NovelToon NovelToon

Suami Kedua

Objek Fantasi

Di sebuah kamar VVIP sebuah Club, malam ini tampak seorang pria sedang menikmati malamnya dengan seorang wanita bayaran yang sudah biasa bekerja melayani pria hidung belang.

Pria matang berusia 36 tahun itu tampak sedang berbaring sambil menikmati permainan yang diberikan oleh wanita bayarannya.

Meski pria itu sedang bercinta dengan wanita bayaran, namun dia selalu membayangkan wajah wanita pujaan hatinya. Bahkan di puncak kenikmatannya, dia memanggil nama wanita dengan begitu merdu.

Sedangkan si wanita bayaran hanya diam saja dan terus melayani pelanggannya. Tak peduli siapa yang dipanggil pria iti, tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Asal dia dapat uang untuk menyambung hidupnya.

"Ohh.... Lidiaaaaa!!! Aku memcintaimu!!" Erangnya saat semburan lavanya sudah keluar.

Seketika itu Sean mendorong wanita yang sejak tadi berada di atas tubuhnya. Setelah itu melepas sesuatu yang sejak tadi membungkus senjatanya. Cairan yang ada dalam pembungkus itu lalu dia buang begitu saja ke lantai.

"Cepat pakai bajumu dan segera keluar dari kamar ini!!" ucap Sean dengan nada dingin.

Tak lupa dia mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu pada wanita itu sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

"Cepat pergilah!!" usir Sean.

"Terima kasih, Om. Kalau Om masih ingin memakai jasaku, Om tinggal ke tempat ini lagi. Dengan senang hati aku akan melayani Om. Dan aku juga bersedia Om panggil Lidia." ucap wanita itu setelah menerima uang pemberian Sean.

"Pergi cepat!!" Sean tidak mempedulikan ucapan wanita itu.

Setelah wanita bayarannya keluar, Sean kembali merebahkan tubuhnya yang masih polos. Dia mengambil ponselnya dan mencari foto dalam galerinya.

Cup

"Aku mencintaimu, Lidia!" ucapnya setelah mengecup foto seorang wanita yang sejak dulu dia simpan dalam ponselnya.

Sean melirik jam tangannya masih menunjukkan pukul 1 dini hari. Tiba-tiba perutnya merasa lapar. Akhirnya mau tidak mau dia harus keluar dari tempat itu.

Sean membersihkan tubuhnya terlebih dulu sebelum meninggalkan Club itu.

Beberapa saat kemudian Sean sudah berada di sebuah restauran cepat saji yang buka 24 jam. Dia segera memesan makanan, lalu memakannya dengan lahap.

Drama percintaannya yang cukup singkat ternyata membuat perutnya lapar. Sean menikmati makanannya sambil memikirkan seseorang yang selalu ada dalam hati dan memenuhi otaknya. Bahkan seseorang itu selalu ia jadikan sebagai objek fantasinya saat bercinta.

Tidak hanya saat melakukan dengan wanita bayaran, Sean membayangkan wajah Lidia. Namun juga saat melakukannya sendiri.

Sean sadar kalau perbuatannya itu sangat tidak dibenarkan. Bagaimana jika wanita yang ia jadikan objek fantasinya itu tahu, atau bahkan suami dari wanita itu tahu. Mungkin nyawanya akan menjadi taruhannya.

Ya, Sean akui akan kesalahannya yang dengan berani mencintai wanita yang bernama Lidia. Memang kedengarannya tidak ada masalah jika kita mencintai siapapun. Namun salahnya Sean adalah dia mencintai istri bosnya. Apa bukan seperti membangunkan singa yang sedang tidur?. Dan disini pintarnya Sean, dia bisa menyembunyikan perasaannya itu.

"Kelaparan bro, habis memadu kasih dengan Lidia?" ucap seorang pria yang tiba-tiba saja duduk di hadapan Sean.

