NovelToon NovelToon

101 Avatars

1. Semuanya Berawal dari Hoho Game Itu

Lima tahun yang lalu di malam itu, tidak ada satu pun orang-orang yang akan menduga bahwa peristiwa tersebut akan terjadi.

Berkisar sekitar 7 tahun yang lalu, dua ilmuwan jenius menciptakan suatu game fenomenal yang banyak diberitakan di berbagai di media massa sebagai suatu game yang membawa peradaban manusia ke era yang baru.

Suatu era yang dinamakan era virtual di mana orang-orang benar-benar bisa masuk dan merasakan sensasi langsung dari game melalui kelima indera mereka dan bukannya melalui tombol keyboard layar komputer.  Hero of Hope game atau disingkat sebagai Hoho Game, itulah nama game tersebut.

Suatu game yang awalnya diciptakan di Korea oleh seorang ilmuwan jenius asal Indonesia dan seorang ilmuwan jenius asal Korea.  Tidak butuh sampai dua bulan sejak penciptaannya, game itu pun berhasil masuk di pasaran Indonesia.

Game tersebut terbilang menarik karena kita bisa merasakan pengalaman bertarung secara nyata di dunia virtual melalui 99 Avatar yang dapat kita pilih secara bebas sebagai karakter game kita.  Kita pun dapat dengan bebas mengganti avatar kita dengan avatar lain kapan saja.  Namun, semakin sering salah satu avatar dimainkan, maka kekuatan bertempur avatar itu pun akan semakin berevolusi menjadi lebih hebat.

Kemudian muncullah gelar kehormatan kepada orang-orang yang berhasil membuat salah satu avatar berevolusi menjadi paling hebat di antara avatar sejenis lainnya yang dimiliki oleh pemain lain.  Gelar kehormatan itu disebut sebagai Ranker.

Dan sebagai pemilik Avatar Nomor 1, Freeze, yang terhebat di antara para pemain lainnya, kakak pertamaku, Faridh, menyandang gelar Ranker.  Semakin kecil nomor suatu avatar, maka semakin hebat kemampuannya.  Namun, hal itu dibarengi dengan semakin sulitnya avatar tersebut dikendalikan.

Ketika tubuh pemain memilih avatar yang di luar kemampuannya untuk dimainkan, maka secara otomatis sistem akan menolaknya.  Namun, terkadang banyak pemain nakal yang menggunakan jasa hacker agar mampu menipu sistem tersebut agar dapat memainkan avatar bernomor lebih kecil dari yang seharusnya bisa mereka mainkan.  Alhasil, mereka justru mengalami cedera dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit.

Oleh karena itu, bukan bermaksud sombong, tetapi sebagai pemilik gelar Ranker untuk avatar terhebat sekaligus yang paling sulit dikendalikan, bukankah itu berarti kakakku Faridh adalah pemain terhebat di Hoho game?

Setidaknya itulah yang kubangga-banggakan dari kakak pertamaku sampai malam bencana lima tahun yang lalu itu pun tiba.

Malam itu, aku dengan polosnya meminta kakakku untuk bertarung dengan Ranker Avatar Nomor 8, Healer, karena kesal dengan teman-temanku di sekolah yang terlalu memuji-muji kehebatan Ranker Avatar Nomor 8 itu.  Apanya yang hebat, jelas kakakku-lah yang terhebat, pikirku.

Namun, bahkan belum sempat kedua Ranker tersebut dipertemukan, tiba-tiba listrik di ruangan kami berada di mana kakakku, Faridh, berada di dalam kapsul game-nya untuk terhubung ke sistem game, tiba-tiba menjadi tidak stabil dan terjadi percikan-percikan kecil api listrik di mana-mana.

Dalam sekejap, ruangan menjadi gelap.  Dan di saat itulah dengan mata kepalaku sendiri, aku menyaksikan kejadian itu.  Avatar Freeze tiba-tiba keluar dari layar komputer dan menjadi nyata.  Lalu avatar terkutuk itu membunuh kakakku, Faridh, dengan sangat sadis.

