!"

Vinter mengeluarkan tangan kanannya dari dalam saku celana kemudian mencengkram tangan Doni yang memegang tangan gadis itu.

"Ma..mau apa lu?" Gemetar ketakutan.

"Entahlah.... coba tebak apa yang akan ku lakukan!" Tersenyum sembari meremas pergelangan tangan Doni sekuat tenaga.

"Ahhh... sa..sakit!" Merintih kesakitan.

Beberapa saat setelah tangannya dicengkram oleh Vinter, akhirnya ia melepaskan tangannya dari gadis malang itu.

"Awas saja lu..... gua akan membalas semua penghinaan ini!" Berlari menjauh dari Vinter dan Riana.

pria berjerawat yang bernama Doni itu pergi sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit karena dicengkram sekuat tenaga oleh Vinter.

Setelah itu suana menjadi aman dan damai. Seluruh murid yang menyaksikan sudah pergi meninggalkan tempat itu satu per satu dan hanya menyisakan Riana dengan Pria berambut putih.

"Terimakasih sudah membantu saya."

"Tidak perlu berterimakasih. Perkenalkan, namaku vinter Soyala. Panggil saja Vinter!" Tersenyum sembari menjulurkan tangannya ke arahnya untuk mengajaknya bersalaman

"Ah.. iya, salam kenal! Namaku Riana!"

Mereka berjabat tangan dengan sedikit rasa canggung anatara satu sama lain.

"Omong-omong, kamu mau pergi ke kelas ya?"

"Iya! Saya ingin pergi ke kelas tetapi saya tidak tahu dimana kelasnya berada.”

"Kalau begitu, bagaimana jika aku mengantarkanmu ke kelas? Kamu kelas berapa?" Tersenyum ramah.

"Saya kelas 1-2! Apa tidak masalah kalau Kak Vinter mengantarkan saya sampai ke kelas?" Merasa tidak enak hati karena takut merepotkan orang yang baru ia kenal.

"Iya.. aku tidak masalah. Sekarang mari kita pergi ke kelasmu!"

“Baiklah kalau begitu.”

Vinter pun mengantarkan gadis itu ke kelasnya sambil berbincang-bincang di tengah perjalanan menuju kelas.

"Anu.... apakah saya boleh menanyakan beberapa hal kepada Kak Vinter?"

"Tentu saja boleh! Apa yang mau kamu tanyakan?"

"Siapa pria yang menarik paksa tanganku tadi?”

"Ohh... jadi itu yang ingin kamu tanyakan! Namanya adalah Doni, dia ketua dari kelompok berandal yang bernama White Tiger."

drrttt…

Gemetar ketakutan ketika mengetahui bahwa pria berjerawat itu adalah ketua kelompok berandalan di sekolahnya.

"Ke.. ketua kelompok berandalan? Apa tidak masalah jika kakak mencari masalah dengannya?” Menatap Vinter dengan penuh kekhawatiran.

"Kenapa aku harus takut? Kakak ku adalah ketua kelompok berandal nomor satu di sekolah ini, nama kelompoknya adalah The Power Of Money. Setelah kakakku lulus dari sekolah ini aku adalah kandidat penerus pemimpin kelompok itu." Membalas tatapan gadis itu dengan penuh rasa percaya diri.

"Kelompok berandal nomor satu?"

"Iya! Kelompokku adalah kelompok paling kuat di sekolah ini! Kamu tenang saja, Doni tidak akan berani macam-macam terhadapku."

"Tetapi bagaimana jika ia berbuat jahat padamu nanti?"

"Yah... aku hanya perlu menghacurkan dia dan kelomponya. Sudah kubilang bukan? Kelompokku paling kuat di sekolah ini dan sesuai namanya, kelompokku bekerja dengan baik sesuai uang yang diterima." Vinter tersenyum ke arah gadis itu.

karena tidak mengerti dengan penjelesalan Vinter, gadis itu kembali bertanya kepadanya dengan ekspresi wajah yang kebingungan.

"Sesuai dengan uang yang diterima? Apa yang kamu maksud, Kak Vinter?"

"Kamu tidak perlu memperdulikan perkataanku barusan, aku hanya asal bicara." Tersenyum ramah sambil memalingkan wajahnya seolah-olah tidak ingin meneruskan pembicaraan.

Tidak terasa mereka telah sampai di depan pintu ruang kelas 1-2.

"Terimakasih sudah mengantarkan saya, Kak Vinter!"