Sean hanya mendengus kesal pada teman sekaligus sahabatnya yang kalau bicara asal ceplos dan tanpa disaring terlebih dulu.

"Ngapain kamu ikutan kesini?" Kesal Sean sambil melirik Leon.

Leon hanya mengangkat bahunya acuh, setelah itu dia berdiri dan memesan makanan. Sedangkan Sean kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda karena memikirkan Lidia.

Beberapa saat Leon sudah kembali ke meja yang ditempati oleh Sean dengan membawa nampan yang berisi makanan dan minuman.

Pria yang usianya lebih muda 3 tahun dari Sean itu juga tampak lahap memakan makanannya. Dia bahkan tidak peduli dengan tatapan kesal dari sahabatnya.

"Bagaimana rasanya Lidia yang tadi?" tanya Leon dengan mulut masih mengunyah makanan.

"Kamu bisa diam nggak? Habisin dulu tuh makanan, baru bicara." gerutu Sean.

"Aku kan hanya tanya. Dan kamu bisa menjawabnya selagi aku masih mengunyah makananku." jawab Leon santai.

Sean semakin kesal melihat sikap Leon. Andai saja Billal tidak menjalin kerjasama dengan Tuan Nugraha, pasti dia tidak akan bertemu dengan asisten pribadinya yang sangat menyebalkan itu. Namun tidak dipungkiri, Leon juga termasuk pria yang sangat nyaman untuk diajak berteman. Walau sikapnya sering menyebalkan.

Sudah hampir seminggu ini Sean dan Leon sedang berada di luar kota. Mereka berdua sama-sama mendapat tugas dari bosnya untuk mengurus proyek pembangunan mall yang ada di kota Z.

Jika Tuan Nugraha memerintah Leon mewakilinya untuk meninjau proyek ini lantaran istrinya sedang sakit, berbeda dengan Billal. Pria itu menyuruh Sean meninjau proyek karena tidak mau meninggalkan istrinya yang kini sedang hamil tua. Meskipun demikian, Sean tetap melalsanakan tugasnya dengan baik. Karena Billal adalah bos terbaiknya. Bagaimana tidak, sudah hampir sepuluh tahun Sean menjadi asisten pribadi Billal Graham Imtiaz. Sean sudah sangat mengenal siapa Billal. Bahkan dia menganggap Sean sudah seperti kakaknya. Hanya saja dia sendiri yang tidak tahu diuntung, karena berani mencintai istrinya. Namun Sean tidak pernah melakukan hal yang nekat. Dia hanya mencintai Lidia dalam diam. Tidak ada seorang pun yang tahu kecuali Leon.

"Mau kemana kamu?" tanya Leon saat melihat Sean sudah beranjak dari duduknya.

"Bukan urusan kamu." jawab Sean acuh.

Tanpa mempedulikan gerutuan Leon, Sean segera pergi. Namun kali ini dia memutuskan untuk pergi ke hotel dimana dia menginap selama seminggu ini. Dan kamarnya pun bersebalahan dengan kamar Leon.

Sean sudah masuk ke kamarnya. Dia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Entah kenapa malam ini dia sangat merindukan wanita itu. Bahkan setelah percintaannya dengan wanita bayarannya tadi, bayang-bayang wajah Lidia terus menghantuinya.

"Ahhh.... Bodoh amat.. Biarkan aku tetap mencintaimu dalam keadaan seperti, Lidia. Maafkan aku!" ucap Sean sebelum matanya terlelap.

**

Keesokan paginya Sean sudah terbangun dari tidurnya. Semalam tidurnya sangat nyenyak. Bahkan saking nyenyaknya, Lidia tidak mampir ke dalam mimpinya.

Sean melirik ponselnya dimana ada pesan dari Leon kalau hari ini akan datang melihat proyek pembangunan mall lagi. Padahal sekarang hari minggu. Harusnya dia libur.