Jika saja di hari itu, aku tidak terprovokasi oleh perkataan teman-temanku yang terlalu memuji-muji Ranker Avatar Nomor 8 itu, pastinya malam itu Kak Faridh tidak perlu bemain Hoho Game, apalagi Kak Faridh tengah sibuk dalam mempersiapkan ujian masuk universitasnya.  Dan kami pun tidak perlu terlibat dalam malam bencana Hoho Game tersebut.

Malam bencana di mana ke-99 avatar Hoho Game tiba-tiba keluar dari game dan menyebar di seluruh pelosok Ibukota Jakarta serta membunuh masing-masing pemain yang kebetulan mengaktifkan avatar masing-masing tersebut di malam itu beserta dengan orang-orang di sekitar mereka.

Jika demikian, Kak Faridh pastinya masih akan hidup sampai saat ini.

Akan tetapi, sehari setelah kejadian tersebut, tiba-tiba muncul sesosok pahlawan berkostum merah yang menghabisi para avatar tersebut.  Dalam sekejap, keadaan Kota Jakarta kembali aman tenteram seperti sedia kala.

Namun, bahkan setelah lima tahun berlalu, aku masih belum dapat melupakan kejadian tersebut.  Aku bertekad untuk mengungkap misteri di balik malam bencana Hoho Game yang terjadi di kota kami itu.  Itulah sebabnya, kini aku memasuki jurusan Fisika Virtual di universitas terbaik di Kota Jakarta ini.

“Adrian, waktunya sarapan.  Jangan sibuk dengan layar komputer melulu.”  Teriakan Kak Syifa, lantas membuyarkan lamunanku.  Aku pun segera menuruti perkataannya untuk segera keluar dari kamarku lalu turun ke bawah untuk sarapan.

Dialah Kak Syifa, kakak keduaku.  Dengan kematian Kak Adrian, kini hanya tinggal kami berdua yang saling bahu-membahu untuk bertahan hidup.  Kedua orang tua kami bercerai lantas meninggalkan kami demi mencapai cita-cita masing-masing.  Hanya kiriman uang dari mereka yang terkadang datang tiap bulannya demi memenuhi kebutuhan hidup kami.

Ayahku adalah seorang ilmuwan fisika virtual yang saat ini sedang melakukan penelitiannya di Kanada.  Sementara ibuku adalah seorang arkeolog yang saat ini sedang sibuk dengan artifak-artifak kuno di Afrika bagian utara.

Akupun tersenyum ramah di hadapan kakak perempuanku itu.

“Duh, Adrian, kenapa kamu menatap Kakak sambil nyengar-nyengir begitu?  Jika kamu mau uang jajanmu ditambah, maka Kakak tidak dapat mengabulkannya.”  Ujar kakak perempuanku itu dengan ketus.

Yah, walaupun saat ini, keluargaku tidak lagi lengkap, tetapi aku masih bisa merasakan kebahagiaan selama kakakku, Syifa, baik-baik saja.

“Hari ini patroli pertama Kakak kan?  Semangat ya Kak.  Kalau itu Kakak, pasti para penajahat akan ketakutan.  Hehehehe.”  Candaku kepada kakakku itu yang tampak telah siap dengan seragam polwannya.

“Duh, Adrian.  Lagi-lagi kamu meledek Kakak ya.  Aku sendiri juga tahu kalau pembawaan Kakak itu tomboi dan tidak ada feminim-feminimnya, makanya sampai sekarang Kakak belum bisa juga dapat pacar.  Itu aku tahu, tapi mendengarkannya langsung dari mulutmu, membuat Kakak sedikit terluka.”  Tiba-tiba wajah kakak perempuanku itu berubah menjadi sendu begitu mendengar candaanku.

Aku pun lantas merasa bersalah karena memang bukan seperti apa yang dipikirkan oleh Kak Syifa tujuan perkataanku.  Karena bagiku, kakakku Syifa tidak kalah kerennya dibandingkan dengan kakakku Faridh.  Dia adalah seorang wanita yang berjiwa tegar dan memiliki rasa keadilan yang tinggi.  Dan dengan usahanya sendiri pula, dia dapat mewujudkan cita-citanya itu menjadi seorang polwan yang dia idam-idamkan.