"Sama-sama! Jika kamu perlu bantuan, jangan sungkan meminta bantuan padaku!" Ucap vinter sembari berjalan meninggalkan Riana.

Teng...teng...teng...

Bel masuk pun berbunyi beberapa saat setelah Vinter pergi meninggalkan gadis itu dan seluruh murid termasuk Riana memasuki ruang kelasnya masing-masing untuk mengikuti pembelajaran.

Dua Teman Baru

Teng... teng... teng...

Bel masuk pun berbunyi, seluruh murid memasuki ruangannya masing-masing.

"Aku duduk dimana ya?"

Gadis itu sedang kebingungan memilih tempat duduk di hari pertama masuk sekolah.

Plokk

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang sehingga membuatnya membalikkan badan.

"Ternyata aku tidak salah lihat. Hei, Risma! Perempuan yang tadi menabrakmu di jalan ternyata satu kelas dengan kita." Berteriak memanggil Risma yang sedang duduk di mejanya.

Risma mendengar teriakan tersebut, ia beranjak dari tempat duduknya dan datang menghampiri gadis malang itu bersama dengan temannya yang bernama Anggi.

"Wah...wah... lihat siapa ini? Wanita miskin berpenampilan lesu yang tidak tahu diri." Menghina gadis itu dengan suara yang cukup lantang sehingga menarik perhatian seluruh murid satu kelas.

"Aku kan sudah meminta maaf kepada kamu. Kenapa kamu masih terus menghinaku?" Memberanikan diri untuk melawan dengan wajah yang sedikit ketakutan.

Seluruh murid satu kelas berbisik-bisik sembari melihat perselisihan antara mereka berdua. Walaupun mereka saling berbisik tetapi suara mereka tetap terdengar dengan jelas.

"Sombong sekali perempuan itu. Memangnya siapa dia?"

"Kamu tidak tahu? Namanya adalah Risma Herlina, dia anak dari pengusaha butik."

"Wah... berarti benar kalau dia anak orang kaya?"

"Iya! Tetapi dia sangat sombong."

"Omong-omong... perempuan yang bernama Riana itu sangat berani ya! Dia juga lumayan cantik, hehehe.”

"Dia memang cantik sih.... tetapi dia orang miskin. Kamu tidak melihat seragam yang ia pakai? Sangat lesu."

"Sepengetahuanku dia seorang anak yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal disaat ia masih kecil."

"Astaga... Kasihan sekali."

Mendengar bisikan para murid lain yang menontonnya membela Riana, ia sangat marah kemudian menampar pipi gadis malang itu.

Kyaakkkk

Suara teriakan Riana karena ditampar oleh Risma. Ia jatuh tersungkur di lantai setelah ditampar di pipi sebelah kanan.

"Aduhh.. sakit." Merintih kesakitan sembari menahan tangis.

"Hahaha... sudah miskin, sok canrik, dan juga lemah. Baru ditampar saja sudah menangis seperti itu."

Suana kelas hening seketika, murid-murid lain ingin membantu gadis malang itu tetapi mereka tidak berani membantunya karena tidak ingin terlibat dalam masalah yang akan menyulitkan mereka nanti. Sebagai salah seorang murid yang berasal dari keluarga yang kaya, Risma memiliki kekuasaannya tersendiri didalam kelas sehingga tidak sedikit murid di kelas itu yang merasa takut kepadanya.

"Itulah yang akan lo dapat jika berani melawan gue." Menjulurkan tangan kanannya kemudian menjambak rambut gadis malang itu.

"Ahhhh.... sa..sakit.”

"Blaaa...blaaa...blaaa... lo pikir gue peduli kalau lo kesakitan?"

ia menangis karena kesakitan sambil mencoba melepaskan tangan Risma yang menjambak rambutnya.

Suasa kelas menjadi lebih gaduh, mereka tidak menyangka jika Risma akan melakukan hal sekejam itu secara terang-terangan di dalam kelas.

Di tengah-tengah kegaduhan yang terjadi, datanglah seorang pria berbadan atletis dan bermata ungu serta wanita cantik bermata biru. Mereka muncul dari balik kerumunan murid-murid yang menonton lalu datang menghampiri.

"Lepaskan tanganmu darinya perempuan jelek!" Pria bermata ungu tersebut menggenggam pergelangan tangan Risma yang menjambak rambut Riana.

"Si.. siapa lo? Berani lo kasar kepada perempuan?" Gemetar ketakuan karena badan pria itu cukup besar dan atletis.