Sean membuang ponselnya ke atas kasur. Lalu dia kembali merebahkan tubuhnya, karena jujur saja pagi ini dia ingin bermalas-malasan.

Belum sempat Sean menutup matanya, bunyi dering ponselnya telah mengganggunya. Dia yakin pasti itu adalah ulah Leon. Sean mencoba abai, namun ponselnya kembali berdering.

Kemudian dia mengambil ponsel itu lalu menggeser icon warna hijau untuk segera menjawab panggilan itu.

Belum sampai Sean mengumpat kesal, dia terkejut setelah mendengar isak tangis di balik sambungan teleponnya.

"Iya, Lid... Ahh maksud saya Nyonya. Ada apa?" tanya Sean. Ternyata yang menelepon adalah Lidia.

"....."

"Apa? Baiklah, saya akan pulang sekarang juga." jawab Sean dan segera menutup panggilannya.

Setelah itu Sean bergegas mandi lalu bersiap untuk pulang. Tepatnya pulang ke rumah bosnya.

.

.

.

*TBC

Perhatian Lidia

Selesai mandi dan berganti pakaian, Sean segera keluar kamarnya. Sebelum dia check out, Sean terlebih dulu mengetuk pintu kamar Leon yang berada tepat di sebelah kamarnya.

"Aku kan bilangnya nanti jam 9 kita perginya." ucap Leon setelah membuka pintu kamarnya.

"Ck, siapa yang mau pergi sama kamu. Aku kesini hanya untuk menyampaikan sesuatu, kalau sekarang juga aku harus pulang karena Tuan Billal sedang dilarikan ke rumah sakit. Jadi, aku minta tolong kamu handle dulu semuanya." ucap Sean.

"Apa? Tuan Billal sakit apa? Baiklah, kamu jangan khawatir. Biar nanti aku sampaikan pada bosku." jawab Leon yang juga ikut khawatir tentang keadaan Billal.

Sean menepuk pundak Leon dan mengucapkan terima kasih. Itulah Leon, meski sifatnya terkadang menyebalkan, namun jiwa kemanusiaannya sangat tinggi.

Sean sudah check out. Setelah itu dia segera memesan taksi untuk pergi ke bandara. Untung saja ada penerbangan ke kota B pada jam seperti ini.

Dalam perjalanan, Sean tak henti-hentinya memikirkan keadaan Billal. Dia masih ingat jelas saat Lidia memberikan kabar tadi, bahwa Billal dilarikan ke rumah sakit setelah ditemukam pingsan di ruang gym.

Selama ini Sean tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan tuannya. Lebih tepatnya semenjak Billal menikah dengan Lidia lima tahun yang lalu.

Karena Lidia adalah istri yang sangat perhatian, maka mulai dari saat itu Sean sudah tidak terlalu ikut campur mengenai kehidupan bosnya. Dia hanya bertugas membantu menangani perusahaan saja.

Selama kurang lebih satu jam menempuh perjalanan udara, Sean kini sudah tiba di bandara kota B. Dia segera memesan taksi untuk mengantarnya langsung ke rumah sakit.

Namun saat Sean sudah berada dalam taksi tiba-tiba saja ada panggilan dari Lidia.

"Iya, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Sean.

"....."

"Baiklah, kalau begitu saya akan ke rumah dulu, sebelum pergi ke rumah sakit." ucap Sean.

"...."

Sean menutup sambungan teleponnya setelah Lidia memintanya untuk pulang ke rumah terlebih dulu sebelum pergi ke rumah sakit. Tadi Lidia juga mengatakan kalau dirinya sudah pulang ke rumah karena saat ini Chandra sedang sakit, ditambah usia kandungannya yang sudah tua, membuatnya sangat kelelahan.

Ckittttt

Taksi yang ditumpangi Sean tiba-tiba mengerem mendadak setelah dihadang dua orang pengendara motor. Sean segera turun dan meminta sopir taksi untuk tetap di dalam.