“Tidak, Kak Syifa.  Bukan seperti itu maksudku.  Begini, anu, seorang wanita yang tegar dan kuat juga punya pesonanya sendiri di hadapan laki-laki.  Bagiku, justru tipe wanita seperti Kak Syifa-lah yang jauh lebih menarik ketimbang tipe-tipe wanita sok manja yang selalu ingin menarik perhatian lelaki itu.”  Bantahku dengan cepat atas kesalahpahaman Kak Syifa terhadap perkataanku barusan.

“Hehehehe.  Adikku Adrian memang adik yang baik.”  Ujar Kak Syifa disertai dengan tawanya yang tulus sembari mengusap rambutku.

Aku pun ikut tersenyum kepada kakakku itu.  Aku berharap suasana bahagia ini mampu bertahan selamanya.

Kami pun selesai sarapan.  Karena hari ini, kuliahku dimulai pukul 3 sore, aku pun hanya mengantar kepergian Kak Syifa di depan pintu lantas kembali menyibukkan diri di depan layar komputerku.

Bahkan, tidak ada satu pun firasatku hari itu, bahwa Kak Syifa pun akan turut menjadi korban dari avatar Hoho Game yang selama ini tak pernah lagi menunjukkan aktivitasnya selama lima tahun terakhir.

2. Cahaya Harapan

Pagi itu, kuputar siaran televisi di rumahku seperti biasa.  Berita tentang pembegalan yang kian marak terjadi di ibukota.  Tampaknya, kasus inilah yang akan menjadi kasus perdana bagi kakakku di tempat kerjanya.  Tentu saja kakakku hanya berperan sebagai tim pendukung saja untuk berpatroli di salah satu titik lokasi wilayah pembegalan tersebut.

Kemungkinannya untuk terlibat langsung dengan para pelaku pembegalan sangatlah kecil.  Terlebih, jika pun terlibat, justru para kroco-kroco itulah yang akan bernasib sial karena aku tahu sendiri kemampuan luar biasa kakakku dalam pertahanan diri.

Tepat pukul setengah dua siang, aku pun berangkat ke kampus seperti biasa.  Aku bercengkerama dengan teman-temanku sebelum masuk kelas.  Juga aku sempat mencuri pandang kepada sosok dewiku dari jurusan kimia android, Nafisah.

Sosoknya yang begitu ayu dengan muka bulat dan dengan senyumnya yang menampakkan sedikit gigi gingsulnya ditambah dengan padanan busana jilbabnya yang berwarna papaya yang merupakan warna favoritnya, tentunya membuat hati setiap pemuda yang menatapnya akan menjadi klepek-klepek tak perdaya, termasuk diriku ini.

Ah, benar-benar pemandangan yang menyejukkan di siang hari yang panas ini, pikirku.  Menatap Nafisah memang adalah oasis tersendiri yang membuatku bersemangat belajar di universitas ini.

Aku pun pulang seperti biasa setelah selesainya perkuliahan.  Namun, karena ini adalah hari pertama kakakku bekerja, aku pun berniat mengunjunginya.  Aku pun singgah di toko kue Bernard, toko kue favorit kakakku untuk membelikannya oleh-oleh sebagai perayaan pertamanya di tempat kerja.

Namun, sesampainya aku di sana, apa yang kulihat justru pemandangan di mana kakakku berjuang seorang diri menghadapi seekor monster.  Monster berwarna hijau mirip belalang dengan tombak tajam di kedua tangannya.  Tombak panjang di tangan kanan dan tombak pendek di tangan kirinya.

Aku benar-benar mengenal sosok monster itu, tidak, aku mengenalnya dengan baik karena sosok monster itu adalah tidak lain Avatar berkode nomor 49 dalam series avatar di Hoho Game, Avatar Mantis.

“Tidak!  Kakak!”  Teriakku sejadi-jadinya.

Tanpa peduli lagi, aku pun membuang kue yang ada di tanganku yang padahal sedari tadi aku bawa dengan hati-hati.  Aku pun lantas berlari sekuat tenaga untuk menuju ke tempat kejadian di mana Kak Syifa sedang berjuang menghadapi monster itu.