"Perkenalkan, namaku adalah Reynold dan aku tidak peduli lawanku seorang pria atau wanita. Aku akan menghabisi mereka jika membuatku kesal." Mencengkram tangan Risma sekuat tenaga dengan senyum yang amat sangat menyeramkan.

A..aduh...

Risma melepaskan jambakkannya dari rambut Riana karena kesakitan.

Suana kelas menjadi semakin gaduh. Melihat Risma sedang kesusahan, kedua temannya mencoba untuk membantunya.

"Pria macam apa kamu berani kasar terhadap perempuan?" Bertanya dengan wajah ketakutan.

"I..iya! Pria macam apa kamu!"

Anggi dan Ruthfi berusahan memojokkan pria bermata ungu itu walaupun tubuh mereka sedikit bergetar karena takut kepadanya. Sebagai teman yang baik mereka harus menolong Risma yang sedang kesulitan menghadapi pria bermata ungu tersebut.

"Berhenti bicara sebelum ku pukul wajah kalian berdua!" Mengepalkan tangannya yang besar dan terlihat menyeramkan.

Mereka gemetar ketakutan saat di ancam oleh Reynold sehingga memutuskan untuk mundur dan tidak menolongnya lebih jauh karena mereka bisa pingsan jika wajahnya dipukul oleh pria itu.

Menyadari akan hal itu, Risma mencoba mengancam untuk melindungi dirinya.

"Lo tidak tahu siapa gue? Gue anak orang kaya, kedua orang tua gue mempunyai usaha butik." Ucap Risma sambil mencoba melepaskan tangannya yang digenggam.

"Memangnya kenapa kalau kedua orang tua mu mempunyai usaha batik?" Tiba-tiba seorang wanita bermata biru menimbrung pembicaraan mereka sambil membantu Riana yang jatuh tersunkur di lantai untuk bangun.

“Kedua orang tua gue pengusaha, tentu saja gue mempunyai banyak uang untuk menuntut dan memasukkan kalian kedalam penjara." Kembali mengancam.

"Pfftt... kamu boleh menuntutku dan Reynold jika itu yang kamu mau! Ya... itu pun jika kedua orang tuamu berani untuk melakukannya." Tersenyum sembari memandang Risma dengan tatapan yang merendahkan.

Murid-murid lain yang menonton keributan itu kembali saling berbisik antara satu sama lain dengan suara yang masih terdengar dengan jelas.

"Wah... siapa kedua orang itu?"

"Aku juga tidak tahu, tetapi mereka sekelas dengan kita."

"Melihat mereka berani melawan Risma sepertinya mereka bukan berasal dari keluarga biasa, ya?"

"Aku juga berpikir hal yang sama denganmu."

"Mereka berdua sangat keren dan juga pemberani. Aku sangat mengagumi orang seperti mereka."

Risma semakin kesal setelah mendengar bisikan teman sekelasnya. Ia merasa kesal karena tidak ada satupun dari mereka yang membelanya.

"Lepaskan tangan gue sekarang juga!" Berteriak sambil memukul tangan pria bermata ungu tersebut walaupun pukulannya sangat lemah dibandingkan tangan yang mencengkramnya.

"Lepaskan tangannya, Reynold! Kita tidak perlu membuat masalah ini menjadi semakin rumit. Kita biarkan saja 'Pria itu' yang mengurus wanita ini!"

"Baiklah! Aku akan menuruti perkataanmu, Kharisma!" Melepaskan tangan Risma sambil tersenyum manis.

"Lihat saja... gue akan tuntut kalian ke pengadilan! Tamat sudah riwayat hidup kalian berdua."

Drap... drap...

Wanita bermata biru itu menghampiri Risma karena merasa kesal lalu berbisik padanya.

"Riwayat hidupmu lah yang akan tamat, sayang."

"A... apa yang lo maksud?"

"Semenjak kamu menampar dan menjambak rambut gadis cantik bernama Riana itu, riwayat hidupmu sebenarnya memang sudah tamat! Aku hanya bisa berharap semoga kamu selamat dari 'Pria itu'."

Risma merasa ketakutan lalu menatap wanita itu dengan tatapan yang tajam.

Ia membalas tatapan tajam itu dengan senyuman tipis lalu pergi menghampiri teman pria nya dan Riana.

Pertengkaranpun akhirnya berakhir, Risma dan kelompoknya pergi ke tempat duduknya dengan wajah yang ketakutan.