"Ada apa ini?" tanya Sean menghampiri dua pria yang masih menaiki motornya.

Kedua pria itu tak menjawab. Mereka berdua turun dari motor dan langsung menghajar Sean.

Bugh bugh bugh

Perkelahian tak dapat dihindarkan lagi. Sean melawan kedua pria itu. Kekuatan mereka sama-sama kuat. Sean yang hanya sendirian akhirnya tumbang juga setelah mendapatkan tendangan tepat mengenai perutnya.

"Pikirkan sekali lagi tawaran Tuan David untuk menjadi asisten pribadinya, jika kamu tidak ingin mengalami kejadian seperti ini lagi." ucap salah satu pria itu sambil mencengkeram kerah baju Sean, lalu menghempaskannya.

Kedua pria itu bergegas pergi meningalkan Sean. Lalu sopir taksi yang sejak tadi diam ketakutan di dalam mobil akhirnya keluar untuk membantu Sean.

"Tuan, maaf. Apa perlu saya membawa anda ke rumah sakit?" tanyanya.

"Tidak perlu. Tolong segera antar saya pulang, Pak." jawab Sean.

Sopir taksi itu pun segera mengantar Sean pulang. Semantara Sean tampak meringis kesakitan pada sekujur tubuhnya. Dia benar-benar marah dengan ancaman Tuan David yang tak lain adalah saingan bisnis Billal.

Beberapa waktu lalu secara terang-terangan Tuan Davin meminta Sean agar mau bekerja dengannya. Tuan David sangat tahu bahwa Sean adalah seorang asisten yang kinerjanya bisa diandalkan. Perusahaannya juga membutuhkan orang seperti dirinya. Namun Sean menolaknya, terlebih Tuan David adalah saingan bisnis Billal. Dan kini orang-orang Tuan David datang memberikan ancaman. Sean berjanji, sampai kapanpun tidak akan pernah pergi dari Billal. Dan dia juga berjanji akan menumpas siapa saja yang berani mengusik kehidupan bosnya.

Beberapa saat kemudian Sean sudah tiba di sebuah rumah besar milik Billal. Rumah yang juga menjadi tempat tinggalnya selama Sean bertuga di perusahaan yang ada di kota B. Hanya saja Sean memilih tinggal di paviliun belakang.

Setelah membayar taksi, Sean bergegas masuk untuk menemui istri bosnya sesuai dengan perintah Lidia tadi.

"Sean, ada apa denganmu?" tanya Lidia khawatir saat melihat wajah Sean yang babak belur.

"Nggak apa-apa, Nyonya. Hanya masalah kecil." jawab Sean sembari duduk di sofa.

"Bagaimana keadaan Tuan Billal?" lanjutnya.

Bukannya menjawab, Lidia justru bergegas mengambil kotak obat untuk mengobati luka Sean. Dengan sabar Lidia mengobati luka memar yang ada pada wajah Sean. Sean hanya bisa diam melihat Lidia dalam jarak yang sangat dekat. Namun jantungnya yang tak bisa diam. Justru semakin berdetak dengan cepat.

Sean sangat menikmati perhatian yang diberikan Lidia. Kapan lagi bisa merasakan momen seperti ini. Katakanlah Sean jahat, tapi ini adalah kesempatan emas baginya.

"Apa masih ada yang sakit?" tanya Lidia.

"Sean? Apa masih ada yang sakit?" Lidia kembali bertanya saat Sean tak menyahuynya sama sekali.

Lidia tiba-tiba gugup dan salah tingkah saat Sean memandanginya tanpa berkedip. Setelah itu dia segera berdiri meninggalkan Sean.

Sean merutuki kebodohannya saat menyadari kalau dirinya telah lancang memandangi wajah istri bosnya.

Tak lama kenudian Lidia keluar dengan membawa tas yang berisi baju Billal, lalu memberikannya pada Sean.