Aku luput memikirkan kemungkinan terburuk tentang kemungkinan pelaku pembegalan yang tidak hanya bisa berasal dari manusia, tetapi juga bisa saja berasal dari entitas lain, layaknya lima tahun lalu. Para monster sialan itu.

Tetapi mengapa mereka baru muncul sekarang setelah bersembunyi selama 5 tahun?  Dan mengapa mesti kakak keduaku lagi kali ini yang menjadi korban?  Tidak, aku tidak akan sanggup lagi untuk kehilangan keluarga perkara monster sialan itu.  Apapun akan kulakukan demi menyelamatkan kakakku satu-satunya yang tersisa itu, mesti nyawa taruhannya.

Dengan tekad itu, aku pun menerobos brigade polisi dan sebentar lagi akan sampai di tempat kakakku yang sedang berada dalam bahaya tersebut.

Namun, aku terlalu lemah.  Tiga orang polisi berbadan besar dan kekar pun berlari ke arahku lantas seketika mengunci badanku sehingga aku pun tidak bisa bergerak.

“Kakak.  Tidak, Kakak!”  Aku hanya dapat menggapai-gapai bayangan kakakku dari jauh.

Dan di depan mataku untuk kedua kalinya, setelah apa yang terjadi dengan kakak pertamaku Faridh, kini kakak keduaku Syifa yang harus mengalaminya di mana dengan menggunakan kedua tombaknya, monster sialan itu menebas kakakku hingga terjatuh bersimbah darah.

“Tidak!  Tidak!  Kakak!”

Dengan segenap kekuatanku, aku pun berusaha melepaskan dekapan ketiga polisi berbadan kekar itu.  Entah karena adrenalinku terpacu melihat kakakku yang sekarat, atau karena para polisi itu juga kaget dengan kejadian yang terjadi di depan mereka, aku pun berhasil melepaskan diri dari mereka dan berlari sekuat tenaga menuju ke tempat kakakku.

Namun, satu hal yang kulupakan.  Aku hanyalah seorang mahasiswa biasa yang novice dalam karate.  Aku sama sekali tidak punya pengalaman bertarung nyata.  Setelah sampai ke tempat kakakku yang bersimbah darah, aku hanya dapat ikut menunggu kematianku di tangan monster sialan itu.

“Clang!”  Monster itupun mengayunkan tombaknya.  Aku hanya dapat menutup mata sembari memeluk kakakku yang bersimbah darah dengan erat.  Akan tetapi, berselang beberapa detik, tak ada apapun yang terjadi padaku.

Aku pun perlahan membuka mataku.  Tepat di hadapanku, rupanya telah berdiri seseorang dengan mengenakan kostum merah, menangkis serangan dari Avatar Mantis tersebut.  Dialah sosok pahlawan yang telah menyelamatkan kota Jakarta lima tahun silam.

“Praaak!”  Sang pahlawan menendang Mantis tepat di ulu hatinya hingga terpental dan menjauh dari kami.

Tanpa memberikan Mantis kesempatan untuk menyerang balik, sang pahlawan pun mengayunkan pedangnya dan menebas monster tersebut.  Monster tersebut pun jatuh terkapar.

“Ukkh!”  Tiba-tiba kakakku memuntahkan darah.

“Kakak!  Tidak!  Kakak, bertahanlah!”  Aku pun berteriak sejadi-jadinya karena tak ingin lagi ditinggalkan oleh keluarga yang aku sayangi.

“Kumohon, selamatlah, Kak.”  Doaku dalam hati.

Mungkin karena mendengar jeritan kepedihanku itu, sang pahlawan pun menoleh ke arah kami.  Dia lantas berjalan cepat menuju ke arah kami.

Lalu sang pahlawan pun menyerahkan gelang biru itu padaku.

“Ambil ini dan berjuanglah.  Tidak akan ada yang berubah dengan tangisanmu.  Ambil ini dan kalahkan Avatar Mantis itu.  Jadilah sepertiku.”  Ujar sang pahlawan padaku.

“Gelang apa ini?”  Tanyaku penasaran.