Menyadari bahwa Risma telah kalah, murid-murid yang menonton kejadian tersebut mulai pergi satu per satu dan hanya menyisakan Riana serta dua orang yang telah membantunya.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya wanita bermata biru.

"Iya.. aku tidak apa-apa!"

"Ahh... aku lupa kita belum saling berkenalan. Perkenalkan, namaku Kharisma Candrawati dan pria di sampingku bernama Reynold Custodio." Menunjuk pria bermata ungu dengan jari telunjuknya.

"Salam kenal." Ucap Reynold sambil tersenyum ramah.

"I..iya.. salam kenal juga. Namaku Riana Rosalina."

Gadis itu sangat senang karena ada yang mengajaknya berkenalan.

"Baiklah, Riana. Apakah kamu sudah memilih tempat duduk?”

“Aku belum memilih tempat duduk.” Menggelengkan kepalanya.

"Bagaimana kalau kamu duduk dekat aku dan Reynold? Kita bisa menjadi teman kalau kamu tidak keberatan."

Cring...

Gadis itu tersenyum bahagia dengan mata yang berbinar-binar karena ada yang mau berteman dengannya.

"Ti..tidak! Aku tidak keberatan sama sekali." Menggenggam tangan Kharisma sembari tersenyum.

“Syukurlah jika kamu mau berteman dengan kami.”

"Kalau begitu mari pergi ke tempat duduk kita! Sebentar lagi pelajaran akan segera dimulai."

Mereka bertiga pergi ke tempat duduknya di pojok belakang sebelah kanan. Reynold duduk paling belakang, lalu tempat duduk Riana di depannya serta tempat duduk Kharisma di depan tempat duduk Riana.

Beberapa saat kemudian guru memasuki ruangan kelas dan pembelajaran pun dimulai. Mereka mengikuti pembelajaran dengan baik hingga tidak terasa waktu cepat berlalu.

Teng... teng... teng...

Bel istirahat pun berbunyi karena waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, semua murid berlarian ke arah kantin.

"Ayo kita ke kantin, Riana!"

"Iya.. ayo kita pergi ke kantin bersama!"

Kedua teman yang baru ia kenal mengajaknya pergi ke kantin bersama.

Gadis itu tersenyum bahagia dan menerima ajakannya meski ia tidak ingin pergi ke kantin karena tidak memiliki uang untuk membeli jajanan.

Setelah berjalan sekitar 5 menit, mereka pun sampai di kantin sekolah.

"Kamu ingin membeli apa, Reynold?" Tanya Kharisma.

"Aku ingin membeli kebab! Kamu mau membeli kebab juga?”

Wanita bermata biru itu menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

"Aku sedang diet, jadi aku akan membeli ice cream saja. Kalau kamu ingin membeli apa?" Ia menoleh ke arah Riana.

"Aku tidak ingin membeli apa pun.. aku tidak mempunyai uang."

Kharisma dan Reynold saling bertatapan mata lalu memandang gadis itu dengan tatapan yang penuh dengan keheranan.

“Kenapa kamu ikut ke kantin jika tidak ingin membeli apa pun?”

“Ini pertamakalinya ada orang yang mengajak ku pergi ke kantin bersama, jadi aku tidak ingin menolak ajakan itu.” Tersenyum dengan wajah yang ceria.

Haaa….

Kharisma menghela napas dan Reynold menggaruk-garuk kepalanya karena keheranan dengan jawaban yang diberikan oleh gadis itu.

"Bagaimana jika membeli ice cream? Aku yang akan membayarnya."

"Tidak perlu... aku tidak ingin merepotkanmu."

"Tenang saja! Aku tidak kerepotan sama sekali." Menarik tangan Riana lalu membawanya pergi ke tempat penjual ice cream.

Reynold juga pergi ke tempat penjual kebab dan mereka berjanji bertemu kembali di dalam kelas setelah membeli jajanan di kantin.

Vinter Soyala

Klekkk..

Suara pintu kelas dibuka.

"Wahhh.. aku tidak mengira kalian sampai secepat ini." Berjalan masuk ke dalam ruang kelas.

"Kamu saja yang terlalu lama membeli makanannya." Kharisma menjawab dengan ketus.

Mereka bertiga duduk berdekatan dan saling berbincang antara satu sama lain sambil memakan jajanan yang mereka beli di kantin.

"hmm... aku masih penasaran denganmu."

"Apa yang membuat kamu penasaran terhadapku, Kharisma?” Menjawab sembari membuka plastik ice cream.