"Tolong, jaga Mas Billal. Aku akan datang kalau badan Chandra sudah tidak demam lagi." ucap Lidia tanpa berani menatap wajah Sean.

"Baik, Nyonya. Anda jangan khawatir. Lebih baik anda di rumah saja." jawab Sean setelah menerima tas dari Lidia.

Lidia hanya mengangguk, lalu Sean segera pergi ke rumah sakit. Namun sebelumnya dia akan mengganti pakaiannya terlebih dulu.

"Nyonya!" panggil Sean dan seketika Lidia menoleh.

"Ehm.. Terima kasih telah mengobati luka saya." ucap Sean.

Lidia hanya menganggukkan kepalanya. Jujur saja dia juga masih gugup setelah kejadian beberapa saat tadi.

**

Kini Sean sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di ruangan VVIP dimana Billal sedang dirawat.

Sean melihat wajah bosnya tampak pucat dan masih setia menutup matanya. Dia sedih melihat keadaan bosnya yang begitu lemah. Entah mengapa sepertinya Sean merasa bahwa Billal sengaja menyembunyikan sakitnya dari sang istri. Karena beberapa saat sebelum masuk ke ruang rawat Billal, Sean menanyakan kondisi terkini Billal pada dokter. Dan dokter mengatakan kalau penyakit jantung Billal kambuh.

Sean sungguh terkejut kalau selama ini Billal mempunyai riwayat penyakit jantung. Dia hanya bisa berdoa semoga Billal segera diberi kesembuhan.

Perlahan Billal mengerjapkan matanya. Dia seperti sedang mencari seseorang dan ingin mengatakan sesuatu.

"Tuan, syukurlah anda sudah sadar. Ada yang Tuan inginkan?" tanya Sean.

Billal hanya menggelengkan kepala, "Dimana Lidia?" tanyanya kemudian.

"Nyonya Lidia di rumah. Nanti pasti akan datang kesini." ucap Sean.

"Sean, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Tapi aku minta Lidia juga ada disini." ucap Billal dengan suara lirih.

"Baiklah, Tuan. Saya akan menghubungi Nyonya Lid-"

Belum menyelesaikan ucapannya, Sean terkejut saat melihat Billal memegangi dadanya dengan muka memerah, setelah itu kembali tak sadarkan diri.

"Tuan...Tuan!!" Panggil Sean. Lalu dengan cepat dia menekan tombol nurse call.

.

.

.

*TBC

Pesan Terakhir

Seorang wanita berusia tiga puluh tahun sedang berjalan terburu-buru menuju salah satu ruang perawatan rumah sakit. Wanita dengan perut besar yang diperkirakan akan melahirkan anak keduanya dua minggu lagi itu melangkahkan kakinya dengan cepat agar segera sampai ruangan dimana suaminya sedang dirawat. Meskipun langkahnya sudah dipercepat, namun kondisi tubuhnya tetap tidak bisa berjalan dengan cepat.

Lidia kelelahan berjalan sambil memegangi perutnya. Dia langsung duduk di kursi tunggu depan ruang ICU. Mungkin karena masih pagi, jadi disana masih sepi.

"Nyonya? Anda sudah disini?" tanya Sean terkejut saat melihat istri bosnya sudah duduk di depan ruang ICU.

Semalam Sean mengatakan pada Lidia kalau Billal dipindah ke ruang ICU, lantaran kondisinya tak kunjung membaik. Dan malam itu juga Lidia akan datang ke rumah sakit, namun dengan cepat Sean melarangnya. Alhasil pagi ini Lidia sudah berada di rumah sakit.

"Bagaimana keadaan Mas Billal? Aku ingin masuk dan melihatnya." tanya Lidia mengabaikan pertanyaan Sean.

"Tunggu dulu, Nyonya. Lebih baik kita menunggu dokter memeriksa Tuan terlebih dulu. Kalau anda ingin melihatnya, anda bisa melihat dari balik pintu kaca itu." jawab Sean.