“Pakailah itu dan bayangkan kamu sedang bermain Hoho Game untuk terhubung dengan avatar dari gelang itu.”  Jawab sang pahlawan padaku.

“Avatar?  Jangan-jangan kostum yang kamu kenakan itu, juga bagian dari avatar?”  Tanyaku sekali lagi penasaran.

“Ya, begitulah.  Mungkin agak sedikit beda dari yang ada di game karena sedikit modifikasi.  Tetapi ini tidak diragukan lagi adalah Avatar Nomor 7, Avatar Bomber.”  Sekali lagi, sang pahlawan menjawab pertanyaanku.

Avatar Mantis yang sedari tadi terkapar pingsan pun tiba-tiba kembali menunjukkan pergerakan.

“Cepatlah putuskan!  Kalau kamu memang ragu, serahkan kembali gelang itu dan tetaplah dalam cangkangmu yang menyedihkan itu selamanya.”

Mungkin karena aku yang yang tampak pengecut, tidak, aku memang pengecut, sehingga sang pahlawan pun berteriak seperti itu padaku.

“Tapi, walaupun aku berjuang, tidak ada lagi siapa-siapa yang bisa kulindungi.  Karena kakakku Syifa.  Hiks…Hiks…”

Air mata pun jatuh membasahi pipiku.  Di tanganku, Kak Syifa yang bersimbah darah perlahan kehilangan kehangatan tubuhnya.

“Maaf, sebaiknya kamu cari orang lain untuk ini.  Soalnya aku juga telah mati.”  Ujarku dalam kepedihan berbalut air mata sembari mengulurkan gelang biru itu untuk menyerahkannya kembali kepada sang pahlawan.

Sang pahlawan pun melangkah ke hadapanku.  Namun, rupanya dia bukan mengambil gelang biru itu, melainkan berlutut lantas mengusap kening kakakku yang bersimbah darah.

Lalu, keajaiban itupun terjadi.

Melalui tangan sang pahlawan, ulir-ulir putih mirip akar muncul lalu menjalar, merasuk ke tubuh kakakku.  Kemudian perlahan tapi pasti, luka-luka kakakku yang terbilang cukup fatal itupun menutup sedikit demi sedikit dan akhirnya sembuh tak berbekas.

“Apanya yang perlu disedihkan?  Kalau hanya luka segini, aku masih bisa menyembuhkannya.  Nah sekarang, Anak Muda, tentukanlah masa depan yang akan kamu pilih!  Akankah kamu memilih berjuang atau kembali bersembunyi di balik punggung kakakmu?  Asal kamu tahu, tidak ada salahnya hidup sebagai pecundang.  Namun, ceritanya berbeda jika kamu memiliki kemampuan.  Tidak ada pilihan selain berjuang.”  Ujar sang pahlawan.

“Aku memiliki kemampuan?”  Mendengar ucapan sang pahlawan itu, cahaya harapan pun sekali lagi membara di hatiku.

3. Pulihnya Kembali Kepercayaan Diri Pemuda Itu

“Aku memiliki kemampuan?”  Ujarku, begitu mendengar ucapan sang pahlawan itu.  Sekali lagi, cahaya harapan itu kembali membara di hatiku.

Aku pun menatap gelang biru yang ada di tanganku itu lalu aku pun mengikuti saran dari sang pahlawan untuk mengingat sensasi layaknya di Hoho Game untuk berubah menjadi avatar.  Cahaya biru pun seketika menyinari sekitarku dan aku pun berubah menjadi avatar.

Tetapi apa ini?!

Empat bulu sayap masing-masing membentang di sisi kiri dan kanan bagian pipi helmetku.  Cakar berwarna emas dengan dua gelang emas terpasang berurutan sejajar yang mencolok di lengan kanan.  Terlebih, dua tanduk aneh berwarna emas yang lebih mirip benjolan ini.  Walaupun sedikit berbeda dengan yang di Hoho Game, bukankah ini avatar terlemah ketiga, Avatar Nomor 97, Avatar Arjuna?