"Siapa kamu sebenarnya dan dari mana kamu? Ceritakan kepadaku tentang latar belakang hidupmu!" Memegang tangan gadis itu dengan lembut.

Ia merasa ragu ketika ingin menceritakan masa lalunya karena takut kedua teman yang baru saja ia kenal pergi meninggalkannya setelah mengetahui latar belakang hidupnya.

"Apakah aku harus menceritakan latar belakang hidupku?" Bertanya dengan wajah yang penuh keraguan.

"Kamu boleh menolak jika tidak mau menceritakannya.”

"Ti.. tidak.. bukan seperti itu.”

Gadis itu merasa kebingungan, ia tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi tersebut.

"Lalu kenapa?" Tanya Reynold sambili memakan kebab yang ia beli di kantin.

"Aku hanya takut kalian akan pergi meninggalkanku jika mengetahui latar belakang hidupku." Memasang wajah yang penuh dengan kesedihan.

"Bagaimana bisa aku dan Reynold pergi meninggalkanmu? Sementara nasib keluarga kami berada di genggaman tangan ‘pria itu’." Kharisma bergumam dengan ekspresi wajah yang datar.

Reynold yang sedang memakan kebab seketika tersedak hingga mengeluarkan batuk.

Uhukkk.. uhukk..

“Kamu kenapa, Reynold?”

“Aku hanya tersedak, kamu tidak perlu mengkhawatirkan ku, Riana!” Tersenyum ramah setelah tidak tersedak lagi.

Pria bermata ungu itu menoleh ke arah Kharisma dan menatapnya dengan tatapan yang tajam.

"Apa yang kamu katakan tadi, Kharisma? Suara mu sangat kecil sehingga aku tidak mendengarnya" Gadis itu bertanya sambil memakan ice cream.

"Tidak.. aku tidak mengatakan apa pun. Mungkin tadi kamu salah dengar." Tersenyum ramah.

"Baiklah, kamu benar! Mungkin tadi aku salah dengar.”

Gadis itu sangat baik dan polos sehingga ia mudah mempercayai perkataan orang lain. Terlebih Kharisma adalah teman yang dianggap berharga olehnya.

“Aku ingin pergi ke toilet sebentar.”

Ia beranjak dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Kharisma dan Reynold.

Haaaa…

Suara Reynold menghela nafas dengan wajah yang terlihat lelah.

"Apa yang baru saja kamu lakukan? Bagaimana jika dia mendengar perkataanmu tadi?" Memarahi Kharisma.

"Aku tahu! aku tidak sengaja melakukannya. Jadi jangan memarahiku seperti itu karena aku tidak menyukainya."

Haaa…

Kembali menghela napas.

"Lain kali berhati-hatilah! Riwayat hidup kita akan tamat jika membuat pria itu marah."

Pria bermata biru itu seketika berhenti memarahi Kharisma dan kembali memakan kebab yang ia beli di kantin.

"Mau aku pikirkan beberapa kali pun ini memang sangat aneh. Bagaimana bisa gadis yang polos dan sebaik dia bisa berurusan dengan 'pria' yang menyeramkan itu." Ucap Kharisma sambil memakan ice creamnya.

"Aku juga merasa sangat penasaran tetapi kita turuti saja kemauannya agar kehidupan keluarga kita menjadi lebih aman dan sejahtera."

Wanita bermata biru itu menganggukkan kepalanya yang menandakan bahwa dia setuju dengan perkataan Reynold.

Sepuluh menit pun telah berlalu, Riana sedang dalam perjalanan menuju ke kelas setelah dari toilet.

"Wahh.. aku masih tidak menyangka bisa sekolah di sini. Mendapatkan beasiswa di sekolah ini merupakan keberuntungan terbesar dalam hidupku.” Berjalan sambil melihat sekeliling.

Brakkkk

Gadis itu menabrak punggung seorang pria yang sedang berdiri di depannya.

"Ma.. maaf! Saya tidak sengaja." Segera meminta maaf kepada orang yang telah ditabraknya

"Kalau jalan hati-ha..." Pria tersebut menoleh kebelakang lalu berhenti berbicara karena terkejut setelah mengetahui siapa orang yang telah menabraknya.

"Ka.. Kak Vinter?"

"Riana? Sedang apa kamu disini?"

Mereka berdua sama-sama terkejut sehingga tidak tahu harus berbicara apa antara satu sama lain.