Lidia masih diam dan mengatur nafasnya. Dia benar-benar kelelahan berjalan. Namun rasa lelahnya itu tidak sebanding dengan rasa khawatir pada keadaan suaminya.

Setelah merasa lelahnya hilang, Lidia beranjak dari duduknya. Dia melihat suaminya dari balik pintu kaca. Matanya berair kala melihat sang suami masih setia menutup mata dengan beberapa alat medis di tubuhnya.

Merasa tak kuat dengan melihat keadaan suaminya, Lidia kembali duduk. Hatinya sakit melihat pria yang sudah hampir enam tahun menemaninya tiba-tiba sakit separah itu.

"Ini, Nyonya minum dulu!" Sean memberikan sebotol air mineral.

"Terima kasih." jawab Lidia dan langsung meminumnya.

"Maaf Nyonya, apa sebelumnya Tuan Billal tidak pernah mengeluhkan sakit seperti ini?" tanya Sean.

"Tidak pernah, Sean. Mas Billal keadaannya selalu baik-baik saja jika bersamaku dan anaknya. Aku nggak tahu kalau selama ini Mas Billal menyembunyikan penyakitnya dariku." jawab Lidia.

Lidia sangat terkejut saat pertama kali membawa suaminya ke rumah sakit kemarin dan dokter mengatakan kalau penyakit jantungnya kambuh. Lidia jadi merasa seperti istri paling bodoh di dunia karena sama sekali tidak pernah peduli dengan kesehatan suaminya.

Dan Lidia sangat terkejut lagi saat semalam asisten pribadi suaminya mengatakan kalau Billal dipindahkan ke ruang ICU. Dunia Lidia rasanya seperti runtuh hari itu juga. Bayangan hal buruk terus menghantuinya. Bagaimana jika akhirnya sang suami pergi untuk selamanya.

"Nyonya yang sabar. Kita doakan saja semoga Tuan segera sadar dan cepat pulih." ucap Sean menenangkan.

Beberapa saat kemudian dokter datang bersama seorang perawat yang akan memeriksa kondisi Billal pagi ini. Sean dan Lidia menunggunya di luar.

Bertepatan dengan dokter selesai memeriksa kondisi Billal, Jenny yang tak lain keponakan Billal juga datang dengan ditemani suaminya, Iqbal.

"Lidia, bagaimana keadaan Om Billal?" tanya Jenny.

Wanita seusia Lidia yang berstatus keponakan Billal itu tampak khawatir setelah mendengar kabar bahwa Omnya tengah sakit. Bahkan sampai dirawat di ruang ICU.

Lidia tidak menjawab pertanyaan Jenny, karena dia akan bertanya dulu pada dokter mengenai kondisi suaminya saat ini.

"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Lidia.

"Pasien masih tidur karena efek obat yang disuntikkan semalam. Dan detak jantungnya pagi ini sudah tidak selemah kemarin. Berdoa saja, semoga segera ada keajaiban." jawab dokter.

"Apakah saya boleh masuk untuk melihatnya, dok?" Lidia kembali bertanya.

"Boleh, asal tidak mengganggu istirahat pasien, dan jangan lebih dari sepuluh menit." jawab dokter.

Setelah itu Lidia memasuki ruang ICU tempat Billal dirawat. Dengan ditemani oleh Jenny.

Lidia menitikan air matanya saat melihat kondisi suaminya yang begitu lemah.

"Mas, sampai kapan kamu akan tidur terus seperti ini? Bangunlah! Bukankah kamu akan mendampingiku saat melahirkan putri kita ini." ucap Lidia sambil menangis tersedu.

Jenny tak bisa berucap apapun. Dia memeluk Lidia untuk menyalurkan rasa empatinya.

Karena tak kuat lagi menahan kesedihannya, Lidia memutuskan untuk keluar. Lalu berganti dengan Sean dan Iqbal.