Kemampuan apanya?  Seperti yang aku duga, aku bukanlah orang yang spesial karena avatar tersebut adalah avatar yang mampu dipakai oleh semua pemain di Hoho Game.

“Avatar Arjuna rupanya ya, Kak.  Eh, tidak apa-apa kan kalau aku memanggilmu Kak?  Atau aku sebaiknya memanggilmu apa?”  Ujarku sedikit tampak kecewa dan malu-malu kepada sang pahlawan.

“Kak Bomber.  Hmmm, bagus juga.  Kamu bisa memanggilku dengan nama itu.”  Jawab sang pahlawan.

Kami berdua pun maju ke hadapan monster yang tampaknya telah kembali ke kesadarannya.  Namun, aku segera menghentikan langkah Kak Bomber.

“Biarkan aku saja yang mengatasi ini, Kak Bomber.  Tolong, Kakak lindungi saja kakakku.”

Kak Bomber pun tampak menatapku sejenak.  Dia kemudian melepaskan pelindung mulut di bagian helmetnya sehingga menampakkan dengan jelas senyumnya yang cemerlang itu.

“Hmmm.  Semangat yang bagus.  Bagus, Anak Muda.  Tampaknya, kamu telah berhasil melepaskan diri dari cangkangmu.”  Ujar Kak Bomber padaku.

Dia kemudian sekali lagi terdiam.  Dari ekspresi yang ditunjukkan mulutnya, tampak dia sedang memikirkan hal yang rumit.

“Begini, Anak Muda.  Tidak ada sesuatu di dunia ini yang biasa-biasa saja.  Semua ada kespesialannya masing-masing.  Termasuk avatar yang kamu kenakan itu.  Memang hampir semua orang bisa mengenakannya, tetapi hanya kamu yang memiliki kompabilitas terbaik di antara yang lain sebagai partnernya berdasarkan sifat, sikap, pembawaan, serta karaktermu. Jadi berbanggalah, Anak Muda.”

Entah mengapa aku merasakan perasaan senang ketika dipuji olehnya, seakan aku kembali mengingat sosok Kak Faridh di dalam diri Kak Bomber.  Aku pun semakin punya keberanian diri dalam menghadapi Avatar Mantis itu.

Aku pun mengeluarkan senjata dari Avatar Arjuna-ku.  Senjata yang sebenarnya merupakan panah yang ditujukan untuk serangan jarak jauh, tetapi berbeda dengan avatar bernomor seri 96, 98 dan 99, panah dari Avatar Arjuna bisa bermodifikasi menjadi tombak untuk serangan jarak dekat.

Dengan warna biru tua yang mencolok dan tampak kokoh berpadukan motif laba-laba yang penuh dengan sisi tajam di mana-mana, senjata itu benar-benar sangat cocok untukku yang lebih senang dengan pertarungan yang membabi buta tanpa pola serangan tertentu.

Aku pun berlari menerjang Avatar Mantis dan,

“Sreeek!  Sreeek!  Sreeek!”  Aku menebasnya hingga tampak pola-pola data berhamburan di sekitar luka-luka Mantis tersebut.  Dalam sekejap, tubuh Mantis berhamburan ke udara nak debu.  Aku berhasil mengalahkan monster tersebut.

Kulihat, Kak Bomber pun mengeluarkan semacam alat mirip pistol laser, tetapi dengan moncong yang cukup besar dan lebar.  Dengan menggunakan alat itu, kulihat Kak Bomber mengisap partikel-pertikel Mantis yang berhamburan ke udara.

Aku sampai-sampai tak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata bahwa betapa bahagianya aku hari ini.  Aku dengan kemampuanku sendiri bisa mengalahkan monster tersebut.  Aku telah meraih kepercayaan diriku kembali.  Sampai-sampai aku berharap untuk dapat segera bertemu kembali dengan jenis mereka dan memberantas mereka hingga benar-benar punah dari muka bumi ini.

Begitulah aku sangat membenci monster-monster itu.  Monster yang telah merenggut Kak Faridh dari sisiku.  Namun, aku sama sekali tidak membenci Hoho Game karena hal itulah yang membuat kak Faridh tampak bersinar.  Hanya saja, aku trauma dalam memainkannya sejak Avatar Freeze membunuh kakakku Faridh di depan mataku itu lima tahun silam.