"Hei, kamu! Kalau jalan lihat-lihat dong!”

Seorang pria berkulit hitam yang merupakan teman Vinter membentak gadis malang itu sehingga membuatnya ketakutan.

“Sa.. saya benar-benar minta maaf.” Gemetar ketakutan.

“Teman gua jadi kesakitan karena lo tabrak. Pokoknya lo harus bayar sebesar 1 juta rupiah sebagai uang ganti rugi”

Pria berkulit hitam itu mencoba memeras Riana dengan alasan sebagai uang ganti rugi karena sudah menabrak temannya.

"Saya benar-benar tidak sengaja menabrak Kak Vinter dan saya juga tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar ganti rugi." Menahan diri agar tidak menangis.

"Apa? Lo tidak mempunyai uang? Pokoknya lo harus ganti rugi! Lo tidak lihat teman gua kesakitan karena lo tab..." Pria tersebut berhenti berbicara setelah melihat Vinter yang menatapnya dengan wajah yang penuh dengan kemarahan.

Hikss.. hiks..

Gadis itu tidak kuat menahan air matanya lalu menangis tersedu-sedu.

Melihatnya menangis, Vinter segera mengusap air mata gadis itu menggunakan kedua tangannya.

"Tidak apa-apa! Kamu tidak perlu membayar uang ganti rugi karena aku baik-baik saja." Mencoba menenangkan Riana yang sedang menangis.

"Apakah benar Kak Vinter baik-baik saja?"

ia berhenti menangis lalu bertanya kepada pria berambut putih tersebut dengan tatapan yang bersungguh-sungguh.

Vinter menoleh ke arah temannya yang sedang kebingungan dengan situasi yang terjadi.

"Aku sangat baik-baik saja. Bukankah begitu, Diki?" Menatap pria berkulit hitam dengan wajah yang penuh dengan kemarahan.

Pria itu gemetar ketakutan sehingga hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kamu lihat sendiri kan? Temanku menganggukkan kepalanya." Kembali menoleh ke arah Riana dengan senyum yang ramah.

"Baiklah.. kalau begitu apakah saya boleh pergi? Saya harus segera menemui teman-teman saya di kelas." Mengusap kedua matanya yang basah karena menangis.

"Tentu saja boleh." Memberikan jalan kepada Riana untuk pergi.

“Terimakasih, Kak Vinter.”

Gadis itu segera pergi ke kelasnya sehingga hanya tersisa Vinter dan pria berkulit hitam di tempat itu.

"Apa yang baru saja kamu lakukan?" Vinter menarik kerah baju milik temannya.

"Ke.. kenapa kamu semarah ini? Aku hanya mencoba memeras gadis itu seperti kita memeras anak-anak lain untuk mendapatkan uang." Gemetar ketakutan menghadapi Vinter yang sedang marah.

Brakkk

Ia mendorong temannya tersebut hingga jatuh tersungkur di lantai.

"Lain kali jangan mencari masalah dengan gadis itu karena ia adalah target 'permintaan nomor satu' yang harus kita lindungi." Mencoba meredakan amarahnya karena pria tersebut merupakan rekan satu kelompok dengannya.

"Pe... permintaan nomor satu? Maksudmu permintaan yang menggemparkan kelompok kita?"

"Iya! Maka dari itu kamu jangan mencari masalah dengannya! Jika dia berada dalam kesulitan kita harus menolongnya karena keselamatan dan kenyamanannya selama bersekolah disini merupakan tugas kita."

"Ba.. baik! Akan aku ingat perkataanmu." Pria tersebut menjawab perkataan Vinter sembari mencoba untuk berdiri.

"Nama anak itu adalah Riana Rosalina dan dia berasal dari kelas 1-2. Segera beri tahu kakakku dan seluruh anggota kelompok kita tentang wanita itu agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi!"

Pria tersebut menganggukkan kepalanya dan segera pergi meninggalkan tempat itu.

"Ahh... tunggu sebentar, Diki!"

Ia berhenti berjalan dan memalingkan wajahnya ke arah Vinter.

"Katakan juga kepada mereka untuk membantu gadis tersebut jika ia sedang berada dalam kesulitan"

Pria berkulit hitam tersebut menganggukkan kepalanya lagi lalu kembali bergegas untuk menyampaikan perintah Vinter kepada kakaknya dan seluruh anggota kelompok. Tidak lama setelah Diki pergi, Vinter juga pergi ke suatu tempat sendirian dengan wajah yang masih menahan amarah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!