Kedua pria itu tampak tegar walau sebenarnya sangat sedih melihat keadaan Billal yang sangat lemah.

Iqbal juga tidak menyangka bahwa pria yang berusia hampir 50 tahun itu yang biasanya selalu tampak sehat, kini tiba-tiba sakit sampai separah ini.

"Apakah sejak kemarin Om Billal tidak bangun sama sekali?" tanya Iqbal pada Sean.

"Hanya bangun sebentar dan mengatakan kalau ingin bicara penting dengan istrinya. Tapi saat aku mengatakan akan menghubungi Nyonya Lidia, Tuan Billal kembali pingsan hingga saat ini." jawab Sean.

Iqbal terdiam. Entah kenapa dia merasa ada firasat buruk. Bahkan Billal mengatakan ingin bicara penting pada istrinya. Seolah dia ingin memberikan pesan terakhir.

Tak lama kemudian Iqbal melihat pergerakan tangan Billal. Dia memberitahu Sean.

"Tuan, anda sudah bangun?" tanya Sean terkejut.

Billal perlahan membuka matanya. Lalu dia memberi isyarat untuk melepas selang oksigennya. Namun Sean tidak berani. Dia akan menanyakannya dulu pada dokter.

Setelah mendapat ijin dari dokter, Sean kembali masuk dengan diikuti oleh perawat yang akan melepas selang oksigen di hidung Billal. Lidia dan Jenny juga sudah ada disana.

"Mas, akhirnya kamu bangun juga." ucap Lidia menahan isak tangisnya.

Tangan Billal terulur membelai perut istrinya yang besar. Lalu dia menitikan air matanya. Sontak saja Jenny yanga ada disana menutup mulutnya karena menahan tangis.

"Sayang, ada hal penting yang ingin aku katakan." ucap Billal.

"Mas jangan banyak bicara dulu, agar cepat sembuh." jawab Lidia.

Namun Billal tak mempedulikan ucapan istrinya. Lalu matanya melirik mencari keberadaan Sean.

"Anda butuh sesuatu, Tuan?" tanya Sean mendekati Billal.

"Sean, jadilah ayah sambung dari anak-anakku. Rawat dan jagalah mereka seperti anak kamu sendiri. Jadikan mereka anak yang kuat dan tangguh seperti kamu." ucap Billal.

"Mas, kamu jangan bicara seperti itu. Kamu pasti sembuh, dan kita akan rawat bersama anak-anak kita." Lidia semakin sesak mendengar ucapan suaminya.

"Tuan jangan mengkhawatirkan itu. Sejak dulu saya sudah menganggap Chandra seperti anak saya sendiri. Sekarang anda harus sembuh." jawab Sean.

Billal memejamkan matanya sejenak untuk mengambil nafas pelan, karena dadanya terasa sangat sakit. Lalu dia memegang lembut tangan istrinya.

"Sean, tolong jaga Lidia juga. Menikahlah dengannya jika aku sudah pergi." ucap Billal.

"Mas jangan bicara seperti itu. Mas pasti sembuh!" Lidia tergugu dalam tangisnya.

"Sayang, hanya Sean pria yang terbaik untuk kamu dan anak-anak kita." ucap Billal.

"Tidak!!! Tidak ada pria terbaik selain kamu, Mas." Lidia semakin terisak pilu.

"Jenny, Iqbal, jadilah saksi pernikahan mereka. Lidia, Sayang. Terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangmu selama ini. Berbahagialah kalian semua." ucap Billal dengan suara yang hampir tak terdengar. Setelah itu perlahan dia menutup mata untuk selamanya, dengan diiringi bunyi panjang dari alat pendeteksi jantung.

.

.

.

*TBC

Yuk guys jangan lupa tinggalkan like, komen, vote, dan giftnya buat karya othor yg baru ini🤗🤗

Happy Reading‼️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!