Namun kini, berkat Kak Bomber, trauma itu tampak telah hilang.  Bagaimana pun, aku sangat berterima kasih kepada Kak Bomber dan benar-benar mengaguminya dari lubuk hatiku yang terdalam.  Aku jadi penasaran tentang siapa identitas sebenarnya dari Kak Bomber tersebut.

Belum sempat aku memulai pembicaraan kembali dengan Kak Bomber, tiba-tiba tanganku dan tangan Kak Bomber ditarik dari belakang.  Rupanya itu kakakku Syifa yang tampak telah sadar dari pingsannya.

Kak Syifa dengan tenaga buldosernya menyeret kami yang padahal sedang dalam wujud avatar kami yang seharusnya memiliki power jauh di atas manusia normal segera menjauh meninggalkan lokasi kejadian tersebut.

Kak Syifa lantas menyeret kami masuk ke dalam mobilnya lalu bergegas menyetir meninggalkan lokasi tersebut.  Rupanya, Kak Syifa membawa aku dan Kak Bomber ke rumahku dan Kak Syifa.

Di meja berbentuk bundar itu, aku yang sudah dalam tubuh asliku dan Kak Bomber yang masih dalam wujud avatarnya harus menghadapi tatapan tajam dari Kak Syifa.

Kak Syifa lantas dengan intens menatapku.

“Adrian, apa-apaan dengan kostum aneh itu?  Dan kenapa kamu bisa mengalahkan monster itu?  Darimana asalnya senjata yang barusan kamu gunakan untuk mengalahkannya dan ke mana senjata itu sekarang?”  Bertubi-tubi pertanyaan pun dilontarkan oleh Kak Syifa kepadaku.

“Tenang dulu, Kak Syifa.  Aku akan menjelaskannya satu-satu.”  Ucapku dengan gugup di hadapan Kak Syifa.

Kak Syifa kemudian terus menatapku dengan tatapan yang mengintimidasi.

Aku pun jadi menyerah akannya dan memilih untuk menjelaskan semuanya kepada Kak Syifa, mulai dari asal-usul gelang yang mirip dengan sistem Hoho Game yang diberikan oleh Kak Bomber padaku sampai pada aku yang bisa berubah menjadi avatar yang memiliki kekuatan jauh di atas manusia normal sehingga dapat mengalahkan para avatar yang secara ajaib keluar dari Hoho Game ke dunia nyata tersebut.

Aku juga menjelaskan kepada Kak Syifa bahwa berkat kemampuan penyembuhan Avatar Kak Bomber-lah, Kak Syifa dapat selamat setelah terluka parah oleh sayatan Avatar Mantis itu.

Aku berharap agar kak Syifa dapat mengerti keputusanku.  Aku memilih memasuki dunia yang berbahaya ini demi melindungi orang-orang yang kucintai dan dunia di mana mereka tinggal.  Aku tak ingin lagi terkungkung dalam ketidakberdayaan.

Akan tetapi, apa yang terjadi, Kak Syifa malah menjitak kepalaku dengan keras yang sampai-sampai membuatku mengeluarkan suara aneh yang sangat membuatku malu di hadapan Kak Bomber.

Syukurlah, Kak Bomber tampak tidak bereaksi apa-apa melihat kebodohanku karena aku tidak ingin pahlawanku sampai menganggapku sebagai anak-anak lagi.  Setidaknya, aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan Kak Bomber.

“Duh, Kak Syifa.  Mengapa menjitak kepalaku?”  Tanyaku kepada Kak Syifa dengan ekspresi kesakitan.

“Adrian, kamu benar-benar bodoh ya!  Mengapa kamu bersedia begitu saja menerima barang yang aneh dari orang yang mencurigakan.  Bagaimana jika sampai terjadi apa-apa denganmu?  Ayo sekarang kita ke rumah sakit!  Kita harus periksa apakah tubuhmu baik-baik saja setelah memakai alat aneh itu!”  Kak Syifa pun serta-merta menarikku dengan paksa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!